• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas

Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas suatu benda atau segala kegiatan yang ditunjukan untuk memuaskan orang lain melalui transaksi. Produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat output per unit periode atau waktu (Ariestine, 2001).

Dalam istilah ekonomi output (hasil) disebut produk atau keluaran, sedangkan input (bahan atau alat) disebut sektor produksi, sumber produksi atau masukan. Produktivitas memiliki kesamaan arti dengan fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menghubungkan antara input dan output atau antara faktor produksi dengan produksi (Ariestine, 2001).

Produktivitas dapat diartikan sebagai campuran dari produksi dan aktivitas dimana daya produksi menjadi penyebabnya dan produktivitas mengukur hasil dari daya produksi tersebut (Ravianto, 1986). Menurut badan pangan sedunia FAO, produk merupakan hasil dari integrasi empat elemen produksi yaitu sumberdaya alam, modal, tenaga kerja dan organisasi. Rasio dari elemen-elemen tersebut terhadap produksi adalah ukuran produksitas. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari 3 bentuk yaitu jumlah produksi meningkat dengan penggunakan sumberdaya yang sama; jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumberdaya yang kurang; dan jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumberdaya yang relatif lebih kecil (Ravianto, 1986).

Pengertian produktivitas berdasarkan oleh Pusat Produktivitas Nasional dapat dipahami dari berbagai sudut yang antara lain, secara filosofis maka produktivitas adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari pada hari ini. Sementara secara teknis mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input), atau dapat dikatakan sebagai ukuran tingkat efesiensi dan efektivitas dari setiap sumber yang digunakan selama proses

(2)

produktivitas berlangsung, dengan membandingkan antara jumlah yang dihasilkan terhadap setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber.

Secara umum produktivitas berarti perbandingan, dan dapat dibedakan dalam tiga jenis (Sinungan, 2008). Perbedaan tersebut antara lain perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini telah memuaskan, tetapi hanya mengetengahkan apakah meningkat, berkurang dan berapa tingkatannya. Perbedaan kedua adalah perbandingan pelaksanaan antara satu unit alat dalam suatu proses produksi dengan lainnya, dan pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian relatif. Selanjutnya adalah perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, yang merupakan indikasi terbaik dalam memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan. Disamping produktivitas tanah, modal dan tenaga kerja, yang biasanya lebih menonjol dan menjadi pusat perhatian adalah produktivitas alat/mesin yang digunakan selama proses produksi.

Pada umumnya rumus yang dipakai untuk mengukur produktivitas alat tangkap adalah dengan menghitung nilai catch per unit effort (CPUE). Perhitungan CPUE dilakukan dengan rumus : c/f dimana c adalah jumlah hasil tangkapan (ton) dan f adalah effort/upaya penangkapan (unit). Perhitungan dengan CPUE akan memudahkan dalam membandingkan produktivitas suatu alat tangkap, karena produktivitas alat tangkap ikan dapat dicerminkan oleh besarnya nilai CPUE. Secara garis besarnya produktivitas suatu unit penangkapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi daerah penangkapan (fishing ground), ukuran kapal dan alat yang digunakan, musim dan sumber daya manusianya. Sebelum membahas produktivitas unit penangkapan lebih lanjut, maka pada bahasan berikut akan dijelaskan secara umum beberapa deskripsi unit penangkapan yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

2.2 Unit penangkapan ikan 2.2.1 Kapal

Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,

(3)

membudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal merupakan salah satu sarana di laut untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Kapal adalah alat khusus yang dibentuk untuk menjalankan tugas tertentu, ukuran, perlengkapan, dek, kapasitas daya angkut, akomodasi mesin dan semua perlengkapan di hubungkan dalam melaksanakan operasi penangkapan (Fyson, 1985).

Menurut jenisnya kapal ikan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis alat pengerak dan material badan kapal (hull). Jika dilihat dari jenis alat pengerak kapal dibedakan menjadi kapal yang menggunakan mesin (inboard engine) dan kapal yang mengunakan tenaga penggerak seperti dayung atau layar. Klasifikasi menurut material badan kapal dapat dibedakan menjadi 5 kelompok, antara lain kayu kapal, kapal besi atau baja, kapal ferrocement, kapal alumunium dan kapal FRP (fiberglass reinforced plastic) (Nomura dan Yamazaki, 1977).

Pada umumnya kapal gillnet menggunakan mesin dalam (inboard engine) sebagai tenaga penggeraknya dengan bahan bakar solar. Secara umum ukuran kapal gillnet berkaitan erat dengan jumlah jaring yang dioperasikan, semakin besar ukuran kapal maka semakin panjang ukuran jaring yang digunakan (Ayodhyoa, 1981).

Sementara perahu yang digunakan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu adalah perahu motor tempel dari jenis congkreng (perahu bercadik) yang memiliki panjang 6 m dan terbuat dari bahan kayu (Nugroho, 2002). Pada umumnya kapal pancing tonda memiliki ruang kemudi dibagian depan kapal atau haluan dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang atau buritan (Sainsbury, 1971).

Kapal yang digunakan pada pengoperasian alat tangkap payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang berbeda-beda, selain itu mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang mengoperasikan juga berbeda. Kapal payang umumnya memiliki kekuatan mesin penggerak yang besar, karena dalam pengoperasiannya membutuhkan kecepatan untuk melakukan pelingkaran gerombolan ikan agar terkurung dalam badan jaring sehingga operasi penangkapan ikan menjadi berhasil (Saptaji, 2005).

(4)

2.2.2 Nelayan

Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 yang telah diamandemen dalam UU No.45/2009 tentang Perikanan, nelayan diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut :

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air;

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan katagori ini dapat mempunyai pekerjaan lain;

3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan;

Alat tangkap gillnet umumnya membutuhkan 3 sampai 5 orang untuk mengoperasikannya. Namun demikian, jumlah tersebut tergantung dari dimensi ukuran jaring yang digunakannya.

Armada penangkapan pancing tonda umumnya membawa 1 hingga 4 orang dalam satu perahu/kapal. Pembagian tugasnya adalah sebagai berikut: satu orang sebagai juru mudi merangkap sebagai pemancing di bagian buritan perahu dan lainnya bertugas sebagai pemancing sekaligus mencari tanda-tanda keberadaan ikan (Endratno, 2002).

Sementara pada alat penangkapan payang memerlukan jumlah nelayan yang cukup banyak untuk mengeoperasikannya. Menurut Girsang (2008), jumlah nelayan payang dalam satu unit penangkapan berkisar antara 15 hingga 20 orang, dengan pembagian tugas sebagai berikut:

1) Juru mudi, bertugas untuk memudikan perahu dan bertanggung jawab terhadap kondisi mesin;

2) Pengawas, bertugas untuk mencari/mengintai gerombolan ikan target; 3) Petawur, bertugas untuk melempar jaring;

4) Juru batu, bertugas untuk membereskan pemberat, pelampung dan jaring sebelum dan sesudah operasi penangkapan;

(5)

5) Bub pena 6) Pend 7) Ana jarin Hal inilah kerja,. 2.2.3 Alat 2.2.3.1 Al Jari yang berb pemberat, mesh dept atau tingg adalah sam yang terta (Ayodhyo Gilln besar dan bulang, bert angkapan; dega, bertug ak payang, ng payang. h yang men t tangkap lat tangkap ing insang bentuk emp ris atas, ka th lebih sedi gi jaring leb ma pada se angkap, se oa, 1981). net adalah n dapat dipa tugas untuk gas untuk m untuk meng nyebabkan p jaring ins (gillnet) ad pat persegi adang ris ba ikit dari jum bih pendek eluruh bada ehingga ser Gambar 1 alat tangka asang pada k memperb menarik jarin ghalau gero alat tangka ang (Gillne dalah suatu panjang; a awah. Alat mlah mesh p dari panjan an jaring y ring diangg Cara ikan ap yang be a permukaan baiki jaring ng; dan ombolan ik ap payang m et) alat penan lat ini dilen penangkapa pada arah pa ngnya. Uku yang disesu gap jenis a tertangkap erupa jaring n laut, das g yang rus an yang he memerlukan ngkapan ika ngkapi den an ikan ini anjang jarin uran mata d uaikan deng alat tangka pada gillne g yang men ar laut atau sak saat op endak kabur n banyak te an berupa j ngan pelamp memiliki ju ng sehingga dari bahan j gan sasaran ap yang se et. nyerupai din upun kedal perasi r dari enaga jaring pung, umlah lebar jaring n ikan elektif nding laman

(6)

diantaranya. Ikan yang tertangkap akan terjerat pada bagian insang atau terpuntal pada saat mereka melewati jaring. Kontruksi gillnet terdiri atas: badan jaring, pelampung tanda, pemberat, tali ris atas dan tali selembar (Sainsbury, 1971).

Jaring tongkol yang sering disebut jaring nilon merupakan surface gillnet yang tergolong dalam jaring insang hanyut (drift gillnet). Drift gillnet adalah salah satu jenis gillnet yang populer di kalangan masyarakat perikanan Indonesia. Penamaan gillnet di Indonesia dipengaruhi oleh kebiasaan nelayan setempat ada yang memberi nama berdasarkan jenis ikan yang tertangkap atau berdasarkan letak fishing ground dan ada yang berdasarkan jenis bahan jaring yang digunakan (Ayodhyoa, 1981). Jaring ini dioperasikan dengan cara direntangkan dekat dasar perairan dengan bantuan pemberat. Posisi jaring dalam air hanya dapat diperkirakan melalui letak pelampung-pelampung tanda dari kedua ujung jaring yang ada dipermukaan air. Baik buruknya rentangan jaring yang sebenarnya sukar diketahui (Gunarso, 1996).

Menurut Subani dan Barus (1989), jaring insang (gillnet) adalah suatu alat tangkap yang berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat tali ris tas dan bawah. Jaring ini terdiri dari satu jaring biasa yang disebut tingting.

Rancangan bangun gillnet bermacam-macam tergantung dari sasaran utama penangkapan yang berhubungan dengan ukuran mata jaring, kondisi perairan yang berhubungan dengan warna bahan mata jaring dan penempatan alat tangkap pada perairan yang berhubungan dengan komponen alat tangkap yang digunakan. Mengunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari pelampung yang menuju ke atas dan sinking force dari pemberat ditambah dengan berat jaring di dalam air yang menuju ke bawah, maka jaring akan terentang. Pertimbangan dua gaya ini yang akan menentukan baik buruknya rentangan gillnet di dalam air (Ayodhyoa, 1981).

Penentuan lebar jaring (jumlah mesh depth) didasarkan antara lain atas pertimbangan terhadap posisi ke dalaman swimming layer dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, density dari gerombolan ikan, dan sebagainya. Jumlah piece yang digunakan bergantung pada situasi operasi penangkapan, volum kapal, dan sebagainya. Jumlah piece yang digunakan berpengaruh

(7)

terhadap besar kecilnya hasil tangkapan yang mungkin diperoleh dan juga akan mempengaruhi besar kecilnya suatu usaha penangkapan ikan (Ayodyoa, 1981).

Pengoperasian alat tangkap jaring insang tiga lapis dan jaring insang dasar tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan ketika mengoperasikan alat tangkap ini, yaitu terdiri atas tahap persiapan, pencarian daerah penangkapan, penurunan jaring (setting), perendaman (soaking), pengangkatan jaring (hauling) dan penanganan hasil tangkapan.

1) Tahap persiapan.

Persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan di fishing base sebelum berangkat menuju ke daerah penangkapan berupa pemeriksaan perahu, alat tangkap, mesin, bahan bakar, dan bahan perbekalan;

2) Pencarian daerah penangkapan.

Penentuan fishing ground untuk melakukan operasi penangkapan ikan dilakukan berdasarkan pengalaman operasi penangkapan sebelumnya dan informasi dari nelayan jaring insang lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah penangkapan berkisar antara 1 - 1,5 jam;

3) Penurunan jaring (setting).

Setelah tiba di daerah penangkapan atau fishing ground, nelayan bersiap-siap untuk melakukan setting. Penurunan lampu tanda dan pelampung tanda, dilanjutkan dengan penurunan jaring secara perlahan dan diakhiri dengan penurunan pelampung tanda. Pada saat penurunan jaring, kapal berjalan dengan kecepatan rendah. Keberhasilan penangkapan sangat tergantung pada beberapa kondisi di fishing ground, seperti arus perairan dalam kondisi tenang dan alat tangkap lain yang sudah terpasang untuk menghindari alat tangkap terbelit satu sama lain;

4) Perendaman (soaking).

Setelah selesai setting, pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin kapal dimatikan, kemudian jangkar kapal diturunkan. Selama proses soaking, nelayan memanfaatkan waktu untuk beristirahat menunggu sampai hauling akan dilakukan. Lama perendaman biasanya selama 2 – 4 jam;

(8)

5) Pengangkatan jaring (hauling).

Pengangkatan jaring dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas kapal disusul dengan pelampung tanda, kemudian jaring ditarik ke atas kapal secara perlahan. Pembagian tugas bagi nelayan adalah seorang nelayan menarik tali ris atas, seorang nelayan menarik bagian jaring yang berada di tengah, seorang nelayan mengangkat tali ris bawah, dan seorang nelayan lagi mengeluarkan hasil tangkapan yang terpuntal pada bagian jaring. Selanjutnya, setelah hauling selesai, dilakukan setting berikutnya;

6) Penanganan hasil tangkapan.

Penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan pada cool box agar kualitas hasil tangkapan tetap segar tidak busuk.

Secara umum gillnet dapat diklasifikasikan berdasarkan penempatan posisi jaringnya (Sainsbury, 1971), yakni sebagai berikut:

1) Surface gillnet, yaitu gillnet yang dioperasikan pada bagian permukaan

kolam perairan dengan tujuan penangkapan adalah jenis ikan pelagis;

2) Bottom gillnet, yaitu gillnet yang dioperasikan pada bagian dasar perairan

dengan sasaran penangkapan ikan adalah jenis ikan demersal; Sementara menurut von Brandt (1984) gillnet dibagi menjadi 5, antara lain;

1) Bottom set gillnet, yaitu gillnet yang dipasang secara menetap didasar

perairan;

2) Anchored floating gillnet, gillnet yang dioperasikan menggunakan jangkar

mirip dengan batom set gillnet namun mencakup gillnet lebih luas;

3) Free drifting gillnet, yaitu gillnet yang dioperasikan bebas secara

terhanyut mengikuti arus, biasanya untuk menangkap jenis ikan pelagis;

4) Encircling gillnet, yaitu gillnet yang dioperasikan secara melingkar;

5) Dragged gillnet, gillnet yang dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal;

Kemudian, Ayodhyoa (1981) mengklasifikasikan gillnet berdasarkan cara pengoperasiannya atau kedudukan jaring di daerah penangkapan, yaitu :

1) Surface gillnet, yaitu gillnet yang direntangkan dilapisan permukaan

(9)

2) Bottom gillnet, yaitu gillnet yang dipasang dekat atau di dasar laut dengan menambahkan jangkar sehingga jenis ikan penangkapan adalah ikan demersal;

3) Drift gillnet, yaitu gillnet yang dibiarkan hanyut disuatu perairan terbawa

arus dengan atau tanpa kapal. Posisi jaring ini ditentukan oleh jangkar, sehingga pengaruh kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan;

4) Encircling gillnet, yaitu gillnet yang dipasang melingkar terhadap

gerombolan ikan dengan maksud menghadang ikan.

Besar kecilnya ukuran mata jaring memiliki hubungan yang erat dengan ikan yang tertangkap. Gillnet akan bersifat selektif terhadap ukuran hasil tangkapan. Untuk dapat menghasilkan hasil tangkapan yang besar pada suatu daerah penangkapan, maka ukuran jaring disesuaikan dengan besar badan ikan yang terjerat. Pada umumnya ikan tertangkap secara terjerat pada bagian insangnya (operculum), maka luas mata jaring harus disesuaikan dengan luas penampang tubuh ikan antara batas tertutup insang sampai sekitar bagian sirip dada (pectoral). Menurut Martasuganda (2002), jaring insang hanyut (drift gillnet) adalah jaring yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan baik itu dihanyutkan dibagian permukaan (surface drift gillnet), kolam perairan (mid water) atau dasar perairan (bottom gillnet).

2.2.3.2 Alat tangkap pancing ulur (Handline)

Satu unit pancing terdiri dari atas line (tali) dan hook (mata pancing). Tali pancing umumnya terbuat dari bahan benang katun, nylon, polyethylene, dan senar. Mata pancing terbuat dari baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat (Subani dan Barus 1989).

Berdasarkan kontruksinya, pancing ulur termasuk dalam kelompok angling (Ayodhyoa,1981). Von Brandt (1984) mendeskripsikan pancing adalah alat tangkap yang sederhana, dioperasikan oleh nelayan kecil, memerlukan modal kecil dan tidak membutuhkan kapal khusus. Alat ini digolongkan ke dalam fishing with line yang dilengkapi dengan mata pancing. Menurut Ayodhyoa

(10)

(1981), jenis alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok pancing adalah pole and line, long line, troll line, vertical long line dan hand line.

Menurut Monintja dan Martasuganda (1991), perikanan pancing dapat dioperasikan dimana saja, dimana alat tangkap lain tidak dapat beroperasi, seperti di perairan dalam dan kondisi berarus kuat. Alat tangkap pancing dapat dioperasikan oleh siapa saja, namun diperlukan keahlian dalam pengoperasian dan pengetahuan tentang sifat dari jenis ikan sasaran penangkapan sehingga dapat diperoleh hasil tangkapan yang diharapkan. Alat tangkap ini tergolong sangat sederhana, karena hanya terdiri dari atas pancing, tali, gulungan dan pemberat. Ukuran pancing dan besar tali disesuaikan dengan ikan yang menjadi sasaran penangkapan (Farid et al, 1989).

Menurut Ayodhyoa (1981), pengoperasian angling adalah dengan mengaitkan umpan pada mata pancing yang telah diberi tali dan menenggelamkannya kedalam air. Ketika umpan dimakan ikan, maka mata pancing akan tersangkut pada mulut ikan dan pancing ditarik ke perahu. Konstruksi alat tangkap ini sangat sederhana, mudah dioperasikan dan hampir semua orang bisa melakukannya. Von Brandt (1984) menyebutkan bahwa pengoperasian angling sangat sederhana dan tidak memerlukan teknologi tinggi.

Jenis umpan dan cara pemasangannya pada kail sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing (Sadhori, 1984). Menurut (Farid et al, 1989), umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah layang Decapterus sp), kembung (Rastrelliger sp), dan cumi-cumi (Loligo sp.) segar. Djatikusumo (1997) menambahkan bahwa persyaratan umpan yang baik adalah:

1) Tahan lama, artinya umpan tersebut tidak mudah mengalami pembusukan; 2) Mempunyai warna yang mengkilat, sehingga mudah terlihat dan menarik

bagi ikan yang menjadi tujuan penangkapan;

3) Mempunyai bau yang spesifik yang dapat merangsang ikan sasaran tangkapan;

4) Mudah diperoleh; 5) Harganya terjangkau;

(11)

6) Mempunyai ukuran yang memadai; dan

7) Disenangi oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

2.2.3.3 Alat tangkap pancing tonda

Pancing tonda atau pancing tarik merupakan alat penangkapan ikan tradisional. Alat ini digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso,1998).

Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan yang terdiri atas seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Pancing ditarik dibelakang perahu motor atau kapal yang sedang bergerak. Umpan yang dipakai adalah umpan buatan (Ayodhyoa,1981).

Perikanan pancing tonda adalah sistem penangkapan pancing yang dilakukan dengan cara menarik alat tangkap dengan perahu motor atau kapal kecil. Alat tangkap pancing tonda dipergunakan untuk tujuan penangkapan ikan-ikan pelagis yang mempunyai kualitas tinggi seperti ikan-ikan tuna, yellow fin, skip jack (cakalang), sword fish (pedang), dorado (lemadang) dan ikan pelagis lainya (Monintja dan Martasuganda, 1991).

Menurut Subani dan Barus (1985), pancing tarik umumnya lebih dikenal dengan nama pancing tonda. Pancing ini pada prinsipnya terdiri atas tali panjang, mata pancing dan pemberat. Cara penangkapan dilakukan dengan menarik (menonda) pancing tersebut, baik dengan perahu layar maupun perahu motor secara horizontal menelusuri lapisan permukaan air.

Menurut Ayodhyoa (1981), pancing tonda dikelompokan pada alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan, yaitu :

1) Metode pengoperasian relatif sederhana; 2) Modal yang diperlukan lebih sedikit; 3) Dapat menggunakan umpan buatan;

4) Syarat-syarat fishing ground relatif lebih sedikit dan dapat bebas memilih; 5) Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat

(12)

Beberapa kekurangannya adalah :

1) Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap lain; dan 2) Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan tempat,

waktu dan syarat-syarat lain.

Umpan merupakan faktor yang sangat penting didalam usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tonda, sebab umpanlah satu-satunya alat perangsang agar ikan dapat mencapai mata pancing (Ayodhyoa, 1981). Umumnya ikan mendektesi adanya umpan melalui reseptor yang dimilikinya dan hal ini tergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu, memilih umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendekteksi makanan (Gunarso, 1998).

Umumnya umpan dibagi menjadi dua golongan, yaitu umpan asli dan umpan buatan. Di Indonesia, dalam pengoperasian pancing tonda jarang sekali menggunakan umpan asli, karena umpan asli akan mudah lepas atau rusak oleh gerakan air selama operasi penangkapan ikan berlangsung (Gunarso,1998).

Dalam pengoperasian pancing tonda, umpan adalah satu-satunya yang menjadi perangsang bagi ikan untuk mendekati mata pancing. Umpan alami yang baik (Kaynayama 1959 vide Leksono 1983), Harus memenuhi syarat :

1) Warna mengkilap;

2) Sirip tidak terlalu tebal, punggung kuat;

3) Bentuk badan memanjang (panjang dan lebar berkisar antara 15-25 cm dan 3-5 cm);

4) Masih segar; dan

5) Mempunyai bau yang khas (anyir) sebagai ikan umpan.

Sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan sehingga para nelayan lebih memilih menggunakan umpan buatan dalam pengoperasian penangkapan ikan dengan menggunakan pancing tonda.

Umpan yang digunakan banyak berasal dari bulu ayam yang halus, yaitu bulu yang terdapat dibagian leher dan ujung ekor saja. Bulu ayam yang digunakan biasanya yang berwarna putih. Selain umpan buatan dari bulu ayam,

(13)

juga ada yang terbuat dari tali rafia atau karet. Dasar pemikiran penggunaan umpan buatan adalah :

1) Harga relatif murah dan mudah didapat; 2) Dapat dipakai berulang-ulang;

3) Dapat disimpan dalam waktu yang lama; 4) Warna dapat memikat; dan

5) Ukuran dapat disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan.

2.2.3.4 Alat tangkap payang

Payang termasuk ke dalam kelompok seine net atau danish seine (Von Brandt, 1984). Seine net adalah alat penangkapan ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkapan ikan ini di operasikan dengan cara melingkari area seluas-luasya dan kemudian menarik alat ke kapal atau pantai. Payang merupakan salah satu seine net yang dioperasikan dengan cara melingkari kawanan ikan lalu di tarik ke atas kapal yang tidak bergerak.

Subani dan Barus (1989) mendeskripsikan payang sebagai berikut: besar mata dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang sampai ± 4 cm. Payang memiliki tali ris bawah yang lebih pendek, yang di maksudkan agar dapat mencegah kemungkinan ikan dapat lolos ke bawah, karena pada umumnya payang dioperasikan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup di bagian lapisan atas perairan dan mempunyai sifat cenderung bergerak ke lapisan bawah bila terkurung jaring. Menurut Marwardi (1990) vide Saptaji (2005), mengungkapkan bahwa yang menjadi tujuan utama dari operasi penangkapan payang di palabuhan adalah jenis-jenis ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting seperti: cakalang (katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard) dan banyar (Euthynus alletteratus).

Fyson, (1985) membagi pengoperasian alat tangkap berdasarkan gerak umum kapal menjadi 3 kelompok, yaitu :

1) Pengoperasian dilingkarkan (encircling gear); Contoh: purse seine, payang, dogol, dan sejenisnya. 2) Pengoperasian ditarik (towed/dragged gear); dan

(14)

3) Pengoperasian pasif (static gear);

Contoh: gillnet, jaring rampus, jaring klitik dan sejenisnya.

Berdasarkan pembagian di atas, alat tangkap payang termasuk ke dalam encircling gear. Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap payang dapat dilakukan baik pada siang hari ataupun malam hari (Subani dan Barus, 1989). Operasi penangkapan ikan pada malam hari dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu lampu petromak. Sementara untuk penangkapan yang di lakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon.

Ayodhyoa (1972) vide Saptaji (2005) menjelaskan bahwa indikator dalam menentukan gerombolan ikan pada siang hari dapat dilakukan dengan melihat perubahan permukaan air laut, seperti terlihatnya buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan, terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan yang berenang dekat permukaan laut dan adanya burung-burung yang menukik menyambar permukaan laut.

2.3 Rumpon

Rumpon adalah suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang atau ditanam di suatu tempat di tengah laut. Pada umumnya rumpon terdiri dari empat bagian penting yaitu pelampung (float), tali panjang (rope), pemikat (atraktor) berupa daun kelapa atau daun lontar, dan pemberat (sinker/anchor) (Handriana 2007).

Rumpon adalah suatu kontruksi bangunan yang dipasang didalam air dengan tujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan penangkapan ikan disuatu tempat (Monintja 1995 diacu dalam Zulkarnain 2002). Rumpon biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya dijadikan sebagai alat tambahan yang digunakan sebagai pengumpul ikan pada suatu tempat atau titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan berdasarkan alat tangkap yang dikehendaki (Subani, 1986 vide Effendi, 2002). Menurut Zakri (1993) vide Sianipar (2003) tipe-tipe rumpon yang dikembangkan hingga saat ini dapat dikelompokkan atas kategori berikut:

(15)

1) Berdasarkan posisi dari pemikat, rumpon dapat dibagi menjadi rumpon perairan permukaan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan lapisan tengah terdiri dari jenis perairan dangkal dan perairan dalam.

2) Berdasarkan kriteria permanensi, rumpon dapat dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindahkan (dinamis).

3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon tradisional dan modern.

Berbagai alasan dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) vide Imawati (2003) untuk menjelaskan ketertarikan ikan terhadap rumpon, antara lain sebagai berikut:

1) Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan tertentu;

2) Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan tertentu;

3) Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telur bagi ikan tertentu;

4) Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan

5) Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan tertentu.

Pelampung (float) berfungsi sebagai penanda keberadaan rumpon, pada pelampung biasanya dipasang bendera tanda. tali panjang (rope) berfungsi menghubungkan pelampung dengan pemberat, sedangkan pemberat fungsinya adalah sebagai jangkar dengan tujuan agar rumpon menetap pada satu tempat dan tidak berpindah-pindah. Atraktor merupakan bagian yang paling penting karena berfungsi sebagai alat pemikat atau terkumpulnya ikan.

Menurut tim pengkajian rumpon (Rumpon Study Group Bogor Agricultural

University, 1987) persyaratan umum dari komponen-komponen dari konstruksi

rumpon adalah sebagai berikut : a) Pelampung,

- mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik - kontruksi cukup kuat

(16)

- mudah dikenali dari jarak jauh - bahan pembuatnya mudah didapat b) Pemikat,

- Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan - Tahan lama

- Mempunyai bentuk seperti posisi vertical dengan arah kebawah - Melindungi ikan-ikan kecil

- Terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah c) Tali temali,

- Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk - Harganya relatif murah

- Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus

- Tidak bersimpul (less knot) d) Pemberat,

- Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh

- Permukaan tidak licin sehingga dapat mencengkram dasar perairan dan memiliki massa jenis yang besar.

Berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari ikan pelagis kecil sampai ikan pelagis besar yang didominasi oleh tuna dan cakalang (Monintja dan Zulkarnain, 1995 vide Ardianto, 2005). Tidak semua jenis ikan yang beruaya dapat berasosiasi dengan rumpon, hanya beberapa jenis tertentu yang sering berada di daerah rumpon. Subani (1986) vide Imawati (2003) mengatakan bahwa ikan yang berkumpul di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti layang (Decapterus maruadsi), deles (Decapterus crumenophthalmus), kembung (Rastralliger sp.), lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata), selar (Caranx leptolesis), pepetek (Megalaspis cordyla). Sementara itu, sumberdaya ikan pelagis besar yang banyak berkumpul di sekitar rumpon adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynus sp.), dan tuna mata besar (Thunnus obesus) (Monintja dan Zulkarnain, 1995 diacu dalam Ardianto, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Di samping pengembangan yang akan dilakukan, konfigurasi jaringan yang sedang berjalan juga perlu perawatan secara periodik dan juga evaluasi secara berkala untuk meninjau

Kualitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dengan kualitas individual masing-masing warga negara (Tilaar,2000;32).. Keberhasilan dalam mencapai pembelajaran salah satunya

Nilai tertinggi fluktuasi asimetri besaran (FAm) dan fluktuasi asimetri bilangan (FAn) ikan nila di Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Dunia Air

Klju~ne rije~i: Hedychium larsenii (Zingiberaceae), eteri~no ulje, GC, GC-MS, antibakterijsko djelovanje Tropical Botanic Garden and Research Institute,

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

Infusa daun mahkota dewa tidak memiliki daya antibakteri terhadap Eschericia coli dengan KHM lebih besar dari 25 gram%.. Dapat disimpulkan bahwa infusa daun mahkota dewa

Dengan demikian, dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa media filtrasi berupa kombinasi adsorben yang digunakan dalam penelitian ini terbukti dapat

(a) direktur utama/pimpinan perusahaan, atau penerima kuasa dari direkturutama/pimpinan perusahaanyang nama penerima kuasanyatercantum dalam akte pendirian atau