HUBUNGAN TIMBAL BALIK
ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik
Oleh:
Atik Suparyanti NIM : 081124011
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi, yang
telah memberikan kesempatan untuk belajar, orang tua yang selalu menyertaiku
dalam setiap doanya, teman-teman sepanggilan yang selalu memberiku semangat, dan
semua orang yang telah mendukungku lewat sapaan, senyuman, perhatian, kasih dan
v
MOTTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”
viii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.
Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.
Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.
The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.
Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang Maha baik, karena penyertaan-Nya yang
tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN
REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.
Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, untuk hidup religius
dalam hubungan dengan doa yang merupakan ciri khas kehidupan religius. Doa dan
pertobatan menjadi gerak bersama yang mampu mendukung dalam hidup rohani.
Penulis bersyukur bahwa kehadiran banyak pihak baik secara langsung
maupun tidak yang telah mendampingi, membimbing, mendoakan dan memotivasi
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Rm. Dr. J Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama, yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, mengarahkan,
memberikan masukan dan memotivasi dalam menyusun skripsi ini.
2. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed. selaku kaprodi IPPAK yang telah
mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum selaku dosen penguji II dan
pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberikan motivasi,
membimbing dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi.
4. Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen III yang selalu setia
mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi.
5. Segenap Staf Dosen prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan
Universitas Sanata Dharma yang membimbing penulis selama belajar.
6. Sr. Maria, SFS dan para suster SFS komunitas Sragen yang terbuka dan
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 9
D. Manfaat Penulisan ... 10
E. Metode Penulisan ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 13
1.Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 14
2.Sejarah Peniten Rekolek menurut Kontitusi Limburg ... 17
a. Petrus Marchan Perancang Konstitusi Limburg ... 18
b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg ... 19
c. Kekhasan Yohana Van Yesus ... 21
B. Makna Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi ... 26
xii
2.Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek ... 29
C. Peniten Rekolek menurut St. Fransiskus Assisi ... 30
1.Awal Pertobatan St. Fransiskus Assisi ketika berdoa di depan Salib San Damiano ... 30
a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus ... 31
b. Praktek Pertobatan oleh Fransiskus ... 32
c. Puncak Hidup Pertobatan Fransiskus ... 33
2.Teladan Hidup Fransiskus Assisi dalam Memaknai Peniten Rekolek a. Semangat Tobat ... 34
b. Semangat Doa ... 35
c. Hidup dalam Kemiskinan ... 36
d. Hidup dalam Semangat Kehinadinaan ... 37
D. Spriritualitas Peniten Rekolek dalam Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi ... 37
1.Pengertian Spiritualitas secara umum ... 38
2.Pengertian Spiritualitas menurut Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan Kapitel Th. 2012 ... 38
a. Menghayati Kasih ... 39
b. Yesus Kristus Injili ... 39
c. Hidup Persaudaraan ... 40
d. Tobat ... 40
e. Doa ... 40
f. Pelayanan ... 41
g. Kesederhanaan ... 41
3. Usaha Kongregasi dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas ... 42
E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek ... 43
1.Tantangan Zaman Modern bagi Suster Fransiskan Sukabumi ... 43
2.Relevansi Peniten Rekolek untuk Zaman ini ... 46
BAB I PENDAHULUAN
Hidup religius adalah salah satu bentuk panggilan khusus. Seorang religius
yang dipanggil memerlukan waktu untuk dapat berproses dalam menanggapi
panggilanNya. Dalam proses menanggapi panggilan perlu memperhatikan hidup
doanya. Bagi para religius doa merupakan hal yang pokok dan mendasar yang perlu
dihayati dan dihidupi. Doa menjadi dasar bagi para religus untuk dapat melaksanakan
apa yang menjadi kehendakNya. Sebagai religius tidak hanya melaksanakan doa tetapi
juga perlu melakukan pertobatan dengan semangat tobat. Doa dan pertobatan Dalam
kehidupan seorang religius merupakan hal penting, begitu juga dalam hidup para
Suster Fransiskan Sukabumi doa dan pertobatan merupakan dua hal yang penting yang
perlu diusahakan untuk semakin menjadi milik. Doa dan pertobatan merupakan dua
hal penting karena para Suster Fransiskan Sukabumi memiliki spirit hidup sebagai
peniten rekolek. Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat
peniten rekolek ini maka perlunya on going formation (pembelajaran terus menerus).
Dalam bab I penulis akan menguraikan latar belakang penulisan skripsi, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan mengenai hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek
menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.
A. Latar Belakang
Hidup religius merupakan panggilan yang dihayati oleh manusia dalam
Hidup Kristen merupakan hidup pertobatan terus menerus, yang berarti terus menerus
mengarahkan hidup kepada Tuhan, atau dipanggil untuk mengadakan pembaharuan.
Pembaharuan itu bukan berarti mengubah atau menggantikan karisma khas hidup
religius, sehingga pembaharuan itu tetap menjaga kekhasan tarekat. Pembaharuan
yang perlu dilakukan antara lain dalam hal doa.
Doa merupakan sarana memupuk hidup batin (ET n. 45) doa adalah ungkapan kedalaman kerinduan untuk dapat berjumpa dengan Allah. Doa adalah ungkapan semangat keanakkan maupun semangat penghambaan di hadapan Allah dan merupakan pernyataan iman bahwa Allah memang kuasa atas hidupnya. Oleh karena berdoa merupakan saat dimana orang membiarkan Allah menyatakan diriNya menopang hdup manusia. Doa merupakan bentuk olah diri agar menjadi orang rohani. (Darminta,1983:28-29)
Doa adalah sarana dimana seorang religius menyadari bahwa hidupnya ditopang oleh
Allah, dan sumber kehidupannya. Pengalaman akan kepercayaan dan keyakinan akan
pertolongan Allah itu terungkap dalam doa. Dalam doa orang akan bertemu dalam
relasi intim penuh kerinduan akan peran serta Allah dalam kehidupannya.
Doa merupakan bagian inti dalam kehidupan seorang religius. Dalam Konsili
Vatikan II, dalam Dekrit Perfectae Caritatis (1993: art. 6) menegaskan: “ Mereka yang
mengikarkan nasihat Injil harus mencari dan mencintai di atas segalanya Allah, Yang
lebih dahulu mencinta kita (bdk 1 Yoh 4: 10). Dalam segala situasi hendaknya mereka
mengembangkan kehidupan yang tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (bdk
Kol 3:3)”. Relasi yang intim dengan Allah dalam ketulusan dan penyerahan diri yang
utuh akan semua realitas hidup.
Setiap pribadi religius diharapkan mampu mengembangkan hidup pribadinya
dan imannya sehingga memiliki daya dampak dalam kehidupannya. Sebagai religius
yang secara khusus mengabdikan diri bagi Kristus dalam hidup dalam ketaatan,
untuk semakin menghayati imannya salah satunya adalah pembaharuan yang
ditetapkan oleh Konsili Vatikan II ialah:
Lembaga hidup monastik hendaknya dipertahankan dengan setia dan makin memancarkan semangatnya yang asli baik Timur maupun Barat. Lembaga ini berjasa luhur selama perjalanan abad dalam Greja dan dalam masyarakat manusia. Tugas utama para rahib ilaha memberikan pelayanan kepada Kedaulatan Ilahi, pelayanan yang serentak rendah hati dan anggun di balik tembok-tembok pertapaan, ilahi dalam kehidupan tertutup, maupun dengan menerima secara sah sejumlah karya dibidang kerasulan atau cinta kasih Kristen. Maka, sambil mempertahankan ciri khas tiap lembaga, hendaknya tradisi-tradisi tua yang baik diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan jiwa-jiwa dewasa ini sekian, sehingga pertapaan menjadi semisal pesemaian bagi pembaharuan umat Kristen. Demikian pula sebaliknya biara-biara yang berdasarkan peraturan atau lembaganya menggabungkan secara mesra kehidupan kerasulan dengan ofisi dalam koor dan dengan tata hidup pertapaan, menyerasikan cara hidupnya dengan tuntutan-tuntutan kerasulan yang sesuai baginya, sehingga mereka mengikuti tata hidupnya dengan setia sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan Gereja. (PC. Art. 9)
Lembaga hidup bakti perlu menyadari pentingnya kontemplasi karena dimensi ini
ditemukan dalam doa dan karya. Doa menjadi salah satu makanan jiwa dan kekuatan
dalam kehidupan seorang religius. Kehidupan doa tidak hanya berhenti pada
keteraturan, ketaatan, kedisiplinan dalam doa tetapi juga menyangkut pada hal-hal
lainnya. Doa yang dihayati dan dihidupi ini setiap hari perlu memiliki daya dampak
dalam kehidupan seorang religius. Doa menjadi salah satu hal penting dalam
kehidupan religius. Doa menjadi kekuatan dalam kehidupan religius, berbagai usaha
dilakukan untuk dapat semakin memaknai doa. Pembaharuan dalam hidup doa perlu
diusahakan terus menerus karena doa ini menjadi inti hidup religius yang perlu
dikembangkan dan dihayati sehingga semakin memantapkan hidup panggilan.
Pembaharuan yang dilakukan oleh lembaga religius tidak hanya dalam hidup
doa tetapi juga semangat tobat, karena tobat menjadi ciri khas seorang religius. Hidup
mengembangkan hidup rohani. Dalam kongregasi SFS kehidupan doa dan semangat
pertobatan perlu diperbaharui terus menerus karena SFS memiliki dua ciri khas yaitu
sebagai peniten rekolek sebagai pentobat dan pendoa. Para suster Fransiskan
Sukabumi memiliki semangat Peniten Rekolek. Peniten artinya: pertobatan dan
Rekolek artinya: mengumpulkan kembali. Jadi Peniten Rekolek artinya: Kembali
memusatkan diri pada Allah. Bentuk dari peniten : pertobatan, ulahtapa, matiraga.
Bentuk rekolek: samadi, permenungan, kontemplasi. Usaha untuk kembali pada
semangat awal ini memotivasi untuk sungguh menghargai dan memberi tekanan
penting khususnya dalam hidup rohani yang menjadi salah satu aspek yang
menentukan dan mendukung hidup sebagai religius.
Kongregasi SFS disebut: “Saudara-saudari para pentobat” (AngOrReg art.2).
Mengapa disebut dengan saudari-saudari para pentobat, karena Fransiskus
menamakan dirinya adalah pentobat dari Asisi. Fransiskus sangat menekankan hidup
dalam pertobatan, ia sangat menghidupi semangat tobat dalam keseluruhan hidupnya.
“Pertobatan” biasanya dipahami sebagai praktek usaha-usaha matiraga lahiriah,
seperti halnya: puasa dan matiraga. “Pertobatan” (Metanoia) Injili berarti harafiah
merupakan suatu perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menerus atas
diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh
keberadaannnya.
Di setiap tempat di mana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu, hendaklah saudara-Saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, dan mahaluhur, Bapa dan Putera dan Roh kudus; hendaklah mereka memiliki-Nya di dalam hati dan mencintai-Nya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita harus selalu bedoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian itu.
Dengan jelas dikatakan Fransiskus bahwa saudara-saudari selalu menyediakan waktu
khusus untuk berdoa serta tidak jemu-jemu. Menyadari bahwa Allah sungguh
Mahaluhur dan pengikutnya diajak untuk memiliki kesungguhan dalam kehidupannya.
Fransiskus mengajarkan kepada kita religius yang mengambil semangat dari St.
Fransiskus, dapat mengikuti hidup seturut injil. “Cara hidup saudara-saudari Ordo
Ketiga Regular Santo Fransiskus ialah: menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus,
dengan itu hidup dalam ketaatan tanpa milik dan dalam kemurnian....(AngOrReg
Art.1). Berarti bahwa Injil menjadi sumber utama dari segala peraturan yang ada.
Dalam AngOrReg dinyatakan bahwa setiap saudara yang mengambil spiritualitas
Fransiskus diajak untuk menepati Injil sebagai pegangan dan pedoman dalam
kehidupannya.
Sebagai pengikut Fransiskus para suster SFS diingatkan untuk selalu:
...Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib mengerjakan hal-hal yang lebih banyak dan lebih besar dengan menepati perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus, dan mereka harus menyangkal dirinya sebagaimana mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah (AngOrReg art.1b hal: 6)
Dalam AngOrReg ini Fransiskus memberikan beberapa nasihat yang diarahkan bagi
kaum religius . Undangan untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luhur sesuai
dengan injil yang memadukan pertobatan. Pertobatan injili yang dituntut oleh
kehadiran kerajaan Allah. Hidup pertobatan dapat diwujudkan lewat: puasa badani,
matiraga terhadap kesombongan, dan melawan dosa-dosa.
Dalam kehidupan religius kita temukan juga adanya kecenderungan untuk
mapan, tidak mau berubah, merasa sudah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak
tak berkembang, diantaranya adalah dalam doa bisa kita lihat bagaimana kehadiran
dalam doa itu sungguh dengan sepenuh hati atau hanya sekedar kewajiban saja. Begitu
pula dalam penghayatan pertobatan apakah sudah mampu untuk mewujudkannya
dalam kehidupan bersama. Para suster SFS juga mengalami kesulitan terutama dalam
penghayatan dan menghidupi spiritualitas kongregasi.
Dalam rekomendasi kapitel di Sukabumi, tanggal 3 April 2012 para kapitularis
menemukan sejumlah keprihatinan, bertolak dari pengalaman hidup sebagai anggota
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi khususnya dalam hidup komunitas,
menggereja dan memasyarakat. Keprihatinan mendorong untuk mencari, menggali,
menemukan dan mendalami khasanah rohani pendiri, kongregasi, sejarahnya antara
lain: Upaya-upaya pendalaman spiritualitas belum cukup memotivasi, mendorong dan
menggugah para Suster Fransiskan Sukabumi untuk hidup sesuai dengan spiritualitas.
Dalam Kapitel ini menjadi titik tolak untuk melihat bahwa para suster SFS perlu
memahami dan mendalami spiritualitas sebagai suatu bentuk on going formation.
Pembaharuan terus menerus adalah salah satu usaha untuk semakin mengembangkan
hidup religius. Sebagai seorang religius dituntut untuk selalu hidup dalam semangat
pembaharuan terus menerus. Pembaharuan terus menerus ini dikenal dalam kehidupan
religius sebagai on going formation. Pembaharuan yang dilakukan dalam kehidupan
religius dilakukan dalam banyak aspek antara lain: doa, persaudaraan, spiritualitas,
karya, pelayanan, dll. Pembaharuan ini dirasakan sebagai usaha yang tidak hanya
sekali jadi, perlu proses yang panjang dan juga ketekunan dalam mengusahakannya.
Untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara doa dan semangat
Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi. Akan tetapi, agar mereka semua bersatu dalam pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, saat orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibaannya secara lebih setia dan terutama dengan puasa dan berpantang, seturut norma kanon(1249).
Dalam kanon ini mau ditegaskan bahwa perlu melakukan pertobatan yang sejati yang
disertai dengan kesungguhan, melakukan hal-hal yang nyata yang menjadi ciri khas
pertobatan. Pertobatan berdasarkan AngOrReg art. 13 memberikan beberapa orientasi
yang khas pertobatan: perjalanan pertobatan, tindakan-tindakan penitensi dan
partisipasi dalam sengsara Kristus. Anggaran Dasar dan cara hidup Saudara-saudari
Ordo ketiga regular Santo Fransiskus (2001:pasal 1 ayat 2) sebagai berikut:
Saudara-saudari dari Ordo ini, bersama semua orang yang mau mengabdi Tuhan Allah di dalam Gereja yang kudus, katolik dan apostolic, hendaknya bertekun dalam iman dan pertobatan yang sejati. Mereka mau menghayati pertobatan injili ini dalam semangat doa dan kemiskinan serta kerendahan hati. Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari segala kejahatan dan bertekun dalam yang baik hingga akhir sebab Putera Allah sendiri akan datang dengan mulianya dan mengatakan kepada semua orang yang mengakui Dia dan menyembah serta mengabdi kepadaNya dalam pertobatan: Mari hai kamu yang diberkati Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak awal.
Dalam usaha untuk mengahayati dan melakukan pembaharuan tentu mengalami
pasang surut maka perlu usaha untuk terus meningkatkan semangat peniten rekolek
dalan kehidupan para suster Fransiksan Sukabumi. Para suster SFS sudah banyak
belajar untuk memahami maksud dari konstitusi dan memahami apa yang menjadi ciri
khas kongregasi yaitu semangat peniten rekolek, maka dalam usaha untuk semakin
paham dan menghayati perlu ada pembelajaran terus menerus: lewat belajar bersama,
Pemahaman akan doa dan semangat peniten rekolek perlu dipahami oleh para
suster karena hal ini mendukung dalam penghayatan dalam kehidupan bersama.
Pembaharuan terus menerus berkaitan dengan doa perlu diusahakan untuk semakin
meningkatkan hidup beriman kristiani. Sehingga para suster semakin tangguh dalam
kehidupan serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah-masalah yang ada,
sehingga mampu mewujudkan diri sebagai tempat pengungsian bagi yang
membutuhkannya. Doa menjadi sumber kekuatan dan ciri khas seorang Fransiskan
rekolek maka dimensi hidup doa menjadi hal yang penting yang perlu diusahakan.
Sehingga doa bukan hanya sebatas formalitas saja atau kewajiban tetapi sebagai
kebutuhan yang hakiki yang mampu mendukung dalam kehidupan sebagai seorang
Fransiskan sejati. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan antara
doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para suster SFS apakah dari antara
keduanya ada hubngan yang semakin menyuburkan sehingga mampu mewujudkan
sebuah pembaharuan. Doa menuju pada pembaharuan terus menerus dan pertobatan
yang sejati.
Agar manusia tidak terjebak dalam rutinitas doa maka perlu melakukan
pembaharuan terus menerus, dalam hal motivasi, semangat, memberi makna dalam
doa. Bukan hanya sekedar rutinitas, atau kewajiban tetapi sebagai sumber kekuatan
kekuatan yang menghidupkan. Untuk dapat memahami hubungan timbal balik antara
semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga keduanya dapat saling
mendukung dan semakin memajukan kehidupan rohani. Memampukan menjadi setiap
anggotanya untuk menjadi pembawa damai bagi sesama, dewasa dan mampu
gagasan-gagasan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para Suster Fransiskan
Sukabumi, sehingga pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul:
“HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.”
B. Rumusan Permasalahan
1. Apakah latar belakang semangat peniten rekolek Suster Fransiskan Sukabumi?
2. Bagaimanakah pandangan Suster Fransiskan Sukabumi mengenai semangat
peniten rekolek?
3. Bagaimana doa dalam kehidupan para suster Fransiskan Sukabumi menurut
spiritualitas kongregasi?
4. Bagaimana hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam
kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi?
5. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk semakin menyuburkan semangat peniten
rekolek bagi para Suster Fransiskan Sukabumi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mendalami latar belakang
sejarah semangat peniten rekolek.
2. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk semakin memahami dan
3. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi semakin menghidupi doa seturut
spiritualitas kongregasi.
4. Membantu Para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mengetahui hubungan timbal
balik antara doa dan semangat peniten rekolek.
5. Menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga buah-buah
pertobatan sungguh dapat diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi para Suster Fransiskan Sukabumi
Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi dalam menghayati doa dan semangat
peniten rekolek.
2. Bagi kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi
Memberikan sumbangan untuk dapat mengusahakan menyuburkan doa dan
semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.
3. Bagi penulis
Melalui ini penulis semakin diajak untuk lebih mendalami dan menghayati doa
dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan Suster Fransiskan Sukabumi.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode studi pustaka yakni
dengan membaca buku-buku dari berbagai sumber dan menyerapnya sebagai bahan
untuk menulis skripsi. Selain itu penulis juga menyebarkan kuisoner untuk dapat
dialami penulis pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan para Suster
Fransiskan Sukabumi.
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini berjudul “Hubungan Timbal Balik antara Doa dan Semangat
Peniten Rekolek menurut Spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi”. Dalam penulisan
skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab yakni:
Pada bab I pendahuluan yang meliputi: Latar belakang penulisan skripsi,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Pada bab II, penulis akan menguraikan dalam 5 bagian. Bagian pertama
menjelaskan mengenai sejarah peniten rekolek beserta tokoh-tokoh yang menjadi
penggerak peniten rekolek. pada bagian kedua membahas mengenai makna gerakan
peniten rekolek bagi keempat kongregasi. bagian ketiga berbicara mengenai peniten
rekolek menurut St. Fransiskus Assisi. Bagian keempat tentang spiritualitas peniten
rekolek dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi dan bagian kelima berisi
mengenai tantangan dalam menghidupi peniten rekolek.
Pada bab III, penulis akan membahas mengenai, Doa dalam kehidupan para
suster Fransiskan sukabumi. Hidup doa, pengertian doa: doa menurut kitab suci, doa
menutur dokumen Konsili Vatikan II, Makna doa, persoalan dalam doa. Doa dalam
konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi, Jalan kontemplatif dan asketik dalam doa.
Makna peniten rekolek dalan doa, tantangan penghayatan doa dalam semangat
peniten, dan peniten rekolek secara timbal balik dalam kehidupan para Suster
Pada bab IV, penulis akan membahas mengenai program Katekese sebagai
salah satu sarana untuk on going formation demi mendukung perkembangan hidup doa
dan pertobatan. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) untuk mengaktualisasikan
doa dan pertobatan dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan dibagi dalam tiga
bagian, bagian pertama berisikan tentang on going formation dalam hidup religius,
bagian kedua membahas mengenai katekese sebagai salah satu usaha dalam On going
formation. Pada bagian ketiga beriskan tentang usulan program katekese beserta
contohnya.
BAB II
SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI
Peniten rekolek merupakan semangat yang dihidupi oleh religius SFS. Pada
Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang peniten rekolek dalam kongregasi suster
Fransiskan Sukabumi (SFS), pada bagian pertama berisi mengenai latar belakang
gerakan peniten rekolek. pada bagian kedua berisi tentang makna gerakan peniten
rekolek bagi kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi, pada bagian ketiga memuat
Gerakan ini tidak dapat terlepas dari seorang tokoh yaitu St. Fransiskus Assisi.
Tantangan dalam penghayatan dan relevansinya. Gerakan ini muncul karena peran
serta Fransiskus dalam mendirikan ordo, St. Fransiskus Assisi mendirikan tiga ordo:
Ordo pertama yaitu Ordo Saudara Dina, Ordo kedua yaitu Ordo Klaris, dan Ordo
ketiga yaitu Ordo Peniten. Ordo Peniten adalah ordo aktif yang berada di tengah
dunia, yang ingin mengabdi Allah dan sesama, menurut Injil dalam tapa dan karya
amal.
A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi
Pada bagian latar belakang gerakan peniten rekolek akan di munculkan 2 hal
yaitu sejarah peniten rekolek yang bermula dari Fransiskus Assisi yang memiliki
kekhasan dalam hidupnya sebagi seorang peniten rekolek. Pada bagian kedua memuat
tentang sejarah peniten rekolek dalam konstitusi limburg di mana dalam konstitusi ini
diatur segala hal yang berkaitan dengan cara hidup para peniten rekolek yang
Gerakan peniten rekolek adalah salah satu pembaharuan dalam kehidupan
religius pada abad ke-17. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh seorang tokoh yaitu
Martin Luther. Pembaharuan dalam hidup membiara ditunjukkan dengan semangat
untuk semakin menghayati Injil suci Tuhan Yesus Kristus tanpa terlepas dari tradisi
hidup membiara. Gerakan ini melestarikan tradisi hidup membiara menggunakan
unsur baru tetapi juga tidak melupakan unsur lama. Gerakan pada abad itu disebut
“peniten” yang artinya pentobat. Fransiskus Assisi memperkenalkan kelompoknya
sebagai “pentobat dari Assisi”. Para religius yang tertarik pada cara hidup Fransiskus
dan meneladan pola menghayati Injil ala Fransiskus disebut sebagai para peniten.
1. Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi
Sejarah peniten rekolek berawal dari St. Fransiskus Assisi yang memberi
perhatian besar pada pembaharuan. Pembaharuan bagi Fransiskus adalah semacam
usaha untuk kembali ke awal simple, sederhana, tidak mencolok sesuai dengan bentuk
hidup Fransiskus (Eddy Kristianto 2009: 21-22). Gerakan peniten rekolek ini hanya
terdapat dalam gerakan religius Fransiskan “Minoriten” atau OFM saja (Eddy
Kristianto, 2009: 19). Hal ini mengatakan bahwa gerakan peniten rekolek ini tidak
terdapat pada dua ordo OFMConv dan OFMCap, meskipun ketiganya sama-sama
meneladan cara hidup Fransiskus Assisi tetapi masing-masing ordo memiliki
kekhasannya yang berbeda satu dengan yang lain. Karena cara hidup Fransiskus yang
khas membuat banyak orang tertarik untuk bergabung bersama dengan Fransiskus,
meskipun pada awalnya Fransikus tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan ordo.
Ordo pertama Santo Fransiskus yang melaksanakan Anggaran Dasar (Regula)
yang lahir dari ranah Observan. Fransiskan Observan berusaha menepati regula
dengan baik. Hal itu mau menegaskan bahwa “penyesuaian” terus menerus untuk
menjadi pribadi yang berkwalitas dengan tetap menyadari keterbatasannya sebagai
manusia. Kesetiaan pada regula St. Fransiskus Assisi dengan tidak ada pemaafan
keterbatasan diri dan juga pembenaran diri karena situasi, sehingga regular
dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan kesetiaan tanpa terkecuali ( Eddy Kristianto,
2009:23).
Dalam perjalanan waktu, untuk dapat sungguh menghayati regula dengan setia
tidak selalu dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena ada juga kemerosotan dalam
upaya penghayatan semangat awal. (Eddy Kristianto 2009: 24). Maka muncullah
gerakan pembaharuan untuk menghidupkan jiwa regula. Untuk melakukan
pembaharuan itu diperlukan upaya yang pelik, unik dan rumit sehingga hal ini
berujung pada pemisahan. Kelompok Observan; melaksanakan, melakukan,
menghayati adalah rekolek. Gerakan ini merupakan usaha bersama (Eddy Kristianto
,2009: 25). Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan pembaharuan ini bukan hanya
diprakasai oleh seorang tokoh saja tetapi merupakan gerak bersama yang akhirnya
menghasilkan suatu pembaharuan.
Reformasi katolik disuburkan oleh Reformasi Protestanisme (Martin Luther cs)
dan Kontra Reformasi (Konsili Trento). Tahta suci berkepentingan untuk mengawasi,
dan terutama memelihara dengan penuh perhatian kelompok-kelompok religius supaya
kelompok ini menghayati dengan benar nasehat Injil dan memenuhi harapan Gereja
Katolik Roma (Eddy Kristanto, 2009:25).
Sri Paus Clemens VII menerbitkan surat edaran yang berjudul In Suprema Kan
berlangsungnya pembaharuan hidup religius di lingkungan Gereja khususnya dalam
keluarga Fransiskan. Sri Paus dan Raja Henry IV mendukung gerakan rekolek
sehingga memperoleh otonomi dari Observan. Pada 1602 Clemens VIII menyatakan
para rekolek sebagai putra-putra sejati Fransiskus Assisi (Eddy Kristanto, 2009:26).
Rekolek merupakan salah satu cabang dari Observan yang muncul di Eropa
barat pada abad ke-16 dan berkembang terutama di Prancis, Jerman, Belanda dan
Belgia. Rekolek menciptakan dan mempertahankan tradisi tinggal di pedesaan,
desentralisasi, menjunjung tinggi keugaharian, dan kesederhanaan melalui ulah tapa,
doa serta meditasi dan refleksi. Petrus Marchant adalah minister Provinsi Belgia, ia
adalah seorang Fransiskan Rekolek, yang memberikan ilham kepada Johanna Van
Jesus untuk melalukan reformasi dari dalam hidup religius yang ia hayati.
Adanya hubungan antara satu dengan yang lain menghasilkan suatu tektur,
yang mampu mendukung gerakan peniten ini, karena sejak awal diungkapkan, bahwa
gerakan ini bukan sebagai gerak personal melainkan gerak bersama yang melibatkan
banyak tokoh dalam mewujudkannya. Fransiskus Assisi menamakan kelompoknya
sebagai: Ordo Pentobat” (The Order of Penitence), tetapi pada akhirnya istilah ini
dipakai oleh Ordo ketiga regula Santo Fransiskus yang sudah eksis pada abad ke-13.
(Eddy Kristianto, 2009:28).
Hal-hal yang mematangkan dan menjadi humus dalam peniten rekolek adalah
askese (spiritual exercises, penguasaan diri, matiraga-puasa, penyangkalan diri) dan
discretion (pembedaan roh). Dalam karya-karyanya, Poverello d’Assisi mewariskan
kehendak dan semangat yang kuat dengan askese. Askese yang dimaksud adalah
sikap tobat sejati dan kesadaran akan kerapuhan diri di hadirat Allah yang mahaagung,
yang hendak di usahakan adalah hati yang wening (jernih) dan roh ilahi yang
menguasai insani religius.
Semangat doa dan devosi tidak bisa tidak dalam tradisi Fransiskan merupakan
buah utama mengikuti Kristus dan oleh karena itu menduduki tempat terpenting dalam
kehidupan Fransiskan. Tanpa pengalaman yang mendalam akan Allah, para fransiskan
tidak akan mampu berbagi (peduli dan terlibat) dihadapan penderitaan bangsa
manusia. Maka perlu menyadari perlunya menemukan kembali dimensi kontemplatif
dari cara hidup ini.
Para Fransiskan menjunjung asas Copmtemplatio aliis tradere artinya
membawa, menarik hasil dan buah kontemplatisi kepada orang lain (Eddy Kristanto,
2009:30). Hal ini mau menggambarkan bahwa kontemplasi yang dilakukan oleh para
pengikut Fransiskus ini bukan hanya berhenti demi untuk keperluan pribadi tetapi juga
dapat dirasakan oleh sesama lewat tutur kata, perbuatan dan pelayanan.
Para religius bukanlah orang-orang yang tinggal di menara gading, terpisah
dengan masyarakat, melainkan bagian itegral masyarakat. Para religius memiliki
kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan sehingga terasa kesehatian
dengan masyarakat. Munculnya rekolek menegaskan adanya semangat untuk kembali
ke akar ke sumber cita-cita pendiri seraya mempertimbangkan zaman. Gerakan
rekolek mau mengingat kembali pada jati dirinya.
2. Sejarah Peniten Rekolek Menurut Konstitusi Limburg
Pembaharuan yang terdapat dalam konstitusi Limburg adalah pembaharuan
yang terjadi dipengaruhi oleh Gereja di mana pada abad ke-17 di dalam gereja
seorang pembaru hidup religius Suster-suster Ordo Fransiskan Regular (Nico Dister
2011:5). Pembaharuan ini dimulai dari kota Limburg (pegunungan Ardennes, Belgia)
dan dikenal dengan sebutan “Reformasi Limburg”.
Di antara serikat Ordo Fransiskan Regular di Indonesia ada yang berasal dari
Nederland dan mengikuti reformasi Limburg dan berspiritualitas Peniten Rekolek.
Biara Suster Peniten Rekolek di Breda (Belanda) yang bersemboyan Alles voor allen
adalah ibu kandung dari keempat kongregasi yaitu FCH (Palembang), SFS
(Sukabumi), KSFL (Pematangsiantar), dan FSE (Medan). Konstitusi Limburg pada
abad XVI dipakai untuk pegangan dan konstitusi ini dirancang oleh Muder Yohana
bersama saudara dina bernama Petrus Marchant (Nico Syukur Dister 2011:6). Kedua
tokoh inilah yang telah membaharui semangat peniten rekolek dengan cara menyusun
atura-aturan dalam biara yang akan mengingatkan para peniten untuk semakin
menghayati panggilannya. Konstitusi Limburg ini memuat tentang aturan-aturan hidup
dalam biara yang mengajak pengikutnya untuk kembali pada semangat awal.
Semangat awal itu adalah kesadaran bahwa sebagai pengikut Fransiskus yang peniten
dan rekolek, yang tidak melupakan doa dan pertobatan sebagai kekhasannya.
a. Petrus Marchant Perancang Konstitusi Limburg
Petrus Machant adalah salah seorang anggota Fransiskan rekolek yang lahir
tahun 1585 di Couvin, Provinsi Namur. Setelah masuk persaudaraan Fransiskan
Rekolek, beliau ditugaskan oleh ordonya pertama-tama ke Jerman dan kemudian ke
Belanda dan Inggris . Ia mendirikan Provinsi Santo Yosef di Flandria dan tahun 1625
Petrus Marchant membidani lahirnya kongregasi Peniten Rekolek serta
menyusun konstitusi Peniten Rekolek (tahun 1623). Konstitusi ini disusun berdasarkan
inspirasi dari Sr. Yohana Van Jesus yang terdorong oleh Ilham Ilahi bercita-cita untuk
membaharui semangat hidup religius Ordo ketiga Regular St. Fransiskus. Konstitusi
disahkan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634. Lalu konstitusi ini menjadi sumber
pegangan bagi para religius yang menamakan dirinya Peniten Rekolek (Eddy
Kristianto, 2009: 39)
Pada tahun 1841, atas rekomendasi Mgr. Johanes Van Hooydonk, konstitusi itu
dicetak ulang untuk kepentingan para religius yang baru tumbuh diwilayah
keuskupannya, seperti di Dongen, Etten, Roosendal, Bergen Op Zoom, dll. Petrus
Marchant kemudian menjadi Devinitor Jendral seluruh Ordo St. Fransiskus dan Kustos
di Flandria dan akhirnya diangkat menjadi Komisaris Apostolik Jenderal. Beliaulah
yang menerima pembaharuan profesi religius Johana Van Jesus, ia mengantar mereka
ke tempat yang telah dipersiapkan yaitu di Limburg. Petrus Machant menjadi
pembimbing rohani. Sampai pada akhir hidupnya ia setia mendampingi para suster
kongregasi Peniten Rekolek. Petrus Marchant wafat di Gent pada tanggal 11
November 1661 (Eddy Kristisnto, 2009: 41).
b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg
Johana Van Yesus lahir pada tanggal 3 Agustus 1576 di Gent. Nama babtisnya
Johanna Baptista Neerinckx. Ayahnya bernama Neerinckx, seorang pegawai pajak
terkemuka di Gent. Masyarakat menghormatinya, karena ia mencerminkan hidup
sebagai seorang kristiani, yang jujur dalam menjalankan tugasnya. Ia mempunyai
Pada usianya yang ke- 28 tahun Johanna Babtista Neerinckx masuk biara.
Berawal dari pertemuan dengan seorang Fransiskan Rekolek, kemudian dia
memutuskan untuk masuk biara Ordo santo Fransiskus yaitu kongregasi Suster-suster
Kelabu di kota Gent dengan nama Sr. Johanna Neerinkx. Kongregasi ini merupakan
Ordo Ketiga regular Santo Yakobus yang membaktikan diri kepada perawatan
orang-orang sakit. Terdorong untuk menjadi putri yang terbaik dari Bapa Fransiskus, maka
ketika dipilih menjadi pemimpin dalam kongregasi, ia mulai mengadakan
pembaharuan. Ia meletakkan pembaharuan dengan keyakinan bahwa Allah adalah
segala-galanya dan manusia bukan apa-apa dihadapan –Nya. Agar hatinya terus
menerus ada pada hadirat-Nya maka sikap hening “clausura” dipandang penting.
Pembaharuan ini ditolak oleh para anggotanya, sehingga akhirnya ia memutuskan
untuk mengundurkan diri dan menjadi suster biasa.
Jiwa pembaharuan lebih diarahkan pada diri sendiri sampai mendapat waktu
yang cukup matang. Keheningan dia ciptakan di sekeliling dirinya sehingga membuat
suara Tuhan meresapkan lebih dalam. Ia juga tercekam oleh keinginan untuk melihat
clausura, dan itu sangat mempengaruhi seluruh hidupnya, kemudian ia menjadi tidak
tenang sebelum mewujudkannya (Eddy Kristianto, 2009: 43).
Untuk mewujudkan pembaharuan itu ia mengalami ketakutan, suatu ketakutan
yang sungguh beralasan mengingat kesadaran atas kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi di satu pihak, tetapi di lain pihak dorongan hati terus menekan dirinya untuk
sesegera mungkin mewujudkan pembaharuan. Yohana Van Yesus kemudian
memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginan dan dorongan hatinya kepada
akhirnya Johanna Neerickx mendapat dukungan dan jalan keluar yang terbaik dari
ketakutan tersebut.
Pada tanggal 21 September 1623, Sr. Johanna dan beberapa suster yang
mendukung pembaharuan meninggalkan biara Gent menuju Limburg untuk memulai
suatu cara hidup baru yang diperjuangkan. Kota Limburg terletak di Belgia Timur,
wilayah pegunungan dan pariwisata Ardenes, tidak terlalu jauh dari metropolitan
Liege. Sr. Johanna Neerikx, Sr. Francoise Verhelst, Sr. Catharina Baeke, Sr. Maria
Makam, Sr. Johanna Wagenere. Mereka membaharui profesi berdasarkan Konstitusi
Peniten Rekolek 1623, di tangan pater Petrus Marchant serta mengubah namanya
menjadi Sr. Johanna Van Jesus, Sr. Francoise Van Maria, Sr. Catharina van Antonius,
Sr. Maria Van Bonaventura dan Sr. Johanna Van Bernadus.
Di tempat yang baru suasana alam baru dan aturan baru jiwa mereka
berkembang dengan sangat cepat. Pembaharuan itu lebih menitik beratkan segi
kontemplatif, dengan dua ide besar yang menjiwai hidupnya yaitu: penitensi
(pertobatan, ulah tapa, matiraga), dan rekolek (samadi, permenungan, kontemplasi)
yang diwujudkan dengan menghayati kemiskinan sejati, hidup dalam klausura.
Johanna wafat di Limburg 26 Agustus 1648 (Eddy Kristianto, 2009: 46-47).
c. Kekhasan Yohana Van Yesus
Kekhasan Yohana Van Yesus adalah memiliki jiwa pembaharu dan semangat
hamba Yesus. Warisan dari Ibu Yohana Van Yesus melukiskan jiwa dan semangat
sejati sebagai seorang Peniten Rekolek. Dengan mengenal warisan dan terutama
perjalanan spiritualitasnya maka akan sangat membantu kita untuk semakin mampu
menghayati hidup sebagai seorang peniten yang sejati.
Muder Yohana memiliki hasrat besar untuk dapat bermatiraga, cinta kasih serta
Ekaristi. Kepekaan akan kebenaran, ketulenan dan kejujuran ia memandang segala
sesuatu dengan secara benar dan jujur buahnya dapat terlihat yaitu keyakinan hidup
bahwa ia bukan apa-apa dan bahwa Allah adalah segala-galanya. Kesadaran hidupnya
bahwa ia bukan apa-apa dihadirat Allah menunjukkan bahwa ia memiliki kerendahan
hati yang mendalam. Keyakinan bahwa manusia bukan apa-apa di hadapan Allah
begitu juga diyakini oleh St. Fransiskus Assisi dalam syair-syair yang terkenal:
Nyayian saudara matahari, mulai dengan menyapa Allah Yang Mahaluhur, Mahakuasa
dan berakir dengan ajakan kepada segala mahkluk ciptaannNya untuk merendahkan
diri serendah-rendahnya.
Barangsiapa hendak menjalankan hidup pasif atau hidup mistik, harus pertama-tama menyiapkan diri dalam hidup aktif atau hidup berkarya dengan melepaskan diri dari segala sesuatu yang padanya ia melekat, betapa pun kecilnya. Allah menghendaki hati dan maksud kita murni dan tak bernoda. Tak satu ciptaan pun boleh tinggal di dalamnya, karena Tuhan sendiri saja ingin mendiaminya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan untuk menyempurnakan kekasihnya menurut perkenaan-Nya. (Nico Syukur Dister, 2011: 59).
Berikut ini adalah ajaran Muder Yohana mengenai kesempurnaan. Menurut Muder
Yohana kesempurnaan terletak dalam pengalaman mistik bahwa Allah adalah
segala-galnya, berkat persatuan kasih yang total dengan Allah. Hal ini dapat terjadi dengan
latihan matiraga, pemurnian, pasrah dan pelepasan sehingga kehendakNya yang
mendorong setiap hal yang kita perbuat.
Jangan ada seseorang yang memegahkan diri dihadapan Allah (1Kor 1:28-29).
Hal ini mau mengatakan bahwa Tuhan tidak ingin manusia merasa minder atau rendah
diri atau bahkan sebaliknya merasa super atau sombong. Yesus mengajak kta untuk
belajar dari padaNya khususnya mengenai kerendahan hati supaya jwa kita akan
Dalam praktik hidup rohani kita dapat menghayati bahwa Allah adalah
segala-galanya maka perlulah kita melakukan pengosongan diri secara total yaitu dengan:
penyangkalanan terhadap hal pemuasaan inderawi dan rohani dengan melepaskan
kesenangan jasmani dan rohani seperti makanan yang lezat, nikmat dalam
doa(Konsolidasi), pujian orang-orang ekstase dan penglihatan. Usaha agar semua
perbuatan dilakukan dengan maksud yang menyerupai kehendak Allah, memiliki
sikap pasrah akan segala penderitaan, serta proaktif dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan. Dengan melakukan hal di atas maka semangat kebenaran itu akan tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan kita (Nico Syukur Dister 2011:64).
2). Aku sendiri bukan apa-apa
Pelepas-bebasan (atau pemurnian) yang aktif dilangsungkan oleh jiwa sendiri
dengan bantuan rakmat Allah. Tujuan dari pelepas adalah memurnikan daya-daya
yang indrawi dan rohani dari segala ketidak teraturan dan kelekatan sehingga oleh
karenanya seluruh hidup dipimpin oleh kehendak Allah (Nico Syukur Dister 2011: 66)
Menyadari bahwa manusia bukan apa-apa ini akan mengajak kita untuk
menyadari bahwa peran Allah dalam hidup kita memberi sesuatu yang mampu
menggerakkan dan menghidupi kita. Pelepas-bebasan disebut juga kemiskinan rohani
merupakan pekerjaan Allah yang harus ditanggung atau diderita oleh jiwa dengan
sabar dan tenang.
3). Jalan Cinta kasih
“Jangan bertindak karena takut atau demi kepentingan dirimu sendiri, betapa
pun rohani dan luhurnya, tetapi lakukanlah segala sesuatu demi cinta kasih murni
Allah, untuk berkenan kepada-Nya dan untuk memenuhi kehendakNya dalam segala
Ajaran cinta kasih inilah yang mendasari penghayatan Yohana bahwa Allah
adalah segala-galanya dan Si aku bukan apa-apa. Kasih kepada Allah sebagai intensi
semua perbuatan kita. Hal ini memiliki arti bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah
hanya untuk kemuliaan Allah. Bukan untuk kepentingan diri pribadi. Tetapi demi
kemuliaan Allah.
4). Jalan Salib
Yohanahanya mengajarkan jalan yang dikemukakan Tuhan kita Yesus Kristus
dalam injil karangan St. Matius, bab 16: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia
harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Dalam hal ini
diajarkan empat tingkat: keingingan untuk mendatangi Tuhan kita dengan
meninggalkan semuanya, menyangkal dirinya dan meninggalkan semuanya yang
dapat merayu atau menarik perhatian kita, memikul salib yaitu dengan menderita dan
mati dalam Yesus Kristus dan mengikuti Yesus Kristus dengan menjadikan Dia
pemimpin, serta teladan dalam perkataan dan perbuatan.
...Menyadari keangkuhan sebagai musuh yang paling licik dan berbahaya, ia berdoa dengan memohon agar Tuhan sudi mengambil darinya pengetahuan yang luhur dan ekstase yang mempesonakan itu, lagi pula spaya Allah hanya menyatakan dua hal yaitu: kebinaannya sendiri, kebukan apa-apaannya dan kelemahannya, dan kebaikan yang tiada habisnya dari Yesus Kristus yang tersalib. (Nico Syukur Dister, 2011: 80)
Sangat jelas dalam kutipan diatas bahwa Devosi kepada Yesus yang tersalib menjadi
ciri khas dari kongregasi ini. Salib menjadi satu dalam kehidupan harian, Rosario
sengsara Tuhan didaraskan setiap hari dan alat-alat sengsara Kristus tersalib sebagai
Hal ini menunjukkan bahwa devosi kepada Kristus yang tersalib menjadi ciri
khas kongregasi Peniten Rekolek yang diharapkan dapat meresap dalam kehidupan
para suster Peniten Rekolek.
5). Taman Tertutup
Taman tertutup adalah gambaran jiwa. “Dinda, pengantinku, kebun tertutup
engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai” (Kid 4:12). Cintailah keheningan injili
dengan menahan kata-kata yang sia-sia dan tak berguna. Keheningan seperti itu
mempertahankan engkau dalam kemurnian hati, di mana Allah yang agung
mempunyai kediaman-Nya Yang kudus. “Berbahagialah orang yang suci hatinya”
sabda Guru” sebab mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).
Dalam jalan rawaji dijelaskan Muder Yohana bahwa pelepasan-bebasan aktif
dalam kehidupan tidak mungkin kecuali berkat hidup doa yang mendalam. Sifat doa
ini ditulisnya:
Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun dan gerak naik. Adapun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada kebukan-apa-apa-an kita sendiri dan kepada ketidak berdayakan kita. Gerak naik itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surge, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya (Nico Syukur Dister 2011:87).
Doa menjadi daya penggerak maka kehidupan doa yang mendalam menjadi kekuatan
untuk menggerakkan hidup itu sendiri. Dalam doa kita menyadari bahwa kita manusia
yang lemah tak berdaya menyadari bahwa kita memerlukan Allah dan menyadari
dengan penuh bahwa keberadaan kita saat ini karena kebaikan dan keagungan Allah
Bapa. Kontemplasi Allah yang paling luhur oleh mereka yang hatinya suci dalam
Kecondongan tetap untuk menarik diri dari dunia dan bersemedi dalam hati
sebagai ciri khas peniten. Keheningan memiliki nilai tinggi dalam kehidupan seorang
peniten bagaimana hal ini dapat dihidupi oleh para pengikutnya. Maka perlulah kita
sebagi pengikutya selalu menyediakan waktu dan diri untuk mampu menciptakan
suasana hening dalam hati.
B. Makna Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi
Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di
Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi),
KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan
Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia
Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur
2011:6). Makna Gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi adalah kekuatan
untuk selalu yakin akan penyelenggaraan illahi.
1. Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi
Makna gerakan peniten rekolek mengajak kita untuk selalu sadar akan cita-cita
luhur untuk selalu membaharui diri terus menerus. Kesadaran akan pentingnya
keheningan dalam kehidupan religius. Perkembangan hidup religius dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi dalam kehidupan di biara. Pada kenyataannya untuk selalu hidup
dalam cita-cita memerlukan perjuangan dan kesetiaan dalam melaksanakannya.
Peniten rekolek adalah semangat yang mendasari hidup para suster yang memiliki
spiritualitas peniten rekolek. Semangat peniten rekolek sebagai suatu ikatan yang
selalu mau mengusahakan yang terbaik dalam kehidupannya. Hubungan dengan
keempat kongregasi bahwa selama ini semangat Peniten ini telah hidup dan tumbuh
subur dalam karya-karya para suster yang sampai sekarang masih dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan untuk selalu dapat menghidupi
semangat pembaharuan diri terus menerus. Kongregasi yang dialiri oleh semangat
Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus
Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster
Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu
semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki
semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6).
Moeder Theresia Saelmaekers adalah pendiri biara Breda. Sifat-sifatnya:
tangguh, bertanggungjawab, berani, pekerja keras, teguh pada prinsip dan percaya
akan penyelegaraan Tuhan. Biara Breda yang didirikan oleh Moeder Theresia
Saelmaekers berasal dari pembaharuan Limbur. Biara ini juga disebut dengan nama
biara peniten. Biara peniten di pengaruhi oleh semangat Suster dari Dongen. Biara ini
mengkhususkan untuk merawat secara fisik, tetapi ia juga memperhatikan kehidupan
rohani pasien. Kehidupan manusia dipulihkan secara utuh: sehat jasmani dan rohani
dalam arti terjadi keseimbangan dalam proses penyembuhan (Eddy Kristianto, 2009:
81).
Dalam kongregasi Alles voor Allen ditanamkan semangat berbagi, peniten
murah hati, rekolek tanpa pamrih dalam karya, percaya akan penyelenggaraan Ilahi.
Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini lah yang mendorongnya untuk membuka
Kepercayaan pada penyelenggaraan Ilahi ini dapat kita lihat dari peran Allah
dalam hidup pribadi para pengikutnya yang tangguh untuk berjuang seperti halnya Ibu
Theresia Saelmaekers, dalam karya misi yang dilakukan bukan hanya di Belanda
tetapi sampai di Indonesia, kongregasi peniten rekolek ini dapat berkembang sampai di
Indonesia, makna peniten rekolek ini dapat dirasakan dan dibuktikan dari cara
melayani pasien selain merawat secara fisik tetapi juga secara rohani.
Ini adalah bagan bentuk kekerabatan antara keempat konggregasi
Biara Breda Alles Voor Allen
Th 1830
Kelompok Theresia Saelmaekers dari Leuven
Biara Oosterhout Bergen op Zoom Biara Rotterdam Biara Breda Jl. Haagdijk
“Charitas” Th. 1834 “Pengungsian bagi “Alles voor Allen” “Ketika Aku Sakit,
Theresia Saelmaekers Penderita” Th. 1838 Th. 1841-1847 kamu melawat Aku”
(FCH-Palembang) Sr. Rosa de Bie Sr. Lucia Dierckx Th. 1880
(SFS-Sukabumi) (KSFL-Pematang Siantar) Sr.Malthilda Leenders
(FSE-Medan)
( Eddy Kristianto, 2009: 86)
Yang melakukan misi di bidang perawatan adalah pertama Peniten Rekolek
Roosendal (FCH) yang berdiri sejak tahun 1834 oleh Moeder Theresia Saelmaekers
dan di Indonesia mulai berkarya sejak tahun 1926 yang pusatnya di Palembang. Yang
Rosa De Bie dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1933 yang pusatnya di Sukabumi.
Yang ketiga Biara Peniten Rekolek Rotterdam (KSFL) yang berdiri sejak tahun 1847
oleh Moeder Lucia dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya
ada di Pemantang Siantar. Yang keempat Biara Peniten Rekolek Elisabeth Breda
(FSE) yang berdiri sejak tahun 1880 oleh Moeder Malthilda leenders dan di Indonesia
berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Medan.
2. Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek
Keempat kongregasi ini saling berhubungan kekerabatan seperti yang dapat
dilihat dalam diagram diatas. Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan beberapa
biara yang akhirnya datang dan berkarya di Indonesia. Semangat Ibu Theresia ini
dihidupi oleh tarekat-tarekat yang ada di Indonesia: FCH, SFS, KSFL dan FSE.
Maria Theresia, sebagai pemimpin religius, memiliki banyak andil dalam
mengembangkan kehidupan religius maupun kehidupan karya pelayanan. Barbara
(Saelmaekers) lahir di Brabant (Belgia), tanggal 5 September 1797. Nama Biara:
Suster Maria Theresia. Moeder Theresia Saelmakers ini adalah pendiri kongregasi
Fransiskan Breda. Biara Breda menggunakan Anggaran dasar Ordo ketiga Regular St.
Fransiskus Assisi dan Konstitusi Peniten Rekolek Reformasi Limburg (Eddy
Kristianto, 2009:79).
Biara Breda terbuka akan tugas perutusan dan dalam menanggapi zaman.
Theresia Saelmaekers memotivasi para susternya untuk selalu menghidupi semangat
“Alles Voar Allen”. “Alles voor Allen” menjadi nama resmi kongregasi sejak 21
Maret 1855 yang disahkan oleh J.F. Van Gogh dari Bergen Op Zoom. Dalam
dalam karya pelayanan (Moeder Theresia Saelmaekers, pendiri kongregasi Fransiskan
Breda : 29).
Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini yang mendorong ntuk membuka
komunitas-komunitas di Osterhout, Bergen Op Zoom, dan Rotterdam. Komunitas
yang didirikan itu merupakan pusat dari biara-biara yang ada di Indonesia Osterhout
adalah pusat biara FCH, Bergen Op zoom pusat biara SFS, Rotterdam adalah pusat
dari biara KSFL, dan Breda adalah pusat biara FSE. Hubungan keempat kongregasi
adalah hubungan saudara yang disatukan dalam satu semangat Peniten Rekolek “Alles
Voor Allen” yang artinya Semua untuk semua.
C. Peniten Rekolek Menurut St. Fransiskus Assisi
Peniten Rekolek berawal dari pertobatan St. Fransiskus Assisi oleh karena
dorongan dari Allah. Pertobatan yang membawa perubahan dalam hidupnya baik
sebagai titik awal perubahan dalam hidupnya. Dari hidup yang serba tidak menentu
menjadi pribadi yang memiliki arah hidup yang jelas. Perubahan yang menyeluruh dan
menembus batas diri sendiri.
1. Awal Pertobatan Fransiskus Assisi Ketika Berdoa Di depan Salib San Damiano
Fransiskus memahami “pertobatan (metanoia) Injili” merupakan perubahan
budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menembus batas diri seseorang yang
mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannya.
Fransiskus mengawali pembaharuan ketika berdoa di depan salib San Damiano.
yang dikehendakiNya, hal ini terwujud dalam sikap hidupnya setelah ia mendengarkan
suara Allah.
a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus Assisi
“Kami bersyukur kepadaMu karena sebagaimana dengan perantaraan Putramu, Engkau telah menciptakan kami, demikian pula karena belas kasihMu yang mahakudus, yang telah Engkau berikan kepada kami, Engkau telah membuat Dia, yang sungguh Allah dan sungguh Manusia, lahir dari Santa Maria tetap perawan, yang mulia dan amat berbahagia dan oleh salib, darah dan wafatNya, Engkau mau menebus kami, orang tawanan. Dan kami bersyukur kepadamu, karena PuteraMu itu akan datang lagi dalam semarak keagunganNya, untuk mengirim ke dalam api yang kekal orang-orang terkutuk yang belum melakukan pertobatan dan belum mengenal Engkau serta mengabdi kepadamu dalam pertobatan: “Marilah kamu yang diberkatioleh bapaKu, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia di jadikan.(Mat 25:34, AngTBul 23:3-5)
Fransiskus memulai langkah “Pertobatannya dalam Anggaran dasar Tanpa
Bulla dengan doa syukur. Pertobatan Fransiskus adalah suatu ungkapan terima kasih
karena kebaikan Allah atas belas kasih Allah bapa yang telah mengutus puteranya
untuk manusia.
Pertobatan dilakukan bukan karena semata-mata dorongan manusiawi,
melainkan tindakkan Allah. “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau
usaha orang, tetapi karena kemurahan hati Allah”.(Rom 9:16)
Apa yang dikerjakan Allah bukan karena jasa baik kita tetapi karena kebaikan
hati dan kasihnya, maka hal ini menjadi landasan untuk selalu dapat bersyukur. Hidup
dalam pertobatan adalah suatu tanggapan manusia akan kasih yang menyelamatkan
manusia, karena rasa syukur seseorang dapat melaksanakannya secara tulus dan
Fransiskus memberikan petunjuk kepada kita arah hidup religius yang sejati
khususnya dengan pertobatan yang tidak hanya dipergunakan untuk sendiri tetapi
menyeluruh. Pertobatan seturut injil suci, khususnya kotbah di bukit (bdk.Mat 5-7).
b. Praktik Hidup Pertobatan oleh Fransiskus Assisi sebagai jawaban total
Fransiskus menjalani hidup pertobatan dengan penuh kebahagiaan, yang
terungkap dalam keseluruhan hidupnya. Hidup pertobatan adalah jawaban total dan
terang-terangan dari hati penuh rasa syukur atas semua karunia Allah melalui Kristus.
Fransiskus bertekun dalam pertobatan yakni penyangkalan diri secara total menuju
kepada Tuhan.
Marilah kita mencinta Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan penuh daya pengertian, dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah, dan segenap perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan penuh hasrat, dan kemauan, Dia sudah dan masih memberikan kepada kita semuanya: seluruh badan, seluruh jiwa, dan seluruh hidup kita, Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta akan menyelamatkan kita karena belaskasihNya semata-mata, Dia sudah dan masih mengerjakan segalanya yang baik untuk kita, orang yang malang dan hina ini, busuk dan berbau, tak tahu terima kasih dan jahat” (AngTBul 23:8).
Dalam AngTBul 23:8 tersebut mau dikatakan bahwa sebagai rasa syukur
perlulah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dengan ketulusan dan cinta sejati
karena karya keselamatan yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ia telah menebus
manusia yang berdosa dengan belaskasih yang tak ternilai.
Melakukan pertobatan berarti membiarkan dirinya dipersatukan dan dipadukan
menjadi bagian kesatuan dengan Allah. Kerajaan Allah terwujud lewat kehadiran
manusia yang mau bertobat. Jawaban dan kesanggupan manusia untuk menjawab
panggilan Allah akan memampukan manusia berjuang dan mampu mewujudkan
pertobatan itu. Pertobatan bukan hanya semata-mata atas kemauan manusia tetapi
c. Puncak hidup pertobatan Fransiskus Assisi
Puncak pertobatan Injili adalah sebagaimana orang mampu melepaskan diri
sendiri demi Allah bahkan sampai melupakan diri. Hal ini berarti bahwa orang
mengarahkan hidupnya menuju pada Allah sampai kekal.
Fransiskus menyebut dirinya”jalan pentobat”. Pertobatan berhubungan dengan
metanoia pertobatan sejati. Pertobatan berasal dari Allah yang telah mencurahkan
kasihNya kepada manusia. Titik awal hidup pertobatan tidak terletak pada diri
seseorang tetapi terletak pada tindakan Allah. Allahlah yang menciptakan untuk
melakukan petobatan, melalui kristus Allah menyelamatkan manusia yang jatuh dalam
dosa.
Keseluruhan hidup Fransiskus adalah melakukan pertobatan Hidup dalam
rencana Allah adalah sesuatu yang membahagiakan. Maka janganlah menginginkan
dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan
menggembirakan kita, kecuali pencipta dan penebus serta penyelamat kita (AngTBul
23:9).
Kesempurnaan dan kepenuhan hidup pertobatan dipaparkan Fransiskus dalam
Anggaran Tanpa Bulla 23: 10-11
Dalam seluruh hidupnya Fransiskus menampakkan bagaimana ia telah
memberi teladan kesalehan khususnya dalam melakukan pertobatan sejati. Fransiskus
menyadari bahwa dirinya adalah adalah seorang pendosa yang perlu selalu kembali
kepada sang sumber rahmat. Kesadaran itu ia hidupi dan ia pancarkan lewat
kehidupannya setiap hari. Sikap radikal yang dimiliki Fransiskus adalah pembaharuan
diri terus menerus.
2. Teladan Hidup Fransiskus Assisi Terutama Dalam Memaknai Peniten Rekolek (Wasiat-Wasiat)
Bagi pengikut Fransiskus hidup Fransiskus merupakan teladan dalam
kehidupan. Hidup dijiwai oleh roh Fransiskan yang menjadi dasar atau disebut pilar
utama yang menopang kehidupan sebagai seorang Fransiskan. Berikut ini diuraikan
secara singkat ke-4 pilar utama roh Fransiskan itu:
a. Semangat Melakukan Pertobatan
Pertobatan merupakan tuntutan untuk suatu hidup religius, tetapi merupakan
elemen hakiki dari hidup kristiani. Pertobatan dalam semangat Fransiskan
mengandung dua unsur yang hakiki dan khas. Suatu pertobatan terus menerus dalam
arti biblis”metanoia” yaitu suatu gerakan batin manusia yang mengarahkan diri
kembali kepada Allah. Allah sebagai pusat hidup aspirasi dan aktivitas hidup.
Pertobatan dalam pandangan Fransiskan menunjukkan sikap batin (psikologi spiritual)
yang mengarahkan kerinduan utama jiwa dan gerakan hati yang tak henti-hentinya
(Eddy Kristianto 2009:203).
Gerakan hidup beroroientasi pada Allah mendorong pula aspek pekerjaan
karitatif-aktif terhadap orang-orang yang sungguh membutuhkan. Pelayanan karitatif
ketiga regular. Pertobatan bagi Fransiskus adalah perubahan orientasi yaitu dengan
memeluk orang kusta dan merawat mereka. Maka dalam sejarah kongregasi Peniten
Rekolek perhatian pada orang sakit, anak terlantar, orang miskin amat jelas (Eddy
Kristianto 2009:205). Karya karitatif merupakan dimensi konstitutif dari hal
melakukan pertobatan dalam semangat cinta kasih kristiani.
Pada saat ini kongregasi yang memiliki semangat Peniten Rekolek juga
memiliki karya-karya yang diperuntukkan untuk membantu mereka yang sakit dan
menderita sesuai dengan semangat pertobatan. Pelayanan karya karitatif disesuaikan
dengan zaman yang ada namun tetap dijiwai oleh semangat pelayanan kasih.
b. Semangat Berdoa
Berdoa merupakan puncak dari pertobatan. Dalam doa orang
mengkontemplasikan misteri dan karya Allah dan mengangkat pujian serta syukur
kepada Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Berdoa mencakup
keberadaan manusia sebagai makhluk yang selalu menundukkan diri kepada kehendak
Allah.
Dalam konteks hidup religius bercorak Fransiskan, dimensi hidup doa
mendapat tempat utama. Wejangan berkenaan dengan setiap orang yang bekerja
berbunyi: “Saudara-saudara yang diberi karunia oleh Tuhan untuk bekerja, hendaknya
bekerja dengan setia dan bakti, sedemikian rupa.... sehingga mereka tidak
memadamkan semangat doa dan kebaktian suci....” (AngBul V:1-2). Sedangkan
kepada setiap orang yang belajar dan studi, Fransiskus mengingatkan kita dalam surat
kepada Antonius: “Aku setuju, engkau mengajarkan teologi suci kepada para saudara,
asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian kepada studi itu,
Hal ini mau menegaskan bahwa Fransiskus menekankan hidup doa sebagai hal
yang utama dalam setiap pelayanan dan karyanya, mengapa demikian karena doa
menjadi obor yang mampu memhidupkan serta memberi kekuatan dalam karya
maupun dalam tugas-tugas yang dilaksanakannya. Maka Fransiskus menghendaki agar
para pengikutnya memili ikatan perasaan dengan Gereja yaitu dengan melakukan Ofisi
Ilahi atau Ibadat Harian. Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup mereka (Eddy
Kristianto 2009:208).
Aspek keheningan menjadi hal yang penting dalam gerakan Ordo ketiga
regular Fransiskan. Dalam keheningan orang mampu mendengarkan suara Allah lewat
Sabda Injil. Maka tradisi silensium magnum (keheningan total) mendapat tempat
dalam praksis hidup para Fransiskan.
c. Hidup dalam semangat kemiskinan
Semangat kemiskinandan kedinaan merupakan kembaran warisan rohani
Fransiskus. Roh kedinaan dalam semangat Fransiskus berkaitan dengan pilihan bebas
untuk mengambil disposisi batin sebagai minors, bawahan. Pilihan ini muncul bukan
karena sindrom rendah diri (inferiority complex) (ed. Eddy Kristianto 2009: 209).
Semangat kemiskinan Fransiskan merupakan suatu kemampuan dasar untuk
melepaskan, mengosongkan diri sebagaimana Kristus yang “walaupun Ilahi, tetapi
melepaskan keilahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7).
Hal ini mau mengatakan bahwa kedua hal diatas yaitu kedinaan dan
kemiskinan memiliki hubungan yang tak terpisahkan karena dalam kedinaan di sana
terkandung makna kemiskinan yang sesungguhnya, kemiskinan tanpa adanya
kerendahan diri tak dapat juga disebut miskin. Pengalaman yang dapat dirasakan