• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN II. 1 PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA II. 1. 1 Desain Konstruksi

Desain konstruksi dapat didefenisikan sebagai kombinasi antara seni (artistik/keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) yang menggabungkan

intuisi para ahli struktur mengenai prilaku struktur dengan pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisis struktur untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika selama masa layannya. Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi dasar proses pengambilan keputusan yang baik.

Struktur optimum dicirikan sebagai berikut: a. Biaya minimum

b. Bobot minimum

c. Periode pekerjaan konstruksi minimum d. Kebutuhan tenaga kerja minimum e. Biaya manufaktur minimum

f. Manfaat maksimum pada saat layan

Untuk mencapai tujuan, diharapkan dalam menghasilkan sebuah struktur yang berkemampuan optimum seorang desainer/perancang struktur harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang:

(2)

1. Sifat-sifat fisis material. 2. Sifat-sifat mekanis material. 3. Analisa struktur.

4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur.

II. 1. 2 Kerangka Perencanaan Struktur

Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur sedemikian hingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang berlaku. Prosedur perencanaan struktur secara iterasi dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Perancangan, terdiri dari pemilihan tipe dan rancangan struktur sesuai fungsi dan kriteria keberhasilan yang optimum.

2. Penentuan besarnya beban-beban yang bekerja pada struktur.

3. Menentukan gaya-gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.

4. Pemilihan komponen-komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan, dan ekonomis.

5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja. 6. Perbaikan akhir.

II. 1. 3 Keunggulan Baja Sebagai Material Konstruksi 1.3.1

Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900 MPa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada jembatan berbentang panjang, bangunan tinggi, dan struktur tanah lunak. Sedangkan pada beton, selain kekuatannya lebih kecil juga sebagian besar beban yang

(3)

dipikulnya berasal dari berat sendirinya. Struktur kayu sebenarnya juga cukup ringan, namun kelemahannya terletak pada kekuatan dan keawetannya.

1.3.2

Sifat-sifat baja tidak berubah karena waktu, berbeda dengan beton dan kayu yang tergantung waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki sifat-sifat yang sama sehingga cukup menjamin kekuatannya. Pada beton dapat terjadi perbedaan sifat pada bagian yang berbeda meskipun waktu pembuatan dan mutu betonnya sama. Begitu pula dengan kayu yang ditandai dengan adanya mata kayu dan ketidakseragaman dimensi penampang.

Keseragaman (Uniformity)

1.3.3

Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang dibuat dalam perencanaan, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan. Pada beton, tegangan tarik, tekan, dan modulus elastisitasnya berbeda. Demikian juga pada kayu, dibedakan tegangan searah serat dengan tegak lurus serat.

Elastisitas (Elasticity)

1.3.4

Daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak-balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktilitas ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktilitasnya sebelum runtuh. Demikian juga pada beban siklik, daktilitas yang tinggi ini menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar.

(4)

1.3.5

Baja adalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul pembebanan yang berulang-ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, masih mampu menahan gaya-gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih di bawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak mempunyai keuletan, keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas (keruntuhan secara langsung).

Kuat Patah/Rekah (Fracture Toughness)

II. 1. 4 Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi 1.4.1

Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus dicat secara berkala.

Biaya Perawatan (Maintenance Cost)

1.4.2

Kekuatan baja berkurang drastis pada temperatur tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, baja struktural harus dilindungi dengan bahan insulasi/penahan panas.

Biaya Penahan Api (Fire Proofing Cost)

1.4.3

Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding (leleh) atau deformasi yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi pada struktur yang berbentuk jembatan, dikarenakan adanya pembebanan berulang melalui lalu lintas harian rata-rata yang melewati jembatan tersebut.

(5)

1.4.4

Struktur baja ada kalanya tiba-tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda-tanda deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik.

Rekah Kerapuhan (Brittle Fracture)

II. 1. 5 Sifat-Sifat Mekanis Baja Struktural

Menurut SNI 03-1729-2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat mekanis baja struktural Jenis Baja Tegangan Putus Minimum, fu (MPa) Tegangan Leleh Minimum, fy (MPa) Peregangan Minimum (%) BJ 34 BJ 37 BJ 41 BJ 50 BJ 55 340 370 410 500 550 210 240 250 290 410 22 20 18 16 13 1.5.1

Tegangan leleh untuk perencanaan (fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel 1.1.

Tegangan Leleh (Yielding Stress)

1.5.2

Tegangan putus untuk perencanaan (fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel 1.1.

(6)

1.5.3

 Modulus Elastisitas : E = 200.000 MPa Sifat-Sifat Mekanis Lainnya

Sifat-sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut:

 Modulus Geser : G = 80.000 MPa  Angka Poisson : μ = 0,3

 Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10-6

/ 0C

II. 1. 6 Jenis-Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan

Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis-jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling (rolled steel shapes) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes).

1.6.1 Profil Baja Giling (Rolled Steel Shapes)

Baja struktural dapat dibuat dalam berbagai ukuran dan bentuk tanpa merubah sifat-sifat fisisnya. Profil baja giling dibentuk dengan cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Profil baja giling ini mengandung tegangan residu (residual stress) yaitu tegangan yang timbul sebagai akibat proses pendinginan baja. Jadi, sebelum batang dibebani sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik. Bentuk tipikal dari profil baja giling dapat ditunjukkan pada gambar 3.1.

(7)

(b) Profil Z

(a) Kanal C (c) Kanal ganda berbentuk I

(d) Profil Siku (e) Penampang topi

Gambar 2.1 Profil baja giling 1.6.2

Selain profil baja giling, ada juga penampang baja yang dibentuk dari baja lembaran tipis yang dinamakan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes). Profil semacam ini dibentuk dari pelat-pelat yang sudah jadi menjadi profil baja dalam temperatur atmosfir (dalam keadaan dingin). Bentuk tipikal profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin dapat ditunjukkan pada gambar 3.2.

Profil Baja yang Dibentuk Dalam Keadaan Dingin

Gambar 2.2 Profil yang dibentuk dalam keadaan dingin

(e) Profil T (d) Profil siku

(a) Profil sayap lebar (b) Balok standar Amerika (c) Profil kanal

(8)

F

II. 1. 7 Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja

Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (RN) menggunakan tegangan leleh (fy) maupun tegangan ultimate (fu), pemilihan tegangan baik itu fu maupun fy didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maximum diberikan. Oleh sebab itu sebaiknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang pengertian tegangan ultimate dan tegangan luluh berdasarkan grafik hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Grafik hubungan tegangan-regangan

Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan tegangan-regangan dalam percobaan tarik baja. Tipikal grafik seperti diatas hanya dapat dijumpai pada percobaan tarik baja lunak (mild).

Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proposional (fp). Hubungan tegangan-regangan dari titik awal sampai ke titik A masih linear. Daerah antara titik O dan A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami tegangan tidak melewati titik A dan

(9)

apabila beban dilepaskan, maka baja masih dapat kembali ke bentuk atau panjang semula.

Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan tegangan-regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (fy) dari baja yang ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah antara titik A ke C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja mengalami tegangan sampai melewati titik A (masuk ke daerah A-C) dan beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut.

Apabila beban diperbesar lagi maka yang terjadi adalah regangan akan terus meningkat tanpa disertai tegangan sampai ke titik C, yang disebut titik pengerasan regangan. Pada titik C, terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir mencapai maximum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai ke titik D yang disebut tegangan ultimate (fu). Daerah antara titik C ke D merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan regangan setelah melewati batas plastis.

Jika beban ditambah sampai tegangan baja melewati tegangan ultimate, maka baja akan mengalami kegagalan putus leleh yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan yang terus bertambah sampai benda uji putus.

(10)

Gambar 2.4 Grafik hubungan tegangan-regangan yang telah dinormalisasi Grafik gambar 2.3 dapat dinormalisasi menjadi seperti pada gambar 2.4. Tegangan leleh berada pada titik A dan daerah antara titik O dan titik A adalah daerah elastis sedangkan daerah antara titik A dan B adalah daerah plastis.

II. 1. 8 Metode ASD (Allowable Stress Design)

Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paing konvensional yang digunakan dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis (service load) sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material (bahan). Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu bahan pada saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (fy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan F

(11)

leleh (fy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin maksimum yang boleh terjadi.

Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5; sehingga boleh dipastikan bahwa kekuatan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 fu yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan dengan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.

II. 1. 9 Metode LRFD (Load Resistance Factor Design)

LRFD (Load Resistance Factor Design) adalah suatu metode perencanaan yang sekarang ini digunakan dalam peraturan konstruksi baja Amerika yang bernama AISC-LRFD. Peraturan kita yakni SNI, yang sebelumnya menggunakan desain tegangan ijin seperti pada metode ASD terlihat memperbaharui metodenya dengan mengacu kepada AISC-LRFD. Metode LRFD lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan terjadi melebihi tegangan leleh (fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila regangan yang terjadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh (fu) yang lebih sering disebut tegangan ultimate.

u

f

n

f

Ω

u

f

f

dimana: fu = Tegangan yang dibutuhkan (MPa)

Ω = Faktor resistensi / tahanan Rn = Tegangan nominal bahan (MPa)

(12)

n

u

f

f

φ

Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD pada umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (fu) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan menggunakan fu, ada juga yang masih menggunakan fy, terutama pada perhitungan kekuatan dimana deformasi yang besar akan mengakibatkan ketidakstabilan konstruksi.

Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun pabrik.

Besaran faktor resistansi berbeda-beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya: untuk kekuatan tarik digunakan faktor 0,9 dan untuk kekuatan geser digunakan 0,75 dan lain sebagainya. Penentuan besaran faktor resistansi didapatkan dengan cara statistik baik yang didapatkan dari percobaan laboratorium maupun kejadian di lapangan. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang didapatkan dengan metode LRFD akan lebih tinggi daripada yang dihasilkan dengan metode ASD.

dimana: fu = Tegangan yang dibutuhkan (MPa)

Ø = Faktor resistensi / tahanan fn = Kekuatan nominal bahan (MPa)

(13)

φ

3

2

1

=

y a

A f

P

=

φ

=

y b

A f

P

y b

A f

P

=

2/3

a b

P

P

=

2/3

II. 1. 10 Hubungan Metode ASD dan LRFD

Dalam buku peraturan AISC 2005 kedua metode menggunakan rumus yang sama namun faktor yang diberikan berbeda. Safety factor (faktor keamanan) untuk metode ASD diberi lambang Ω sedangkan Resistance factor (faktor resistansi) untuk metode LRFD diberi lambang Ø. Kesimpulan dapat ditarik dari peraturan AISC 2005 bahwa hubungan antara Ω dan Ø adalah sebagai berikut:

Dari hubungan diatas, terlihat bahwa perhitungan kekuatan nominal dengan metode ASD menggunakan tegangan yang lebih kecil, yaitu: berkisar 2/3 dari tegangan yang digunakan pada metode LRFD. Kekuatan nominal adalah kekuatan yang dimiliki bahan. Akibat dari penggunaan tegangan yang lebih kecil maka pada umumnya kekuatan nominal yang dihitung dengan metode ASD akan lebih kecil dibandingkan dengan metode LRFD. Hubungan ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

karena 1/Ω = 2/3 Ø, maka:

(LRFD)

(ASD)

dimana: Pa = kekuatan yang didapatkan dengan metode LRFD. (N)

Pb = kekuatan yang didapatkan dengan metode ASD (N)

fy = tegangan leleh baja. (MPa) A = luas penampang (mm2)

(14)

A

P

f

f

A

P

f

a

=

a

atau

φ

y

A

P

f

f

A

P

f

b b y

=

atau

a b y b y b y a

f

f

f

f

f

f

f

f

3

2

3

2

=

=

=

=

φ

φ

Apabila hubungan diatas kita lihat dari sudut pandang tegangan yang terjadi (f) maka:

II. 2 KOMPONEN STRUKTUR YANG MENGALAMI GAYA TARIK AKSIAL

II. 2. 1 Kuat Tarik Rencana

Komponen struktur yang memikul gaya aksial terfaktor Nu harus memenuhi:

Nu ≤ Ø Nn

dengan Ø Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga Ø dan Nn di bawah ini:

Ø = 0,9 Nn = Ag fy

dimana: fa = tegangan terjadi yang didapatkan dengan metode LRFD. (MPa)

fb = tegangan terjadi yang didapatkan dengan metode ASD. (MPa)

= tegangan izin (MPa)

P = gaya aksial yang diberikan. (N) A = luas penampang nominal. (mm2)

(LRFD)

(15)

Dan

Ø = 0,75 Nn = Ae fu Keterangan: Ag adalah luas penampang bruto, mm2

Ae adalah luas penampang efektif, mm2

fy adalah tegangan leleh, MPa / (kg/cm2)

fu adalah tegangan tarik putus, MPa / (kg/cm2)

II. 2. 2 Komponen Struktur Tarik

Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( 0 ), pelat ( ), siku ( ), dobel siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( [ / ][ ), dan lain-lain.

Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

(d) Leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las).

(e) Fraktur pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan (las).

(f) Keruntuhan blok geser (Shear Block) pada lubang-lubang baut di hubungan (las).

Adapun kriteria kelangsingan komponen struktur tarik, λ = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut berlaku untuk struktur bulat.

(16)

II. 2. 3 Luas Penampang Efektif ( Effective Area)

Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut:

Ae = AU Keterangan :

A adalah luas penampang, mm2

U adalah faktor reduksi dikenal juga dengan nama Shear Lag Factor

Dimana :

xadalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm

l adalah panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak antara dua baut yang terjauh pada suatu sambungan atau panjang las dalam arah gaya tarik, mm.

II. 3 SAMBUNGAN BAJA II. 3. 1 Klasifikasi Sambungan

3.1.1

Pada sambungan kaku, sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur.

(17)

Gambar 2.5 Sambungan kaku 3.1.2

Sambungan semi kaku tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut. Perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental.

Sambungan Semi Kaku

(18)

3.1.3

Sambungan sendi dianggap tidak ada momen pada kedua ujung yang disambung. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus bisa memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.

Sambungan Sendi

Gambar 2.7 Sambungan sendi II. 3. 2 Jenis alat penyambung

3.2.1 Baut (Bolt)

Baut merupakan elemen penyambung yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering dan umum digunakan. Ada dua jenis utama baut kekuatan (mutu) tinggi yang ditunjukkan oleh ASTM sebagai A325 dan A490.

(19)

Sifat bahan dari baut ini diringkas dalam tabel 2.2. Baut jenis ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam yang setengah halus (semi finished), bagian berulirnya lebih pendek dari baut non struktural dan dapat dipotong atau digiling (rolled). Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas dengan kekuatan leleh sekitar 81 sampai 92 ksi (558 sampai 634 Mpa) yang tergantung pada diameternya. Baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 115 sampai 130 ksi (793 sampai 896 Mpa) yang tergantung juga pada diameternya.

Baut A490 terkadang digunakan bila diameter yang diperlukan berkisar antara 1 ½ sampai 3 inchi dan juga untuk baut angkur serta batang bulat berulir.

Tabel 2.2 Sifat-sifat baja

Identifikasi ANSI / ASTM

Diameter Inchi (mm)

Beban leleh 1) Beban leleh 1)

Kekuatan Tarik Minimum Metode Pengukuran Panjang 2) Metode Kekuatan Leleh 3) Ksi (MPa) Ksi (MPa) Ksi (MPa) A307 4), baja karbon rendah

Mutu A dan B

¼ s/d 4

(6,35 – 10,4) - - 60

A325 5), baja berkekuatan tinggi Tipe 1, 2 dan 3 Tipe 1, 2 dan 3 ½ s/d 1 (12,7 – 25,40) 1 1/8 s/d 1 ½ (28,6 – 38,1) 85 (585) 74 (510) 92 (635) 81 (560) 120 (825) 105 (725)

(20)

A449 6), baja berkekuatan tinggi

(catatan: pemakaiannya dibatasi oleh AISC hanya untuk baut yang lebih besar dari 1 ½ inchi sea untuk batang berulir dan baut angkur) ¼ s/d 1 (6,35 – 25,4) 1 1/8 s/d 1 ½ (28,6 – 38,1) 1 ¾ s/d 3 (6,35 – 76,2) 85 (585) 74 (510) 55 (380) 92 (635) 81 (560) 58 (400) 120 (825) 105 (725) 90 (620)

A449 6), baja paduan yang diberi perlakuan panas

½ s/d 1 ½ (12,7 – 38,1) 120 (825) 130 (895) 150 (1035) Sumber: Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid I, Edisi ke-3, Penerbit Erlangga.

1996

1) Beban leleh (prof load) dan beban tarik sesungguhnya yang diperoleh dengan mengalikan harga tegangan tertentu dan luas tegangan tarik As; As = 0,7584 [D – (0,9743/n)]2, dengan As = luas tegangan dalam inchi2, D = diameter baut nominal dalam inchi dan n = jumlah ulir per inchi. 2) Perpanjangan 0,5 % akibat beban.

3) Nilai pada regangan tetap 0,2 %. 4) ANSI/ASTM A307 – 78

5) ANSI/ASTM A325 – 78a 6) ANSI/ASTM A449 – 78a 7) ANSI/ASTM A490 – 78

Baut kekuatan tinggi dikencangkan (tightened) untuk menimbulkan tegangan tarik yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit (klem / clamping force ) pada sambungan. Oleh karena itu, pemindahan beban kerja yang sesungguhnya pada sambungan terjadi akibat adanya gaya gesekan (friksi) pada potongan yang disambung. Sambungan dengan baut kekuatan

(21)

tinggi dapat direncanakan sebagai tipe geser (friction type), bila daya tahan gelincir yang tinggi tidak dibutuhkan.

Selain baut kekuatan tinggi, juga ada jenis baut lain yang digunakan sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain: a) Baut hitam

Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform), jalan haluan (catwalk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga digunakan sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuataa tinggi, paku keeling atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan) kadang-kadang disebut baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala dan murnya dapat berbentuk bujur sangkar.

b) Baut sekrup (turned bolt)

Baut yang secara praktis sudah ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar 1/50 inchi) bila dibandingkan baut biasa. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut

(22)

sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut dengan kekuatan mutu tinggi lebih baik dan lebih murah.

c) Baut bersisip (ribbed bolt)

Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip, baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkeraman yang relatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti (bolak-balik).

Variasi moderen dari baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergigi (interference-body bolt) yang terbuat dari baja baut A325, sebagai pengganti sirip longitudinal. Baut ini memiliki gerigi keliling dan sirip sejajar tangkainya. Karena gerigi sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut ini kadang-kadang disebut bersirip terputus (interrupted-rib). Baut kekuatan tinggi A325 dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke dalam lubang yang melalui sejumlah pelat, namun baut ini dapat digunakan bila hendak memperoleh baut yang bercengkeraman erat pada lubangnya. Selain itu pada saat pengencangan mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti pada umumnya dilakukan pada baut A325 biada yang polos.

(23)

Dari hasil penelitian oleh Hertwig dan Petermann menyatakan bila jumlah baut dalam satu baris maksimum 5 (lima) buah baut, maka perencanaan sambungan dengan asumsi setiap baut dapat menerima beban sama besar dapat diterima.

Namun, jika dalam satu baris dipakai lebih dari 6 (enam) buah baut maka baut yang paling akhir, memikul 65 % beban yang diterima sambungan. Dari penyelidikan di laboratorium terhadap baut mutu tinggi diperoleh grafik hubungan tegangan baut terhadap perpanjangan batang baut, dapat dilihat pada gambar 2.17 di bawah ini. Baut yang digunakan adalah baut A325.

Gambar 2. 8 Grafik Hubungan Tegangan vs Perpanjangan pengaruh panjang ulir di dalam elemen pelat

(24)

Gambar 2. 9 Grafik Hubungan Tegangan vs Perpanjangan pengaruh putaran kunci

Gambar 2. 10 Hubungan Tegangan vs Perpanjangan A490 bolt & A325 bolt Harga proof load (beban tarik awal) N0 dapat dihitung dengan

persamaan:

N0 = 0.75 x σe x Ae Dimana :

Ae = luas efektif baut, yakni luas pada bagian yang berulir

(25)

Adapun definisi harga proof load pada baut mutu tinggi adalah tegangan yang diberikan pada baut mutu tinggi pada waktu pemasangan baut. Untuk mendapatkan perencanaan yang efektif, hendaklah dipakai baut dengan kekuatan tarik minimum (tensile strength) 8000 kg/cm2 dan faktor geser minimum 0,35 bila baut mutu tinggi pada pemasangan mengalami over strained, maka baut tersebut harus diganti dengan baut mutu tinggi yang baru.

Untuk baut mutu tinggi tipe geser, kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan:

Ng = ( F/Φ ) x n x N0

Kekuatan sebuah baut terhadap gaya aksial tarik dihitung dengan persamaan :

Untuk beban statis : Nt = 0,6 x N0

Untuk beban bolak-balik : Nt = 0,5 x N0

Kekuatan terhadap kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka : Ng = ( F/Φ ) x n x ( N0 – 1,7 T )

Dimana :

F = faktor geser permukaan Φ = faktor keamanan = 1,4

N0 = pembebanan tarik awal (proof load)

n = jumlah bidang geser

(26)

Tabel 2.3 Harga faktor geser permukaan

Keadaan permukaan F

Bersih Digalvanis Dicat

Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan Disemprotkan pasir 0,35 0,16 – 0,26 0,07 – 0,10 0,45 – 0,70 0,40 – 0,70 Sumber: Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1983

Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah:

• Tegangan geser yang diizinkan :

• Tegangan tarik yang diizinkan :

• Tegangan tumpu yang diizinkan :

Untuk S1≥ 2d, σ tu = 1,5 σ

Untuk 1,5d ≤ S1≤ 2d, σ tu = 1,2 σ

Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.

τ

= 0,7

σ

τ

= 0,6

σ

(27)

3.2.2

Proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi. Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya: listrik, kimiawi, optis, mekanis dan bahan semi konduktor. Panas digunakan untuk mencairkan logam dasar dan bahan pengisi agar terjadi aliran bahan (terjadi peleburan). Selain itu panas dipakai untuk menaikkan daktailitas (ductility) sehingga aliran plastis dapat terjadi meskipun jika bahan tidak mencair. Lebih jauh lagi pemanasan dapat membantu menghilangkan kotoran pada bahan.

Las

Proses pengelasan yang paling umum terutama untuk mengelas baja struktural memakai energi listrik sebagai sumber panas, yang paling banyak digunakan adalah busur listrik (nyala). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan, kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat aliran bahan yang melintasi busur dengan tanpa diberi tekanan.

Beberapa proses pengelasan dipakai khusus untuk logam dengan ketebalan tertentu. Pembahasan dalam bagian ini ditekankan pada proses yang digunakan dalam pengelasan baja karbon dan baja paduan rendah untuk gedung dan jembatan. Pengelasan busur nyala merupakan kategori proses yang terutama dibahas, untuk profil baja ringan (light gage) pengelasan yang digunakan adalah tahanan listrik.

(28)

Kebanyakan baja konstruksi dalam spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur khusus atau perlakuan khusus. Kemampuan dilas (weldability) dari baja adalah ukuran kemudahan menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja struktural lebih sesuai dilas daripada yang lain. Prosedur pengelasan sebaiknya didasarkan pada kimiawi baja, bukan pada kandungan paduan maksimum yang ditetapkan. Karena kebanyakan hasil pabrik berada dibawah dalam batas ini, sedangkan baja yang berkekuatan lebih tinggi dapat melampaui analisa ideal yang ditunjukkan dalam tabel 2.4.

Tabel 2.4 Analisa kimia ideal dari baja karbon untuk kemampuan dilas yang baik Unsur Batas Nominal (%) Persen yang memerlukan perlakuan khusus Karbon Mangan Silicon Sulfur fosfor 0,06 – 0,25 0,35 – 0,80 0,10 maks 0,035 maks 0,030 maks 0,350 1,400 0,300 0,050 0,040

Dalam pekerjaan konstruksi, ada empat tipe pengelasan yakni: Groove, fillet, slot dan plug seperti terlihat dalam Gambar 2.18 di bawah ini. Masing-masing tipe las memiliki kelebihannya sendiri yang menentukan rentang penggunaannya. Secara kasar keempat tipe terrsebut mewakili persentase konstruksi las berikut ini: las groove (las tumpul) 15 %, fillet (las sudut) 80 %, sisanya terbagi-bagi untuk slot, plug dan las-las khusus lainnya.

(29)

Gambar 2. 11 Tipe-tipe las a). Las Groove

Kegunaan umum las groove adalah untuk menghubungkan batang-batang struktur yang dipasangkan pada bidang yang sama. Karena las groove biasanya dimaksudkan untuk mentransmisikan beban penuh batang-batang yang dihubungkannya, las tersebut harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang-batang yang digabungkan. Las groove seperti ini disebut sebagai las groove dengan penetrasi sambungan yang lengkap. Bila sambungan didesain sedemikian rupa sehingga las groove tidak sepenuhnya menjangkau ketebalan bagian-bagian yang digabungkan, las demikian disebut sebagai las groove dengan penetrasi sambungan sebagian. Untuk ini berlaku persyaratan-persyaratan desain yang khusus.

Ada banyak variasi las groove dan masing-masing diklasifikasikan menurut bentuknya yang khusus. Kebanyakan las groove membutuhkan

a. Las Fillet b. Las Groove

c. Las Plug

Ujung-ujung harus berbentuk setengah lingkaran atau memiliki sudut-sudut yang dibundarkan dengan jari-jari tidak kurang dari ketebalan bagian pelat yang berisi slot

(30)

persiapan pinggiran yang khusus dan diberi nama menurut persiapannya. Gambar 2. 12 menunjukkan beberapa tipe las groove dan menunjukkan persiapan groove yang dibutuhkan. Pemilihan las groove yang tepat tergantung pada proses pengelasan yang digunakan, biaya persiapan pinggiran dan biaya pembuatan las. las groove dapat juga digunakan pada sambungan T (gambar 2. 13).

Gambar 2. 12 Tipe-tipe las Groove

Gambar 2. 13 Penggunaan las Groove pada sambungan T b). Las Fillet

las sudut (fillet weld) merupakan jenis las yang paling banyak digunakan, hal ini dikarenakan las jenis ini adalah jenis las yang hemat, mudah dipabrikasi dan adaptibilitasnya baik. Dalam gambar 2.14 diperlihatkan beberapa kegunaan las fillet. Pada umumnya jenis las ini kurang membutuhkan presisi pada pengepasannya karena masing-masing bagian itu cukup ditumpang-tindihkan.

(31)

Sedangkan las groove membutuhkan pengepasan yang teliti dengan celah alur bukaan tertentu (bukaan akar) di antara bagian-bagiannya. Las fillet secara khusus berguna bagi pengelasan di lapangan. Pengepasan kembali batang-batang ataupun pada sambungan-sambungan yang dipabrikasi dengan toleransi yang masih dapat diterima namun mungkin tidak dipasang pas seperti yang dikehendaki. Lagipula pinggiran bagian-bagian yang disambungkan jarang membutuhkan persiapan khusus seperti pemotongan miring atau pengirisan tegak, karena kondisi pinggiran hasil pemotongan dengan api atau pengirisan pun sudah memadai.

Gambar 2.14 kegunaan tipikal las fillet c). Las Slot dan Plug

las slot dan plug dapat digunakan secara eksklusif hanya dalam sambungan seperti gambar 2.15 atau dalam kombinasi dengan las fillet seperti gambar 2.14. Kegunaan utama las slot dan plug adalah untuk mentransmisikan geser pada sembungan impit bila ukuran sambungan tersebut tidak cukup untuk las fillet atau las pinggir lainnya. Las slot dan plug berguna untuk mencegah agar bagian-bagian yang saling tumpang tindih tidak mengalami tekuk.

Sambungan T Konsol Pelat pemikul Balok

Penampang Built Up Konsol balok

(32)

Gambar 2.15 Las slot dan las plug dengan kombinasi las fillet

Untuk mendapatkan sambungan las yang memuaskan, diperlukan kombinasi dari banyak keterampilan individu yang dimulai dengan desain sebenarnya dari las tersebut dan diakhiri dengan operasi pengelasan. Panjang las netto tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a sampai 10a dan tidak boleh lebih dari 40a (a= tebal las). Dapat ditulis dengan 40 mm (8-10a) ≤ Ln ≤ 40a. Panjang netto las dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Ln = Lbruto – 3a.

Dimana a = tebal las

Gambar 2.16 Tebal las

Untuk tebal las sudut tidak boleh kurang dari ½ t√2, dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas.

Ujung-ujungnya

dilengkungkan menurut

(33)

Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las (seperti gambar 2.17), tegangan miring yang diizinkan adalah:

σ α = c.σ

c = 1 / √ sin 2α + 3. cos 2α dimana: σ = tegangan dasar baja

Gambar 2.16 Gaya P yang membentuk sudut α terhadap bidang retak las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan:

σ a = P / A

dan tidak boleh lebih besar daripada tegangan miring yang diizinkan, dimana, P = gaya yang ditahan oleh las

A = luas bidang retak las

Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan:

σ 1 = √ α 2 + 3. τ2 atau σ 1 = σ a / c

dimana, σ= tegangan normal pada bidang retak las τ = tegangan geser pada bidang retak las

Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar yang ada. Dalam buku Peraturan Perencanaan Bangunan baja Indonesia (PPBBI) harga c untuk beberapa sudut α telah ditabelkan guna mempermudah perhitungan las.

(34)

Tabel 2.5 Harga c untuk beberapa α α c α c 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.58 0.58 0.58 0.59 0.60 0.61 0.63 0.65 0.68 0.71 50 55 60 65 70 75 80 85 90 0.74 0.78 0.82 0.86 0.90 0.94 0.97 0.99 1

Untuk beberapa macam sambungan las, gaya P yang dapat dipikul oleh sambungan las tersebut adalah seperti gambar 2.17 dibawah ini

(35)

Gambar 2.16 Gaya P izin yang dapat dipikul beberapa jenis sambungan las II. 3. 3 Perencanaan Sambungan

Baja sebagai bahan bangunan, diproduksi di pabrik-pabrik peleburan dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan. Tidak mungkin membangun suatu konstruksi baja secara monolit (dipabrikasi/dicetak), akan tetapi dibangun dari elemen-elemen yang disambung satu-persatu di lapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan. Bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan (stfiffness) digunakan untuk faktor EI.

(36)

Suatu struktur bangunan dapat bersifat sendi, kaku (rigid), semi kaku (semi rigid). Tidak ada ukuran pasti yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat dari sambungan yang dimaksud.

Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan.

2. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan.

3. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.

II. 4 PERKEMBANGAN METODE ANALISA SAMBUNGAN BAJA

Bangunan konstruksi yang menggunakan baja telah ada sejak dulu kala, akan tetapi perkembangan sistem struktur jenis ini selalu bertambah dan berubah seiring dengan semakin tingginya ilmu pengetahuan dan rumitnya pekerjaan konstruksi dalam hal desain dan faktor-faktor penentu keandalan sebuah bangunan.

Penggunaan sistem rangka yang ringan merupakan jawaban yang paling tepat, karena yang digunakan adalah rangka yang terbuat dari besi (baja) dan kemudian baja memungkinkan bangunan menjadi lebih tinggi serta bukaan yang lebih basar dan banyak.

(37)

Perbaikan metode rancangan baja memungkinkan bangunan tumbuh terus keatas. Akan tetapi dengan bertambahnya tinggi bangunan, gaya angin dan gaya gempa menjadi pertimbangan rancangan yang penting. Struktur baja seringkali disambung dengan alat penyambung baja standar seperti las dan baut.

Sambungan pada komponen baja memiliki pengaruh yang sangat besar dalam keandalan kinerja komponen. Sambungan juga dapat melemahkan kinerja komponen dan perhitungan dari pengaruh tersebut dinamakan efisiensi sambungan (joint efficiency). Efek dari efisiensi sambungan ini dipengaruhi oleh:

- Daktailitas material.

- Jarak antara alat penyambung penyambung (las atau baut). - Konsentrasi tegangan pada lubang.

- Prosedur fabrikasi.

- Kelambanan sesar (Shear Lag).

Semua faktor diatas member kontribusi untuk mengurangi keefektifan sambungan namun kelambanan sesar (Shear Lag) adalah faktor yang paling penting dan berpengaruh.

Banyak fenomena menarik yang terjadi dengan adanya pengaruh faktor reduksi atau faktor kelambanan sesar (Shear Lag factor) yang disimbolkan U pada sambungan komponen struktur baja. Baik peraturan AISC 2005 maupun peraturan SNI 03-1729-2002 yang digunakan di Indonesia mengenai penggunaan faktor reduksi ini tidak terdapat banyak penjelasan dan di dalam ketentuan langsung diberikan nilai-nilai asumsi yang bisa digunakan

(38)

dalam perhitungan. Seperti pada SNI 03-1729-2002 poin 10.2 , 10.2.3 dan 10.2.4 tertulis bahwa:

untuk gaya tarik yang disalurkan oleh baut Untuk kasus gaya tarik yang disalurkan oleh las

l ≥ 2w U = 1,0

2w ≥ l ≥ 1,5w U = 0,87 1,5w ≥ l ≥ w U = 0,75 Keterangan :

l adalah panjang pengelasan, mm.

w adalah lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm.

Nilai-nilai U tersebut tidak disertai penjelasan yang rinci mengenai dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan mengapa besaran tersebut yang digunakan dan hal ini dipertegas pada poin 10.2.5 mengenai komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial tertulis “ Nilai U dapat diambil lebih besar bila dapat dibuktikan melalui pengujian atau ketentuan lain yang dapat diterima “. Hal ini menandakan bahwa masih terdapat banyak kemungkinan kajian yang dapat dilakukan untuk menentukan angka atau nilai faktor reduksi U yang lebih konservatif dan dapat diperhitungkan kemungkinan nilai yang lebih kecil dari ketentuan ataupun lebih besar. Hal inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam tugas akhir ini.

Gambar

Tabel 2.1 Sifat mekanis baja struktural
Gambar 2.2  Profil yang dibentuk dalam keadaan dingin
Gambar 2.3  Grafik hubungan tegangan-regangan
Gambar 2.4  Grafik hubungan tegangan-regangan yang telah dinormalisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) LPPHPL/LVLK yang telah habis masa berlaku akreditasinya wajib untuk mentransfer S-PHPL/S-LK yang telah diterbitkan kepada LPPHPL/LVLK terakreditasi dan telah

Untuk membantu mengurangi masalah – masalah yang terjadi dalam perusahaan ini maka penulis telah merancang sistem informasi yang dapat digunakan didalam

Berdasarkan hasil pengamatan, jika sampel radioaktif terlalu sedikit, neutron-neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi meninggalkan sampel radioaktif sebelum

Dengan adanya kegiatan pemeliharaan yang baik, maka fasilitas, mesin atau peralatan pabrik dapat dipergunakan untuk produksi sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami

Bahan pewarna yang ditambahkan dalam pembuatan mie adalah daging buah naga super red, sehingga mie yang dihasilkan berwarna merah dari bahan alami dan tidak kalah

nilai kepadatan absolut terendah terdapat pada genus Tubifex dari kelas Oligochaeta. dengan memilki nilai kepadatan absolut 4 dan kepadatan

Dalam penelitian ini kekerasan yang ditunjukkan sesuai dengan kekerasan menurut Sunarto terdapat beberapa bentuk – bentuk kekerasan antara lain ( Sunarto, 2009 : 137 ) Kekerasan

Peneliti mencoba merancang sistem informasi pendaftaran career center secara online sehingga dapat meningkatkan pelayanan Departemen Konseling dan Pengembangan Karir