A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas
dengan manusia lainnya yang mempunyai hasrat untuk berkomunikasi dan
bergaul dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia,
kebutuhan sosial yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Remaja
secara psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka
terhadap perubahan, mudah terpengaruh oleh berbagai perkembangan
disekitarnya. (Hurlock, 2008).
Interaksi sosial bagi remaja merupakan hal yang sangat penting dalam
proses penyesuaian diri remaja, agar bisa berkembang menjadi individu
dengan pribadi yang sehat. Hal ini perlu diperhatikan mengingat masa remaja
dapat dikatakan sebagai masa yang paling sulit dan masa yang rawan dalam
tugas perkembangan manusia ini karena masa remaja adalah masa pancaroba
atau masa transisi, dari masa kanak-kanak menuju ke mana dewasa (Sarwono,
2009).
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. (Gillin
Remaja sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok diharapkan
dapat berintaksi dengan orang lain agar dapat dikatakan sebagai remaja yang
dapat berkomunikasi dan menyesuikan diri dengan baik sesuai dengan tahap
perkembangan usianya. Menurut Wilis (2005), penyesuaian diri yang baik
adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap
lingkungan, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan
lingkungan. Menurut Gunarsa (2006) remaja yang sulit berinteraksi dalam
lingkuan sosial cenderung sulit bergaul, memiliki sedikit teman, merasa
rendah diri. Dampak psikologisnya, remaja mengalami perasaan tertekan,
merasa dikucilkan dari pergaulan serta merasa tidak nyaman dengan
lingkungan sosial.
Sesuai dengan perkembangannya, remaja dituntun untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk.
Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari (Sunaryo, 2011). Interaksi sosial merupakan hubungan
timbal balik antara dua orang atau lebih dan masing-masing orang yang
terlibat didalamnya memainkan peran secara aktif (Ali & Asrori, 2014).
Individu yang bisa berinteraksi sosial dengan baik biasanya dapat mengatasi
berbagai persoalan didalam pergaulan dan tidak mengalami kesulitan untuk
menjalani hubungan dengan teman baru (Liliweri, 2007).
Pada masa sekarang interaksi sosial sangat dipengaruhi oleh
akan mengacaukan kehidupan sehari-hari. Masalah ini bisa menjadi sesuatu
yang mengkhawatirkan jika tidak ada kontrol diri untuk bisa membatasi dari
game online tersebut. Kebiasaan bermain game juga membuat individu akan terasing dari lingkungannya.
Di Indonesia fenomena game online juga cukup banyak menyita perhatian para remaja. Survei Media Analysis Laboratory pada tahun 1998 (dalam Ambarina, 2008) mengungkapkan bahwa pengguna online game terbanyak adalah remaja, dan didominasi oleh siswa SMU dan mahasiswa,
pada tahun 2009 jumlah pemain game online di Indonesia mencapai 6 juta atau sekitar 24% dari 25 juta orang pengguna internet (detik.com, 2009).
Jumlah pelajar atau mahasiswa pengguna internet diperkirakan setengah dari
jumlah pengguna internet secara keseluruhan. Jadi, jumlah pemain game online hampir mencapai 50% dari keseluruh pelajar atau mahasiswa yang terkoneksi ke internet. Jumlah ini sangat besar lonjakannya dibanding tahun
2007 dimana prediksi jumlah pemain game online paling banyak hanya 2,5 juta pemain (detik.com, 2009).
Pertama kalinya game online muncul adalah pada tahun 1960, ketika komputer dapat digunakan untuk bermain game oleh dua orang yang berada diruangan yang sama, dimana komputer tersebut dihubungkan dengan Local Area Network (LAN), pada tahun 1970 muncul jaringan komputer berbasis paket yang telah mencakup Wide Area Network (WAN).
sendiri muncul di Indonesia pada tahun 2001, dimulai dengan masuknya
Nexia Online. Game Online beredar di Indonesia sendiri cukup beragam. Tercatat lebih dari 20 judul game online yang beredar di Indonesia.
Game online berkembang sangat pesat di Indonesia karena didukung oleh
perkembangan internet. Pertumbuhan perkembangan internet semakin
bertambah pesat setiap tahunnya, jumlah pengguna internet tumbuh dengan
sangat signifikan hingga 22% dari 62 juta ditahun 2012 menjadi 74,57 juta di
Indonesia di tahun 2013. Menurut lembaga riset MarkPlus Insight, angka
jumlah pengguna internet di Indonesia akan menembus seratus juta jiwa di
tahun 2015 (Indarawan, 2012)
Setiap tahun jumlah pemain game di Indonesia terus menerus bertambah,
bahkan saat ini Indonesia mengalami pertumbuhan pemain game hingga 33%
setiap tahunnya, dan sampai tahun 2012 di Indonesia terdapat tiga puluh juta
pengguna game online dengan rata-rata umur pengguna antara 17 sampai
hingga 40 tahun. Game online merupakan fenomena baru di Asia Tenggara,
namun memiliki banyak peminat, terutama di Indonesia. Game online di
Indonesia terutama dikota-kota besar, game sangat digemari, dan pemain
game terutama remaja dapat berjam-jam duduk didepan komputer (Indira,
2011).
Mengingat game online telah menjadi salah satu kegiatan yang paling adiktif diinternet, kecanduan game online antar pemain remaja telah menjadi banyak perhatian (Chen et al. 2007). Penelitian yang sudah ada menunjukkan
Sementara menurut Lo, Wang, dan Fang (2005) mengatakan bahwa
peningkatan game online telah menyebabkan buruknya hubungan interpersonal dan meningkatnya kecemasan sosial gamer online.
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya telah menemukan
banyak hubungan antara game online dengan ketergantuan dan perilaku penurunan interaksi sosial (Internet Paradox Study), bermain yang berlebihan (Fisher; Griffiths, Hunt, dalam dalam Loton, 2007), penurunan tajam pada
social involvement, dan peningkatan kesendirian dan depresi (Subrahmanyam, 2000; Kraut, et al., 1998), serta mengalami high levels of emotional loneliss dan atau kesulitan berinteraksi secara sosial dalam kehidupan nyata (AMA, 2008), dan juga berhubungan dengan kerusakan
pada faktor sosial, psikologi, dan kehidupan (Benner; et al. 1997).
Kita ketahui bergaul atau berinteraksi pada masa remaja sangat penting
karena pada masa ini banyak tuntutan-tuntutan masa perkembangan yang
harus dipenuhi yaitu perkembangan secara fisik, psikis, dan yang lebih utama
adalah perkembangan secara sosial. Bagi remaja kebutuhan berinteraksi
dengan orang lain diluar lingkungan keluarga sangat besar, terutama interaksi
dengan teman-teman sebayanya.
Interaksi sosial merupakan salah satu cara untuk individu memelihara
tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap dapat bertingkah
laku sosial dengan individu lain. Interaksi sosial juga dapat meningkatkan
jumlah atau kuantitas dan mutu atau kualitas dari tingkah laku sosial individu
individu lain di dalam situasi sosial (Santoso, 2010). Menurut Soekanto
(2012), interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial karena
tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Namun melihat permainan game online yang semakin populer di Indonesia dan menarik bagi banyak kalangan dari hari ke hari. Dapat
menimbulkan perilaku yang komulsif berulang-ulang pada remaja untuk
memuaskan diri pada aktifitas tertentu. Permainan game online dengan frekuensi berlebihan menyebabkan kecanduan pada remaja yang gemar
bermain game online. Seseorang yang mengalami kecanduan biasanya menggunakan waktunya 2-10 jam per hari (Kusumadewi, 2009) bahkan 39
jam dalam seminggu (Young, 1998), atau rata-rata 20-25 jam dalam
seminggu (Chen & Chon; Chou & Hsiao, dalam Chou, et al., 2005). Dan di Indonesia, penikmat game online terbanyak menurut penelitian Kusumadewi (2009) adalah kaum remaja.
Pada tataran individu, remaja yang memainkan game online akan mengalami realitas diluar apa yang dijalani sehari-hari. Pada titik-titik
tertentu orang yang memainkan game online menjadi tidak peduli dengan tatanan moral, sistem nilai dan norma yang telat disepakati dalam masyarakat,
intinya tidak lagi peduli pada aturan yang ada. Belum lagi sikap
individualisme yang makin meninggi ditunjang dengan sifat internet sebagai komunikasi interaktif yang tidak mengharuskan komunikasi pertemuan fisik.
anti sosial, dan kurang empati. Demikian pula munculnya gejala aneh, seperti
rasa tak tenang, gelisah ketika hasrat bermain tidak segera terpenuhi.
(Permatasari, 2016)
Dari hasil study pendahuluan yang dilakukan peneliti diwarnet-warnet
yang terletak di kecamatan Bobotsari kabupaten Purbalingga, dengan melalui
wawancara dengan operator warnet yang menyediakan game online, menurut keterangan dari penjaga warung internet mengatakan bahwa pengunjung
warung internet terbanyak adalah remaja dengan usia 10 tahun sampai dengan
22 tahun. Ketika bermain para remaja sering menampakkan verbal negatif
seperti kata-kata kotor, umpatan, makian, atau sesekali memukul meja,
beberapa diantaranya terlihat cuek dan tidak perduli satu sama lain. Menurut
operator warnet remaja rata-rata bermain game online selama 2 jam setiap harinya dan akan lebih lama ketika hari libur. Salah satu warung internet yang
dilakukan observasi adalah Flazh.net, yang merupakan warung internet
terbesar di bobotsari dengan 40 unit komputer. Pengunjung warung internet
pada hari biasa 20 orang dan akan lebih banyak ketika hari libur. Hal ini
membuktikan bahwa tingginya minat remaja dalam bermain game online. Pelanggan warung internet tersebut sebagian besar merupakakan pelanggan
tetap yang datang setiap minggunya. Remaja mengakui bisa 4-7 kali dalam
minggunya datang ke warung internet untuk bermain game online. Ketergantuan bermain game online yang dialami pada remaja, dapat mempengaruhi aspek sosial remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari
maya mengakibatkan remaja kurang berinteraksi dengan orang lain dalam
dunia nyata.
Tidak jauh berbeda dengan warung internet seperti Vip Net, Happy Net,
Vitrah Net, dan Star Net. yang terletak diwilayah Bobotsari. Peneliti
kemudian melakukan wawancara pada penjaga warnet, dan penjaga warnet
memberikan pernyataan yang tidak jauh berbeda dengan penjaga warnet
lainnya. mengatakan bahwa pengunjung yang bermain game online paling sebentar adalah 2 jam setiap harinya. Remaja yang bermain game online 2-10 jam per hari bisa dikatakan kecanduan (Kusumadewi, 2009).
Bermain game online bagi remaja sudah biasa dilakukan dan seringkali menyita banyak waktu. Bermain game online yang berjam-jam membuat remaja membatasi diri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan
sekitarnya, remaja lebih sering berinteraksi satu arah dengan lawan mainnya
di game online yaitu di dunia maya. Sehingga menjadikan kurangnya kemampuan interaksi di dunia nyata.
B. Rumusan Masalah
Interaksi sosial pada remaja di zaman seperti sekarang sangat
dipengaruhi oleh berkembangnya permainan game online yang menjadikan remaja lebih bersifat individualisme. Remaja yang kecanduan dengan game
online akan menghabiskan waktunya berjam-jam di warung internet hal ini
mempengaruhi perilaku sosial remaja khususnya pada kemampuan interaksi
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merumuskan masalah pada penelitian
ini “adakah hubungan frekuensi bermain game online terhadap kemampuan
interaksi sosial pada remaja di kecamatan Bobotsari kabupaten Purbalingga?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
frekuensi bermain Game Online terhadap kemampuan interaksi sosial pada remaja dikecamatan Bobotsari kabupaten Purbalingga.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden yang bermain game online b. Mengetahui frekuensi bermain game online pada remaja yang gemar
bermain game online dikecamatan Bobotsari kabupaten Purbalingga. c. Mengidentifikasi kemampuan interaksi sosial pada remaja yang gemar
bermain game online dikecamatan Bobotsari kabupaten Purbalingga d. Menganalisis hubungan frekuensi bermain game online terhadap
kemampuan interaksi sosial pada remaja dikecamatan Bobotsari
kabupaten Purbalingga.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Institusi Pendidikan
bahan masukan agar institusi dapat memberikan pengarahan kepada
remaja agar mampu mengontrol diri ketika bermain game online
2. Bagi ilmu pengetahuan
Sebagai masukan informasi bagi semua dan referensi bagi yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut khususnya game online pada konsep
pengembangan keperawatan jiwa tentang interaksi sosial remaja
3. Bagi responden
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi responden
(remaja) yaitu dapat meningkatkan kesadaran remaja akan pengaruh
frekuensi bermain game online terhadap interaksi sosial remaja 4. Bagi Peneliti
Mengetahui kemampuan interaksi sosial pada remaja yang gemar bermain
game online.
E. Penelitian Terkait
1. Hollingdale, J. (2014), judul “Pengaruh video game online kekerasan pada
tingkat keagresifan”.
Menggunakan metode randomly assigned, dengan four experimental condition; neutral video game – office, neutral video game – online, violet video game - offline, and violet video – online. Dengan menggunakan General Aggression Model (GAM) untuk menunjukkan efek negatif dari
hasil yang memainkan video game kekerasan menjadi lebih agresif (p=
0.004) F(1,97)= 8,63. Hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan
bahwa game online kekerasan membuat pemainnya menjadi lebih agresif.
Perbedaan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode randomly assigned, dengan four experimental condition. Sedangkan penelitian menggunakan desain survei analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti game online. 2. Fathar (2014), judul “Kemampuan interaksi sosial antara remaja yang
tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga”.
Dianalisis dengan menggunakan analisis uji-t dengan bantuan
program Statistical Product and service Sollution (SPSS) 16,0 for
windows. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di
pondok pesantren dengan yang tinggal di pondok pesantren dengan yang
tinggal bersama keluarga pada SMA (X)
Perbedaan penelitian ini yaitu menggunakan analisis uji-t dengan
bantuan program Statistical Product and service Sollution (SPSS) 16,0 for
windows. Sedangkan peneliti menggunakan desain survei analitik
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan penelitian
yaitu sama-sama meneliti kemampuan interaksi sosial antara remaja.
3. Yanto (2011), judul “Pengaruh game online terhadap perilaku remaja”. Dengan menggunakan metode kualitatif dan naturalistik yang
pengaruh game online terhadap remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang melatar belakangi adalah faktor internal dan faktor
ekternal yaitu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
sesuatu seperti pengaruh dari teman sebaya (lingkungan teman bermain)
dan keluarga.
Perbedaan penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif dan
naturalistik yang menghasilkan data deskriptif. Sedangkan peneliti
menggunakan desain survei analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Persamaan penelitian yaitu sama-sama meneliti mengenai game online.
4. Astiti (2013), judul “Meningkatkan kemampuan interaksi sosial melalui
layanan bimbingan kelompok pada siswa program akselerasi SD Hj. Isriati
Baiturrahman 01 Semarang”.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilitian
tindakan bimbingan dan konseling. Dalam penelitian ini yang menjadi
subjek penelitian adalah 14 siswa program akselerasi yang mempunyai
kemampuan interaksi sosial heterogen, yaitu dari yang tinggi sampai
dengan yang sedang. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu
angket interaksi sosil dan observasi. Sedangkan teknik analisis data yang
siswa program akselerasi dapat ditingkatkan setelah mendapatkan layanan
bimbingan kelompok.
Perbedaan penelitian ini yaitu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penilitian tindakan bimbingan dan konseling. teknik analisis data
yang digunakan adalah statistik non parametrik dengan uji Wilcoxon Sign Ranks Test. Sedangkan peneliti menggunakan desain survei analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan penelitian
yaitu sama-sama meneliti kemampuan interaksi sosial.
5. Sentosa (2015), judul “Pola komunikasi dalam proses interaksi sosial
dipondok pesantren Nurul Islma Samarinda”.
Dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, metode pengumpulan
data Library Research: penelitian pustaka, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitia mengacu pada analisis interaktif yang
dikembangkan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman.
Perbedaan penelitian ini yaitu dengan metode penelitian deskriptif
kualitatif, metode pengumpulan data Library Research: penelitian pustaka, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan peneliti menggunakan desain
survei analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Persamaan