• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Yohana Natalia Tryastuti A.K NIM : 049114041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

(2)
(3)
(4)

E

E

D

D

Untuk

Papa dan Mama

yang telah memberikan motto hidup yang luar biasa :

“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk

memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri;

tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.”

(2 Kor. 3:5)

E

E

D

D

(5)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, April 2009 Penulis,

Yohana Natalia

(6)

Yohana Natalia Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pernikahan pada perempuan yang bekerja. Kepuasan pernikahan adalah suatu penilaian emosional, baik positif maupun negatif, terhadap pernikahan yang dipengaruhi oleh cara pasangan merasakan dan mengevaluasi satu sama lain berdasarkan kejadian atau kondisi dalam pernikahan tersebut.

Kepuasan pernikahan diperoleh dari hasil penilaian positif terhadap delapan area pernikahan, yaitu afeksi, tingkat kepercayaan, tingkat kesetaraan, komunikasi,kehidupan seksual, kehidupan sosial, finansial dan tempat tinggal.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yang berstatus perempuan menikah, bekerja di luar rumah, dan berusia 21-45 tahun. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala, yaitu Skala Kepuasan Pernikahan. Koefisien reliabilitas dari skala ini baik dengan nilai 0,9550.

Hasil yang diperoleh dari data yang diolah dengan uji mean adalah mean empirik 111,34 yang lebih besar dari pada mean teoritik 100 (μempirik > μteoritik) dan berdasarkan uji one sample t-test diperoleh p = 0,004 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa subjek penelitian memiliki kepuasan pernikahan yang memuaskan.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa afeksi memperoleh mean yang paling besar dengan total mean empirik 14,50 yang lebih besar dari mean teoritik 12,5 serta p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil perbandingan mean, subjek penelitian merasakan kepuasan pernikahan yang paling kuat pada area afeksi.

Sedangkan yang memiliki perolehan mean paling kecil adalah kehidupan sosial dengan total mean empirik 13,40 yang lebih besar dari mean teoritik 12,5 dan perolehan p = 0,091 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian mengalami kepuasan pernikahan yang paling lemah dalam bidang kehidupan sosial.

Kata kunci : kepuasan pernikahan, perempuan bekerja, penilaian emosional

(7)

Yohana Natalia Psychology Faculty Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

This research aimed to know the marital satisfaction in women whose working in public sector. Marital satisfaction were either positive and negative emotional judgment toward marriage, based on the evaluation of condition or occurrence within.

Marital satisfaction were gained by making positive emotional judgment toward eight areas of marriage, which were affection, belief, equality, communication, sexual activities, social activities, financia, and home-living.

The whole research subject were 50 married women, working on public sector, and about 21-45 in age. The methods of data collection were obtained by applying scales, the Marital Satisfaction Scales. The scales itself was reliable with the reliability’s score were 0,9550.

The research result that processed by mean test shown that empirical mean 111,34 larger than theoritical mean 100 (μempirical > μtheoritical) and based on one sample t-test, it shown that p = 0,004 (p < 0,05). It means that subject felt satisfaction in their marriage.

Based on the result, it shown that affection had maximum mean score, with empirical mean 14,50 larger than theoritical mean 12,5 and p = 0,001 (p < 0,05). Based on the means comparation, it means that affection had the strogest marital satisfaction from others.

In the other side, social activities had the minimum mean score, with empirical mean 13,40 larger than theoritical mean 12,5 and p = 0,091 (p > 0,05). Based on the means comparation, it means that social activities had the weakest satisfaction from others.

Key word : marital satisfaction, working women, emotional judgment

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Y ang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Yohana Natalia Tryastuti Agus Kurniasari Nomor mahasiswa : 049114041

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG BEKERJA” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 10 Juni 2009 Yang menyatakan,

(Yohana Natalia TAK)

(9)

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas segala berkah dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepuasan Pernikahan Pada Perempuan Yang Bekerja” ini. Penulis merasa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini dan melewati setiap hambatan dan tantangan yang dialami selama proses penulisan tanpa kemurahan dan penyertaan-Nya.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya, yang telah memberikan saran, nasehat, bimbingan, tenaga, dukungan materi, dan dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yoygakarta.

2. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis. Terima kasih untuk segala bimbingannya, Bu…

3. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dan mengajarkan banyak hal kepada penulis.

(10)

banyak memberikan sumbangan ilmu dan tenaga.

5. Papa dan mama tersayang, makasih buat dukungannya ya… Semoga papa dan mama bisa tenang, karena semua anak-anaknya udah lulus ☺ Love u so much….

6. Mas Eko ‘ndut’ , Mas Kris ‘miaw’, dan Mbak Retno ‘nguik’… yang udah sering mencerewetiku untuk mengerjakan skripsi ini (hehehehe…. Thx yah… Can’t make it without y’all☺ )

7. Teman-temanku Hetty, Frenky, Galih (selesaiin tuh skripsimu, nak..), Aji (smangat ya Ji..), mbak Sari, Nana (kapan maju, Na? hehehe…) dan Ronald yang udah membantu dalam mengerjakan skripsi ini. Makasih buat masukan dan sarannya ya… Buat Het, makasih udah mengijinkanku menjajah kos dan merepotkanmu ☺

8. My best friends ever: Pitra, Dhinta, Novie, Maya, Mia, dan Ajeng. Thanks for being my friend in ups and downs, love you gals..! Buat Ajeng, thanx buat advise dan semangatnya ya buw… ☺

9. Semua teman-teman Psikologi Sadhar yang selalu bertanya, “piye skripsimu?” dan “kapan lulus, Yo?” ☺ Thanks buat pelecut semangatnya yah…

10. For my someone special, Nico, thanks for everything you gave to me. Love u…

(11)

12. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, April 2009 Penulis

Yohana Natalia

(12)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Perempuan Bekerja ………... 11

1. Definisi Bekerja …………... 11

(13)

1. Definisi Kepuasan ………. 16

2. Indikator Kepuasan ………. 17

C. Pernikahan ………... 19

1. Definisi Pernikahan ………... 19

2. Model Pernikahan ………... 20

3. Peran Perempuan Dalam Pernikahan ………... 22

D. Kepuasan Pernikahan pada Perempuan yang Bekerja ………... 25

1. Definisi Kepuasan Pernikahan ……….. 25

2. Faktor Pendukung Kepuasan Pernikahan ……….. 26

3. Indikator Kepuasan Pernikahan ………. 27

E. Bagan Penelitian ……… 31

BAB III METODE PENELITIAN ………... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Definisi Operasional Kepuasan Pernikahan ... 33

C. Subjek Penelitian ... 35

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Pelaksanaan Uji Coba Penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data ……….. 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Pelaksanaan Penelitian ... 46

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47

(14)

2. Deskripsi Data Penelitian ... 49

3. Uji One Sample T-Test ... 50

4. Area – Area Kepuasan Pernikahan ……… 50

D. Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN ...

(15)

Tabel 1 Blue Print Skala Kepuasan Pernikahan Perempuan Bekerja ... 38

Tabel 2 Distribusi Item Pra Uji Coba ……… 39

Tabel 3 Hasil Korelasi Item Total Pada Skala Kepuasan Pernikahan ... 42

Tabel 4 Distribusi Item Pada Skala Kepuasan Pernikahan Yang Sahih dan Gugur ……… 42

Tabel 5 Distribusi Item Skala Kepuasan Pernikahan Setelah Uji Coba …… 43

Table 6 Gambaran Subjek Penelitian ………... 47

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas ……… 49

Tabel 8 Deskripsi Statistik ………... 49

Tabel 9 One Sample T-Test ………... 50

Tabel 10 Deskripsi Statistik Area Afeksi Kepuasan Pernikahan ………… 51

Tabel 11 One Sample T-test Area Afeksi Kepuasan Pernikahan ... 51

Tabel 12 Deskripsi Statistik Area Tingkat Kepercayaan Kepuasan Pernikahan ... 52

Tabel 13 One Sample T-test Area Tingkat Kepercayaan Kepuasan Pernikahan ……….. 52

Tabel 14 Deskripsi Statistik Area Tingkat Kesetaraan Kepuasan Pernikahan ……….. 53

Tabel 15 One Sample T-test Area Tingkat Kesetaraan Kepuasan Pernikahan ……….. 53

(16)

Tabel 17 One Sample T-test Area Komunikasi Kepuasan

Pernikahan ………. 54 Tabel 18 Deskripsi Statistik Area Kehidupan Seksual Kepuasan

Pernikahan ……….. 55 Tabel 19 One Sample T-test Area Kehidupan Seksual Kepuasan

Pernikahan ……….. 55 Tabel 20 Deskripsi Statistik Area Kehidupan Sosial Kepuasan

Pernikahan ………. 56 Tabel 21 One Sample T-test Area Kehidupan Sosial Kepuasan

Pernikahan ………. 56 Tabel 22 Deskripsi Statistik Area Pendapatan Kepuasan Pernikahan ….. 57 Tabel 23 One Sample T-test Area Pendapatan Kepuasan Pernikahan ….. 57 Tabel 24 Deskripsi Statistik Area Tempat Tinggal Kepuasan

Pernikahan ……… 58

Tabel 25 One Sample T-test Area Tempat Tinggal Kepuasan

Pernikahan ……… 58

Tabel 26 Hasil Deskripsi Statistik dan One Sample T-test pada

tiap Area Pernikahan .………. 59

(17)

A. Skala Try Out ……… 73

B. Hasil Try Out ……… 77

C. Hasil Try Out Terpakai ……….. 85

1. Reliabilitas ……… 89

2. Statistik Deskriptif ……… 92

3. One Sample T-Test ……… 92

4. Non-Parametrik Tes ……….. 93

5. Statistik Deskriptif per Area ………. 94

(18)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pernikahan merupakan suatu fase kehidupan yang akan dan sudah dilalui oleh sebagian besar manusia. Dalam pernikahan, dua orang individu dari dua keluarga bersatu untuk membentuk satu sistem keluarga baru (Santrock, 2004). Dengan sistem keluarga yang baru tersebut, pasangan diharapkan untuk bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri, memiliki anak-anak, mendidik dan membesarkan mereka hingga mereka siap untuk mandiri. Senada dengan itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (2005), menyatakan bahwa definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Setiap individu yang menikah selalu berharap untuk dapat memiliki pernikahan yang bahagia dan langgeng. Kebahagiaan dan kelanggengan dalam pernikahan tersebut merupakan suatu hal yang harus diusahakan dan dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Kehidupan pernikahan yang bahagia seringkali diasosiasikan dengan kepuasan yang diperoleh dari kehidupan pernikahan tersebut. Sebuah pernikahan dapat dikatakan mencapai kepuasan apabila kedua pasangan dapat sepenuhnya menerima

(19)

pasangannya dan kepuasan itu dirasakan dari waktu ke waktu (Prabasmoro, 2006). Marano pada tahun 1990 (dalam Attwater & Duffy, 1999), menyebutkan empat faktor yang menunjang terciptanya hubungan pernikahan jangka panjang dan kepuasan pernikahan, yaitu pertama, kerjasama dalam pemecahan masalah; kedua, adanya pengalaman menyenangkan yang dialami bersama; ketiga, adalah kualitas dari komunikasi yang terjalin sebelum pernikahan; keempat, adalah adanya

affective affirmation, suatu bentuk komunikasi cinta, penerimaan sikap dan kebiasaan dari pasangan. Pada suatu survei mengenai pasangan suami istri di tahun 1978, Reedy, Birren, dan Schaie (dalam Prabandari, 1989) menemukan bahwa faktor penting yang menentukan kepuasan pernikahan pada istri dari berbagai tingkatan usia adalah keamanan emosi (emotional security) dan keintiman, sedangkan faktor yang menentukan kepuasan pernikahan pada suami adalah kesetiaan dan tanggung jawab (komitmen) terhadap masa depan pernikahan. Suami dan istri memegang peranan dan tanggung jawab yang berbeda dalam pernikahan. Perbedaan ini membuat kedua belah pihak mempunyai pandangan yang berbeda tentang pernikahan itu sendiri.

(20)

oleh pasangan menikah (Kurdek dalam Baron & Byrne, 2005). Hal ini terlihat ketika pasangan menikah menilai atau mengevaluasi berbagai kejadian yang dialaminya dalam kehidupan pernikahannya. Pasangan suami-istri dapat melihat kondisi atau kejadian saat ini dan kemudian mengevaluasinya. Apabila kejadian tersebut dilihat sebagai sesuatu yang menyenangkan, maka pasangan akan merasakan emosi atau afek yang positif, sehingga kejadian tersebut dapat menjadi nilai tambah bagi pernikahan mereka (Aron dalam Baron & Byrne, 2005). Namun bila sebaliknya, maka kejadian tersebut dapat menjadi ganjalan bagi hubungan pernikahan. Semakin banyak kejadian yang dirasakan memberi emosi atau afek yang positif, maka hubungan pernikahan tersebut akan semakin memuaskan bagi pasangan suami istri (Kurdek dalam Baron & Byrne, 2005).

(21)

ruang publik, maka beban tanggungjawab yang dimiliki laki-laki terkadang diserahkan kepada perempuan, yang lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan domestik (Kasiyan, 2008; Prabasmoro, 2006). Tanggungjawab tersebut misalnya berkaitan dengan pendidikan anak, pembelanjaan keluarga, atau lain sebagainya. Banyaknya tanggungjawab yang dimiliki oleh perempuan ini membuat peran perempuan menjadi sangat penting dan dapat memberikan dua pengaruh dalam pernikahan. Yang pertama, apabila perempuan merasa nyaman dengan tanggungjawab yang diembannya, maka perempuan akan melaksanakannya dengan nyaman dan sepenuh hati, sehingga dapat menimbulkan perasaan senang. Sedangkan yang kedua, apabila perempuan merasa tidak nyaman dengan tanggungjawab yang dimiliki, maka dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan perasaan tidak senang karena didasari oleh perasaan terpaksa.

(22)

keluarganya. Selain itu, perempuan juga akan lebih mudah menunjukkan emosi-emosi negatif dan mudah merasa tertekan, depresi serta tidak bahagia. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka hal ini akan mempengaruhi kualitas intimasi atau afeksi dengan pasangan dan keluarga (Sastriyani, 2008). Akibatnya, kondisi dalam keluarga juga dapat terganggu dan menciptakan suasana keluarga yang tidak harmonis.

Pada dasarnya, kepuasan ataupun ketidakpuasan yang terjadi dalam pernikahan pasti dialami oleh semua perempuan yang menikah. Hal ini disebabkan masing-masing individu memiliki cara dan standar evaluasi yang berbeda dalam pernikahannya (Eipstein & Baucom, 2002). Perbedaan cara dan standar pengevaluasian tersebut dapat pula berkaitan dengan kondisi perempuan saat ini, yaitu ketika mulai banyak perempuan yang bekerja guna mencari nafkah bagi keluarga (Kasiyan, 2008; Prabasmoro, 2006).

(23)

dilakukan setiap hari oleh perempuan. Pekerjaan rumah tangga yang menuntut rutinitas membuat perempuan merasa jenuh dan bosan (Brannon, 1996). Selain itu, perempuan juga merasa dikekang dalam sebuah pernikahan karena mereka hanya mengurus dan berada disekitar rumah saja. Perasaan-perasaan ini akan membuat perempuan merasa tertekan dan tidak bahagia (Brannon, 1996). Akibatnya perempuan akan merasakan emosi negatif terhadap pernikahannya, yang kemudian diasosiasikan sebagai ketidakpuasan pernikahan.

(24)

kemudian membuat perempuan menikah yang bekerja merasakan kepuasan pernikahan.

Perempuan menikah yang bekerja juga bisa merasakan ketidakpuasan dalam pernikahan mereka. Biasanya hal ini berkaitan dengan adanya tuntutan bagi perempuan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga (Prabasmoro, 2006). Dengan adanya tuntutan tersebut, perempuan diwajibkan untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga meskipun mereka juga telah bekerja di luar rumah (Kasiyan, 2008). Hal ini membuat perempuan bekerja tiga kali lebih banyak daripada laki-laki (Prabasmoro, 2006; Thompson & Walker dalam Brannon, 1996). Banyaknya pekerjaan yang menumpuk di pundak perempuan membuat mereka merasa kesal, kelelahan dan jenuh. Perasaan negatif yang dirasakan perempuan ini kemudian akan membuat perempuan merasa tidak bahagia dengan pernikahan yang dijalaninya, yang kemudian dimaknai sebagai ketidakpuasan pernikahan.

(25)

sebelumnya terlihat bahwa perempuan menikah yang bekerja biasanya merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya. Hal ini tercermin dalam penelitian Thompson & Walker (dalam Brannon, 1996). Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa perempuan yang mengalami beban ganda merasakan ketidakpuasan terhadap pernikahan yang mereka jalani. Hal ini disebabkan karena perempuan merasa bahwa mereka mengerjakan lebih banyak tugas dari laki-laki, dan terkadang masih sering dipersalahkan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam keluarga (Brannon, 1996). Misalnya saja bila anak-anak gagal dalam ujian, maka perempuan akan dituding telah melalaikan tugasnya sebagai ibu.

Meskipun demikian, ada juga penelitian yang menemukan bahwa perempuan menikah yang bekerja mengalami kepuasan dalam pernikahannya. Waldinger et all (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa perempuan menikah yang bekerja merasakan kepuasan pernikahan selama pasangan suami istri dapat mengungkapkan kasih sayang satu sama lain. Meskipun perempuan mengerjakan lebih banyak tugas dari laki-laki yang menuntut banyak rutinitas, namun tampaknya selama perempuan mendapatkan keamanan emosi dan intimasi dari pasangannya, maka perempuan akan tetap merasakan kepuasan pernikahan.

(26)

dimiliki perempuan dengan suami menghasilkan affective affirmation atau komunikasi cinta antara istri dengan suami yang akan berpengaruh positif bagi kepuasan pernikahan (Marano dalam Attwater & Duffy, 1999). Artinya, semakin tinggi affective affirmation, maka semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh suami atau istri. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah affective affirmation, maka kepuasan yang dirasakan juga semakin rendah. Pada perempuan menikah yang tidak bekerja, mereka menghabiskan sebagian besar waktunya berada di rumah untuk mengurus suami dan anak-anak (Prabasmoro, 2006). Hal ini membuat perempuan memiliki komunikasi cinta yang baik dengan suami, sehingga berpengaruh positif pada kepuasan pernikahannya. Namun pada perempuan menikah yang bekerja, mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk bersama dengan suami dan anak-anak karena harus mengalokasikan waktu yang cukup banyak untuk bekerja (Lemme, 1995). Dengan berkurangnya waktu untuk bersama keluarga yang dialami oleh perempuan bekerja, ada kemungkinan terjadi penurunan komunikasi cinta yang terjalin antara suami dan istri, yang kemudian akan membuat keduanya merasakan kekecewaan dan ketidakbahagiaan, sehingga pada akhirnya tentu saja dapat berujung pada menurunnya kepuasan dalam pernikahan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui seperti apakah kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh perempuan yang bekerja.

(27)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana kepuasan pernikahan pada perempuan yang bekerja?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepuasan pernikahan pada perempuan yang bekerja.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:

1. Manfaat teoritis, yaitu dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan, khususnya bidang perkembangan dan sosial, terutama dalam kaitannya dengan keluarga. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkap tingkat kepuasan pernikahan pada perempuan yang bekerja.

(28)

A. PEREMPUAN BEKERJA 1. Definisi Bekerja

Bekerja telah dilakukan oleh manusia sejak zaman purba hingga saat ini. Kerja itu sendiri telah mengalami revolusi dan perubahan berkali-kali hingga mencapai sistem kerja yang kita anut sekarang. Bekerja dimulai dengan cara yang sangat primitif oleh manusia purba, yang kemudian berubah menjadi lebih terorganisir lewat adanya revolusi pertanian. Revolusi industri yang terjadi pada abad 18 mengubah sistem yang dianut oleh revolusi pertanian. Semua hal yang dikerjakan secara manual kini mulai dikerjakan dengan menggunakan alat-alat produksi yang memadai dan manajemen yang lebih terarah (Narulita dalam Sastriyani, 2008).

Bekerja sendiri memiliki definisi yang beragam. Auerbach dalam Sastriyani (2008) menyatakan bahwa bekerja berkaitan dengan perilaku manusia yang umumnya memiliki tujuan, membutuhkan motivasi dan keahlian, membutuhkan kedisiplinan, kemauan dan waktu yang berkesinambungan, terstruktur dengan tugas dan waktu, memiliki dimensi sosial dan kerjasama tim, mencakup beberapa kombinasi kemampuan fisik dan psikis, serta dibayar oleh orang lain.

(29)

Mubarak dalam Rakhmat (2001) secara global mengungkapkan bahwa kerja adalah segala kegiatan ekonomis yang dimaksudkan untuk memperoleh upah, baik berupa kerja fisik material atau kerja intelektual. Selain itu, kerja juga dipandang sebagai aktivitas dasar dan bagian essensial dalam kehidupan manusia (Kartono dalam Sastriyani, 2008). Kerja memberikan status dan mengikat satu individu dengan lainnya. Senada dengan itu, Santrock (2004) menyatakan bahwa identitas individu masa kini dilihat dari kerjanya. Kerja telah membentuk kehidupan individu dengan berbagai cara dan bentuknya. Dengan bekerja individu mampu meningkatkan sisi finansial, mendapatkan tempat tinggal, mendapatkan watu luang yang berharga, persahabatan dan sebagai sarana menyalurkan emosi mereka.

Menurut Statt (1994), yang disebut dengan bekerja adalah kegiatan ekonomis yang memiliki tiga ciri utama yaitu:

a. Memiliki durasi waktu tertentu.

Waktu bekerja yang normal berkisar antara 8 – 10 jam per hari atau 40 – 50 jam per minggu, di luar waktu lembur.

b. Memiliki tempat kerja tertentu.

(30)

c. Mendapatkan upah atau bayaran.

Hingga saat ini, alasan utama manusia bekerja selain untuk aktualisasi diri adalah karena mereka membutuhkan upah sebagai hasil kerja mereka (Landy & Conte, 2004). Pada dasarnya bekerja memang merupakan kegiatan ekonomis yang bertujuan mendapatkan uang. Uang menjadi penting artinya dalam kehidupan manusia karena manusia dapat memenuhi kebutuhan material mereka dengan melakukan proses jual-beli. Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa bekerja merupakan suatu perilaku manusia, baik secara psikis maupun fisik, yang didasarkan pada kegiatan ekonomis guna mendapatkan hasil atau upah. Bekerja juga memiliki tiga ciri utama yaitu adanya durasi waktu yang tetap, yang berkisar antara 8 – 10 jam per hari, adanya tempat kerja tertentu di luar rumah, dan adanya upah yang diterima.

2. Perempuan Bekerja

(31)

mempengaruhi keputusan seorang perempuan untuk terjun dalam dunia kerja. Lemme (1995) meringkas berbagai alasan tersebut dalam delapan kategori, yaitu pemenuhan kebutuhan material (keamanan finansial), pemenuhan akan harga diri dan penerimaan diri, adanya penerimaan sosial, adanya status sosial berupa penghargaan dari orang lain, merupakan salah satu cara masuk dalam masa dewasa, tempat untuk mendapatkan pemenuhan akan tantangan dan otonomi, adanya aktivitas dan struktur dalam hidup yang dapat mengatasi kebosanan, serta merupakan salah satu bentuk kontak sosial.

(32)

Saat ini, perempuan yang bekerja sekaligus juga telah menikah memiliki gambaran umum sebagai berikut:

a. Pada perempuan menikah yang bekerja, mereka harus menanggung beban kerja ganda (Kasiyan, 2008; Prabasmoro, 2006). Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab perempuan sebagai seorang istri yang tetap harus dijalankan meskipun ia juga telah bekerja di sektor publik.

b. Perempuan yang bekerja mendapatkan pemenuhan diri melalui pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan membantunya untuk memperoleh keamanan finansialnya sendiri lewat penghasilan yang didapatkan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, pekerjaan juga membantu perempuan untuk meningkatkan harga diri dan penerimaan dirinya, serta mencapai status sosial tertentu (Cancian dalam Brannon, 1996). Hal ini mengakibatkan perempuan tidak lagi sepenuhnya bergantung pada suaminya, terutama dalam hal finansial dan sosial.

(33)

biasanya perempuan dituntut agar dapat menyeimbangkan antara keluarga dengan pekerjaan (Prabasmoro, 2006).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perempuan yang bekerja dapat memenuhi kebutuhan finansial, sosial, dan emosionalnya melalui pekerjaan yang dijalaninya. Di lain pihak, ketika perempuan tersebut menikah, ia diharapkan untuk dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dengan kehidupan keluarganya (Prabasmoro, 2006).

B. KEPUASAN

1. Definisi Kepuasan

Gundersen et all (1996) menyatakan bahwa definisi kepuasan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari individu atas kejadian atau kondisi tertentu. Senada dengan itu, Kottler (2000) menyebutkan kepuasan sebagai sikap positif individu terhadap sesuatu, yang timbul berdasarkan penilaiannya terhadap hal tersebut. Jika individu mengalami kepuasan, maka ia akan lebih menyukai hal yang dinilainya daripada jika ia tidak mengalami kepuasan.

(34)

antara keinginan dengan hasil nyata, ia akan menilai hal tersebut menyenangkan dan dianggap sebagai kepuasan. Begitu pula sebaliknya, jika individu merasakan tidak adanya kesesuaian, maka ia akan menilai hal tersebut mengecewakan dan dianggap sebagai ketidakpuasan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional individu terhadap sesuatu, yang berkaitan dengan adanya kesesuaian antara keinginan dengan hasil nyata yang diperolehnya.

2. Indikator Kepuasan

Berdasarkan definisi di atas, Gundersen et all (1996) menyatakan indikator kepuasan sebagai berikut:

a. Adanya penilaian emosional

yaitu penilaian yang bersifat pribadi, yang berkaitan dengan kesesuaian antara keinginan yang dimiliki oleh individu dengan hasil nyata yang didapatkannya. Ada dua macam hasil penilaian emosional, yaitu:

(35)

positif, maka dapat dikatakan bahwa individu mendapatkan kepuasan.

(2). penilaian emosional negatif, yaitu hasil penilaian yang didasarkan pada ketidaksesuaian antara keinginan dengan hasil nyata. Hasil penilaian ini biasanya tampak dalam bentuk emosi negatif, seperti rasa marah, kecewa, dan sedih. Bila individu menghasilkan penilaian yang negatif, maka individu mengalami ketidakpuasan.

b. Adanya sikap tertentu yang muncul berdasarkan hasil penilaian emosional

artinya setelah diperolehnya hasil penilaian emosional, individu akan membentuk suatu sikap tertentu berkaitan dengan hasil yang didapatkan. Ada dua sikap yang yang muncul, yaitu:

(1). sikap positif, yaitu sikap yang muncul apabila individu memiliki penilaian emosional positif atau mengalami kepuasan. Sikap positif ini contohnya adanya perhatian yang lebih, adanya antusiasme, adanya perasaan bahagia, dan lain sebagainya.

(36)

perhatian, munculnya perasaan tertekan dan tidak bahagia, depresi, dan lain-lain.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua indikator kepuasan. Pertama, adanya penilaian emosional yang terbagi dalam penilaian emosional positif dan penilaian emosional negatif; dan kedua, adanya sikap yang muncul berdasarkan hasil penilaian, yang terdiri dari sikap positif dan sikap negatif.

C. PERNIKAHAN

1. Definisi Pernikahan

(37)

Faktor seksual sendiri terdiri dari tiga sistem dasar, yaitu kelekatan (attachment), reproduktif (reproductive) dan pemberian kasih sayang (care-giving system). Seluruh faktor tersebut saling berhubungan dan memiliki peran masing-masing dalam sebuah pernikahan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah fase dalam hidup manusia yang mengikat laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan yang dinamis, bersifat timbal balik intim dan bertahan lama guna membentuk suatu sistem keluarga baru.

2. Model Pernikahan

Selain berdasarkan jenis cinta yang ada, pernikahan juga dapat dibagi berdasarkan peran suami istri dalam pernikahan (marital roles). Cancian (dalam Brannon, 1995) mengemukakan tiga jenis pernikahan yang terdiri dari Companionship, Independence, dan Interdependence. Tiga jenis pernikahan ini mewakili perkembangan hubungan antara suami-istri dari waktu ke waktu dengan ciri khasnya masing-masing, yaitu:

(38)

rumah tangga. Tipe pernikahan ini dianggap sangat menekan pengembangan diri perempuan dan pada masa sekarang, jenis pernikahan ini disebut sebagai tipe tradisional.

b. Independence style, merupakan model pernikahan yang muncul setelah tahun 1960an ketika terjadi banyak perubahan dan kebebasan pribadi. Perubahan dalam pernikahan yang terjadi adalah adanya kesamaan atau kesetaraan antara suami dan istri dalam pernikahan. Model ini menyatakan bahwa pengembangan diri harus ditempatkan di atas komitmen dan tanggungjawab. Akibatnya, tidak ada yang bertanggungjawab untuk menjaga kelangsungan hubungan pernikahan. Pernikahan dianggap sebagai sebuah pertemuan atara dua orang yang bebas tanpa adanya komitmen.

(39)

Pekerjaan rumah bukan lagi tanggung jawab istri semata, tapi menjadi tanggungjawab bersama.

Dapat disimpulkan bahwa hingga sekarang terdapat tiga model pernikahan, yaitu Companionship, Independence, dan

Interdependence. Dan pada masa sekarang, model Interdependence

merupakan model pernikahan yang paling banyak digunakan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kebebasan bagi suami dan istri untuk bekerja dan mengembangkan dirinya, tapi juga sekaligus bekerja sama mengurus rumah tangga.

3. Peran Perempuan Dalam Pernikahan

Dalam sebuah pernikahan, Kartono (1992) menyebutkan bahwa perempuan memiliki beberapa peran, yaitu:

a. Sebagai istri dan partner hidup suami,

artinya perempuan menjadi teman hidup dan partner bagi suami, dimana perempuan dapat menjadi teman bicara dan diskusi, juga dapat membantu suami dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin muncul dalam kehidupan pernikahan. b. Sebagai partner seksual pasangan,

(40)

c. Sebagai pengatur kehidupan rumah tangga,

artinya perempuan merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan rumah tangga. Seperti yang dikatakan oleh Kasiyan (2008) dan Prabasmoro (2006), perempuan memiliki pekerjaan rumah tangga yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan mengerjakan hal-hal yang menuntut ritunitas, seperti menyuci, memasak, menyeterika, membersihkan rumah, dan masih banyak hal lainnya. Sedangkan pria hanya bertanggungjawab terhadap hal-hal kecil seperti membetulkan genteng bocor, memperbaiki pagar, atau memotong rumput. Dan hal-hal yang harus dilakukan oleh laki-laki ini bersifat situasional dan tidak menuntut adanya rutinitas per hari. Hal ini tentu saja membuat perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengatur rumah dan segala isinya, sehingga wanita dapat dikatakan sebagai pengatur rumah tangga.

d. Sebagai ibu yang merawat dan mendidik anak-anaknya,

(41)

mengurus rumah, suami dan anak-anak. Hal ini yang kemudian dijadikan sebagai suatu dasar yang menyatakan bahwa perempuan bertugas sebagai ibu yang membesarkan dan mendidik anak-anak.

e. Sebagai makhluk sosial yang aktif dalam lingkungan sosial, artinya perempuan sebagai bagian dari keluarga memiliki peran aktif untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosial keluarganya, misalnya dengan menjalin relasi bersama tetangga sekitar rumah, ikut berperan aktif dalam kegiatan lingkungan, dan lain sebagainya. Selain itu, perempuan juga dapat berperan aktif dalam lingkungan sosial sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga. Dengan bekerja, perempuan akan memiliki relasi sosial yang lebih luas apabila dibandingkan dengan perempuan yang tidak bekerja (Prabasmoro, 2006).

(42)

D. KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN BEKERJA 1. Definisi Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan merupakan kualitas hubungan suatu pasangan suami istri yang banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara mereka merasakan, menginterpretasi dan mengevaluasi satu sama lain, serta dipengaruhi pula oleh kejadian-kejadian yang berlangsung dalam hubungan tersebut (Epstein & Baucom, 2002). Hasil dari evaluasi terhadap hubungan tersebut yang kemudian mendasari pasangan suami isteri untuk merasakan adanya kepuasan atau ketidakpuasan terhadap hubungan perkawinan yang mereka jalani.

Davidson Sr. & Moore (1996) mengungkapkan pernikahan yang mempunyai kualitas tinggi memiliki deskripsi sebagai pernikahan yang sehat, dekat namun tidak menyakiti dimana hubungan yang terjalin diperlakukan sebagai prioritas oleh masing-masing pasangan dalam keseluruhan gambaran hidup mereka.

Berdasarkan definisi kepuasan Gundersen et all (1996), maka kepuasan pernikahan dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian emosional dari suami atau istri atas kejadian atau kondisi dalam pernikahan. Penilaian emosional tersebut kemudian akan menghasilkan emosi positif atau negatif terhadap pernikahan yang dijalani.

(43)

dan mengevaluasi satu sama lain berdasarkan kejadian atau kondisi dalam pernikahan tersebut.

2. Faktor Pendukung Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan didukung oleh beberapa faktor. Marano pada tahun 1990 (dalam Attwater & Duffy, 1999), menyebutkan empat faktor yang menunjang terciptanya hubungan pernikahan jangka panjang dan kepuasan pernikahan, yaitu:

a. kerjasama dalam pemecahan masalah;

b. adanya pengalaman menyenangkan yang dialami bersama; c. kualitas dari komunikasi yang terjalin sebelum pernikahan; d. adanya affective affirmation, suatu bentuk komunikasi cinta,

penerimaan sikap dan kebiasaan dari pasangan.

Selain itu, pada suatu survei yang dilakukan Reedy, Birren, dan Schaie mengenai pasangan suami istri di tahun 1978 (dalam Prabandari, 1989), menemukan adanya perbedaan faktor penting yang menentukan kepuasan antara suami dan istri sebagai berikut:

a. faktor yang menentukan kepuasan pernikahan pada istri adalah keamanan emosi (emotional security) dan keintiman,

(44)

Kehadiran anak juga tampaknya turut mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Fuller & Fincham (dalam L’Abate, 1994) tingkat kepuasan pernikahan berubah seiring berjalannya waktu. Tingkat kepuasan tertinggi dirasakan pada periode sebelum memiliki anak, tingkat kepuasan terendah dirasakan pada saat anak-anak berada pada usia sekolah dan remaja, lalu tingkat kepuasan tertinggi sekali lagi dirasakan pada saat anak-anak telah tumbuh dewasa dan telah meninggalkan rumah. Disamping itu, Duvall & Miller (1985) juga menyebutkan bahwa masa-masa awal dari pernikahan, yaitu kurang lebih empat tahun pertama adalah puncak dari kepuasan pernikahan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kerjasama dalam penyelesaian masalah, pengalaman menyenangkan bersama, kualitas komunikasi, adanya affective affirmation, keamanan emosi dan keintiman, kesetiaan dan komitmen, kehadiran anak, dan lama menikah.

3. Indikator Kepuasan Pernikahan

(45)

pasangan yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap perbedaan dan hal-hal yang dialami dalam pernikahan. Hasil evaluasi yang dilakukan bisa juga dipengaruhi oleh harapan atau ekspektasi suami istri terhadap pasangan dan pernikahannya. Apabila pasangan bersikap seperti yang diharapkan, maka istri akan merasakan emosi yang positif terhadap pernikahannya, yang akan di asosiasikan sebagai kepuasan pernikahan. Namun jika terjadi hal yang sebaliknya, maka istri akan merasakan emosi negatif terhadap pernikahannya, yang akan diasosiasikan sebagai ketidakpuasan pernikahan.

Untuk dapat mengetahui kepuasan pernikahan maka perlu diketahui area-area dalam pernikahan yang menghasilkan kepuasan. Duvall & Miller (1985) serta Atwater & Duffy (1999), menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dihasilkan dari penilaian positif terhadap delapan area pernikahan. Maka, kepuasan pernikahan merupakan penilaian emosional yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap delapan area pernikahan, yaitu:

a. Ekspresi kasih sayang atau afeksi,

(46)

b. Tingkat kepercayaan,

meliputi penilaian positif terhadap kepercayaan antara suami-istri tentang pembelanjaan keluarga, penggunaan penghasilan suami/istri, kesetiaan pasangan, dan komitmen pernikahan. c. Tingkat kesetaraan,

meliputi penilaian positif terhadap pembagian peran dan tugas rumah tangga, merawat dan mendidik anak-anak, pendisiplinan anak, ikut serta terlibat dalam pengambilan keputusan atau pemecahan masalah, dan pekerjaan serta pembagian jam kerja.

d. Komunikasi,

meliputi penilaian positif terhadap persetujuan atau ketidaksetujuan atas berbagai hal dalam pernikahan, berbagi masalah dan kebahagiaan, adanya waktu khusus untuk berbicara/ ngobrol, cara pengungkapan atas ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, pertengkaran, dan pengertian antara suami-istri.

e. Kehidupan seksual,

(47)

f. Kehidupan sosial,

meliputi penilaian positif terhadap relasi sosial antara suami-istri dengan kolega suami/suami-istri, relasi dengan teman-teman suami/istri, dan relasi suami istri dengan orang tua, mertua, saudara serta saudara ipar suami/istri.

g. Tempat tinggal,

meliputi penilaian positif terhadap lingkungan tempat tinggal, kondisi rumah, tetangga sekitar, dan lokasi tempat tinggal. h. Finansial atau pendapatan,

meliputi penilaian positif terhadap pembagian pengeluaran, pembagian pembayaran pajak tahunan dan tagihan bulanan, tabungan atau deposito bersama, dan pembelian atau penjualan atas nama istri/suami.

(48)

E. BAGAN PENELITIAN

Perempuan Menikah yang bekerja

Penilaian emosional pada area pernikahan: kerjasama dalam penyelesaian masalah, pengalaman menyenangkan bersama, kualitas komunikasi, adanya affective affirmation, keamanan emosi dan keintiman, kesetiaan dan komitmen, kehadiran anak, dan lama menikah

(49)

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi deskriptif-kuantitatif, metode pengumpulan datanya dilakukan secara kuantitatif (menggunakan angka) kemudian dianalisis secara deskriptif. Metode kuantitatif berkenaan dengan data kuantitatif yang dilambangkan dengan simbol-simbol matematika atau angka sehingga nantinya data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan metode kuantitatif (statistik) dan akan diperoleh gambaran statistik mengenai gejala yang ingin diketahui (Amirin, 1986).

Penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek penelitian pada masa sekarang, berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini tidak hanya sekedar menyajikan data atau fakta mentah yang ditemukan di lapangan, tetapi juga perlu diberikan arti. Dengan kata lain, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertugas mengumpulkan data atau fakta sebenarnya yang ditemukan di lapangan, untuk kemudian diolah dan ditafsirkan (Nawawi & Martini, 1994). Penelitian deskriptif tidak berusaha untuk mengetahui hubungan sebab akibat melainkan hanya menghasilkan keterangan yang menggambarkan ciri-ciri gejala saja (Amirin, 1986).

(50)

B. DEFINISI OPERASIONAL KEPUASAN PERNIKAHAN

Kepuasan merupakan penilaian emosional, yaitu penilaian yang bersifat pribadi, berkaitan dengan kesesuaian antara keinginan yang dimiliki dengan hasil nyata yang didapatkan. Ada dua macam hasil penilaian emosional, yaitu:

1. penilaian emosional positif, yaitu apabila terjadi kesesuaian antara keinginan dengan hasil nyata. Biasanya muncul dalam bentuk emosi positif, seperti rasa senang, terharu dan bahagia. 2. penilaian emosional negatif, yaitu apabila terjadi

ketidaksesuaian antara keinginan dengan hasil nyata. Biasanya tampak dalam bentuk emosi negatif, seperti rasa marah, kecewa, dan sedih.

Kepuasan pernikahan sendiri merupakan penilaian emosional yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap delapan area pernikahan, yaitu:

1. Ekspresi kasih sayang atau afeksi,

meliputi penilaian positif terhadap ungkapan kasih sayang verbal maupun non-verbal, seperti panggilan sayang, ciuman, pelukan, melakukan aktivitas berdua, tertawa atau bercanda, dan menghabiskan waktu dengan keluarga.

2. Tingkat kepercayaan,

(51)

3. Tingkat kesetaraan,

meliputi penilaian positif terhadap pembagian peran dan tugas rumah tangga, merawat dan mendidik anak-anak, pendisiplinan anak, ikut serta terlibat dalam pengambilan keputusan atau pemecahan masalah, dan pekerjaan serta pembagian jam kerja.

4. Komunikasi,

meliputi penilaian positif terhadap persetujuan atau ketidaksetujuan atas berbagai hal dalam pernikahan, berbagi masalah dan kebahagiaan, adanya waktu khusus untuk berbicara/ ngobrol, cara pengungkapan atas ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, pertengkaran, dan pengertian antara suami-istri.

5. Kehidupan seksual,

meliputi penilaian positif terhadap pemenuhan kebutuhan seksual oleh pasangan, ada atau tidaknya relasi seksual di luar pernikahan, dan pemahaman kebutuhan seksual pasangan. 6. Kehidupan sosial,

(52)

7. Tempat tinggal,

meliputi penilaian positif terhadap lingkungan tempat tinggal, kondisi rumah, tetangga sekitar, dan lokasi tempat tinggal. 8. Finansial atau pendapatan,

meliputi penilaian positif terhadap pembagian pengeluaran, pembagian pembayaran pajak tahunan dan tagihan bulanan, tabungan atau deposito bersama, dan pembelian atau penjualan atas nama istri/suami.

Kepuasan pernikahan diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan delapan area tersebut. Semakin tinggi skor total penilaian emosional yang diperoleh maka semakin puas subjek terhadap pernikahannya, sebaliknya semakin rendah skor total penilaian emosional yang diperoleh subjek maka subjek semakin tidak puas terhadap pernikahannya.

C. SUBJEK PENELITIAN

Pemilihan subjek ke dalam sampel dilakukan dengan cara random purposive sampling, yakni memilih sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(53)

3. hanya tinggal dengan keluarga inti (suami dan anak). Hal ini untuk benar-benar memfokuskan penilaian emosional hanya pada pasangan dan kondisi pernikahan tanpa dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar itu.

4. bekerja di luar rumah minimal 8-10 jam per hari atau 40-50 jam per minggu.

5. sekurang-kurangnya telah menikah selama 4 tahun. Hal ini didasarkan pada Duvall & Miller (1985) yang menyebutkan bahwa masa-masa awal dari pernikahan, yaitu kurang lebih empat tahun pertama adalah puncak dari kepuasan pernikahan. 6. dalam menyelesaikan tugas rumah tangga tidak dibantu oleh

pembantu rumah tangga atau orang lain. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan penilaian emosional terhadap tuntutan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga.

D. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket atau kuisioner yang diberikan pada subjek penelitian. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan angket, yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri (Azwar, 2006). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik random sampling

(54)

kategori yang dijabarkan di atas. Alasan penggunaan teknik ini adalah agar hasil yang diperoleh dapat lebih mudah digeneralisasi.

Alat penelitian berupa penggunaan skala kepuasan pernikahan perempuan bekerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket dengan skala Likert, yang pengumpulan datanya dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings) yang terdiri dari empat kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Memuaskan (SM), Memuaskan (M), Tidak Memuaskan (TM), dan Sangat Tidak Memuaskan (STM). Masing-masing kategori pilihan jawaban tersebut memiliki skor tersendiri, yaitu:

1. Sangat Memuaskan (SM) : skor 4 2. Memuaskan (M) : skor 3 3. Tidak Memuaskan (TM) : skor 2 4. Sangat Tidak Memuaskan (STM) : skor 1

Pada kedua skala tidak diberikan alternatif jawaban netral. Menurut Hadi (1991) hal ini didasarkan atas tiga hal yaitu:

(55)

2. Jawaban tengah menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, kearah puas ataukah tidak puas. 3. Kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS atau SM-M-TM-STM adalah

terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, kearah setuju/puas atau kearah tidak setuju/tidak puas. Jawaban tengah akan menghilangkan data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat disaring dari responden.

Banyaknya butir pernyataan berjumlah 56 butir. Berikut tabel blue print dan tabel distribusi item pra uji menurut area pernikahan pada skala kepuasan pernikahan perempuan bekerja.

Tabel 1. Blue print Skala Kepuasan Pernikahan Perempuan Bekerja

No. Area pernikahan Jumlah

1. Afeksi 7 item (12, 5%)

2. Tingkat kepercayaan 7 item (12, 5%) 3. Tingkat kesetaraan 7 item (12, 5%)

4. Komunikasi 7 item (12, 5%)

5. Kehidupan seksual 7 item (12, 5%) 6. Kehidupan sosial 7 item (12, 5%)

7. Pendapatan 7 item (12, 5%)

8. Tempat tinggal 7 item (12, 5%)

(56)

Tabel 2. Distribusi item Pra Uji Coba Skala Kepuasan Pernikahan Perempuan Bekerja menurut masing-masing area pernikahan

No. Area pernikahan No. Item Jumlah

E. PELAKSANAAN UJI COBA PENELITIAN

Pelaksanaan uji coba alat ukur dilaksanakan di beberapa daerah yang memenuhi karakteristik penelitian. Daerah tersebut antara lain adalah Maguwoharjo, Gejayan, Condong Catur, Babarsari, dan Demangan Baru yang dilaksanakan secara door to door.

(57)

1. Validitas

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur tersebut (Azwar, 2003). Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam skala penelitian mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh penelitian tersebut, yaitu isinya harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan dan tujuan pengukuran (Nazir, 1999).

Pengujian terhadap isi tes dilakukan dengan analisis rasional atau penilaian profesional (professional judgement), yaitu penilaian validitas terhadap suatu alat ukur yang diberikan oleh orang-orang yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya (Azwar, 2006). Dalam hal ini, penilaian validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

(58)

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif dan negatif. Semakin mendekati angka 1,00 yang bertanda positif, maka daya diskriminasi itemnya semakin baik. Sebagai kriteria seleksi item berdasarkan korelasi item total, maka biasanya diberikan batasan rix > 0,30 (Azwar, 2006). Jadi, item yang memiliki korelasi item total minimal 0,30 dianggap layak menjadi sebuah item.

Skala kepuasan pernikahan yang diuji cobakan terdiri dari 56 item dan diujikan pada 50 subjek yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian. Setelah data diperoleh dan diolah, diperoleh skor korelasi item berkisar antara -0,0457 sampai 0,7926.

(59)

Tabel 3. Hasil Korelasi Item Total pada Skala Kepuasan Pernikahan

Dari hasil perhitungan korelasi item total, diperoleh 49 item skala kepuasan pernikahan yang sahih untuk penelitian. Berikut adalah item-item yang sahih:

Tabel 4. Distribusi Item Skala Kepuasan Pernikahan yang sahih dan yang gugur

Area pernikahan Distribusi Item Item Sahih Item Gugur

Afeksi 1, 9, 17, 25, 33, 41,

(60)

Tabel 5. Distribusi Item Skala Kepuasan Pernikahan Setelah Uji Coba

Area pernikahan Distribusi Item Total

Afeksi 1, 9, 17, 25, 33(41) 5

Tingkat Kepercayaan 2, 10, 18(26), 26(34),

34(42) 5

Tingkat Kesetaraan 3, 11, 19(27), 27(43),

35(51) 5

Komunikasi 4, 12, 20(28), 28(44),

36(52) 5

Kehidupan seksual 5, 13, 21(29), 29(37),

37(45) 5

Kehidupan sosial 6, 14, 22, 30, 38 5

Pendapatan 7(23), 15(31), 23(39),

31(47), 39(55) 5

Tempat tinggal 8, 16(24), 24(32),

32(48), 40(56) 5

Total 40

(... ) = nomor item sebelum uji coba

3. Reliabilitas

Intisari dari konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Nazir, 1999; Azwar, 2004). Suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, jika alat ukur tersebut stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability).

Untuk mengukur reliabilitas dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan konsistensi internal, dimana peneliti hanya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan satu kali saja pada sekelompok subjek (single-trial administration). Ini disebabkan karena pendekatan ini memiliki nilai praktis dan tingkat efisiensi yang tinggi.

(61)

reliabilitas skala dianggap memuaskan jika nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,90 (α ≥ 0,90) karena berarti perbedaan (variasi) yang tampak pada skor tes tersebut mampu mencerminkan 90% dari variasi yang terjadi pada skor murni subjek, dan hanya 10% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi error pengukuran (Azwar, 2006).

Pengukuran reliabilitas ini dilakukan dengan perhitungan reliabilitas koefisien alpha (α) dari Cronbach dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan hasil perhitungan, reliabilitas dalam penelitian ini adalah α = 0,9550. Dalam hal ini, nilai reliabilitas dapat dikatakan baik atau reliabel karena hampir mendekati nilai 1,00.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara statistik dengan bantuan sistem SPSS versi 12.00 for windows. Data yang akan dianalisis secara deskriptif ini meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan modus, mean, dan standar deviasi.

(62)

jika mean empirik < mean teoritik, maka kepuasan subjek akan cenderung rendah.

(63)

A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di daerah Maguwoharjo, Gejayan, Condong Catur, Babarsari, dan Demangan Baru yang dilaksanakan secara

door to door oleh peneliti. Penyebaran skala penelitian dilakukan pada tanggal 17 Februari 2009 – 5 Maret 2009, yaitu selama kurang lebih 15 hari. Jumlah responden yang diikutsertakan dalam uji coba ini adalah 55 orang. Dari 55 eksemplar skala yang diberikan kepada responden, sebanyak 50 eksemplar skala yang kembali, 2 (dua) skala gugur karena ada beberapa item yang tidak diisi dan 3 (tiga) sisanya tidak kembali kepada penulis. Dari 50 eksemplar skala yang kembali pada penulis, semuanya memenuhi syarat karena semua item terjawab.

Berdasarkan alasan kelangkaan subjek, peneliti menggunakan hasil uji coba (try out) sebagai data hasil penelitian atau sering disebut dengan istilah try out terpakai. Kelangkaan subjek disebabkan karena jarang ditemukannya subjek yang dapat memenuhi kriteria subjek penelitian, terutama pada kriteria hanya tinggal bersama keluarga inti dan dalam pengerjaan tugas rumah tangga tidak dibantu oleh pembantu rumah tangga, ataupun orang lain diluar keluarga inti (nuclear family). Hal ini

dikarenakan kondisi keluarga di Indonesia yang pada umumnya

(64)

merupakan keluarga batih (extended family) yang didalamnya tidak selalu terdiri dari keluarga inti.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah perempuan menikah, berusia 21-45 tahun, hanya tinggal dengan keluarga inti (suami dan anak), bekerja di luar rumah minimal 6 jam per hari, sekurang-kurangnya telah menikah selama 4 tahun, dan dalam menyelesaikan tugas rumah tangga tidak dibantu oleh pembantu rumah tangga atau orang lain.

Berdasarkan data identitas pada skala penelitian yang diperoleh, maka dibuat tabel rangkuman gambaran subyek penelitian:

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian

1. Subjek berdasarkan Usia

Usia (th) Jumlah

2. Subjek berdasarkan Lama Menikah

(65)

3. Deskripsi Subjek berdasarkan Jumlah Anak

4. Deskripsi Subjek berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Istri

Jumlah

subjek Persentase

< 1 th 3 6 %

5. Deskripsi Subjek berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan

6. Deskripsi Subjek berdasarkan Pendapatan per Bulan

Pendapatan per Bulan Jumlah

subjek Persentase

(66)

C. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi dari gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara signifikan dari frekuensi harapan distribusi normal teoritiknya. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan rumus one-sample Kolgomorov-Smirnov test, bantuan SPSS for Windows versi 12.0.

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas

Kepuasan Pernikahan

Kolgomorov-Smirnov Z 1,400

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,40

Asumsi uji normalitas adalah jika nilai p > 0,05 maka sebaran skor yang diperoleh adalah normal. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai K-SZ sebesar 1,400 dengan probabilitas 0,40 (p > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan data subjek memiliki sebaran yang normal.

2. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 8. Deskripsi Statistik

N Min Max Mean SD

Empirik 50 60 151 111,34 26,833

Teoritik 50 40 160 100 20

(67)

nilai rata-rata teoritik, yang berarti bahwa subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau positif. Standar deviasi emipirik juga lebih besar daripada nilai standar deviasi teoritik. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat variasi jawaban subjek pada penelitian ini tinggi.

3. Uji One Sample T – Test

Tabel 9. One Sample T-test

Test Value = 100

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper

Skor total subjek 2.988 49 .004 11.34 3.71 18.97

Pengujian one sample t-test dilakukan untuk menguji apakah kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh subjek berbeda secara nyata atau tidak dengan nilai rata-rata teoritisnya. Dari hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,004 (p < 0,05), yang berarti bahwa kepuasan pernikahan subjek memang memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai rata-rata teoritisnya.

4. Area – Area Kepuasan Pernikahan

(68)

Dengan demikian diperoleh data dari tiap areapernikahan sebagai berikut:

a. Area Afeksi

Tabel 10. Deskripsi Statistik Area Afeksi Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 6 20 14,50 3,887

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area afeksi kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 11. One Sample T-test Area Afeksi Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area afeksi 3.638 49 .001 2.00 .90 3.10

(69)

b. Area Tingkat Kepercayaan Kepuasan Pernikahan

Tabel 12. Deskripsi Statistik Area Tingkat Kepercayaan Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 8 19 14,32 3,260

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area tingkat kepercayaan kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 13. One Sample T-test Area Tingkat Kepercayaan Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area tk

kepercayaan 3.947 49 .000 1.82 .89 2.75

(70)

c. Area Tingkat Kesetaraan Kepuasan Pernikahan

Tabel 14. Deskripsi Statistik Area Tingkat Kesetaraan Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 6 20 13,86 4,076

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area tingkat kesetaraan kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 15. One Sample T-test Area Tingkat Kesetaraan Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area tk kesetaraan 2.359 49 .022 1.36 .20 2.52

(71)

d. Area Komunikasi

Tabel 16. Deskripsi Statistik Area Komunikasi Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 6 20 13,82 3,646

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area komunikasi kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 17. One Sample T-test Area Komunikasi Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area komunikasi 2.560 49 .014 1.32 .28 2.36

(72)

e. Area Kehidupan Seksual Kepuasan Pernikahan

Tabel 18. Deskripsi Statistik Area Kehidupan Seksual Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 5 20 13,84 4,032

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area kehidupan seksual kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 19. One Sample T-test Area Kehidupan Seksual Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area kehidupan

seksual 2.350 49 .023 1.34 .19 2.49

(73)

f. Area Kehidupan Sosial Kepuasan Pernikahan

Tabel 20. Deskripsi Statistik Area Kehidupan Sosial Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 6 20 13,40 3,692

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area kehidupan sosial kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 21. One Sample T-test Area Kehidupan Sosial Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area

kehidupan sosial 1.724 49 .091 .90 -.15 1.95

(74)

g. Area Pendapatan Kepuasan Pernikahan

Tabel 22. Deskripsi Statistik Area Pendapatan Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 6 19 13,58 3,659

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area pendapatan kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 23. One Sample T-test Area Pendapatan Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area pendapatan 2.087 49 .042 1.08 .04 2.12

(75)

h. Area Tempat Tinggal Kepuasan Pernikahan

Tabel 24. Deskripsi Statistik Area Tempat Tinggal Kepuasan Pernikahan

N Min Max Mean SD

Teoritik 50 5 20 12,5 2,5

Empirik 50 5 20 14,02 3,857

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data diperoleh bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoritik. Hal ini berarti bahwa pada area tempat tinggal kepuasan pernikahan, subjek penelitian secara umum memiliki skor kepuasan pernikahan yang tinggi atau memuaskan.

Tabel 25. One Sample T-test Area Tempat Tinggal Kepuasan Pernikahan

Difference Lower Upper

skor area tempat tinggal 2.787 49 .008 1.52 .42 2.62

(76)

Berikut ini rincian hasil statistik deskriptif pada tiap-tiap areapernikahan:

Tabel 26. Hasil Deskripsi Statistik dan One Sample T-test pada tiap Area Pernikahan

Tingkat Kepercayaan 14,32 0,000

Tempat Tinggal 14,02 0,008

Tingkat Kesetaraan 13,86 0,022

Komunikasi 13,82 0,014

Kehidupan Seksual 13,84 0,023

Pendapatan 13,58 0,042

Skor total Kepuasan Pernikahan Mean = 111,34

Kehidupan Sosial 13,40 0,091

Dari tabel diatas, bisa dilihat perolehan mean yang paling menonjol terlihat pada area afeksi sebesar 14,50 di ikuti oleh area tingkat kepercayaan dengan mean 14,32. Di urutan ketiga adalah area tempat tinggal dengan perolehan mean 14,02. Selanjutnya pada urutan keempat adalah area tingkat kesetaraan dengan mean 13,86 yang disusul dengan area kehidupan seksual dengan mean 13,84. Pada urutan keenam terdapat area komunikasi dengan perolehan mean 13,82. Berikutnya adalah area pendapatan dengan mean 13,58 dan pada urutan terakhir adalah area kehidupan sosial dengan mean 13,40.

(77)

adalah area afeksi dengan probabilitas 0,001 (p < 0,05), area tingkat kepercayaan dengan probabilitas 0,000 (p < 0,05) dan area tempat tinggal dengan probabilitas 0,008 (p < 0,05). Lima area sisanya memiliki probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti kelima area tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai rata-rata teoritisnya. Lima area tersebut adalah area tingkat kesetaraan, area komunikasi, area kehidupan seksual, area kehidupan sosial, dan areapendapatan.

D. Pembahasan

Secara umum subjek penelitian merasakan kepuasan yang memuaskan dalam pernikahan mereka. Hal ini terlihat dari nilai mean empirik 111,34 yang lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik 100. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, rata-rata subjek merasakan kepuasan pernikahan yang memuaskan.

(78)

emosi dan keintiman, sedangkan pada suami adalah kesetiaan dan komitmen. Dari beberapa faktor tersebut, Duvall & Miller (1985) serta Atwater & Duffy (1999) meringkasnya dalam delapan area pernikahan, yaitu afeksi, tingkat kepercayaan, tingkat kesetaraan, komunikasi, kehidupan seksual, kehidupan sosial, pendapatan atau finansial, dan tempat tinggal.

Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh subjek penelitian didasarkan pada hasil evaluasi atau penilaian emosional yang dilakukan perempuan menikah terhadap pasangannya berkaitan dengan delapan area pernikahan tersebut serta penyesuaian diri terhadap perbedaan dan hal-hal yang dialami dalam pernikahan. Hasil evaluasi yang dilakukan bisa juga dipengaruhi oleh keinginan atau ekspektasi subjek terhadap pasangan dan pernikahannya. Apabila pasangan bersikap seperti yang diharapkan atau diinginkan subjek, maka subjek akan merasakan emosi yang positif terhadap pernikahannya, yang akan di asosiasikan sebagai kepuasan pernikahan. Namun jika terjadi hal yang sebaliknya, maka subjek akan merasakan emosi negatif terhadap pernikahannya, yang akan diasosiasikan sebagai ketidakpuasan pernikahan (Gundersen et all., 1996).

(79)

perjalanan pasangan menikah, tentunya tidak akan selalu berjalan dengan mulus. Ada kalanya terjadi perbedaan pendapat, salah paham, perbedaan prinsip, dan perbedaan pandangan yang terkadang berujung pada pertengkaran. Namun tentu saja semua perbedaan dan masalah tersebut dapat diselesaikan. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan saling berkompromi dan menyesuaikan diri (Kasiyan, 2008).

Atwater & Duffy (1999) serta Lemme (1995) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan bergantung pada cara pasangan dapat saling menyesuaikan diri satu dengan yang lain. Apabila subjek dan pasangan dapat saling berkompromi dan menyesuaikan diri tanpa harus merugikan salah satu pihak, maka pasangan menikah akan merasakan emosi positif yang membuat subjek merasa puas dengan pernikahannya (Aron dalam Baron & Byrne, 2005). Begitu pula sebaliknya, apabila subjek dan suami tidak dapat menyesuaikan diri atau berkompromi tetapi dengan merugikan salah satu pihak, maka subjek atau suami akan merasakan emosi negatif yang membuat subjek merasa tidak nyaman dan tidak puas dengan pernikahan yang dijalaninya.

(80)

yang mengalami beban ganda merasakan ketidakpuasan terhadap pernikahan yang mereka jalani. Ketidakpuasan ini disebabkan karena perempuan merasa bahwa mereka mengerjakan lebih banyak tugas dari laki-laki, dan terkadang masih sering dipersalahkan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam keluarga (Brannon, 1996).

Gambar

Tabel 1. Blue print Skala Kepuasan Pernikahan Perempuan Bekerja
Tabel 2. Distribusi item Pra Uji Coba Skala Kepuasan Pernikahan Perempuan
Tabel 3. Hasil Korelasi Item Total pada Skala Kepuasan Pernikahan
Tabel 5. Distribusi Item Skala Kepuasan Pernikahan Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM

Berdasarkan kendala-kendala dalam pembelajaran siklus I yang telah diuraikan di atas, selanjutnya dilakukan beberapa upaya perbaikan untuk mengatasi kendala-kendala

a. Mengembangkan prosedur dan alat untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko. Mendesain dan menerapkan perangkat yang dibutuhkan dalam penerapan