• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TIMBAL BALIK

ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik

Oleh:

Atik Suparyanti NIM : 081124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi, yang

telah memberikan kesempatan untuk belajar, orang tua yang selalu menyertaiku

dalam setiap doanya, teman-teman sepanggilan yang selalu memberiku semangat, dan

semua orang yang telah mendukungku lewat sapaan, senyuman, perhatian, kasih dan

(5)

v

MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.

Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.

Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.

(9)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.

The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.

Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah yang Maha baik, karena penyertaan-Nya yang

tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul:

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN

REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.

Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, untuk hidup religius

dalam hubungan dengan doa yang merupakan ciri khas kehidupan religius. Doa dan

pertobatan menjadi gerak bersama yang mampu mendukung dalam hidup rohani.

Penulis bersyukur bahwa kehadiran banyak pihak baik secara langsung

maupun tidak yang telah mendampingi, membimbing, mendoakan dan memotivasi

penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Rm. Dr. J Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama, yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, mengarahkan,

memberikan masukan dan memotivasi dalam menyusun skripsi ini.

2. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed. selaku kaprodi IPPAK yang telah

mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum selaku dosen penguji II dan

pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberikan motivasi,

membimbing dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi.

4. Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen III yang selalu setia

mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi.

5. Segenap Staf Dosen prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan

Universitas Sanata Dharma yang membimbing penulis selama belajar.

6. Sr. Maria, SFS dan para suster SFS komunitas Sragen yang terbuka dan

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 13

1.Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 14

2.Sejarah Peniten Rekolek menurut Kontitusi Limburg ... 17

a. Petrus Marchan Perancang Konstitusi Limburg ... 18

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg ... 19

c. Kekhasan Yohana Van Yesus ... 21

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi ... 26

(13)

xii

2.Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek ... 29

C. Peniten Rekolek menurut St. Fransiskus Assisi ... 30

1.Awal Pertobatan St. Fransiskus Assisi ketika berdoa di depan Salib San Damiano ... 30

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus ... 31

b. Praktek Pertobatan oleh Fransiskus ... 32

c. Puncak Hidup Pertobatan Fransiskus ... 33

2.Teladan Hidup Fransiskus Assisi dalam Memaknai Peniten Rekolek a. Semangat Tobat ... 34

b. Semangat Doa ... 35

c. Hidup dalam Kemiskinan ... 36

d. Hidup dalam Semangat Kehinadinaan ... 37

D. Spriritualitas Peniten Rekolek dalam Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi ... 37

1.Pengertian Spiritualitas secara umum ... 38

2.Pengertian Spiritualitas menurut Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan Kapitel Th. 2012 ... 38

a. Menghayati Kasih ... 39

b. Yesus Kristus Injili ... 39

c. Hidup Persaudaraan ... 40

d. Tobat ... 40

e. Doa ... 40

f. Pelayanan ... 41

g. Kesederhanaan ... 41

3. Usaha Kongregasi dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas ... 42

E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek ... 43

1.Tantangan Zaman Modern bagi Suster Fransiskan Sukabumi ... 43

2.Relevansi Peniten Rekolek untuk Zaman ini ... 46

(14)

BAB I PENDAHULUAN

Hidup religius adalah salah satu bentuk panggilan khusus. Seorang religius

yang dipanggil memerlukan waktu untuk dapat berproses dalam menanggapi

panggilanNya. Dalam proses menanggapi panggilan perlu memperhatikan hidup

doanya. Bagi para religius doa merupakan hal yang pokok dan mendasar yang perlu

dihayati dan dihidupi. Doa menjadi dasar bagi para religus untuk dapat melaksanakan

apa yang menjadi kehendakNya. Sebagai religius tidak hanya melaksanakan doa tetapi

juga perlu melakukan pertobatan dengan semangat tobat. Doa dan pertobatan Dalam

kehidupan seorang religius merupakan hal penting, begitu juga dalam hidup para

Suster Fransiskan Sukabumi doa dan pertobatan merupakan dua hal yang penting yang

perlu diusahakan untuk semakin menjadi milik. Doa dan pertobatan merupakan dua

hal penting karena para Suster Fransiskan Sukabumi memiliki spirit hidup sebagai

peniten rekolek. Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat

peniten rekolek ini maka perlunya on going formation (pembelajaran terus menerus).

Dalam bab I penulis akan menguraikan latar belakang penulisan skripsi, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan mengenai hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek

menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.

A. Latar Belakang

Hidup religius merupakan panggilan yang dihayati oleh manusia dalam

(15)

Hidup Kristen merupakan hidup pertobatan terus menerus, yang berarti terus menerus

mengarahkan hidup kepada Tuhan, atau dipanggil untuk mengadakan pembaharuan.

Pembaharuan itu bukan berarti mengubah atau menggantikan karisma khas hidup

religius, sehingga pembaharuan itu tetap menjaga kekhasan tarekat. Pembaharuan

yang perlu dilakukan antara lain dalam hal doa.

Doa merupakan sarana memupuk hidup batin (ET n. 45) doa adalah ungkapan kedalaman kerinduan untuk dapat berjumpa dengan Allah. Doa adalah ungkapan semangat keanakkan maupun semangat penghambaan di hadapan Allah dan merupakan pernyataan iman bahwa Allah memang kuasa atas hidupnya. Oleh karena berdoa merupakan saat dimana orang membiarkan Allah menyatakan diriNya menopang hdup manusia. Doa merupakan bentuk olah diri agar menjadi orang rohani. (Darminta,1983:28-29)

Doa adalah sarana dimana seorang religius menyadari bahwa hidupnya ditopang oleh

Allah, dan sumber kehidupannya. Pengalaman akan kepercayaan dan keyakinan akan

pertolongan Allah itu terungkap dalam doa. Dalam doa orang akan bertemu dalam

relasi intim penuh kerinduan akan peran serta Allah dalam kehidupannya.

Doa merupakan bagian inti dalam kehidupan seorang religius. Dalam Konsili

Vatikan II, dalam Dekrit Perfectae Caritatis (1993: art. 6) menegaskan: “ Mereka yang

mengikarkan nasihat Injil harus mencari dan mencintai di atas segalanya Allah, Yang

lebih dahulu mencinta kita (bdk 1 Yoh 4: 10). Dalam segala situasi hendaknya mereka

mengembangkan kehidupan yang tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (bdk

Kol 3:3)”. Relasi yang intim dengan Allah dalam ketulusan dan penyerahan diri yang

utuh akan semua realitas hidup.

Setiap pribadi religius diharapkan mampu mengembangkan hidup pribadinya

dan imannya sehingga memiliki daya dampak dalam kehidupannya. Sebagai religius

yang secara khusus mengabdikan diri bagi Kristus dalam hidup dalam ketaatan,

(16)

untuk semakin menghayati imannya salah satunya adalah pembaharuan yang

ditetapkan oleh Konsili Vatikan II ialah:

Lembaga hidup monastik hendaknya dipertahankan dengan setia dan makin memancarkan semangatnya yang asli baik Timur maupun Barat. Lembaga ini berjasa luhur selama perjalanan abad dalam Greja dan dalam masyarakat manusia. Tugas utama para rahib ilaha memberikan pelayanan kepada Kedaulatan Ilahi, pelayanan yang serentak rendah hati dan anggun di balik tembok-tembok pertapaan, ilahi dalam kehidupan tertutup, maupun dengan menerima secara sah sejumlah karya dibidang kerasulan atau cinta kasih Kristen. Maka, sambil mempertahankan ciri khas tiap lembaga, hendaknya tradisi-tradisi tua yang baik diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan jiwa-jiwa dewasa ini sekian, sehingga pertapaan menjadi semisal pesemaian bagi pembaharuan umat Kristen. Demikian pula sebaliknya biara-biara yang berdasarkan peraturan atau lembaganya menggabungkan secara mesra kehidupan kerasulan dengan ofisi dalam koor dan dengan tata hidup pertapaan, menyerasikan cara hidupnya dengan tuntutan-tuntutan kerasulan yang sesuai baginya, sehingga mereka mengikuti tata hidupnya dengan setia sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan Gereja. (PC. Art. 9)

Lembaga hidup bakti perlu menyadari pentingnya kontemplasi karena dimensi ini

ditemukan dalam doa dan karya. Doa menjadi salah satu makanan jiwa dan kekuatan

dalam kehidupan seorang religius. Kehidupan doa tidak hanya berhenti pada

keteraturan, ketaatan, kedisiplinan dalam doa tetapi juga menyangkut pada hal-hal

lainnya. Doa yang dihayati dan dihidupi ini setiap hari perlu memiliki daya dampak

dalam kehidupan seorang religius. Doa menjadi salah satu hal penting dalam

kehidupan religius. Doa menjadi kekuatan dalam kehidupan religius, berbagai usaha

dilakukan untuk dapat semakin memaknai doa. Pembaharuan dalam hidup doa perlu

diusahakan terus menerus karena doa ini menjadi inti hidup religius yang perlu

dikembangkan dan dihayati sehingga semakin memantapkan hidup panggilan.

Pembaharuan yang dilakukan oleh lembaga religius tidak hanya dalam hidup

doa tetapi juga semangat tobat, karena tobat menjadi ciri khas seorang religius. Hidup

(17)

mengembangkan hidup rohani. Dalam kongregasi SFS kehidupan doa dan semangat

pertobatan perlu diperbaharui terus menerus karena SFS memiliki dua ciri khas yaitu

sebagai peniten rekolek sebagai pentobat dan pendoa. Para suster Fransiskan

Sukabumi memiliki semangat Peniten Rekolek. Peniten artinya: pertobatan dan

Rekolek artinya: mengumpulkan kembali. Jadi Peniten Rekolek artinya: Kembali

memusatkan diri pada Allah. Bentuk dari peniten : pertobatan, ulahtapa, matiraga.

Bentuk rekolek: samadi, permenungan, kontemplasi. Usaha untuk kembali pada

semangat awal ini memotivasi untuk sungguh menghargai dan memberi tekanan

penting khususnya dalam hidup rohani yang menjadi salah satu aspek yang

menentukan dan mendukung hidup sebagai religius.

Kongregasi SFS disebut: “Saudara-saudari para pentobat” (AngOrReg art.2).

Mengapa disebut dengan saudari-saudari para pentobat, karena Fransiskus

menamakan dirinya adalah pentobat dari Asisi. Fransiskus sangat menekankan hidup

dalam pertobatan, ia sangat menghidupi semangat tobat dalam keseluruhan hidupnya.

“Pertobatan” biasanya dipahami sebagai praktek usaha-usaha matiraga lahiriah,

seperti halnya: puasa dan matiraga. “Pertobatan” (Metanoia) Injili berarti harafiah

merupakan suatu perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menerus atas

diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh

keberadaannnya.

Di setiap tempat di mana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu, hendaklah saudara-Saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, dan mahaluhur, Bapa dan Putera dan Roh kudus; hendaklah mereka memiliki-Nya di dalam hati dan mencintai-Nya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita harus selalu bedoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian itu.

(18)

Dengan jelas dikatakan Fransiskus bahwa saudara-saudari selalu menyediakan waktu

khusus untuk berdoa serta tidak jemu-jemu. Menyadari bahwa Allah sungguh

Mahaluhur dan pengikutnya diajak untuk memiliki kesungguhan dalam kehidupannya.

Fransiskus mengajarkan kepada kita religius yang mengambil semangat dari St.

Fransiskus, dapat mengikuti hidup seturut injil. “Cara hidup saudara-saudari Ordo

Ketiga Regular Santo Fransiskus ialah: menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus,

dengan itu hidup dalam ketaatan tanpa milik dan dalam kemurnian....(AngOrReg

Art.1). Berarti bahwa Injil menjadi sumber utama dari segala peraturan yang ada.

Dalam AngOrReg dinyatakan bahwa setiap saudara yang mengambil spiritualitas

Fransiskus diajak untuk menepati Injil sebagai pegangan dan pedoman dalam

kehidupannya.

Sebagai pengikut Fransiskus para suster SFS diingatkan untuk selalu:

...Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib mengerjakan hal-hal yang lebih banyak dan lebih besar dengan menepati perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus, dan mereka harus menyangkal dirinya sebagaimana mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah (AngOrReg art.1b hal: 6)

Dalam AngOrReg ini Fransiskus memberikan beberapa nasihat yang diarahkan bagi

kaum religius . Undangan untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luhur sesuai

dengan injil yang memadukan pertobatan. Pertobatan injili yang dituntut oleh

kehadiran kerajaan Allah. Hidup pertobatan dapat diwujudkan lewat: puasa badani,

matiraga terhadap kesombongan, dan melawan dosa-dosa.

Dalam kehidupan religius kita temukan juga adanya kecenderungan untuk

mapan, tidak mau berubah, merasa sudah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak

(19)

tak berkembang, diantaranya adalah dalam doa bisa kita lihat bagaimana kehadiran

dalam doa itu sungguh dengan sepenuh hati atau hanya sekedar kewajiban saja. Begitu

pula dalam penghayatan pertobatan apakah sudah mampu untuk mewujudkannya

dalam kehidupan bersama. Para suster SFS juga mengalami kesulitan terutama dalam

penghayatan dan menghidupi spiritualitas kongregasi.

Dalam rekomendasi kapitel di Sukabumi, tanggal 3 April 2012 para kapitularis

menemukan sejumlah keprihatinan, bertolak dari pengalaman hidup sebagai anggota

Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi khususnya dalam hidup komunitas,

menggereja dan memasyarakat. Keprihatinan mendorong untuk mencari, menggali,

menemukan dan mendalami khasanah rohani pendiri, kongregasi, sejarahnya antara

lain: Upaya-upaya pendalaman spiritualitas belum cukup memotivasi, mendorong dan

menggugah para Suster Fransiskan Sukabumi untuk hidup sesuai dengan spiritualitas.

Dalam Kapitel ini menjadi titik tolak untuk melihat bahwa para suster SFS perlu

memahami dan mendalami spiritualitas sebagai suatu bentuk on going formation.

Pembaharuan terus menerus adalah salah satu usaha untuk semakin mengembangkan

hidup religius. Sebagai seorang religius dituntut untuk selalu hidup dalam semangat

pembaharuan terus menerus. Pembaharuan terus menerus ini dikenal dalam kehidupan

religius sebagai on going formation. Pembaharuan yang dilakukan dalam kehidupan

religius dilakukan dalam banyak aspek antara lain: doa, persaudaraan, spiritualitas,

karya, pelayanan, dll. Pembaharuan ini dirasakan sebagai usaha yang tidak hanya

sekali jadi, perlu proses yang panjang dan juga ketekunan dalam mengusahakannya.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara doa dan semangat

(20)

Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi. Akan tetapi, agar mereka semua bersatu dalam pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, saat orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibaannya secara lebih setia dan terutama dengan puasa dan berpantang, seturut norma kanon(1249).

Dalam kanon ini mau ditegaskan bahwa perlu melakukan pertobatan yang sejati yang

disertai dengan kesungguhan, melakukan hal-hal yang nyata yang menjadi ciri khas

pertobatan. Pertobatan berdasarkan AngOrReg art. 13 memberikan beberapa orientasi

yang khas pertobatan: perjalanan pertobatan, tindakan-tindakan penitensi dan

partisipasi dalam sengsara Kristus. Anggaran Dasar dan cara hidup Saudara-saudari

Ordo ketiga regular Santo Fransiskus (2001:pasal 1 ayat 2) sebagai berikut:

Saudara-saudari dari Ordo ini, bersama semua orang yang mau mengabdi Tuhan Allah di dalam Gereja yang kudus, katolik dan apostolic, hendaknya bertekun dalam iman dan pertobatan yang sejati. Mereka mau menghayati pertobatan injili ini dalam semangat doa dan kemiskinan serta kerendahan hati. Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari segala kejahatan dan bertekun dalam yang baik hingga akhir sebab Putera Allah sendiri akan datang dengan mulianya dan mengatakan kepada semua orang yang mengakui Dia dan menyembah serta mengabdi kepadaNya dalam pertobatan: Mari hai kamu yang diberkati Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak awal.

Dalam usaha untuk mengahayati dan melakukan pembaharuan tentu mengalami

pasang surut maka perlu usaha untuk terus meningkatkan semangat peniten rekolek

dalan kehidupan para suster Fransiksan Sukabumi. Para suster SFS sudah banyak

belajar untuk memahami maksud dari konstitusi dan memahami apa yang menjadi ciri

khas kongregasi yaitu semangat peniten rekolek, maka dalam usaha untuk semakin

paham dan menghayati perlu ada pembelajaran terus menerus: lewat belajar bersama,

(21)

Pemahaman akan doa dan semangat peniten rekolek perlu dipahami oleh para

suster karena hal ini mendukung dalam penghayatan dalam kehidupan bersama.

Pembaharuan terus menerus berkaitan dengan doa perlu diusahakan untuk semakin

meningkatkan hidup beriman kristiani. Sehingga para suster semakin tangguh dalam

kehidupan serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah-masalah yang ada,

sehingga mampu mewujudkan diri sebagai tempat pengungsian bagi yang

membutuhkannya. Doa menjadi sumber kekuatan dan ciri khas seorang Fransiskan

rekolek maka dimensi hidup doa menjadi hal yang penting yang perlu diusahakan.

Sehingga doa bukan hanya sebatas formalitas saja atau kewajiban tetapi sebagai

kebutuhan yang hakiki yang mampu mendukung dalam kehidupan sebagai seorang

Fransiskan sejati. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan antara

doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para suster SFS apakah dari antara

keduanya ada hubngan yang semakin menyuburkan sehingga mampu mewujudkan

sebuah pembaharuan. Doa menuju pada pembaharuan terus menerus dan pertobatan

yang sejati.

Agar manusia tidak terjebak dalam rutinitas doa maka perlu melakukan

pembaharuan terus menerus, dalam hal motivasi, semangat, memberi makna dalam

doa. Bukan hanya sekedar rutinitas, atau kewajiban tetapi sebagai sumber kekuatan

kekuatan yang menghidupkan. Untuk dapat memahami hubungan timbal balik antara

semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga keduanya dapat saling

mendukung dan semakin memajukan kehidupan rohani. Memampukan menjadi setiap

anggotanya untuk menjadi pembawa damai bagi sesama, dewasa dan mampu

(22)

gagasan-gagasan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para Suster Fransiskan

Sukabumi, sehingga pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul:

“HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.”

B. Rumusan Permasalahan

1. Apakah latar belakang semangat peniten rekolek Suster Fransiskan Sukabumi?

2. Bagaimanakah pandangan Suster Fransiskan Sukabumi mengenai semangat

peniten rekolek?

3. Bagaimana doa dalam kehidupan para suster Fransiskan Sukabumi menurut

spiritualitas kongregasi?

4. Bagaimana hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam

kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi?

5. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk semakin menyuburkan semangat peniten

rekolek bagi para Suster Fransiskan Sukabumi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mendalami latar belakang

sejarah semangat peniten rekolek.

2. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk semakin memahami dan

(23)

3. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi semakin menghidupi doa seturut

spiritualitas kongregasi.

4. Membantu Para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mengetahui hubungan timbal

balik antara doa dan semangat peniten rekolek.

5. Menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga buah-buah

pertobatan sungguh dapat diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi para Suster Fransiskan Sukabumi

Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi dalam menghayati doa dan semangat

peniten rekolek.

2. Bagi kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi

Memberikan sumbangan untuk dapat mengusahakan menyuburkan doa dan

semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.

3. Bagi penulis

Melalui ini penulis semakin diajak untuk lebih mendalami dan menghayati doa

dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan Suster Fransiskan Sukabumi.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode studi pustaka yakni

dengan membaca buku-buku dari berbagai sumber dan menyerapnya sebagai bahan

untuk menulis skripsi. Selain itu penulis juga menyebarkan kuisoner untuk dapat

(24)

dialami penulis pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan para Suster

Fransiskan Sukabumi.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini berjudul “Hubungan Timbal Balik antara Doa dan Semangat

Peniten Rekolek menurut Spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi”. Dalam penulisan

skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab yakni:

Pada bab I pendahuluan yang meliputi: Latar belakang penulisan skripsi,

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

Pada bab II, penulis akan menguraikan dalam 5 bagian. Bagian pertama

menjelaskan mengenai sejarah peniten rekolek beserta tokoh-tokoh yang menjadi

penggerak peniten rekolek. pada bagian kedua membahas mengenai makna gerakan

peniten rekolek bagi keempat kongregasi. bagian ketiga berbicara mengenai peniten

rekolek menurut St. Fransiskus Assisi. Bagian keempat tentang spiritualitas peniten

rekolek dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi dan bagian kelima berisi

mengenai tantangan dalam menghidupi peniten rekolek.

Pada bab III, penulis akan membahas mengenai, Doa dalam kehidupan para

suster Fransiskan sukabumi. Hidup doa, pengertian doa: doa menurut kitab suci, doa

menutur dokumen Konsili Vatikan II, Makna doa, persoalan dalam doa. Doa dalam

konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi, Jalan kontemplatif dan asketik dalam doa.

Makna peniten rekolek dalan doa, tantangan penghayatan doa dalam semangat

peniten, dan peniten rekolek secara timbal balik dalam kehidupan para Suster

(25)

Pada bab IV, penulis akan membahas mengenai program Katekese sebagai

salah satu sarana untuk on going formation demi mendukung perkembangan hidup doa

dan pertobatan. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) untuk mengaktualisasikan

doa dan pertobatan dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan dibagi dalam tiga

bagian, bagian pertama berisikan tentang on going formation dalam hidup religius,

bagian kedua membahas mengenai katekese sebagai salah satu usaha dalam On going

formation. Pada bagian ketiga beriskan tentang usulan program katekese beserta

contohnya.

(26)

BAB II

SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

Peniten rekolek merupakan semangat yang dihidupi oleh religius SFS. Pada

Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang peniten rekolek dalam kongregasi suster

Fransiskan Sukabumi (SFS), pada bagian pertama berisi mengenai latar belakang

gerakan peniten rekolek. pada bagian kedua berisi tentang makna gerakan peniten

rekolek bagi kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi, pada bagian ketiga memuat

Gerakan ini tidak dapat terlepas dari seorang tokoh yaitu St. Fransiskus Assisi.

Tantangan dalam penghayatan dan relevansinya. Gerakan ini muncul karena peran

serta Fransiskus dalam mendirikan ordo, St. Fransiskus Assisi mendirikan tiga ordo:

Ordo pertama yaitu Ordo Saudara Dina, Ordo kedua yaitu Ordo Klaris, dan Ordo

ketiga yaitu Ordo Peniten. Ordo Peniten adalah ordo aktif yang berada di tengah

dunia, yang ingin mengabdi Allah dan sesama, menurut Injil dalam tapa dan karya

amal.

A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi

Pada bagian latar belakang gerakan peniten rekolek akan di munculkan 2 hal

yaitu sejarah peniten rekolek yang bermula dari Fransiskus Assisi yang memiliki

kekhasan dalam hidupnya sebagi seorang peniten rekolek. Pada bagian kedua memuat

tentang sejarah peniten rekolek dalam konstitusi limburg di mana dalam konstitusi ini

diatur segala hal yang berkaitan dengan cara hidup para peniten rekolek yang

(27)

Gerakan peniten rekolek adalah salah satu pembaharuan dalam kehidupan

religius pada abad ke-17. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh seorang tokoh yaitu

Martin Luther. Pembaharuan dalam hidup membiara ditunjukkan dengan semangat

untuk semakin menghayati Injil suci Tuhan Yesus Kristus tanpa terlepas dari tradisi

hidup membiara. Gerakan ini melestarikan tradisi hidup membiara menggunakan

unsur baru tetapi juga tidak melupakan unsur lama. Gerakan pada abad itu disebut

“peniten” yang artinya pentobat. Fransiskus Assisi memperkenalkan kelompoknya

sebagai “pentobat dari Assisi”. Para religius yang tertarik pada cara hidup Fransiskus

dan meneladan pola menghayati Injil ala Fransiskus disebut sebagai para peniten.

1. Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi

Sejarah peniten rekolek berawal dari St. Fransiskus Assisi yang memberi

perhatian besar pada pembaharuan. Pembaharuan bagi Fransiskus adalah semacam

usaha untuk kembali ke awal simple, sederhana, tidak mencolok sesuai dengan bentuk

hidup Fransiskus (Eddy Kristianto 2009: 21-22). Gerakan peniten rekolek ini hanya

terdapat dalam gerakan religius Fransiskan “Minoriten” atau OFM saja (Eddy

Kristianto, 2009: 19). Hal ini mengatakan bahwa gerakan peniten rekolek ini tidak

terdapat pada dua ordo OFMConv dan OFMCap, meskipun ketiganya sama-sama

meneladan cara hidup Fransiskus Assisi tetapi masing-masing ordo memiliki

kekhasannya yang berbeda satu dengan yang lain. Karena cara hidup Fransiskus yang

khas membuat banyak orang tertarik untuk bergabung bersama dengan Fransiskus,

meskipun pada awalnya Fransikus tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan ordo.

Ordo pertama Santo Fransiskus yang melaksanakan Anggaran Dasar (Regula)

(28)

yang lahir dari ranah Observan. Fransiskan Observan berusaha menepati regula

dengan baik. Hal itu mau menegaskan bahwa “penyesuaian” terus menerus untuk

menjadi pribadi yang berkwalitas dengan tetap menyadari keterbatasannya sebagai

manusia. Kesetiaan pada regula St. Fransiskus Assisi dengan tidak ada pemaafan

keterbatasan diri dan juga pembenaran diri karena situasi, sehingga regular

dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan kesetiaan tanpa terkecuali ( Eddy Kristianto,

2009:23).

Dalam perjalanan waktu, untuk dapat sungguh menghayati regula dengan setia

tidak selalu dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena ada juga kemerosotan dalam

upaya penghayatan semangat awal. (Eddy Kristianto 2009: 24). Maka muncullah

gerakan pembaharuan untuk menghidupkan jiwa regula. Untuk melakukan

pembaharuan itu diperlukan upaya yang pelik, unik dan rumit sehingga hal ini

berujung pada pemisahan. Kelompok Observan; melaksanakan, melakukan,

menghayati adalah rekolek. Gerakan ini merupakan usaha bersama (Eddy Kristianto

,2009: 25). Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan pembaharuan ini bukan hanya

diprakasai oleh seorang tokoh saja tetapi merupakan gerak bersama yang akhirnya

menghasilkan suatu pembaharuan.

Reformasi katolik disuburkan oleh Reformasi Protestanisme (Martin Luther cs)

dan Kontra Reformasi (Konsili Trento). Tahta suci berkepentingan untuk mengawasi,

dan terutama memelihara dengan penuh perhatian kelompok-kelompok religius supaya

kelompok ini menghayati dengan benar nasehat Injil dan memenuhi harapan Gereja

Katolik Roma (Eddy Kristanto, 2009:25).

Sri Paus Clemens VII menerbitkan surat edaran yang berjudul In Suprema Kan

(29)

berlangsungnya pembaharuan hidup religius di lingkungan Gereja khususnya dalam

keluarga Fransiskan. Sri Paus dan Raja Henry IV mendukung gerakan rekolek

sehingga memperoleh otonomi dari Observan. Pada 1602 Clemens VIII menyatakan

para rekolek sebagai putra-putra sejati Fransiskus Assisi (Eddy Kristanto, 2009:26).

Rekolek merupakan salah satu cabang dari Observan yang muncul di Eropa

barat pada abad ke-16 dan berkembang terutama di Prancis, Jerman, Belanda dan

Belgia. Rekolek menciptakan dan mempertahankan tradisi tinggal di pedesaan,

desentralisasi, menjunjung tinggi keugaharian, dan kesederhanaan melalui ulah tapa,

doa serta meditasi dan refleksi. Petrus Marchant adalah minister Provinsi Belgia, ia

adalah seorang Fransiskan Rekolek, yang memberikan ilham kepada Johanna Van

Jesus untuk melalukan reformasi dari dalam hidup religius yang ia hayati.

Adanya hubungan antara satu dengan yang lain menghasilkan suatu tektur,

yang mampu mendukung gerakan peniten ini, karena sejak awal diungkapkan, bahwa

gerakan ini bukan sebagai gerak personal melainkan gerak bersama yang melibatkan

banyak tokoh dalam mewujudkannya. Fransiskus Assisi menamakan kelompoknya

sebagai: Ordo Pentobat” (The Order of Penitence), tetapi pada akhirnya istilah ini

dipakai oleh Ordo ketiga regula Santo Fransiskus yang sudah eksis pada abad ke-13.

(Eddy Kristianto, 2009:28).

Hal-hal yang mematangkan dan menjadi humus dalam peniten rekolek adalah

askese (spiritual exercises, penguasaan diri, matiraga-puasa, penyangkalan diri) dan

discretion (pembedaan roh). Dalam karya-karyanya, Poverello d’Assisi mewariskan

kehendak dan semangat yang kuat dengan askese. Askese yang dimaksud adalah

sikap tobat sejati dan kesadaran akan kerapuhan diri di hadirat Allah yang mahaagung,

(30)

yang hendak di usahakan adalah hati yang wening (jernih) dan roh ilahi yang

menguasai insani religius.

Semangat doa dan devosi tidak bisa tidak dalam tradisi Fransiskan merupakan

buah utama mengikuti Kristus dan oleh karena itu menduduki tempat terpenting dalam

kehidupan Fransiskan. Tanpa pengalaman yang mendalam akan Allah, para fransiskan

tidak akan mampu berbagi (peduli dan terlibat) dihadapan penderitaan bangsa

manusia. Maka perlu menyadari perlunya menemukan kembali dimensi kontemplatif

dari cara hidup ini.

Para Fransiskan menjunjung asas Copmtemplatio aliis tradere artinya

membawa, menarik hasil dan buah kontemplatisi kepada orang lain (Eddy Kristanto,

2009:30). Hal ini mau menggambarkan bahwa kontemplasi yang dilakukan oleh para

pengikut Fransiskus ini bukan hanya berhenti demi untuk keperluan pribadi tetapi juga

dapat dirasakan oleh sesama lewat tutur kata, perbuatan dan pelayanan.

Para religius bukanlah orang-orang yang tinggal di menara gading, terpisah

dengan masyarakat, melainkan bagian itegral masyarakat. Para religius memiliki

kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan sehingga terasa kesehatian

dengan masyarakat. Munculnya rekolek menegaskan adanya semangat untuk kembali

ke akar ke sumber cita-cita pendiri seraya mempertimbangkan zaman. Gerakan

rekolek mau mengingat kembali pada jati dirinya.

2. Sejarah Peniten Rekolek Menurut Konstitusi Limburg

Pembaharuan yang terdapat dalam konstitusi Limburg adalah pembaharuan

yang terjadi dipengaruhi oleh Gereja di mana pada abad ke-17 di dalam gereja

(31)

seorang pembaru hidup religius Suster-suster Ordo Fransiskan Regular (Nico Dister

2011:5). Pembaharuan ini dimulai dari kota Limburg (pegunungan Ardennes, Belgia)

dan dikenal dengan sebutan “Reformasi Limburg”.

Di antara serikat Ordo Fransiskan Regular di Indonesia ada yang berasal dari

Nederland dan mengikuti reformasi Limburg dan berspiritualitas Peniten Rekolek.

Biara Suster Peniten Rekolek di Breda (Belanda) yang bersemboyan Alles voor allen

adalah ibu kandung dari keempat kongregasi yaitu FCH (Palembang), SFS

(Sukabumi), KSFL (Pematangsiantar), dan FSE (Medan). Konstitusi Limburg pada

abad XVI dipakai untuk pegangan dan konstitusi ini dirancang oleh Muder Yohana

bersama saudara dina bernama Petrus Marchant (Nico Syukur Dister 2011:6). Kedua

tokoh inilah yang telah membaharui semangat peniten rekolek dengan cara menyusun

atura-aturan dalam biara yang akan mengingatkan para peniten untuk semakin

menghayati panggilannya. Konstitusi Limburg ini memuat tentang aturan-aturan hidup

dalam biara yang mengajak pengikutnya untuk kembali pada semangat awal.

Semangat awal itu adalah kesadaran bahwa sebagai pengikut Fransiskus yang peniten

dan rekolek, yang tidak melupakan doa dan pertobatan sebagai kekhasannya.

a. Petrus Marchant Perancang Konstitusi Limburg

Petrus Machant adalah salah seorang anggota Fransiskan rekolek yang lahir

tahun 1585 di Couvin, Provinsi Namur. Setelah masuk persaudaraan Fransiskan

Rekolek, beliau ditugaskan oleh ordonya pertama-tama ke Jerman dan kemudian ke

Belanda dan Inggris . Ia mendirikan Provinsi Santo Yosef di Flandria dan tahun 1625

(32)

Petrus Marchant membidani lahirnya kongregasi Peniten Rekolek serta

menyusun konstitusi Peniten Rekolek (tahun 1623). Konstitusi ini disusun berdasarkan

inspirasi dari Sr. Yohana Van Jesus yang terdorong oleh Ilham Ilahi bercita-cita untuk

membaharui semangat hidup religius Ordo ketiga Regular St. Fransiskus. Konstitusi

disahkan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634. Lalu konstitusi ini menjadi sumber

pegangan bagi para religius yang menamakan dirinya Peniten Rekolek (Eddy

Kristianto, 2009: 39)

Pada tahun 1841, atas rekomendasi Mgr. Johanes Van Hooydonk, konstitusi itu

dicetak ulang untuk kepentingan para religius yang baru tumbuh diwilayah

keuskupannya, seperti di Dongen, Etten, Roosendal, Bergen Op Zoom, dll. Petrus

Marchant kemudian menjadi Devinitor Jendral seluruh Ordo St. Fransiskus dan Kustos

di Flandria dan akhirnya diangkat menjadi Komisaris Apostolik Jenderal. Beliaulah

yang menerima pembaharuan profesi religius Johana Van Jesus, ia mengantar mereka

ke tempat yang telah dipersiapkan yaitu di Limburg. Petrus Machant menjadi

pembimbing rohani. Sampai pada akhir hidupnya ia setia mendampingi para suster

kongregasi Peniten Rekolek. Petrus Marchant wafat di Gent pada tanggal 11

November 1661 (Eddy Kristisnto, 2009: 41).

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg

Johana Van Yesus lahir pada tanggal 3 Agustus 1576 di Gent. Nama babtisnya

Johanna Baptista Neerinckx. Ayahnya bernama Neerinckx, seorang pegawai pajak

terkemuka di Gent. Masyarakat menghormatinya, karena ia mencerminkan hidup

sebagai seorang kristiani, yang jujur dalam menjalankan tugasnya. Ia mempunyai

(33)

Pada usianya yang ke- 28 tahun Johanna Babtista Neerinckx masuk biara.

Berawal dari pertemuan dengan seorang Fransiskan Rekolek, kemudian dia

memutuskan untuk masuk biara Ordo santo Fransiskus yaitu kongregasi Suster-suster

Kelabu di kota Gent dengan nama Sr. Johanna Neerinkx. Kongregasi ini merupakan

Ordo Ketiga regular Santo Yakobus yang membaktikan diri kepada perawatan

orang-orang sakit. Terdorong untuk menjadi putri yang terbaik dari Bapa Fransiskus, maka

ketika dipilih menjadi pemimpin dalam kongregasi, ia mulai mengadakan

pembaharuan. Ia meletakkan pembaharuan dengan keyakinan bahwa Allah adalah

segala-galanya dan manusia bukan apa-apa dihadapan –Nya. Agar hatinya terus

menerus ada pada hadirat-Nya maka sikap hening “clausura” dipandang penting.

Pembaharuan ini ditolak oleh para anggotanya, sehingga akhirnya ia memutuskan

untuk mengundurkan diri dan menjadi suster biasa.

Jiwa pembaharuan lebih diarahkan pada diri sendiri sampai mendapat waktu

yang cukup matang. Keheningan dia ciptakan di sekeliling dirinya sehingga membuat

suara Tuhan meresapkan lebih dalam. Ia juga tercekam oleh keinginan untuk melihat

clausura, dan itu sangat mempengaruhi seluruh hidupnya, kemudian ia menjadi tidak

tenang sebelum mewujudkannya (Eddy Kristianto, 2009: 43).

Untuk mewujudkan pembaharuan itu ia mengalami ketakutan, suatu ketakutan

yang sungguh beralasan mengingat kesadaran atas kesulitan-kesulitan yang akan

dihadapi di satu pihak, tetapi di lain pihak dorongan hati terus menekan dirinya untuk

sesegera mungkin mewujudkan pembaharuan. Yohana Van Yesus kemudian

memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginan dan dorongan hatinya kepada

(34)

akhirnya Johanna Neerickx mendapat dukungan dan jalan keluar yang terbaik dari

ketakutan tersebut.

Pada tanggal 21 September 1623, Sr. Johanna dan beberapa suster yang

mendukung pembaharuan meninggalkan biara Gent menuju Limburg untuk memulai

suatu cara hidup baru yang diperjuangkan. Kota Limburg terletak di Belgia Timur,

wilayah pegunungan dan pariwisata Ardenes, tidak terlalu jauh dari metropolitan

Liege. Sr. Johanna Neerikx, Sr. Francoise Verhelst, Sr. Catharina Baeke, Sr. Maria

Makam, Sr. Johanna Wagenere. Mereka membaharui profesi berdasarkan Konstitusi

Peniten Rekolek 1623, di tangan pater Petrus Marchant serta mengubah namanya

menjadi Sr. Johanna Van Jesus, Sr. Francoise Van Maria, Sr. Catharina van Antonius,

Sr. Maria Van Bonaventura dan Sr. Johanna Van Bernadus.

Di tempat yang baru suasana alam baru dan aturan baru jiwa mereka

berkembang dengan sangat cepat. Pembaharuan itu lebih menitik beratkan segi

kontemplatif, dengan dua ide besar yang menjiwai hidupnya yaitu: penitensi

(pertobatan, ulah tapa, matiraga), dan rekolek (samadi, permenungan, kontemplasi)

yang diwujudkan dengan menghayati kemiskinan sejati, hidup dalam klausura.

Johanna wafat di Limburg 26 Agustus 1648 (Eddy Kristianto, 2009: 46-47).

c. Kekhasan Yohana Van Yesus

Kekhasan Yohana Van Yesus adalah memiliki jiwa pembaharu dan semangat

hamba Yesus. Warisan dari Ibu Yohana Van Yesus melukiskan jiwa dan semangat

sejati sebagai seorang Peniten Rekolek. Dengan mengenal warisan dan terutama

perjalanan spiritualitasnya maka akan sangat membantu kita untuk semakin mampu

menghayati hidup sebagai seorang peniten yang sejati.

(35)

Muder Yohana memiliki hasrat besar untuk dapat bermatiraga, cinta kasih serta

Ekaristi. Kepekaan akan kebenaran, ketulenan dan kejujuran ia memandang segala

sesuatu dengan secara benar dan jujur buahnya dapat terlihat yaitu keyakinan hidup

bahwa ia bukan apa-apa dan bahwa Allah adalah segala-galanya. Kesadaran hidupnya

bahwa ia bukan apa-apa dihadirat Allah menunjukkan bahwa ia memiliki kerendahan

hati yang mendalam. Keyakinan bahwa manusia bukan apa-apa di hadapan Allah

begitu juga diyakini oleh St. Fransiskus Assisi dalam syair-syair yang terkenal:

Nyayian saudara matahari, mulai dengan menyapa Allah Yang Mahaluhur, Mahakuasa

dan berakir dengan ajakan kepada segala mahkluk ciptaannNya untuk merendahkan

diri serendah-rendahnya.

Barangsiapa hendak menjalankan hidup pasif atau hidup mistik, harus pertama-tama menyiapkan diri dalam hidup aktif atau hidup berkarya dengan melepaskan diri dari segala sesuatu yang padanya ia melekat, betapa pun kecilnya. Allah menghendaki hati dan maksud kita murni dan tak bernoda. Tak satu ciptaan pun boleh tinggal di dalamnya, karena Tuhan sendiri saja ingin mendiaminya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan untuk menyempurnakan kekasihnya menurut perkenaan-Nya. (Nico Syukur Dister, 2011: 59).

Berikut ini adalah ajaran Muder Yohana mengenai kesempurnaan. Menurut Muder

Yohana kesempurnaan terletak dalam pengalaman mistik bahwa Allah adalah

segala-galnya, berkat persatuan kasih yang total dengan Allah. Hal ini dapat terjadi dengan

latihan matiraga, pemurnian, pasrah dan pelepasan sehingga kehendakNya yang

mendorong setiap hal yang kita perbuat.

Jangan ada seseorang yang memegahkan diri dihadapan Allah (1Kor 1:28-29).

Hal ini mau mengatakan bahwa Tuhan tidak ingin manusia merasa minder atau rendah

diri atau bahkan sebaliknya merasa super atau sombong. Yesus mengajak kta untuk

belajar dari padaNya khususnya mengenai kerendahan hati supaya jwa kita akan

(36)

Dalam praktik hidup rohani kita dapat menghayati bahwa Allah adalah

segala-galanya maka perlulah kita melakukan pengosongan diri secara total yaitu dengan:

penyangkalanan terhadap hal pemuasaan inderawi dan rohani dengan melepaskan

kesenangan jasmani dan rohani seperti makanan yang lezat, nikmat dalam

doa(Konsolidasi), pujian orang-orang ekstase dan penglihatan. Usaha agar semua

perbuatan dilakukan dengan maksud yang menyerupai kehendak Allah, memiliki

sikap pasrah akan segala penderitaan, serta proaktif dalam menghadapi kesulitan dan

tantangan. Dengan melakukan hal di atas maka semangat kebenaran itu akan tumbuh

dan berkembang dalam kehidupan kita (Nico Syukur Dister 2011:64).

2). Aku sendiri bukan apa-apa

Pelepas-bebasan (atau pemurnian) yang aktif dilangsungkan oleh jiwa sendiri

dengan bantuan rakmat Allah. Tujuan dari pelepas adalah memurnikan daya-daya

yang indrawi dan rohani dari segala ketidak teraturan dan kelekatan sehingga oleh

karenanya seluruh hidup dipimpin oleh kehendak Allah (Nico Syukur Dister 2011: 66)

Menyadari bahwa manusia bukan apa-apa ini akan mengajak kita untuk

menyadari bahwa peran Allah dalam hidup kita memberi sesuatu yang mampu

menggerakkan dan menghidupi kita. Pelepas-bebasan disebut juga kemiskinan rohani

merupakan pekerjaan Allah yang harus ditanggung atau diderita oleh jiwa dengan

sabar dan tenang.

3). Jalan Cinta kasih

“Jangan bertindak karena takut atau demi kepentingan dirimu sendiri, betapa

pun rohani dan luhurnya, tetapi lakukanlah segala sesuatu demi cinta kasih murni

Allah, untuk berkenan kepada-Nya dan untuk memenuhi kehendakNya dalam segala

(37)

Ajaran cinta kasih inilah yang mendasari penghayatan Yohana bahwa Allah

adalah segala-galanya dan Si aku bukan apa-apa. Kasih kepada Allah sebagai intensi

semua perbuatan kita. Hal ini memiliki arti bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah

hanya untuk kemuliaan Allah. Bukan untuk kepentingan diri pribadi. Tetapi demi

kemuliaan Allah.

4). Jalan Salib

Yohanahanya mengajarkan jalan yang dikemukakan Tuhan kita Yesus Kristus

dalam injil karangan St. Matius, bab 16: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia

harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Dalam hal ini

diajarkan empat tingkat: keingingan untuk mendatangi Tuhan kita dengan

meninggalkan semuanya, menyangkal dirinya dan meninggalkan semuanya yang

dapat merayu atau menarik perhatian kita, memikul salib yaitu dengan menderita dan

mati dalam Yesus Kristus dan mengikuti Yesus Kristus dengan menjadikan Dia

pemimpin, serta teladan dalam perkataan dan perbuatan.

...Menyadari keangkuhan sebagai musuh yang paling licik dan berbahaya, ia berdoa dengan memohon agar Tuhan sudi mengambil darinya pengetahuan yang luhur dan ekstase yang mempesonakan itu, lagi pula spaya Allah hanya menyatakan dua hal yaitu: kebinaannya sendiri, kebukan apa-apaannya dan kelemahannya, dan kebaikan yang tiada habisnya dari Yesus Kristus yang tersalib. (Nico Syukur Dister, 2011: 80)

Sangat jelas dalam kutipan diatas bahwa Devosi kepada Yesus yang tersalib menjadi

ciri khas dari kongregasi ini. Salib menjadi satu dalam kehidupan harian, Rosario

sengsara Tuhan didaraskan setiap hari dan alat-alat sengsara Kristus tersalib sebagai

(38)

Hal ini menunjukkan bahwa devosi kepada Kristus yang tersalib menjadi ciri

khas kongregasi Peniten Rekolek yang diharapkan dapat meresap dalam kehidupan

para suster Peniten Rekolek.

5). Taman Tertutup

Taman tertutup adalah gambaran jiwa. “Dinda, pengantinku, kebun tertutup

engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai” (Kid 4:12). Cintailah keheningan injili

dengan menahan kata-kata yang sia-sia dan tak berguna. Keheningan seperti itu

mempertahankan engkau dalam kemurnian hati, di mana Allah yang agung

mempunyai kediaman-Nya Yang kudus. “Berbahagialah orang yang suci hatinya”

sabda Guru” sebab mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

Dalam jalan rawaji dijelaskan Muder Yohana bahwa pelepasan-bebasan aktif

dalam kehidupan tidak mungkin kecuali berkat hidup doa yang mendalam. Sifat doa

ini ditulisnya:

Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun dan gerak naik. Adapun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada kebukan-apa-apa-an kita sendiri dan kepada ketidak berdayakan kita. Gerak naik itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surge, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya (Nico Syukur Dister 2011:87).

Doa menjadi daya penggerak maka kehidupan doa yang mendalam menjadi kekuatan

untuk menggerakkan hidup itu sendiri. Dalam doa kita menyadari bahwa kita manusia

yang lemah tak berdaya menyadari bahwa kita memerlukan Allah dan menyadari

dengan penuh bahwa keberadaan kita saat ini karena kebaikan dan keagungan Allah

Bapa. Kontemplasi Allah yang paling luhur oleh mereka yang hatinya suci dalam

(39)

Kecondongan tetap untuk menarik diri dari dunia dan bersemedi dalam hati

sebagai ciri khas peniten. Keheningan memiliki nilai tinggi dalam kehidupan seorang

peniten bagaimana hal ini dapat dihidupi oleh para pengikutnya. Maka perlulah kita

sebagi pengikutya selalu menyediakan waktu dan diri untuk mampu menciptakan

suasana hening dalam hati.

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di

Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi),

KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan

Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia

Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur

2011:6). Makna Gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi adalah kekuatan

untuk selalu yakin akan penyelenggaraan illahi.

1. Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

Makna gerakan peniten rekolek mengajak kita untuk selalu sadar akan cita-cita

luhur untuk selalu membaharui diri terus menerus. Kesadaran akan pentingnya

keheningan dalam kehidupan religius. Perkembangan hidup religius dipengaruhi oleh

situasi dan kondisi dalam kehidupan di biara. Pada kenyataannya untuk selalu hidup

dalam cita-cita memerlukan perjuangan dan kesetiaan dalam melaksanakannya.

Peniten rekolek adalah semangat yang mendasari hidup para suster yang memiliki

spiritualitas peniten rekolek. Semangat peniten rekolek sebagai suatu ikatan yang

(40)

selalu mau mengusahakan yang terbaik dalam kehidupannya. Hubungan dengan

keempat kongregasi bahwa selama ini semangat Peniten ini telah hidup dan tumbuh

subur dalam karya-karya para suster yang sampai sekarang masih dapat tumbuh dan

berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan untuk selalu dapat menghidupi

semangat pembaharuan diri terus menerus. Kongregasi yang dialiri oleh semangat

Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus

Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster

Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu

semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki

semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6).

Moeder Theresia Saelmaekers adalah pendiri biara Breda. Sifat-sifatnya:

tangguh, bertanggungjawab, berani, pekerja keras, teguh pada prinsip dan percaya

akan penyelegaraan Tuhan. Biara Breda yang didirikan oleh Moeder Theresia

Saelmaekers berasal dari pembaharuan Limbur. Biara ini juga disebut dengan nama

biara peniten. Biara peniten di pengaruhi oleh semangat Suster dari Dongen. Biara ini

mengkhususkan untuk merawat secara fisik, tetapi ia juga memperhatikan kehidupan

rohani pasien. Kehidupan manusia dipulihkan secara utuh: sehat jasmani dan rohani

dalam arti terjadi keseimbangan dalam proses penyembuhan (Eddy Kristianto, 2009:

81).

Dalam kongregasi Alles voor Allen ditanamkan semangat berbagi, peniten

murah hati, rekolek tanpa pamrih dalam karya, percaya akan penyelenggaraan Ilahi.

Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini lah yang mendorongnya untuk membuka

(41)

Kepercayaan pada penyelenggaraan Ilahi ini dapat kita lihat dari peran Allah

dalam hidup pribadi para pengikutnya yang tangguh untuk berjuang seperti halnya Ibu

Theresia Saelmaekers, dalam karya misi yang dilakukan bukan hanya di Belanda

tetapi sampai di Indonesia, kongregasi peniten rekolek ini dapat berkembang sampai di

Indonesia, makna peniten rekolek ini dapat dirasakan dan dibuktikan dari cara

melayani pasien selain merawat secara fisik tetapi juga secara rohani.

Ini adalah bagan bentuk kekerabatan antara keempat konggregasi

Biara Breda Alles Voor Allen

Th 1830

Kelompok Theresia Saelmaekers dari Leuven

Biara Oosterhout Bergen op Zoom Biara Rotterdam Biara Breda Jl. Haagdijk

“Charitas” Th. 1834 “Pengungsian bagi “Alles voor Allen” “Ketika Aku Sakit,

Theresia Saelmaekers Penderita” Th. 1838 Th. 1841-1847 kamu melawat Aku”

(FCH-Palembang) Sr. Rosa de Bie Sr. Lucia Dierckx Th. 1880

(SFS-Sukabumi) (KSFL-Pematang Siantar) Sr.Malthilda Leenders

(FSE-Medan)

( Eddy Kristianto, 2009: 86)

Yang melakukan misi di bidang perawatan adalah pertama Peniten Rekolek

Roosendal (FCH) yang berdiri sejak tahun 1834 oleh Moeder Theresia Saelmaekers

dan di Indonesia mulai berkarya sejak tahun 1926 yang pusatnya di Palembang. Yang

(42)

Rosa De Bie dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1933 yang pusatnya di Sukabumi.

Yang ketiga Biara Peniten Rekolek Rotterdam (KSFL) yang berdiri sejak tahun 1847

oleh Moeder Lucia dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya

ada di Pemantang Siantar. Yang keempat Biara Peniten Rekolek Elisabeth Breda

(FSE) yang berdiri sejak tahun 1880 oleh Moeder Malthilda leenders dan di Indonesia

berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Medan.

2. Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek

Keempat kongregasi ini saling berhubungan kekerabatan seperti yang dapat

dilihat dalam diagram diatas. Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan beberapa

biara yang akhirnya datang dan berkarya di Indonesia. Semangat Ibu Theresia ini

dihidupi oleh tarekat-tarekat yang ada di Indonesia: FCH, SFS, KSFL dan FSE.

Maria Theresia, sebagai pemimpin religius, memiliki banyak andil dalam

mengembangkan kehidupan religius maupun kehidupan karya pelayanan. Barbara

(Saelmaekers) lahir di Brabant (Belgia), tanggal 5 September 1797. Nama Biara:

Suster Maria Theresia. Moeder Theresia Saelmakers ini adalah pendiri kongregasi

Fransiskan Breda. Biara Breda menggunakan Anggaran dasar Ordo ketiga Regular St.

Fransiskus Assisi dan Konstitusi Peniten Rekolek Reformasi Limburg (Eddy

Kristianto, 2009:79).

Biara Breda terbuka akan tugas perutusan dan dalam menanggapi zaman.

Theresia Saelmaekers memotivasi para susternya untuk selalu menghidupi semangat

“Alles Voar Allen”. “Alles voor Allen” menjadi nama resmi kongregasi sejak 21

Maret 1855 yang disahkan oleh J.F. Van Gogh dari Bergen Op Zoom. Dalam

(43)

dalam karya pelayanan (Moeder Theresia Saelmaekers, pendiri kongregasi Fransiskan

Breda : 29).

Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini yang mendorong ntuk membuka

komunitas-komunitas di Osterhout, Bergen Op Zoom, dan Rotterdam. Komunitas

yang didirikan itu merupakan pusat dari biara-biara yang ada di Indonesia Osterhout

adalah pusat biara FCH, Bergen Op zoom pusat biara SFS, Rotterdam adalah pusat

dari biara KSFL, dan Breda adalah pusat biara FSE. Hubungan keempat kongregasi

adalah hubungan saudara yang disatukan dalam satu semangat Peniten Rekolek “Alles

Voor Allen” yang artinya Semua untuk semua.

C. Peniten Rekolek Menurut St. Fransiskus Assisi

Peniten Rekolek berawal dari pertobatan St. Fransiskus Assisi oleh karena

dorongan dari Allah. Pertobatan yang membawa perubahan dalam hidupnya baik

sebagai titik awal perubahan dalam hidupnya. Dari hidup yang serba tidak menentu

menjadi pribadi yang memiliki arah hidup yang jelas. Perubahan yang menyeluruh dan

menembus batas diri sendiri.

1. Awal Pertobatan Fransiskus Assisi Ketika Berdoa Di depan Salib San Damiano

Fransiskus memahami “pertobatan (metanoia) Injili” merupakan perubahan

budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menembus batas diri seseorang yang

mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannya.

Fransiskus mengawali pembaharuan ketika berdoa di depan salib San Damiano.

(44)

yang dikehendakiNya, hal ini terwujud dalam sikap hidupnya setelah ia mendengarkan

suara Allah.

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus Assisi

“Kami bersyukur kepadaMu karena sebagaimana dengan perantaraan Putramu, Engkau telah menciptakan kami, demikian pula karena belas kasihMu yang mahakudus, yang telah Engkau berikan kepada kami, Engkau telah membuat Dia, yang sungguh Allah dan sungguh Manusia, lahir dari Santa Maria tetap perawan, yang mulia dan amat berbahagia dan oleh salib, darah dan wafatNya, Engkau mau menebus kami, orang tawanan. Dan kami bersyukur kepadamu, karena PuteraMu itu akan datang lagi dalam semarak keagunganNya, untuk mengirim ke dalam api yang kekal orang-orang terkutuk yang belum melakukan pertobatan dan belum mengenal Engkau serta mengabdi kepadamu dalam pertobatan: “Marilah kamu yang diberkatioleh bapaKu, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia di jadikan.(Mat 25:34, AngTBul 23:3-5)

Fransiskus memulai langkah “Pertobatannya dalam Anggaran dasar Tanpa

Bulla dengan doa syukur. Pertobatan Fransiskus adalah suatu ungkapan terima kasih

karena kebaikan Allah atas belas kasih Allah bapa yang telah mengutus puteranya

untuk manusia.

Pertobatan dilakukan bukan karena semata-mata dorongan manusiawi,

melainkan tindakkan Allah. “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau

usaha orang, tetapi karena kemurahan hati Allah”.(Rom 9:16)

Apa yang dikerjakan Allah bukan karena jasa baik kita tetapi karena kebaikan

hati dan kasihnya, maka hal ini menjadi landasan untuk selalu dapat bersyukur. Hidup

dalam pertobatan adalah suatu tanggapan manusia akan kasih yang menyelamatkan

manusia, karena rasa syukur seseorang dapat melaksanakannya secara tulus dan

(45)

Fransiskus memberikan petunjuk kepada kita arah hidup religius yang sejati

khususnya dengan pertobatan yang tidak hanya dipergunakan untuk sendiri tetapi

menyeluruh. Pertobatan seturut injil suci, khususnya kotbah di bukit (bdk.Mat 5-7).

b. Praktik Hidup Pertobatan oleh Fransiskus Assisi sebagai jawaban total

Fransiskus menjalani hidup pertobatan dengan penuh kebahagiaan, yang

terungkap dalam keseluruhan hidupnya. Hidup pertobatan adalah jawaban total dan

terang-terangan dari hati penuh rasa syukur atas semua karunia Allah melalui Kristus.

Fransiskus bertekun dalam pertobatan yakni penyangkalan diri secara total menuju

kepada Tuhan.

Marilah kita mencinta Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan penuh daya pengertian, dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah, dan segenap perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan penuh hasrat, dan kemauan, Dia sudah dan masih memberikan kepada kita semuanya: seluruh badan, seluruh jiwa, dan seluruh hidup kita, Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta akan menyelamatkan kita karena belaskasihNya semata-mata, Dia sudah dan masih mengerjakan segalanya yang baik untuk kita, orang yang malang dan hina ini, busuk dan berbau, tak tahu terima kasih dan jahat” (AngTBul 23:8).

Dalam AngTBul 23:8 tersebut mau dikatakan bahwa sebagai rasa syukur

perlulah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dengan ketulusan dan cinta sejati

karena karya keselamatan yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ia telah menebus

manusia yang berdosa dengan belaskasih yang tak ternilai.

Melakukan pertobatan berarti membiarkan dirinya dipersatukan dan dipadukan

menjadi bagian kesatuan dengan Allah. Kerajaan Allah terwujud lewat kehadiran

manusia yang mau bertobat. Jawaban dan kesanggupan manusia untuk menjawab

panggilan Allah akan memampukan manusia berjuang dan mampu mewujudkan

pertobatan itu. Pertobatan bukan hanya semata-mata atas kemauan manusia tetapi

(46)

c. Puncak hidup pertobatan Fransiskus Assisi

Puncak pertobatan Injili adalah sebagaimana orang mampu melepaskan diri

sendiri demi Allah bahkan sampai melupakan diri. Hal ini berarti bahwa orang

mengarahkan hidupnya menuju pada Allah sampai kekal.

Fransiskus menyebut dirinya”jalan pentobat”. Pertobatan berhubungan dengan

metanoia pertobatan sejati. Pertobatan berasal dari Allah yang telah mencurahkan

kasihNya kepada manusia. Titik awal hidup pertobatan tidak terletak pada diri

seseorang tetapi terletak pada tindakan Allah. Allahlah yang menciptakan untuk

melakukan petobatan, melalui kristus Allah menyelamatkan manusia yang jatuh dalam

dosa.

Keseluruhan hidup Fransiskus adalah melakukan pertobatan Hidup dalam

rencana Allah adalah sesuatu yang membahagiakan. Maka janganlah menginginkan

dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan

menggembirakan kita, kecuali pencipta dan penebus serta penyelamat kita (AngTBul

23:9).

Kesempurnaan dan kepenuhan hidup pertobatan dipaparkan Fransiskus dalam

Anggaran Tanpa Bulla 23: 10-11

(47)

Dalam seluruh hidupnya Fransiskus menampakkan bagaimana ia telah

memberi teladan kesalehan khususnya dalam melakukan pertobatan sejati. Fransiskus

menyadari bahwa dirinya adalah adalah seorang pendosa yang perlu selalu kembali

kepada sang sumber rahmat. Kesadaran itu ia hidupi dan ia pancarkan lewat

kehidupannya setiap hari. Sikap radikal yang dimiliki Fransiskus adalah pembaharuan

diri terus menerus.

2. Teladan Hidup Fransiskus Assisi Terutama Dalam Memaknai Peniten Rekolek (Wasiat-Wasiat)

Bagi pengikut Fransiskus hidup Fransiskus merupakan teladan dalam

kehidupan. Hidup dijiwai oleh roh Fransiskan yang menjadi dasar atau disebut pilar

utama yang menopang kehidupan sebagai seorang Fransiskan. Berikut ini diuraikan

secara singkat ke-4 pilar utama roh Fransiskan itu:

a. Semangat Melakukan Pertobatan

Pertobatan merupakan tuntutan untuk suatu hidup religius, tetapi merupakan

elemen hakiki dari hidup kristiani. Pertobatan dalam semangat Fransiskan

mengandung dua unsur yang hakiki dan khas. Suatu pertobatan terus menerus dalam

arti biblis”metanoia” yaitu suatu gerakan batin manusia yang mengarahkan diri

kembali kepada Allah. Allah sebagai pusat hidup aspirasi dan aktivitas hidup.

Pertobatan dalam pandangan Fransiskan menunjukkan sikap batin (psikologi spiritual)

yang mengarahkan kerinduan utama jiwa dan gerakan hati yang tak henti-hentinya

(Eddy Kristianto 2009:203).

Gerakan hidup beroroientasi pada Allah mendorong pula aspek pekerjaan

karitatif-aktif terhadap orang-orang yang sungguh membutuhkan. Pelayanan karitatif

(48)

ketiga regular. Pertobatan bagi Fransiskus adalah perubahan orientasi yaitu dengan

memeluk orang kusta dan merawat mereka. Maka dalam sejarah kongregasi Peniten

Rekolek perhatian pada orang sakit, anak terlantar, orang miskin amat jelas (Eddy

Kristianto 2009:205). Karya karitatif merupakan dimensi konstitutif dari hal

melakukan pertobatan dalam semangat cinta kasih kristiani.

Pada saat ini kongregasi yang memiliki semangat Peniten Rekolek juga

memiliki karya-karya yang diperuntukkan untuk membantu mereka yang sakit dan

menderita sesuai dengan semangat pertobatan. Pelayanan karya karitatif disesuaikan

dengan zaman yang ada namun tetap dijiwai oleh semangat pelayanan kasih.

b. Semangat Berdoa

Berdoa merupakan puncak dari pertobatan. Dalam doa orang

mengkontemplasikan misteri dan karya Allah dan mengangkat pujian serta syukur

kepada Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Berdoa mencakup

keberadaan manusia sebagai makhluk yang selalu menundukkan diri kepada kehendak

Allah.

Dalam konteks hidup religius bercorak Fransiskan, dimensi hidup doa

mendapat tempat utama. Wejangan berkenaan dengan setiap orang yang bekerja

berbunyi: “Saudara-saudara yang diberi karunia oleh Tuhan untuk bekerja, hendaknya

bekerja dengan setia dan bakti, sedemikian rupa.... sehingga mereka tidak

memadamkan semangat doa dan kebaktian suci....” (AngBul V:1-2). Sedangkan

kepada setiap orang yang belajar dan studi, Fransiskus mengingatkan kita dalam surat

kepada Antonius: “Aku setuju, engkau mengajarkan teologi suci kepada para saudara,

asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian kepada studi itu,

(49)

Hal ini mau menegaskan bahwa Fransiskus menekankan hidup doa sebagai hal

yang utama dalam setiap pelayanan dan karyanya, mengapa demikian karena doa

menjadi obor yang mampu memhidupkan serta memberi kekuatan dalam karya

maupun dalam tugas-tugas yang dilaksanakannya. Maka Fransiskus menghendaki agar

para pengikutnya memili ikatan perasaan dengan Gereja yaitu dengan melakukan Ofisi

Ilahi atau Ibadat Harian. Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup mereka (Eddy

Kristianto 2009:208).

Aspek keheningan menjadi hal yang penting dalam gerakan Ordo ketiga

regular Fransiskan. Dalam keheningan orang mampu mendengarkan suara Allah lewat

Sabda Injil. Maka tradisi silensium magnum (keheningan total) mendapat tempat

dalam praksis hidup para Fransiskan.

c. Hidup dalam semangat kemiskinan

Semangat kemiskinandan kedinaan merupakan kembaran warisan rohani

Fransiskus. Roh kedinaan dalam semangat Fransiskus berkaitan dengan pilihan bebas

untuk mengambil disposisi batin sebagai minors, bawahan. Pilihan ini muncul bukan

karena sindrom rendah diri (inferiority complex) (ed. Eddy Kristianto 2009: 209).

Semangat kemiskinan Fransiskan merupakan suatu kemampuan dasar untuk

melepaskan, mengosongkan diri sebagaimana Kristus yang “walaupun Ilahi, tetapi

melepaskan keilahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7).

Hal ini mau mengatakan bahwa kedua hal diatas yaitu kedinaan dan

kemiskinan memiliki hubungan yang tak terpisahkan karena dalam kedinaan di sana

terkandung makna kemiskinan yang sesungguhnya, kemiskinan tanpa adanya

kerendahan diri tak dapat juga disebut miskin. Pengalaman yang dapat dirasakan

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran yang penting dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya manusia dalam perusahaan adalah masalah pembinaan dan pemeliharaan semangat karyawan. Pembentukan semangat

Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja karyawan operasional PT KAI. Semakin positif persepsi terhadap kompensasi, maka semakin

Spiritualitas makan bersama yang telah dibangun sebagai sebuah budaya manusia dapat menjadi perspektif baru dalam membangun semangat solidaritas terhadap sesama

Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja karyawan operasional PT KAI. Semakin positif persepsi terhadap kompensasi, maka semakin

Dengan demikian semakin tinggi bimbingan sosial dan semakin baik layanan pribadi secara bersama-sama akan diikuti penurunan tingkat kenakalan

Para suster yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah bila mengalami kesulitan dalam hidup bersama, atau maupun dalam penghayatan kaul-kaul kerapkali menjadi sangat terpuruk dan

Pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dengan jumlah yang semakin besar akan meningkatkan kualitas human capital , karena pengeluaran tersebut akan menunjang

Doa kita seharusnya sesuai dengan kehendak Tuhan kita (1 Yohanes 5:14) Kita mengetahui hal-hal apa yang menjadi kehendak Tuhan ketika kita tinggal di dalam Yesus Kristus.