• Tidak ada hasil yang ditemukan

Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015) - Test Repository"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

REMAJA PUTUS SEKOLAH ANTARA HARAPAN

DAN TANTANGAN (Studi di Desa Ngemplak

Kecamatan Windusari Kabupaten

Magelang Tahun 2015)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

NAHRODIN

NIM: 111 09 042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

ii MOTTO

“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri

aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.

(Ir. Soekarno)

(http://rohmatullahh.blogspot.com/2013/08/24-kata-bijak-mutiara-soekarno.html?m=1)

“Sesungguhnya di tangan pemudalah letaknya suatu ummat, dan di kaki merekalah terdapat kehidupan ummat”

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini kepada:

1. Ayahanda Hisyam dan Ibunda Rukhayah yang senantiasa memberikan cinta kasih sayang, motivasi, dan nasehat yang tiada terukur besarnya. Dan yang selalu membiayaiku dengan kerja kerasnya. Semoga Allah melimpahkan keberkahan dan ridho-Nya di dunia dan akhirat. Dan hanya Allah jualah yang akan membalas dengan yang lebih baik dan sempurna atas segala kasih sayangnya.

2. Adikku tercinta Ivan Reza Belajarlah dengan sungguh-sungguh, tumbuhlah menjadi pribadi yang baik dan membanggakan.

3. Keluarga besar Mbah Toyib dan Mbah Partodimedjo yang tak pernah lelah memberi semangat dan nasehat sepenuhnya, serta selalu mendukung pendidikan saya. Semoga keluarga besar tetap harmonis dan dalam kasih sayang-Nya.

4. Kepada pembimbingku Ibu Hj. Maslikhah, S.Ag., M.Si. terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala perhatian, bimbingan, nasehat, serta kesempatan belajar banyak dengan ibu.

5. Bapak Ibu Dosen yang telah mendidik dan memberi pelajaran berharga selama belajar di kampus tercinta ini.

6. Teman ngekek-ngekek bersama (Mput, Gendut, Eem, Andul, Sweety, Azizi) yang selalu ada disampingku.

(7)

vii

Cuki (Rizki Nugroho), Chomsatun, Gupron (Khoirul Mawahib), Eem (Fathimah Munawaroh), Burhanudin, Nurhanifah, Mudrikah, Miftachul Saefudin, Jayu Suma Fitriyanto, Ateng (Arya Rahmantika), Kambing (Muftahidul Anwar), adalah teman seperjuangan sejak saya menginjakkan kaki di STAIN Salatiga sampai pendidikan ini selesai. Semoga kita selalu menjadi keluarga bahagia dan sukses.

8. Temam-teman Ma’had STAIN Salatiga (Angkatan 2009).

9. Teman-teman Ponpes Edi Mancoro Gedangan Bandungan Tuntang.

10. Teman-teman PPL, M. Munawar Said, Najib Syaifullah, Syarifa Karima (Arab), Slamet Budiyono (SBY/Dion), Diana Wahyu Kurniawati, Retna Wahyu Kinasih, Rofiqoh, Rofi’, semoga menjadi orang-orang yang sukses.

11. Keluarga kecil KKN, M. Mustain, Ali Maskur, Diana Maulida, Daniyatul Afifah, Abria Vika Dita K.W, Munirotul Azizah, Lailatul Mukaromah, Ayu Afida Ilmi, semoga menjadi orang-orang yang sukses.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

يمحرلا نحمرلا الله مسب

Dengan menyebut nama Allah SWT, yang Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT, atas limpahan Rahmad, Hidayah, Taufiq dan Inayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada panutan umat Islam Nabi Muhammad saw, kerabat dan para sahabat yang telah membawa zaman jahiliah menuju zaman kebenaran dengan perantara agama Islam.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu tarbiyah.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Ibu Maslikhah M.Si. sebagai dosen pembimbing yang dengan ikhlas

mencurahkan pikiran dan tenaganya, serta telah berkenan meluangkan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 5. Bapak Drs. Jaka Siswanta M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang

(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah membantu proses penyusunan skripsi.

7. Seluruh keluargaku yang telah membantu baik materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi di IAIN Salatiga.

8. Semua sahabat dan kawan-kawan mahasiswa angkatan 2009, serta seluruh mahasiswa IAIN Salatiga angkatan tahun 2009 yang secara langsung atau tidak telah membantu dalam proses ini dan selalu mengisi hari-hari penuh keceriaan.

Penulis berharap dan berdo’a semoga skripsi ini memberikan sumbangan

positif bagi pengembangan dunia pendidikan, bagi mahasiswa IAIN Salatiga pada umumnya serta bagi penulis pada khususnya. Segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Salatiga, 24 Juni 2016 Penulis

(10)

x ABSTRAK

Nahrodin. 2016. Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015). Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag, M.Si.

Kata Kunci: Harapan dan Tantangan Remaja Putus Sekolah

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui Harapan dan Tantangan dari Remaja Putus Sekolah di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kaupaten Magelang Tahun 2015. Penelitian ini upaya untuk mengetahui (1) Apa alasan remaja memilih putus sekolah? (2) Apa harapan dan tantangan remaja putus sekolah? (3) Bagaimana usaha remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang? (4) Bagaimana usaha orang tua dalam mengarahkan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang?

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan subjek penelitian sebanyak 14 informan. Metode pengumpulan datanya dengan metode wawancara terstruktur artinya wawancara mendalam kepada remaja putus sekolah dan pengumpulan data dengan dokumentasi untuk mengetahui lokasi dan subjek penelitian. Metode wawancara sebagai metode pokok dan metode dokumentasi sebagai pelengkap.

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data, hasil penelitian diperoleh sebagai berikut: Alasan remaja putus sekolah karena faktor internal meliputi tidak adanya keinginan untuk melanjutkan sekolah, malas sekolah, kurang percaya diri, dan tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolah. Faktor eksternal meliputi rendahnya motivasi dari orang tua, rendahnya ekonomi keluarga, dan pengaruh lingkungan pergaulan (sosial). Harapan remaja putus sekolah di antaranya adalah tersedianya lapangan pekerjaan, tidak dipandang sebelah mata di lingkungan masyarakat (persamaan derajat), dan mendapat penghidupan yang baik dan layak. Tantangan remaja putus sekolah di antaranya adalah berpeluang terjerumus ke dalam perilaku menyimpang, kesulitan mencari pekerjaan, dipandang sebelah mata oleh masyarakat, dan lemah dalam bidang ekonomi.

(11)

xi

(12)

xii

A. Deskripsi Desa Ngemplak ... 50

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 50

2. Jumlah Penduduk ... 51

3. Jenis Pekerjaan ... 52

4. Sarana Pendidikan Umum ... 52

5. Sarana Ibadah ... 52

6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 52

B. Kondisi Desa Ngemplak ... 53

1. Sosial Pendidikan ... 53

2. Sosial Kemasyarakatan ... 54

C. Penyajian Data ... 55

1. Alasan Remaja Putus Sekolah di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang ... 55

2. Harapan dan Tantangan Remaja Putus Sekolah ... 61

3. Usaha yang dilakukan Remaja Putus Sekolah untuk Menghindari Perilaku Menyimpang ... 65

4. Usaha yang dilakukan orang tua dalam mengarahkan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang ... 67

BAB IV PEMBAHASAN A. Alasan Remaja Putus Sekolah ... 71

B. Harapan dan Tantangan Remaja Putus Sekolah ... 78

C. Usaha Remaja Putus Sekolah untuk Menghindari Perilaku Menyimpang ... 84

(13)

xiii BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... . 98

C. Penutup ... 99

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Batas-batas wilayah Desa Ngemplak ………... 50

Tabel 3.2 Dusun-Dusun Desa Ngemplak .……… 50

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin …………...……... 51

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Anak dan Remaja ………. 51

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Dewasa ………. 51

Tabel 3.6 Jenis Pekerjaan ……….………...…………. 52

Tabel 3.7 Sarana Pendidikan ……….….………….. 52

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dari Allah Swt yang harus dirawat, diasuh, dididik dan disayangi agar bisa menjadi khalifah yang meneruskan keberlangsungan kehidupan. Seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah) tanpa noda dan dosa, bagaikan kain putih yang belum mempunyai motif dan warna. J.J. Rousseau dalam Ahmadi dan Ardian (1989:24) mengatakan bahwa pada waktu lahir anak telah membawa bekal-bekal pembawaan yang serba baik, dan menjadi buruk jika mendapat pengaruh dari kebudayaan atau dari lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, orang tualah yang akan memberikan warna terhadap kain putih tersebut, hitam, hijau, merah bahkan banyak warna bercampur jadi satu. Dan tidak dapat dipungkiri orang tualah yang menentukan agama seseorang, seperti yang tertera dalam hadis Rasulullah saw:

َع ُذَلْىُي اَّلِا ٍدْىُلْىَم ْنِم اَم )يراخبلا هاور( ِ.وِناَسِّجَمُيَو ِوِناَرِّصَنُيَو ِوِناَدِّىَهُي ُهاَىَبَاَف ِةَرْطِفْلا ىَل

Artinya: “setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah

(suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (H.R. Bukhari)”.

(18)

2

lebih baik dalam hal pendidikan. Orang tua tidak rela bahkan merasa bersalah apabila nasib ekonomi anaknya sama dengannya apalagi lebih buruk darinya. Oleh karena itu, setiap orang tua mempunyai keinginan menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, dan mengantarkan anak-anaknya menuju kesuksesan.

Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga. Di sekolah, guru merupakan penanggung jawab terhadap pendidikan anak sekaligus sebagai teladan. Sikap maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan prilaku anak. Banyak masyarakat beranggapan bahwa sekolah hanyalah untuk kalangan orang-orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas, sedangkan untuk kalangan orang-orang ekonomi menengah ke bawah hanyalah bekerja dan terus bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Kondisi ekonomi masyarakat berbeda-berbeda, tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang mencukupi dan mampu untuk menyekolahkan anaknya, bahkan ada keluarga yang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya saja harus banting tulang.

Bangsa kita saat ini menghadapi berbagai masalah dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah angka remaja putus sekolah yang masih tinggi. Penyebab dominan adalah ketidakmampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya. Putus sekolah menjadi masalah krusial dalam dunia pendidikan. Banyak faktor penyebab putus sekolah diantaranya aspek ekonomi, lingkungan, pergaulan dan budaya.

(19)

3

menghambat seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan. Putus sekolah bagi remaja di beberapa tempat bukan merupakan permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Permasalahan ini telah mengakar dan sulit untuk dipecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka jawabannya tidak lain hanya untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi seperti ini adalah orang tua tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi. Kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor utama pendukung kelanjutan pendidikan anak-anaknya. Sebab pendidikan memerlukan dana yang tidak sedikit.

Selain itu sikap orang tua yang tidak tegas kepada anaknya, ketika seorang anak lebih memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya, menunjukkan bahwa alasan selanjutnya karena kesadaran terhadap pentingnya pendidikan masih sangat minim. Akan tetapi pandangan tersebut harus bisa dikoreksi lebih dalam dengan pandangan objektif. Dan akhirnya putus sekolah menjadi masalah yang harus disoroti secara serius, karena pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kualitas anak dimasa mendatang.

(20)

4

kontemporer. Sebagai tuntutan atas menguatnya ledakan informasi dan pengetahuan masyarakat modern, lembaga pendidikan di masa global dalam penyelenggaraan fungsinya harus mampu mengajarkan bagaimana dapat memperoleh informasi dan mengolah informasi kepada semua peserta didik (Halik, 2015:1).

Masa remaja merupakan masa transisi pada fase pembentukan kepribadian, karakter, dan budi pekerti. Masa remaja inilah yang menentukan apakah seseorang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat atau tidak. Masa remaja juga merupakan periode perubahan nilai, pola, perilaku, dan minat yang jika tidak diarahkan dengan benar maka dikhawatirkan para remaja justru akan salah melangkah kearah yang negatif. Remaja memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan kondisi lingkungannya.

(21)

5

disebut masa remaja akhir. Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 sampai 12 tahun, masa remaja awal 12 sampai 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 sampai 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 sampai 21 tahun.

Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang dewasa, maka seorang remaja juga sering diharapkan bersikap dan bertingkahlaku seperti orang dewasa. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk menggabungkan diri dengan teman sebaya. Kelompok sosial yang baru ini merupakan tempat yang aman bagi remaja. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga (Baroto, 2013:1).

Millen Kaufman dan Whitener dalam Fauziah (2013:3) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Remaja putus sekolah merupakan remaja usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan atau berhenti sekolah di tengah jalan dari lembaga pendidikan formal, sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menengah, ataupun seseorang yang tidak dapat menyelesaikan wajib belajar yang sudah di canangkan oleh pemerintah.

(22)

6

bertujuan untuk menekan angka anak putus sekolah. Remaja dengan variasi alasan masih ditemukan yang tidak dapat menuntaskan wajib belajar. Satu alasan dari orang tua bahwa pendidikan formal adalah bukan menjadi hal yang dibutuhkan atau penting. banyak orang tua yang lebih mendukung anaknya untuk membantu orang tuanya dalam mencari nafkah secara langsung, dibandingkan menyuruh anaknya untuk menempuh pendidikan di sekolah. Padahal usia anak tersebut termasuk usia sekolah.

Remaja putus sekolah; Tf pada wawancara pendahuluan tanggal 06 November 2015 mengatakan bahwa buat apa sekolah mas, males paling besok kalau cari kerja susah, banyak yang selesai sekolah saja kerjaannya

masih serabutan. Dari pada sekolah mending kerja semampunya (serabutan)

itung-itung buat beli rokok dan pulsa, kan malu mas kalau minta sama orang

tua terus. Orang tua remaja putus sekolah; Kr pada wawancara pendahuluan

tanggal 08 November 2015 mengatakan bahwa sebenarnya anak saya itu mudah memahami pelajaran (mudengan) akan tetapi, anak saya memang

kurang memiliki keinginan untuk sekolah dan karena pengaruh teman

bermainnya menyebabkan motivasi anak saya untuk sekolah sangat rendah.

Saya menghawatirkan anak saya akan terjerumus pada perilaku menyimpang

yang akan merugikan bagi anak saya maupun bagi keluarga serta

masyarakat. Anak saya lebih memilih membantu orang tuanya (saya) dari

pada disuruh sekolah. Saya sendiri sudah menasehati bahwa kesuksesan

belajar itu bukan untuk saya nak, tetapi untuk masa depanmu sendiri. Saya

(23)

7

dan kebodohan. Biarlah saya yang bepeluh-peluh di bawah terik matahari,

asal anak saya dapat memperoleh pendidikan setinggi-tingginya sebagai

bekal untuk masa depan yang lebih baik. Anak saya tampaknya tidak

menghiraukan apa yang saya pesankan, meskipun saya terus membangun

pengertian akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Wawancara

dengan Yt (wawancara pendahuluan pada 12 November 2015) orang tua remaja putus sekolah menyampaikan bahwa alhamdulillah saya dikaruniai rizki yang cukup. Biaya pendidikan tidak masalah untuk saya dan anak saya.

Apapun yang anak saya butuhkan ada, saya sendiri tidak merasa sayang

untuk mengeluarkan biaya pendidikan, tetapi bagaimana lagi anak saya tidak

mau untuk sekolah. Saya melihat kemampuan untuk mengikuti pelajaran bisa

setara dengan teman-teman yang lain, tetapi entah masalah apa yang

menjadikan dia memilih untuk tidak melanjutkan sekolah. Upaya saya untuk

merayu sudah sampai batas kesabaran.

Wawancara dengan Is (wawancara pendahuluan pada 12 November 2015) seorang remaja putus sekolah menyampaikan, mestinya orang tua mengerti akan dunia saya yang ingin menentukan diri saya sendiri untuk

masa depan saya. Saya terlanjur putus sekolah tetapi saya harus sukses di

lain bidang. Saya belajar ilmu-ilmu praktis yang dapat memberikan bekal

untuk hidup. Wawancara dengan MR (wawancara pendahuluan pada 17

November 2015) seorang remaja putus sekolah menyampaikan, bagi saya masa depan ya yang akan datang, masa sekarang biar saja dilalui. Mumpung

(24)

8

perilaku menyimpang terhadap nilai-nilai agama maupun masyarakat. Saya

memilih teman yang baik, terkadang saya juga ikut pengajian-pengajian.

Wawancara di atas dapat dipahami bahwa penyebab putus sekolah karena motivasi remaja untuk sekolah masih rendah, dan kurangnya dukungan dari orang tua dan masyarakat sekitar. Pola pikir masyarakat seperti inilah yang harus dirubah, masyarakat harus memandang akan pentingnya pendidikan bagi keberlangsungan hidup seseorang di masa mendatang.

Fenomena remaja putus sekolah dapat terjadi di mana saja, tidak memandang suku, ras, dan agama. Hal ini mendeskripsikan putus sekolah dapat terjadi karena faktor yang bervariasi. Secara umum, penyebab putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi, keluarga, pergaulan, dan masalah pribadi. Penyebab putus sekolah dapat terjadi karena faktor internal yaitu yang bersumber dari diri remaja itu sendiri, seperti malas sekolah, kurang peraya diri, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolah, dan lain sebagainya. Faktor eksternal berada pada keluarga dan sekolah seperti pola asuh anak, perhatian orang tua terhadap anak, sistem pendidikan, layanan pendidikan, biaya pendidikan, akses pendidikan, dan lain sebagainya. Remaja merupakan harapan negara dan orang tua pada masa yang akan datang. Putus sekolah dapat meretas harapan orang tua dan negara untuk mendapatkan kesuksesan dan kesejahteraan hidup.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk mengkaji tentang

“Remaja Putus Sekolah Antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa

(25)

9 B. Fokus Peneltian

Fokus penelitian tentang Remaja Putus Sekolah Antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015), secara rinci dapat dicermati sebagai berikut:

1. Apa alasan remaja memilih putus sekolah?

2. Apa harapan dan tantangan remaja putus sekolah?

3. Bagaimana usaha remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang?

4. Bagaimana usaha orang tua dalam mengarahkan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui: 1. Alasan remaja memilih putus sekolah;

2. Harapan dan tantangan remaja putus sekolah;

3. Usaha remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang; dan

4. Usaha orang tua dalam mengarahkan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang.

D. Manfaat Penelitian

(26)

10 1. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pendidikan pada umumnya, dan secara khusus bagi remaja putus sekolah, keluarga, dan masyarakat.

2. Secara Praksis

a. Tukar pendapat dan informasi tentang keadaan pendidikan masyarakat Desa Ngemplak sehingga dapat mengembangkan konsep pendidikan; b. Untuk mengetahui fakta penyebab putus sekolah yang terjadi di Desa

Ngemplak;

c. Untuk mengetahui harapan remaja putus sekolah, dan apa saja usaha yang dilakukan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang; dan

d. Mengetahui usaha apa saja yang dilakukan oleh orang tua dalam mengarahkan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman penafsiran terhadap judul skripsi tersebut di atas, maka penulis berusaha menjelaskan dari berbagai istilah pokok yang terkandung dalam judul tersebut, yaitu:

1. Remaja

(27)

11

tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarwono, 1997:2). Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak (Wikipedia, 2014:1).

2. Putus Sekolah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, putus sekolah adalah belum sampai tamat sekolahnya sudah keluar (KBBI:2006). Millen Kaufman dan Whitener dalam Fauziah (2013:3) mendefinisikan bahwa, anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Putus sekolah merupakan suatu keadaan (proses) berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan formal tempat dia belajar. Remaja putus sekolah yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah remaja yang berhenti (drop out) dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh

berbagai faktor. F. Metode Penelitian

(28)

12 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research), dimaksudkan untuk mengetahui data responden secara langsung di lapangan, yakni suatu penelitian yang bertujuan mengenai studi yang mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit sosial tersebut. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkannya seperti apa yang akan terjadi. Pendekatan kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri, terlebih objek penelitiannya adalah remaja putus sekolah yang apabila salah melangkah akan terjerumus ke arah penyimpangan.

2. Kehadiran Peneliti

(29)

13

informan. Dimaksudkan untuk mempermudah dan mengawal jalannya proses penelitian lapangan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang. Alasan pemilihan tempat penelitian adalah, karena di Desa tersebut angka remaja putus sekolah masih tinggi. Tingginya angka putus sekolah tersebut disebabkan berbagai hal, oleh karena itu penulis ingin meneliti alasan remaja putus sekolah.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber lapangan. Sumber informasi lapangan ialah objek (remaja putus sekolah), orang tua, dan tokoh masyarakat. Sumber data utama meliputi kata-kata dan tindakan melalui wawancara. Sumber data yang kedua yaitu sumber tertulis seperti arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Sumber data yang selanjutnya yaitu peneliti menggunakan foto. Karakteristik khusus informan meliputi, remaja tersebut dalam masa belajar, berhenti sekolah dari lembaga pendidikan berbasis agama, sering melakukan kegiatan bermanfaat, dan masih mempunyai kedua orang tua.

(30)

14

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun rincianya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner karena observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain (Sugiyono, 2011:144).

Hadi dalam Sugiyono (2011:144) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang usaha yang dilakukan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang, dan usaha orang tua remaja putus sekolah dalam mengarahkan anaknya untuk menghindari perilaku menyimpang. Observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku dan pergaulan remaja putus sekolah. b. Wawancara

(31)

15

apa-apa yang akan ditanyakan. Arikunto (2010:270) secara garis besar mendefinisikan pedoman wawancara adalah sebagai berikut:

1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden.

2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check list, pewawancara menentukan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara terstruktur. Sebelum melakukan wawancara peneliti telah mempersiapkan instrumen-instrumen pertanyaan. Untuk memperoleh data mengenai harapan dan tantangan pada remaja putus sekolah, maka peneliti akan melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat, orang tua remaja putus sekolah, dan remaja putus sekolah sebagai respondennya. Metode ini dilakukan dengan cara wawancara terbuka, sehingga responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu.

(32)

16

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240). Metode ini digunakan untuk melengkapi data tentang kondisi objek penelitian secara umum yaitu untuk mendapatkan data tentang kondisi geografis, monografis dan struktur pemerintahan. Penulis dalam mencari data tersebut akan menelusuri ke kelurahan, mewawancarai perangkat desa, dan menggunanakan foto.

6. Analisis Data

Patton dalam Moleong (1989:280) menjelaskan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Patton membedakannya dengan penafsiran, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, analisis data bermaksud menggolongkan data yang terkumpul dari catatan lapangan peneliti serta arsip di desa Ngemplak.

(33)

17

yang dibutuhkan. Misalnya mempermudah dalam mencari yang berkenaan dengan harapan dan tantangan remaja putus sekolah.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Teknik pemeriksaan data dalam penelitian dilaksanakan berdasarkan empat kriteria, yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data kualitatif, yaitu:

a. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari konsep validitas internal dalam penelitian kuantitatif. Kriteria ini berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang diteliti. Untuk memperoleh data yang sahih dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, analisis kasus negatif, teknik triangulasi, menggunakan bahan referensi dan menggunakan member

check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kapada

pemberi data (Sugiyono, 2011: 270).

(34)

18

Moleong (2009:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

Patton dalam Moleong (1987:330-331) menjelaskan bahwa triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang di katakannya secara pribadi;

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain; dan

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

b. Keteralihan (Transferability)

Tranferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif

dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini

(35)

19

laporan diusahakan dapat mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca, agar para pembaca dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri bukan bagian dari uraian rinci melainkan penafsirannya diuraikan secara rinci dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kejadian-kejadian nyata.

c. Kebergantungan (Dependability)

Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif. Reability tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau peneliti itu sendiri. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Suatu penelitian dikatakan dependability apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif,

uji dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2011:277).

(36)

20

Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif apabila hasil penelitian disepakati oleh banyak orang. Dalam penelitian kulitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Uji

confirmability adalah menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan

proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian yang dilakukan merupakan fungsi dan proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability. Uji kepastian dapat diperoleh dengan cara mencari persetujuan beberapa orang termasuk dosen pembimbing terhadap pandangan, pendapat tentang hal-hal yang berhubungan dengan fokus penelitian, dalam hal ini adalah data-data yang diperlukan (Sugiyono, 2011: 277).

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini akan disusun dalam lima bab yang secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pendahuluan memuat tentang latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

(37)

21

BAB III : Paparan Data dan Temuan Penelitian

Paparan data dan temuan penelitian memuat deskripsi dan kondisi lokasi penelitian Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang, dan penyajian data hasil penelitian.

BAB IV : Pembahasan

Pembahasan berisi data tentang remaja putus sekolah antara harapan dan tantangan.

BAB V : Penutup

Penutup memuat kesimpulan dan saran. BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Remaja Putus Sekolah 1. Remaja

a. Pengertian Remaja

1) Remaja secara etimologi adalah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin, muda, dan pemuda (KBBI).

(38)

22

seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarwono, 1997:2).

Remaja adalah suatu masa dari umur manusia, yang paling banyak mengalami perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa anak-anak menuju kepada masa dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi segala segi kehidupan manusia, yaitu jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial. Biasanya dimulai dengan perubahan jasmani yang menyangkut segi-segi seksuil, biasanya terjadi pada umur antara 13 dan 14 tahun. Perubahan itu disertai atau diiringi oleh perubahan-perubahan lain, yang berjalan sampai umur 20 tahun. Karena itulah maka masa remaja itu dianggap terjadi antara umur 13 dan 20 tahun (Daradjat, 1978:35-36).

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak (Wikipedia, 2014:1).

(39)

23

Tahun 1974, WHO dalam Sarwono (1997:9) memberikan definisi yang lebih bersifat konseptual mengenai remaja. Dalam definisi ini mencakup tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO, remaja merupakan suatu masa di mana:

(1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual;

(2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa; dan

(3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan batasan usia konkritnya adalah berkisar antara 10 sampai 20 tahun. Kemudian WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10 sampai 14 tahun, dan remaja akhir 15 sampai 20 tahun (Sarwono, 1997:9).

b) Pengertian Remaja Menurut Hukum

(40)

24

memberikan batas usia 21 tahun (atau kurang asalkan sudah menikah) untuk menyatakan kedewasaan seseorang. Bagi seseorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah masih memerlukan wali dalam melakukan tindakan hukum perdata. Pada hukum pidana, usia 18 tahun (atau kurang, asalkan sudah menikah) merupakan batasan usia dewasa seseorang. Anak-anak yang kurang dari 18 tahun masih menjadi tanggung jawab orang tuanya jika melanggar hukum pidana. Tingkah laku yang melaanggar hukum pun tidak disebut sebagai kriminalitas, namun disebut sebagai kenakalan. Namun jika kenakalan remaja sudah membahayakaan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh negara, sedangkan orang tuanya tidak mampu mendidik remaja tersebut, maka remaja tersebut menjadi tanggung jawab negara, dan dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan khusus anak-anak atau dimasukkan ke lembaga rehabilitasi lainnya (Sarwono, 1997: 4).

(41)

25

sebagainya). Pada undang-undang lalu lintas menetapkan batas 18 tahun untuk mendapatkan SIM A, 21 tahun untuk mendapatkan SIM B1, dan 16 tahun untuk mendapatkan SIM C. Undng-undang ini tidak memberikan perlakuan khusus bagi mereka yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Pada undang-undang perkawinan, memberi batasan usia minimal melakukan pernikahan yaitu untuk wanita 16 tahun, dan untuk laki-laki 19 tahun (pasal 7 UU No. 1/1974 tentang perkawinan). Meskipun demikian, jika usia remaja belum 21 tahun, masih diperlukan ijin orang tua untuk menikahkan orang tersebut (Sarwono, 1997: 5-6).

c) Pengertian Remaja Menurut Perkembangan Fisik

(42)

26

Sarwono (1997:7) menyatakan bahwa, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Masa pematangan fisik remaja wanita dimulai dengan haid pertama (menarche) yang biasanya terjadi pada usia 11 sampai 15 tahun sedangkan pada laki-laki saat pertama kali mengalami mimpi basah yaitu pada usia 12 sampai 16 tahun.

d) Pengertian Remaja Menurut Psikologi Sosial

Csikzentimihalyi dan Larson dalam Sarwono (1997:10-11) menyatakan bahwa, remaja adalah restrukturisasi kesadaran. Artinya masa remaja merupakan

masa penyempurnaan dari perkembangan pada tahap-tahap sebelumnya. Puncak perkembangan jiwa tersebut ditandai dengan adanya proses dari kondisi entropy ke kondisi

negentropy. Entropy adalah keadaan di mana kesadaran

(43)

27

mempunyai tanggung jawab dan semangat kerja yang tinggi. Konflik dalam diri remaja yang sering kali menimbulkan masalah pada remaja tergantung pada lingkungan masyarakatnya. Tekanan dan tuntutan dari masyarakatlah yang dapat menimbulkan konflik dalam diri remaja, dan pada akhirnya dapat menimbulkan krisis, maka masa remaja sering disebut sebagai masa storm and stress (badai dan tekanan). b. Usia Remaja

Sarwono (1997:14-15) menyatakan bahwa batasan usia remaja di Indonesia tidak mudah dilakukan, karena Indonesia memiliki banyak suku, budaya, dan tingkat ekonomi sosial yang beragam. Namun sebagai pedoman umum, remaja dapat dibatasi dengan batasan usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Usia 11 tahun

(44)

28

psikoseksual, dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral.

2) Usia 24 tahun

Usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu seseorang yang masih menggantungkan diri pada orang tua dan belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa. Dan jika seseorang telah menikah dalam rentang usia di atas, maka orang tersebut bukanlah remaja lagi.

c. Karakteristik Remaja dalam Bingkai Psikologi 1) Karakteristik Remaja secara Umum

Syamsudin dalam Budiarti (2010:1) menyebutkan ciri-ciri umum remaja awal dilihat dari beberapa aspek, meliputi:

a) Aspek perilaku sosial, moralitas dan religius meliputi:

(1) Kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan teman tetapi bersifat temporer; (2) Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok

sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi;

(3) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua;

(45)

29

(5) Mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya;

(6) Mengenai keberadaan dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan spektis; (7) Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan

mungkin didasarkan pertimbangan asanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya; dan

(8) Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup. b) Aspek afektif, kognitif, dan kepribadian meliputi:

(1) Lima kebutuhan dasar (fisik, rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan, perwujudan diri) mulai menunjukkan arah kecenderungan-kecenderungan;

(2) Reaksi dan ekspresi emosinya masih labil dan belum terkendali seperti marah, gembira atau kesedihannya masih berubah-ubah dalam tempo yang cepat;

(3) Kecenderungan arah sikap mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, politis, sosial dan religius) meskipun masih dalam taraf eksplorasi dan coba-coba; dan

(46)

30

Secara umum jika siswa tidak dapat berkembang dengan baik sesuai dengan kebutuhannya akan menimbulkan perilaku menyimpang yang kita kenal dengan kenakalan remaja.

2) Fase Perkembangan Remaja

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Petro Blos dalam Sarwono (1997:24-25) membagi tiga tahap perkembangan remaja:

a) Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahapan ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan fikiran-fikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. Masa ini kurun waktunya sekitar 12 sampai 15 tahun.

b) Remaja madya atau pertengahan (middle adolescence)

(47)

31

dalam kondisi kebingungan karena remaja tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja laki-laki harus membebaskan diri dari

Oedipus Complex dengan mempererat hubungan dengan

kawan-kawan dari lawan jenis. Masa ini kurun waktunya sekitar 15 sampai 18 tahun.

c) Remaja akhir (late adolescence)

Masa ini kurun waktunya sekitar 18 sampai 21 tahun. Tahapan ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:

(1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek; (2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan

orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru; (3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi;

(4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri

sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain; dan

(5) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public).

(48)

32

tahun yang ditandai dengan perubahan biologis (fisik), perubahan psikologis, perubahan sosial dan moralitas.

d. Remaja dan Usia Belajar

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, maka lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan keluarga adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat di samping mengajarkan berbagai ketrampilan dan kepandaian kepada para siswanya (Sarwono, 1997:121)

(49)

33

memperdalam rasa cinta pada tanah air, memepertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Undang-undang RI No. 2 pasal 4 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Sudarsono, 2004:129)

Remaja usia sekolah berkisar antara umur 5 sampai 21 tahun. Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam undang-undang kesejahteraan anak (UU No. 4/1979), menjelaskan bahwa semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-anak dan karenanya berhak mendapat perlakuan dan kemudahan-kemudahan yang diperuntukan bagi anak, misalnya pendidikan, perlindungan dari orang tua dan lain-lain (Sarwono, 1997:5).

2. Putus Sekolah

a. Pengertian Putus Sekolah

(50)

34 b. Faktor Penyebab Putus Sekolah

Gunarsa (2000:71-72) mengungkapkan bahwa penyebab putus sekolah dapat terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal, secara lebih rinci adalah sebagai berikut:

1) Faktor Internal, yaitu yang bersumber dari dalam diri remaja putus sekolah, seperti tidak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, malas sekolah, kurang peraya diri, dan tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya.

2) Faktor Eksternal a) Motivasi

Kurangnya motivasi dari orang tua menyebabkan anak malas sekolah, suka bolos, hura-hura dan keluyuran yang tidak ada manfaatnya. Kurangnya motivasi tersebut sehingga menyebabkan anak putus sekolah.

b) Faktor Ekonomi Keluarga

Ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung keberlangsungan pendidikan seseorang. Keluarga yang kurang beruntung ekonominya, menyebabkan tidak dapat membiayai pendidikan anak, sehingga anak harus terputus sekolahnya, sebab sekolah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

c) Lingkungan Sosial (Pergaulan)

(51)

35

terpengaruh akan kebiasaan dan tingkah laku masyarakat. Istilah psikologi sosial berarti tahapan kehidupan seseorang dibentuk oleh pengaruh sosial melalui interaksi-interaksi dengan suatu organisme dalam hal fisik dan psikologi.

d) Perhatian Orang Tua

Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak perhatian orang tua makin diperlukan, dengan cara dan variasi yang sesuai kemampuan. Kurangnya perhatian orang tua akan menyebabkan anak malas sekolah, sehingga putus sekolah menjadi jalan yang ditempuhnya. Kenakalan anak juga salah satunya disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua.

e) Latar Belakang Pendidikan Orang Tua

(52)

36

menyekolahkan anaknya sebatas bisa membaca dan menulis saja. Orang tua seperti itu beranggapan sekolah hanya membuang waktu, tenaga dan biaya. Anak lebih baik ditujukan kepada hal-hal yang nyata yaitu membantu orang tua. Walaupun ada orang tua yang tidak tamat SD, namun anaknya bisa menjadi sarjana tetapi hal ini sangat jarang sekali. Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan salah satu penyebab anak berhenti sekolah.

3. Remaja Putus Sekolah

a. Pengertian Remaja Putus Sekolah

Millen Kaufman dan Whitener dalam Fauziah (2013:3) mendefinisikan bahwa remaja putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.

(53)

37

Remaja putus sekolah adalah anak yang berusia 12 sampai dengan 21 tahun yang karena suatu sebab orang tuanya kurang mampu dan melalaikan kewajibannya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhannya dengan wajar terutama dalam hal pendidikan.

Remaja putus sekolah yang peneliti maksud di sini adalah terlantarnya remaja dari sebuah lembaga pendidikan formal, atau remaja yang tidak dapat melanjutkan maupun berhenti sekolah sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang disebabkan oleh berbagai faktor.

b. Karakteristik Remaja Putus Sekolah

Karakteristik siswa yang putus sekolah dilihat dari faktor demografi dan sosial seperti status sosial ekonomi, ras, etnis, dan jenis kelamin. Sementara studi awal difokuskan pada karakteristik individu dan kondisi yang dapat digunakan untuk memprediksi mana siswa yang akan putus sekolah. Prestasi akademik siswa yang rendah, siswa yang mengulang atau kelebihan usia, sering membolos, kinerja akademis yang buruk, nilai tes rendah, kehadiran yang buruk, dan pernah mendapat peringatan buruk dari guru secara signifikan merupakan karakteristik anak yang akan putus sekolah. Basyiroh (2015:62) karaktristik remaja putus sekolah adalah sebagai berikut: 1) Berawal dari tidak tertib mengikuti pelajaran di sekolah, dan

(54)

38

dan mendengarkan guru berbicara tanpa diikuti dengan kesungguhan untuk mencerna pelajaran secara baik;

2) Akibat prestasi belajar yang rendah, pengaruh keluarga, atau karena pengaruh teman sebaya;

3) Kegiatan di rumah tidak tertib, dan tidak disiplin, terutama karena tidak didukung oleh upaya pengawasan dari pihak orang tua; 4) Perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh

kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran; dan 5) Kegiatan bermain dengan teman sebayanya meningkat pesat. c. Problematika Remaja Putus Sekolah

Putus sekolah merupakan permasalahan yang harus segera ditangani oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar, sebab seseorang yang mengalami putus sekolah mempunyai banyak problem dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut akan berdampak pada kelangsungan hidup remaja yang mengalami putus sekolah, baik sekarang maupun masa yang akan datang. Masalah-masalah yang dialami remaja putus sekolah diantaranya adalah: 1) Tidak dihargai (diremehkan) teman bermain;

2) Dipandang sebelah mata oleh masyarakat; 3) Kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak; 4) Keadaan ekonomi atau keuangan rendah; dan

(55)

39

Remaja putus sekolah juga dihadapkan dalam masalah perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang adalah perilaku atau kondisi yang bertentangan dengan norma sosial dimana perilaku dan kondisi itu dipelajari (Siahaan, 2009:72). Perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang dinilai sebagai menyimpang dari aturan-aturan normatif atau yang dinilai sebagai menyimpang dari pengharapan-pengharapan lingkungan sosial (Sadli, 1977:40). Sedangkan menurut ahli ilmu sosial Cohen dalam Sadli (1977:16), perilaku menyimpang adalah:

1) Tingkah laku menyimpang dari aturan-aturan normatif; 2) Tingkah laku secara statistik abnormal;

3) Tingkah laku patologis; dan

4) Tingkah laku secara sosial dinilai tidak baik dan tingkah laku yang berhubungan dengan peranan menyimpang (deviant role).

Sarwono (1997:219) mengungkapkan bahwa untuk pencegahan perilaku menyimpang pada remaja perlu diciptakan kondisi lingkungan terdekat yang setabil mungkin, khususnya lingkungan keluarga. Daradjat (1976:47-48) menjelaskan upaya orang tua dalam mencegah remaja putus sekolah terjerumus kedalam perilaku menyimpang, antara lain:

(56)

40

sejak lahir. Karena suasana yang penuh kasih sayang dan keserasian itu, memberikan rasa hangat dan sayang kepada anak-anak sehingga anak-anak merasa bahagia berada dalam keluarganya. 2) Orang tua hendaklah membimbing anak sejak lahir ke arah hidup

sesuai dengan ajaran agama, sehingga anak akan terbiasa hidup sesuai dengan nilai-nilai akhlak yang diajarakan agama. Kebiasaan yang tertanam sejak kecil itu, merupakan bibit dari unsur-unsur kepribadian yang akan bertumbuh dan menjadi pengendali akhlaknya dikemudian hari.

d. Dampak Dari Remaja Putus Sekolah

Muller dalam Basyiroh (2015:61-62) menyatakan bahwa kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah variabel utama yang mengakibatkan kesempatan masyarakat terutama anak putus sekolah untuk memperoleh pendidikan menjadi terhambat. Akibat tekanan kemiskinan dan latar belakang sosial orang tua yang kurang berpendidikan. Kondisi tersebut remaja tidak dapat merasakan bahwa pendidikan itu sangat penting bagi masa depanya.

(57)

41

mencuri, memakai narkoba, mabuk-mabukan, menipu, menodong, dan sebagainya.

e. Langkah dan Upaya Mengatasi Remaja Putus Sekolah

Putus sekolah bisa menimbulkan permasalahan dalam masyarakat, karena itu penanganannya menjadi tugas semua pihak sehingga tidak mengganggu kesejahteraan sosial. Gunawan dalam Wibowo (2013:1) mengungkapkan, ada tiga langkah yang dapat dilakukan, yaitu langkah preventif, pembinaan, dan tindak lanjut. 1) Preventif

Langkah preventif dengan cara membekali para peserta didik dengan keterampilan-keterampilan praktis dan bermanfaat sejak dini agar kelak bila diperlukan dapat merespon tantangan-tantangan hidup dalam masyarakat secara positif sehingga dapat mandiri dan tidak menjadi beban masyarakat. Misalnya kerajinan, jasa, elektronika, PKK, batik, fotografi, dan sebagainya.

2) Pembinaan

(58)

42 3) Tindak Lanjut

Langkah tindak lanjut dengan cara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para putus sekolah untuk terus melangkah maju melalui penyediaan fasilitas-fasilitas penunjang sesuai kemampuan masyarakat tanpa mengada-ada, termasuk membina hasrat pribadi untuk berkehidupan yang lebih baik dalam masyarakat.

Upaya untuk mengatasi terjadinya remaja putus sekolah harus adanya berbagai usaha pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua siswa, lembaga pendidikan, masyarakat, maupun oleh pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen tersebut dapat bersinergi dalam menunjang jalannya pendidikan. Sehingga remaja putus sekolah dapat ditekan sekecil mungkin. Upaya untuk menekan angka remaja putus sekolah adalah mengubah pola pikir yang menganggap pendidikan itu tidak penting, dan menanamkan pola pikir baru kepada orang tua bahwa pendidikan itu sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup seseorang. Sosialisasi ini harus terus dilakukan secara berulang-ulang dan dengan melibatkan setiap elemen masyarakat, dengan sasaran peserta didik, orang tua peserta didik, dan masyarakat.

Usaha-usaha yang dapat ditempuh untuk mengatasi terjadinya remaja putus sekolah diantaranya adalah sebagai berikut:

(59)

43

2) Memberikan motivasi kepada anak dalam belajar; 3) Menemani dan mengawasi anak saat belajar; dan 4) Melarang anak usia sekolah bekerja mencari uang.

Mestiana dalam Basyiroh (2015:64) mengatakan bahwa, adanya keseriusan dan kesigapan dari pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti halnya kebijakan dana bantua operasional sekolah (BOS) untuk mengurangi jumlah anak yang putus sekolah, maka angka anak putus sekolah di indonesia akan dapat ditekan. Peranan dari pihak sekolah beserta dengan orang tua dalam menekan jumlah anak putus sekolah juga sangat diperlukan dan berpengaruh akan jumlah anak yang akan putus sekolah. Gunawan dalam Basyiroh (2015:63) menjelaskan bahwa, faktor utama untuk penanganan anak putus sekolah yaitu memberikan bantuan beasiswa kepada anak putus sekolah, terutama kepada anak yang dari kalangan keluarga yang ekonominya sangat rendah. Masalah putus sekolah khususnya jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau berpenghasilan tetap dapat mengakibatkan menjadi pengganggu ketentraman masyarakat.

B. Harapan Dan Tantangan 1. Harapan

(60)

44

abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan berpikir positif yang merupakan salah satu cara terapi atau proses sistematis dalam psikologi untuk menangkal pikiran negatif atau berpikir pesimis (Wikipedia, 2015: 1).

Penyebab manusia mempunyai harapan adalah dorongan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Dorongan kodrat adalah sifat, keadaan atau pembawaan alamiah sejak manusia di ciptakan. Dorongan itulah yang menyebabkan manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup dan untuk memenuhinya manusia harus bekerja sama dengan orang lain. Tidak hanya orang yang masih hidup saja yang mempunyai harapan, orang yang sudah meninggal pun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Tentang besar kecilnya harapan seseorang dapat ditentukan oleh kepribadian orang itu sendiri. Untuk itu dengan memiliki kepribadian yang kuat kita akan dapat mengontrol harapan seefektif dan seefisien mungkin sehingga hasilnya tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain untuk masa kini dan masa yang akan datang.

(61)

45

harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan. Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa yang akan datang (masa depan).

Banyak harapan dari remaja putus sekolah, salah satunya seperti yang diungkapkan remaja putus sekolah dalam wawancara pendahuluan mengungkapkan, mestinya orang tua mengerti akan dunia saya yang ingin menentukan diri saya sendiri untuk masa depan saya. Saya terlanjur

putus sekolah tetapi saya harus sukses di lain bidang. Saya belajar

ilmu-ilmu praktis yang dapat memberikan bekal untuk hidup. Wawancara

tersebut dapat dipahami bahwa, remaja yang terputus sekolahnya mempunyai harapan kelak sukses walaupun tidak berpendidikan, remaja tersebut mempelajari ilmu-ilmu praktis seperti pengalaman hidup, pengalaman kerja dan lain sebagainya sebagai bekal hidupnya di masa yang akan datang. Harapan lain dari remaja putus sekolah seperti, tersedianya lapangan pekerjaan (kesempatan bekerja terbuka), tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat, dan mendapatkan penghidupan yang layak.

2. Tantangan

(62)

46

meningkatkan kemampuan mengatasi masalah dan rangsangan, dan suatu hal yang perlu ditanggulangi (Al Faruq, 2015: 1).

Selain mempunyai harapan remaja putus sekolah juga mengalami berbagai tantangan, seperti terjerumus ke dalam kenakalan remaja, diskriminasi dalam dunia kerja dan ekonomi rendah diambang kemiskinan. Banyak yang dapat dilakukan remaja putus sekolah untuk menghindari perilaku menyimpang ataupun kenakalan remaja, seperti yang diungkapkan salah satu remaja putus sekolah dalam wawancara pendahuluan, Saya berusaha keras untuk tidak melakukan perilaku menyimpang terhadap nilai-nilai agama maupun masyarakat. Saya

memilih teman yang baik, terkadang saya juga ikut pengajian-pengajian

dan lain sebagainya.

Tantangan yang dihadapi remaja putus sekolah seperti berpeluang terjerumus ke dalam perilaku menyimpang dan kenakalan remaja, diskriminasi dalam dunia kerja, dipandang sebelah mata di lingkungan masyarakat dan ekonomi kurang beruntung.

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

(63)

47

Deskripsi Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang terdiri dari letak geografis, jumlah penduduk, jenis pekerjaan, sarana pendidikan umum, sarana ibadah, dan jumlah penduduk berdasarkan agama.

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Tabel 3.1 Batas-Batas Wilayah Desa Ngemplak diantaranya adalah: No. Penjuru Mata Angin Berbatasan

1. Utara Desa Gunung Sari

2. Timur Desa Wonoroto

3. Selatan Desa Girimulyo

4. Barat Gunung Sumbing

Sumber: Profil Desa Ngemplak

Luas wilayah keseluruhan Desa Ngemplak adalah 430,314 Ha. Terdiri dari tegalan dan tanah pekarangan. Desa Ngemplak dibagi menjadi 4 (empat) Dusun yaitu: (MDPL) dan dikelilingi perbukitan membuat tanah di Desa Ngemplak sangat subur, apalagi Desa Ngemplak terletak di lereng gunung Sumbing yang membuat udara sejuk dan pemandangan yang indah.

(64)

48

Jumlah keseluruhan penduduk Desa Ngemplak bulan Oktober 2015 adalah 2886 jiwa yang terkelompok dalam 602 kepala keluarga dengan komposisi menurut kelompok sebagai berikut:

a. Menurut Jenis Kelamin

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Anak dan Remaja

No. Umur Jumlah

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Dewasa

(65)

49

Tabel 3.6 Jenis Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Petani 1529

(66)

50 B. Kondisi Desa Ngemplak

1. Sosial Pendidikan

Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat dinamis dalam pengembangan kehidupan masyarakat atau suatu bangsa, disamping itu pendidikan juga bisa mempengaruhi setiap pola pikir individu untuk mengembangkan kemampuan mental, fisik, emosi, sosial dan etikanya. Dengan kata lain pendidikan sebagai kegiatan dinamis yang bisa mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu seseorang.

Pendidikan mengandung tujuan untuk mengembangkan kemampuan sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai warga masyarakat atau warga negara. Kegiatan pendidikan merupakan bagian integral dari kebudayaan, kemasyarakatan dan peradaban manusia diseluruh dunia.

Kebutuhan akan pendidikan di era teknologi dan informasi merupakan suatu keharusan yang selalu ingin dipenuhi oleh setiap masyarakat. Dalam hal ini masih banyak masyarakat Desa Ngemplak yang kurang sadar akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan baik bagi individu, masyarakat, maupun bagi negara.

(67)

51

terhadap pendidikan, jadi tidak bisa dikatakan maju atau mundur akan tetapi dalam posisi yang sedang dalam proses pendidikan.

2. Sosial Kemasyarakatan

Dalam sistem budaya Jawa, terdapat tuntutan untuk meminimalisasi kepentingan-kepentingan yang bersifat individu, hal ini sesuai dengan sistem budaya Jawa yang didasarkan pada semangat komunal atau kebersamaan. Harga seseorang sangat ditentukan oleh keberadaan dan sumbangannya pada kepentingan-kepentingan sosial, atau keterlibatannya dalam menciptakan harmoni sosial. Begitu juga dalam masyarakat Ngemplak sebagai masyarakat Jawa, sangat memperhatikan kepentingan bersama dari pada kepentingan individu dengan mewujudkan hidup yang rukun, saling tolong-menolong dan saling menghormati sehingga tercipta suasana yang sejahtera dan hidup harmonis. Orientasi pada kondisi rukun tersebut sebagai bagian penting dalam sendi budaya Jawa, oleh sebab itu masyarakat Ngemplak menganggap seseorang yang tidak rukun dengan lingkungan sosialnya disebut sebagai orang yang berbeda dengan yang lain.

(68)

52

remaja perempuan pada hari minggul legi, Qur’anan bersama di masjid

setiap malam jum’at wage, dan selapanan pengajian setiap Jum’at legi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan wujud dari rasa kebersamaan dalam sosial kemasyarakatan, sehingga dalam kehidupan mereka yang memang hakikatnya sebagai orang Jawa dengan sikap yang terbuka juga malaksanakan nilai-nilai religius keagamaan dengan tujuan terciptanya suasana sosial yang harmonis.

C. Penyajian Data

1. Alasan remaja putus sekolah di Desa Ngemplak Kecamatan

Windusari Kabupaten Magelang.

Alasan remaja putus sekolah di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang berdasarkan hasil penelitian di lapangan bervariasi. Berikut peneliti uraikan hasil wawancara dengan remaja putus sekolah di Desa Ngemplak. Alasan yang pertama remaja putus sekolah karena faktor internal, diantaranya adalah tidak adanya keinginan untuk melanjutkan sekolah, seperti yang disampaikan oleh Tf sebagai berikut:

“saya sih tenang-tenag aja mas pada waktu pendaftaran-pendaftaran sekolah sudah dibuka, sebenarnya sih saya tahu tetapi saya rasa itu sia-sia saja karena saya tidak berminat melanjutkan sekolah, mendingan saya main sama teman saja

mas” (Tf/26-02-2016).

Gambar

Tabel 3.1 Batas-batas wilayah Desa Ngemplak ………………………………... 50Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Anak dan Remaja ………
Tabel 3.1 Batas-Batas Wilayah Desa Ngemplak diantaranya adalah:
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 3.6 Jenis Pekerjaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII G SMP Negeri 30 Surabaya mengalami peningkatan pada gain scores dengan kriteria bervariasi setelah melalui proses

Penilaian dalam akuntansi merupakan proses pemberian jumlah moneter (kuantitatif) yang bermakna pada aktiva. Salah satu tujuan dari penilaian adalah untuk menyajikan

Također Gantterova osnovna verzija prostorom je ograničena na manji broj dostupnih GB, nego što je to slučaj u Gantterovoj verziji za Google disk, pa samim time veliki

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Rektor Universitas Udayana tentang Susunan Panitia Kontingen Dies

Ni Wayan Novita Indah Pandansari, Urgensi Kebijakan Sanksi Pidana Terhadap Notaris yang Melakukan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Tesis,

Hasil ini berarti tidak melebihi batas yang ditetapkan dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat sehingga ekstrak kental teh hijau dari Perkebunan Rakyat Boyolali dapat diolah

Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah untuk: 1 mengetahui proses penyusunan media pembelajaran PENA puzzle nusantara materi keberagaman budaya dalam meningkatkan hasil