• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU REMAJA DALAM HAL KESEHATAN REPRODUKSI DI SLTPN MEDAN TAHUN 2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU REMAJA DALAM HAL KESEHATAN REPRODUKSI DI SLTPN MEDAN TAHUN 2002"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU REMAJA

DALAM HAL KESEHATAN REPRODUKSI DI SLTPN MEDAN

TAHUN 2002

Dina Indarsita

Abstrak

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi fungsi serta prosesnya. Saat ini kesehatan reproduksi remaja menjadi masalah karena menurut SDKI 1997 masih ada wanita yang melahirkan anak pertama di usia <15 tahun dan dampak globalisasi yang memungkinkan remaja untuk berperilaku yang berisiko. Melihat kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi serta dampaknya dalam menentukan kualitas hidup remaja sehingga mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksinya.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan faktor eksternal remaja dengan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi di SLTPN Medan tahun 2002. Desain penelitian ini cross sectional. Alat pengumpul data berupa kuesioner dengan sampel 107 orang siswa SLTPN I, 37, dan 41 kelas 3. Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, komunikasi orangtua-anak, media komunikasi massa dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 28% remaja berperilaku berisiko dalam hal kesehatan reproduksinya dan 72% yang tidak berisiko.

Berdasarkan hasil penelitian ini kepada institusi sekolah disarankan agar lebih mengintensifkan program BK (Bimbingan Konseling) untuk mencegah terjadinya perilaku berisiko bagi remaja dalam hal kesehatan reproduksi. Bagi peneliti lain disarankan agar meneliti sejauh mana pengetahuan dan persepsi orangtua tentang kesehatan reproduksi serta kemampuannya berkomunikasi dengan remajanya. Dan bagi pemerintah disarankan agar diadakan program pelatihan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja serta menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi melalui media cetak dan elektronik agar pengetahuan responden bertambah baik, sehingga sikap dan perilakunya juga baik.

Kata kunci: Perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi, Pendidikan ayah, Pendidikan ibu,

Pekerjaan ayah, Pekerjaan ibu, Komunikasi orangtua-anak, Media komunikasi massa

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Remaja sebagai bagian dari generasi muda merupakan aset nasional yang sangat penting dalam mempersiapkan kelangsungan program selanjutnya baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan itu sendiri (Media, 1995).

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997, penduduk berusia < 15 tahun adalah 34% dari jumlah penduduk seluruhnya dan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1999 di Medan persentase penduduk < 17 tahun adalah 1.82% dari jumlah penduduk seluruhnya, dengan keadaan ini jelas terlihat bahwa potensi sumber daya manusia bagi pembangunan jumlahnya cukup besar, namun dengan era globalisasi seperti sekarang ini ada kekhawatiran di mana remaja akan terpengaruh oleh keadaan-keadaan yang tidak bisa diantisipasi oleh

dirinya sendiri sehingga bukannya menjadi pelaku pembangunan malah menjadi beban bagi pembangunan.

Hasil penelitian Mashuri (1991) dalam UPLEK FK Udayana di Bali menunjukkan bahwa hanya sedikit remaja di Bali yang mempunyai pengetahuan reproduksi secara benar. Dari 108 remaja yang diwawancarai didapatkan sebanyak 4,8% mempunyai pengetahuan yang benar tentang usia subur, 8,3% tahu tentang menstruasi, 3,7% tahu tentang masa subur, dan 16% yang tahu tentang proses kehamilan, selanjutnya penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mempunyai sikap yang positif terhadap masalah-masalah reproduksi yaitu 60,2% menyatakan tak setuju dengan hubungan seks sebelum menikah (dilakukan dengan pacar), 73,1% tidak setuju dengan kehamilan sebelum menikah, 66,6% tidak setuju dengan pengguguran kandungan,

(2)

75,9% tidak setuju dengan penggunaan alat kontrasepsi pada remaja.

Dari penelitian PKBI dan Yayasan Widya Prakarsa (1999) di 6 kota yakni Jakarta, Medan, Padang, Bengkulu, Samarinda, dan Pontianak didapatkan bahwa semua remaja SMU tahun 1998 berpendapat bahwa keperawanan itu penting karena merupakan suatu kehormatan yang harus dijaga. Dan hampir semua responden (98,2%) berpendapat bahwa aborsi berbahaya karena dapat mengancam keselamatan jiwa, merusak peranakan yang dapat mengakibatkan tidak bisa hamil lagi. Penelitian ini juga menemukan distribusi remaja sekolah menengah atas tahun 1998, yang pernah berhubungan seks di Jakarta 2,9%, di Medan 4,4%, di Padang 5,9%, di Bengkulu 5,9%, di Samarinda 9,5%, dan di Pontianak 8%. Sementara itu Tjitarsa (1995) di Denpasar, menemukan bahwa 50% wanita hamil yang belum menikah berusia dibawah 20 tahun. Dan survey yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan tahun 1998 melalui surat, konseling tatap muka, telepon, radio, ditemukan 10% (9,06) remaja sudah pernah melakukan hubungan seks pra nikah.

Selanjutnya sekarang ini, menurut beberapa penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai dan norma-norma perilaku yang berkaitan dengan kehidupan seks di kalangan masyarakat, khususnya di lingkungan remaja.

Teori lain mengemukakan asumsi determinan atau faktor penentu perilaku manusia sulit dibatasi karena merupakan resultante dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara terinci perilaku manusia merupakan refleksi dari pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, minat, motivasi (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Sigit (1992) masalah perilaku reproduksi di kalangan remaja tidak saja sebagai akibat dari biologis semata tetapi juga berkenaan dengan faktor lingkungan serta kurangnya pembekalan (informasi) mengenai reproduksi sehat secara utuh dan menyeluruh. Faktor lingkungan tersebut seperti menurunnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap perilaku seks remaja, kondisi pergaulan remaja yang nampak semakin bebas. Faktor lainnya adalah kurangnya informasi tentang reproduksi yang sehat, benar dan utuh yang disebabkan oleh beberapa kendala seperti sulit berkomunikasi dengan orang lain dan tidak tahu ke mana dan di mana bisa mencari informasi tentang reproduksi. Dan pola kehidupan remaja tidak terlepas dari dampak globalisasi antara lain pergaulan bebas, longgarnya norma sosial, serta arus informasi yang semakin meningkat.

Berdasarkan keadaan ini maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian terhadap remaja khususnya untuk mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal remaja dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya hubungan faktor eksternal dengan

perilaku remaja yang berisiko dalam hal kesehatan reproduksi.

3. Tujuan Penelitian

Diketahuinya gambaran perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi di SLTPN Medan, gambaran tentang faktor eksternal remaja dalam hal kesehatan reproduksi di SLTPN Medan, faktor eksternal remaja yang berhubungan dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi di SLTPN Medan.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan untuk menyempurnakan kurikulum tentang kesehatan reproduksi pada institusi pendidikan, Bahan untuk pengembangan dan peningkatan program kesehatan umumnya dan khususnya program Usaha Kesehatan Sekolah/Bimbingan dan Konseling, dan bahan untuk peneliti lain.

5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi di SLTPN Medan dilihat dari faktor eksternal remaja. Penelitian ini dilakukan pada remaja SLTPN Medan bulan Februari tahun 2002 dengan menggunakan desain cross sectional.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perilaku Remaja dalam Hal Kesehatan

Reproduksi

Secara persentase gambaran kondisi remaja di SLTPN menunjukkan bahwa 28% berperilaku kesehatan reproduksi yang termasuk berisiko. Keadaan ini disebabkan oleh karena informasi tentang perilaku kesehatan reproduksi terutama seks lebih mudah diperoleh karena aksesnya banyak antara lain melalui media cetak (buku, majalah, stensilan) dan elektronik (televisi, internet, radio), serta lingkungan sekitarnya di mana banyak remaja yang menyaksikan perilaku berpacaran di tempat umum. Dengan makin seringnya remaja terpapar oleh hal-hal tersebut di atas maka memungkinkan bagi mereka untuk berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Keadaan ini dapat dicegah/diantisipasi melalui pendidikan kesehatan reproduksi yang terprogram ke institusi-institusi sekolah melalui kegiatan ekstra-kurikuler untuk menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi selama satu minggu pada saat liburan sekolah serta pemberian buku bacaan yang mendidik tentang kesehatan reproduksi pada institusi-institusi sekolah tersebut.

2. Pendidikan Ayah

Ayah yang berpendidikan rendah (34,8%) proporsinya lebih banyak dari ayah yang berpendidikan tinggi (26,2%) untuk mempunyai

(3)

remaja berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Hal ini sesuai dengan penelitian Zelnik et al. (1981) dan Miller & Sneeby (1988) dalam Tolan and Cohler (1993) yang menemukan bahwa orangtua dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung menentukan pencapaian moral yang tinggi sedang orangtua dengan tingkat pendidikan rendah berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Berdasarkan hasil di atas dianjurkan kepada ayah yang berpendidikan rendah agar dapat memberikan model yang baik tentang perilaku kepada remajanya.

3. Pendidikan Ibu

Perilaku kesehatan reproduksi remaja yang berisiko ini lebih banyak terjadi pada ibu yang berpendidikan rendah (34,5%) dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (25,6%).

Keadaan ini disebabkan antara lain ibu yang pendidikannya rendah kurang memahami tentang masalah perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko dan mungkin juga selalu menunggu arahan/keputusan dari suami sehingga kurang berinisiatif dalam menghadapi keadaan perkembangan perilaku remajanya. Dibandingkan Ibu yang berpendidikan tinggi tentunya mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah terutama dalam hal mengarahkan remajanya untuk berperilaku kesehatan reproduksi yang tidak berisiko.

Pendidikan ibu ini berkaitan dengan masalah adat-istiadat, budaya, dan sistem sosial yang kurang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memperoleh pendidikan yang memadai (Sidhi, 1989) sehingga dalam peran dan kedudukannya dalam keluarga, ibu hanya mengikuti apapun keputusan dari bapak (suami), padahal dengan peningkatan pendidikan pada perempuan dapat mengubah persepsi perempuan terhadap dirinya, sadar akan martabat dirinya sebagai manusia yang mampu berprestasi sendiri dan tidak harus bergantung terhadap orang lain (Sudijoprapto, 1982).

4. Pekerjaan Ayah

Berdasarkan hasil uji silang diketahui bahwa ada perbedaan proporsi mengenai pekerjaan di mana proporsi ayah yang bekerja non-formal (38,9%) lebih banyak dibandingkan dari ayah yang bekerja formal (22,5%) yang membuat remaja berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Hal ini dapat diartikan bahwa dengan ayah yang bekerja formal di sektor formal mempunyai pendapatan yang relatif stabil sehingga kebutuhan pokok keluarga menjadi terpenuhi. Dengan keadaan sosial ekonomi yang memadai dalam sebuah keluarga, ayah mempunyai waktu untuk berkomunikasi dengan keluarganya terutama dengan remajanya, dan keadaan ini akan berdampak positif pada perilaku kesehatan reproduksi remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (1991) bahwa perilaku seks remaja yang negatif paling banyak

terdapat pada anak yang latar belakang sosial ekonominya rendah.

5. Pekerjaan Ibu

Didapatkan jumlah yang hampir sama antara ibu yang tidak bekerja (28,4%) dengan ibu yang bekerja (27,5%) dapat membuat remaja berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Hasil ini menunjukkan bahwa ibu-ibu yang tidak bekerja dan bekerja mempunyai proporsi yang sama untuk mempunyai remaja yang berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko. Handayani (2001) menegaskan bahwa tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangganya dan tetap harus meluangkan waktunya untuk berkomunikasi, karena kodrat ibu yang telah digariskan oleh Tuhan YME bahwa tugas mulia seorang ibu adalah membesarkan anak.

6. Komunikasi Orangtua-Anak

Proporsi remaja yang tidak pernah berkomunikasi dengan orangtua (33,8%) lebih banyak yang berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko dibandingkan dengan proporsi remaja yang pernah berkomunikasi dengan orangtua (19%).

Keadaan ini dikaitkan dengan keberadaan orangtua di rumah sehingga tidak ada kesempatan dan kemampuan (tidak diketahuinya sejauh mana orangtua tersebut tahu tentang kesehatan reproduksi) untuk berkomunikasi dengan baik tentang kesehatan reproduksi kepada remajanya. Jika hal ini tidak ada, maka akan mengakibatkan pemahaman remaja menjadi kurang komprehensif sehingga menimbulkan ketidak-puasan yang pada akhirnya remaja berusaha mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi tersebut melalui orang lain di luar keluarga. Akibatnya dengan informasi yang belum tentu benar tersebut akan membuatnya berperilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

7. Media Komunikasi Massa

Media cetak (19,5%) mempunyai proporsi lebih sedikit dibandingkan dengan media elektronik (33,3%) dalam meningkatkan perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Keadaan ini disebabkan oleh tersedianya sarana media massa seperti koran, majalah, televisi, dan radio di setiap keluarga dan mudahnya responden mendapatkan semua informasi tentang kesehatan reproduksi tanpa ada batasan atau sensor, apalagi sewaktu mendapatkan informasi tersebut tidak didampingi oleh orangtua sehingga remaja tersebut menerima dengan alur pikirnya sendiri.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian di tiga SLTPN di Medan dapat diketahui bahwa remaja yang berperilaku tidak berisiko dalam hal kesehatan reproduksinya

(4)

lebih banyak dibandingkan dengan remaja yang berperilaku berisiko.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, komunikasi orangtua-anak, media komunikasi massa dengan perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko.

Saran

1. Bagi Pemerintah (Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional)

Berdasarkan temuan penelitian ini diharapkan agar pemerintah khususnya pengambil kebijakan mengenai masalah remaja agar melakukan kerjasama antara Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam melaksanakan program kesehatan reproduksi bagi remaja, jadi tidak hanya sebatas konsep saja tetapi langsung terlibat dalam operasional seperti dengan menyelenggarakan pelatihan untuk menambah pengetahuan bagi remaja dengan materi inti kesehatan reproduksi remaja. Kegiatan ini secara strategis dapat menggunakan berbagai jalur di dalam sekolah maupun di luar sekolah sehingga setelah selesai pelatihan, remaja dapat menjadi fasilitator bagi kelompok sebayanya mengenai kesehatan reproduksi remaja dengan harapan dapat mencegah peningkatan kehamilan di usia remaja, mencegah aborsi, mencegah timbulnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

Sesuai dengan hasil pembahasan bahwa sikap remaja yang dominan berhubungan dengan perilaku remaja yang berisiko maka dihimbau agar pemerintah dapat menyediakan materi kesehatan reproduksi melalui media cetak dan elektronik yang bisa di konsumsi untuk remaja sesuai dengan selera remaja misalnya disajikan dalam bentuk komik dan cerita bergambar (yang terlebih dahulu telah diseleksi dari hal-hal berbau pornografi). Dengan harapan jika mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang baik dan benar, remaja tersebut mempunyai sikap yang positif/baik terhadap perilaku kesehatan reproduksinya.

2. Bagi Institusi Sekolah

Lebih mengintensifkan program pendidikan seks atau reproduksi sehat pada sekolah agar para remaja mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja ditinjau dari berbagai aspek baik medis maupun non-medis melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (seperti kegiatan P3K), Bimbingan Penyuluhan, pelajaran biologi dengan materi inti kesehatan reproduksi, mengadakan perlombaan untuk menggali potensi sikap yang positif tentang kesehatan reproduksi dari siswa SLTPN seperti lomba poster dengan topik pencegahan perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko. Program ini dapat membantu mengurangi kecemasan remaja ketika menghadapi kematangan seksual, mendapatkan persepsi yang benar mengenai seks dan seksualitas, serta dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila timbul masalah-masalah

yang berkaitan dengan masalah kesehatan remaja dengan baik dan benar.

Untuk pelaksanaan program pendidikan seks ini diharapkan para guru:

• Memperhatikan pendekatan individual, karena setiap siswa memiliki sikap, bakat, minat, dan kemampuan yang berbeda. • Bersedia menjadi pendengar yang baik dan

empati dengan keluhan ataupun kondisi batin (mood) siswa.

• Menanamkan nilai-nilai budi pekerti melalui proses pembiasaan misalnya sopan santun, menghargai orang lain, bekerja sama, mengendalikan emosi, kejujuran dan sebagainya.

• Berfikir positif terhadap siswa.

• Bersikap sabar dan terbuka dalam menilai siswa.

• Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaktualisasikan diri.

3. Bagi Orangtua

Pada pembahasan ditemukan lebih dari separuh remaja yang tidak pernah berkomunikasi dengan orangtuanya tentang kesehatan reproduksi, berdasarkan keadaan yang seperti ini disarankan kepada orangtua untuk meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi dan mau mengkomunikasikannya dengan remajanya dan menciptakan hubungan yang harmonis sehingga menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian remaja sehingga remaja tersebut dapat berperilaku kesehatan reproduksi yang baik/tidak berisiko.

4. Bagi Peneliti Lain

Disarankan agar perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan orangtua terhadap kesehatan reproduksi remaja dan kemampuan orangtua berkomunikasi dengan anaknya mengenai kesehatan reproduksi remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D., 1997. Tehnik Penyusunan Skala Pengukur, Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Amri, Z., 1999. Kurikulum Pendidikan Kesehatan dan Kesehatan Reproduksi Remaja, IDI, Jakarta.

Ariawan, I., 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan, Jurusan Biostatistik dan kependudukan FKM-UI, Jakarta.

Azwar, S., 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukuran nya, Pustaka Belajar, Yogyakarta. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,

1997. Materi Pendidikan Reproduksi Sehat; untuk keluarga dengan anak usia 6–13 tahun, Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta.

(5)

____ ,1997. Materi Pendidikan Reproduksi Sehat; untuk keluarga dengan anak usia 14–21

tahun, Kantor Menteri Negara

Kependudukan/Badan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta.

____ , Z. A., Raharjo. J., 1997. Kesehatan Reproduksi Panduan Bagi Perempuan, Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan bekerja sama dengan The Ford Foundation, Ujung Pandang.

Biro Pusat Statistik, 1998. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 1999. Kota Medan dalam Angka, Medan.

Berk, E. L., 1998. Develompment Through The Lifespan, Allyn & Bacon, A Viacom Company, USA.

Bongaarts, J. & Cohen, B., 1998. Adolescent Reproduktif Behaviour in The Developing World. Studies in Family Planning, 29 (2): 99–105.

Bungin, B, 1995. Pengaruh Erotika Media Massa dan Peer Group terhadap Sikap Seks Di kalangan Remaja Perkotaan. Tesis, Program Studi Ilmu Sosial Universitas Airlangga, Surabaya. Darvill, W. & Powell, K., 2000. The Puberty Book

Panduan untuk Remaja, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Delyuzar, 2000. Pendidikan Kesehatan Reproduksi, Gender dan Hak-Hak Perempuan; panduan bagi siswa SMU/SMK, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, bekerja sama dengan AusAID, Medan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993 Kumpulan Materi Kesehatan Reproduksi Remaja, Jakarta.

Effendy, O. U., 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan praktik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. E. Saringendyanti, W., 1998. Pendidikan Seks untuk

Anak, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Farihah, E., 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Remaja/Siswa pada Tiga SMU Negeri di Kabupaten Serang tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun 2000. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,

Depok.

Gerungan, W.A., 1991. Psikologi Sosial, PT Eresco, Bandung.

Gunawan, A..H., 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Graef, et al., 1996. Komunikasi untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku diterjemahkan Hasan Basri M, Gadjah Mada University Press, Bulak Sumur, Yogyakarta.

Green, W.L., 1980. Health Education Planning: A Diagnostic Approach, Mafield Publishing Company, Palo Arto, California.

Hatmadji, S.H., Sudarminto, T.D., 1996. Beberapa hasil penelitian dari beberapa negara, dalam seminar wanita dan kesehatan reproduksi,

Lembaga Demografi FE UI, yayasan Economica FE UI, Jakarta.

Hendaryanto, J., 1993. Seksualitas Pelajar, dalam Laporan Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, Jember. Herlina, 2000. Hubungan Keterpaparan Media

Komunikasi Massa dengan Pengetahuan Remaja tentang HIV/AIDS di SMUN 2 Sinjai dan SMUN Selatan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

Hermawanto, H., 1995. Kesehatan Reproduksi Remaja dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Siswa Sekolah Menengah Tingkat Atas di Jakarta Selatan Tahun 1995, Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok. Hidayana, I. M., 1997. Perilaku Seksual Remaja di

Kota dan di Desa (kasus Sumatera Utara), Laboratorium Antropologi Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

____ , 1999. Seksualitas Remaja Seri Kesehatan Reproduksi, Kebudayaan dan Masyarakat, PT. Suryo Usaha Ningtias, Jakarta.

Hurlock, E, 1999. Perkembangan Anak, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Irwanto, 1991. Psikologi Umum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Iskandar, M. B., 1997. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia, dalam majalah Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 16.

____ , 1997. Hasil uji coba modul reproduksi sehat anak & remaja untuk orangtua dalam makalah pada lokakarya penyusunan rencana pengembangan media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta.

Kollman, N., 1997. Menelusuri Benang Kusut Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Perkumpulan Obtetri dan Ginecologi Indonesia, Jakarta.

____ , 1998. Kesehatan Reproduksi Remaja, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jakarta.

Kurniawan, F., 2001. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Lingkungan Sosial dengan Perilaku Seksual Mahasiswa Baru Universitas Katolik Atmajaya Jakarta tahun 2000, Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

Kurniawati, A.. P. S., 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja di Antara Mahasiswa Akademi Kesehatan di Kota Bengkulu Tahun 2001, Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

Kuswandi, K., 2001. Pengaruh Informasi Perilaku Seks dan Tanggapan Mahasiswa Mengenai Akibat Perilaku Seks terhadap Sikap Setuju yang Dihubungkan dengan Perilaku Seks Bebas Bagi Mahasiswa Akademi Kesehatan di

(6)

Provinsi Banten Tahun 2000, Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

La Rose, 1987. Pendidikan Seks dan Cinta Remaja, PT. Midas Surya Grafindo, Jakarta.

Lemeshow, S., 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Luthfi, M., 1995. Transformasi Nilai-Nilai Moral Keagamaan dalam Keluarga. Opini. Kantor Menteri Kependudukan/ BKKBN, Jakarta. Marliah, 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Perilaku Seksual Remaja di Antara Siswa SMU di Kotamadya Bandung. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok. Makarao, R., 1997. Analisis Pengetahuan dan Sikap

tentang Kesehatan Reproduksi pada Remaja Kelas 3 SMP Negeri di Cianjur Kota. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok. Mc Quail, D., 1996. Teori Komunikasi Massa, PT.

Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

Media, Y., 1995. Pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi dalam media penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta.

Mohamad, K., 1996. Mewujudkan Kesehatan Reproduksi Bagi Keluarga di Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, Jakarta.

____ , 1998. Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi, PT. Sinar Agape Press, Jakarta. Muswarni, 1997. Hubungan Antara Keterpajaran

oleh Media Komunikasi dengan Pengetahuan Ibu tentang Aids di DKI Jakarta. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok. Notoatmodjo, S., 1993. Pengantar Pendidikan

Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Andi Offset, Yogyakarta.

PKBI dan Yayasan Widya Prakara, 1999, Evaluasi proyek youth center di 6 Provinsi di Indonesia, Jakarta.

Pusat Data Kesehatan, 1998. Metode Survei Cepat

untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya, Pusat Data Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Resnayati, Y., 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa SLTPN dan SMUN di Wilayah

Jakarta Timur Tahun 2000. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

Salam, E. S. A., 1995. Aktivitas Seksual Remaja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, dalam Laporan Penelitian Fakultas Ushuludin IAIN Raden Fatah, Curup.

Sarwono, S., W., 1981. Seksualitas dan Fertilitas Remaja, CV. Rajawali bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jakarta.

____ , 2000. Psikologi Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sears, et al., 1999. Psikologi Sosial, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sidhi, I., P., 1989. Hak-Hak Perempuan dalam Kesehatan Reproduksi, PKBI, Jakarta.

Soeroso, S., 1995. Remaja dan Permasalahannya, dalam Majalah Kesehatan Anak. Bina Pediatria, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Semarang.

Sudijoprapto, E., I., 1982. Tenaga Kerja Wanita Indonesia kerjasama Kantor Menteri Muda Urusan Peranan Wanita, Jakarta.

Sumodinoto, S., 1998. Opini tentang kesehatan Reproduksi pada siswa SLTA di Kotamadya Malang dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 2, No. 1, 1998, Jakarta.

Tarigan, L., H., Yovsyah, 1999. Kecenderungan kejadian induksi haid pada wanita luar nikah di klinik Raden Saleh, Jakarta dalam majalah obstetri dan Ginekologi Indonesia, Vol. 23, 1999, Jakarta.

Taufiq, Y., 1995. Wanita Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Opini. Kantor Menteri Kependudukan/BKKBN, Jakarta.

Tobing, N. L., 1992. Masalah Seks di Kalangan Remaja, Pustaka Kartini, Jakarta.

Tukan, J. S., 1993. Bina Remaja, Galaxy Puspa Mega, Jakarta.

Untoro, R., 1998. Faktor Pendukung dan

Penghambat Kesehatan Reproduksi,

Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Dep. Kes., Jakarta.

Zurayk, M., 1995. Aku dan Anakku, Penerbit Al-Bayan, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan penyesuaian sikap kerja seperti sikap kerja duduk membungkuk dan jongkok yang menyebabkan keluhan rasa sakit pada bagian

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah merupaakaan prinsip hukum Islam dengan kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan ioleh lembaga

Manuscript submitted to this journal should follow the heading below, except for the review article: Title; Authors Name; Authors Affiliation; Abstract; Keywords;

ini, yang saya temui hanyalah pembangunan ruko-ruko yang tidak tahu kapan.. akan

Maka dari itu, perlu bagi kita untuk jeli dan memahami benar apa yang dimaksud kesetaraan jender, agar tercapai kesesuaiannya terhadap norma kebiasaan serta adat

Pada proses belajar mengajar dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,