• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Ganitri

Ganitri yang memiliki nama latin Elaeocarpus ganitrus merupakan tanaman yang menghasilkan buah berbentuk bulat diameter ± 1,5-2 cm dan berwarna biru tua dengan biji yang bergerigi dan keras seperti terlihat pada gambar 2.1 dan 2.2 dengan komposisi kimia terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Ganitri

No. Unsur Persentasi (%)

1 Karbon (C) 50,02

2 Hidrogen (H) 17,80

3 Nitrogen (N) 0,95

4 Oksigen (O2) 30,45

5

Minyak (oil) yang mengandung glikosida, steroid, alkaloid, dan

flavonoid

<1 Sumber :staff.blog.ui. 2009

Gambar 2.1. Buah ganitri Gambar 2.2. Biji ganitri

Sumber :www.google.com. 2012

2.2 Minyak atsiri

Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris (Aetheric Oil), Minyak Esensial, Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang, tetapi mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas (Wikipedia/Minyak atsiri. 2012).

Aroma yang dihasilkan oleh setiap minyak atsiri akan berbeda-beda tergantung sumber minyak yang diekstrak. Contohnya minyak atsiri dari bunga

               

(2)

mawar memiliki bau khas mawar, begitu pula minyak atsiri dari biji ganitri memiliki bau khas. Bau khas dari minyak biji ganitri berbau mint. Karakteristik dari minyak biji ganitri terdapat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Biji Ganitri

Kelembaban 8,87

Minyak (%) 0,68

Warna minyak Kuning pucat

Bentuk Cair

Indeks bias 1,4650

Specific gravity 0,9300

Angka penyabunan (KOH gr/gr minyak) 176,30

IV (Intrinsic Viscosity dalam dl/gr) 72,28

Sumber: http://www.rudrakshayurveda.com

Aroma khas yang ditimbulkan oleh minyak atsiri berasal dari ester yang terkandung di dalamnya. Salah satu contoh ester pada minyak atsiri adalah

squalene dan beta-sitosterol acetat.

2.2.1 Squalene

Squalene adalah senyawa organik alami yang terkandung dalam minyak

hewan seperti hati ikan hiu dan tanaman seperti padi, gandum dan buah zaitun. Semua tumbuhan dan hewan menghasilkan squalene. Squalene dengan rumus kimia C30H50 merupakan senyawa hidrokarbon alifatik unsaturated dengan 6 ikatan rangkap (Hawled, 2003).

Tabel 2.3 Struktur Kimia dan Sifat Fisik Squalene

Squalene

Properties

Molecular formula C30H50 Molar mass 410.72 g mol−1

Appearance Pale yellow, translucent liquid Density 0.858 g cm-3

Melting point -75 °C, 198 K, -103 °F

Boiling point 285 °C, 558 K, 545 °F (at 3.3 kPa)

log P 12.188 Viscosity 12 cP (at 20 °C) Flash point 110 °C Sumber : Wikipedia, 2012.                

(3)

Struktur kimia dan sifat fisik squalene ditunjukkan pada tabel 2.3. Salah satu manfaat dari squalene adalah sebagai zat chemopreventative atau pencegah kanker (Wikipedia, 2012).

2.2.2 beta-Sitosterol Acetate

Salah satu kandungan kimia yang terkandung dalam minyak atsiri yaitu

beta-Sitosterol Acetate. Manfaat dari beta-Sitosterol Acetate yaitu untuk

mengobati luka terpukul, tulang patah, rematik, sakit kuning, beri-beri, disentri, bronchitis, dan lain-lain (AgroMedia, 2008). Selain itu, beta-Sitosterol Acetate juga berfungsi untuk mengurangi kolesterol dalam darah (Wikipedia, 2012). Struktur kimia dari beta-Sitosterol Acetate ditunjukkan pada gambar 2.3. Adapun karakteristik dari beta-Sitosterol Acetate dapat dilihat pada tabel 2.4.

Gambar 2.3 Struktur Kimia beta-Sitosterol Acetate

Sumber :www.chemicalbook.com. 2012

Tabel 2.4 Karakteristik beta-Sitosterol Acetate Properties

Molecular Formula C31H52O2

Molecular Weight 456.8 gr/mol

Melting point 136-140°C

Physical Description Off white powder

Solubility Soluble in chloroform

Sumber :www.wikipeida.org/wiki/beta-sitosterol. 2012

2.3 Pelarut

Pelarut adalah zat cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan dengan

               

(4)

polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu pelarut polar, pelarut semipolar, dan pelarut nonpolar.

2.3.1 Pelarut polar

Pelarut polar memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung

universal digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat mengekstraksi

senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah metanol dan etanol.

2.3.1.1 Metanol

Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Secara fisika metanol mempunyai afinitas khusus terhadap karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Titik didih metanol berada pada 64,7oC dengan panas pembentukan (cairan) –239,03 kJ/mol pada suhu 25 oC. Metanol mempunyai panas fusi 103 J/g dan panas pembakaran pada 25oC sebesar 22,662 J/g. Tegangan permukaan metanol adalah 22,1 dyne/cm, sedangkan panas jenis uapnya pada 25oC sebesar 1,370 J/(gK) dan panas jenis cairannya pada suhu yang sama adalah 2,533 J/(gK) (Wikipedia, 2012).

Metanol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Sebagai alkohol alifatik yang paling sederhana, reaktifitas metanol ditentukan oleh kelompok hidroksil fungsional. Metanol bereaksi melalui pemutusan ikatan C-O atau O-H yang dikarakterisasi dengan penggantian gugus –H atau –OH. Pada suhu ruang metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri.

2.3.1.2 Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

               

(5)

berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (-C2H5).

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Etanol terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida. Indeks refraksi etanol adalah 1,36242 (pada λ=589,3 nm dan 18,35 °C) (Wikipedia, 2012).

2.3.2 Pelarut semipolar

Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform

2.3.3 Pelarut nonpolar

Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: n-Heksana.

               

(6)

2.3.3.1 n-Heksana

Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heks-merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran –ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air. n-heksana diproduksi oleh kilang minyak mentah (crude oil). Komposisi dari fraksi yang mengandung heksana amat bergantung kepada sumber minyak, maupun keadaan kilang. Produk industri biasanya memiliki 50% berat isomer rantai lurus, dan merupakan fraksi yang mendidih pada 65-70 °C (Wikipedia, 2012).

Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi adalah sebagai berikut.

1. Tidak toksik dan ramah lingkungan.

2. Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia. 3. Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak.

4. Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak. 5. Murah/ ekonomis.

Pelarut biasanya memiliki titik didih relatif rendah dan relatif lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Pada tabel 2.2 ditunjukkan beberapa jenis pelarut (Wikipedia, 2012).

Tabel 2.5 Sifat-Sifat Pelarut Umum

Solvent Rumus kimia Titik

didih Konstanta Dielektrik Massa jenis Pelarut Non-Polar Heksana CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 69 °C 2,0 0,655 g/ml Benzena C6H6 80 °C 2,3 0,879 g/ml Toluena C6H5-CH3 111 °C 2,4 0,867 g/ml

Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4,3 0,713 g/ml

Kloroform CHCl3 61 °C 4,8 1,498 g/ml                

(7)

Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77 °C 6,0 0,894 g/ml Pelarut PolarAprotic

1,4-Dioksana /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\ 101 °C 2,3 1,033 g/ml

Tetrahidrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\ 66 °C 7,5 0,886 g/ml

Diklorometana (DCM) CH2Cl2 40 °C 9,1 1,326 g/ml

Asetona CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0,786 g/ml

Asetonitril (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0,786 g/ml

Dimetilformamida (DMF) H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0,944 g/ml

Dimetil sulfoksida CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1,092 g/ml

Pelarut Polar Protic

Asam asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6,2 1,049 g/ml

n-Butanol CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118 °C 18 0,810 g/ml

Isopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0,785 g/ml

n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0,803 g/ml

Etanol CH3-CH2-OH 79 °C 30 0,789 g/ml

Metanol CH3-OH 65 °C 33 0,791 g/ml

Asam format H-C(=O)OH 100 °C 58 1,21 g/ml

Air H-O-H 100 °C 80 1,000 g/ml

Sumber : Wikipedia 2011

Minyak atsiri yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu pengempaan (expression), ekstraksi menggunakan pelarut (solvent

extraction) dan distilasi (distillation) (Santoso, 1992).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi (Howard JL, David P. 1949).

Menurut Ahmed & Rahman (2012), ekstraksi padat-cair (SLE) adalah penghilangan komponen terlarut (solute) (A) dari suatu padatan (C) melalui kontak dengan pelarut (solvent) (B).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi

Terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi, diantaranya adalah sebagai berikut.

               

(8)

1. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan kontak antara padatan dan cairan. Oleh karena itu, semakin tinggi laju perpindahan bahan dan semakin kecil jarak solute yang harus berdifusi dalam padatan (Coulson & Richardson, 2002).

Untuk leaching pada produk farmasi dari daun, batang dan akar, pengeringan bahan sebelum ekstraksi akan membantu memecahkan dinding sel sehingga pelarut dapat langsung melarutkan solute. Sebagian besar dinding sel dari kedelai dan beberapa biji akan pecah ketika ukuran bahan diperkecil sekitar 0,1 sampai 0,5 mm dengan penggilingan atau pengelupasan. Ukuran sel yang lebih kecil menyebabkan solvent dapat dengan mudah mencapai minyak dan melarutkannya (Geankoplis, 2003).

2. Pelarut

Cairan yang dipilih harus pelarut yang selektif dengan viskositas yang cukup rendah agar dapat menyebar secara bebas. Pada awalnya, pelarut yang digunakan relatif murni. Selama proses ekstraksi, konsentrasi solute akan meningkat di dalam pelarut dan laju ekstraksi akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena gradien konsentrasi yang semakin berkurang dan larutan yang semakin viscous (mengental).

3. Suhu

Dalam kebanyakan kasus, kelarutan dari bahan yang sedang diekstrak dan koefisien difusi diharapkan akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu sehingga memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.

4. Agitasi cairan

Agitasi pelarut ini penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan difusi eddy dan perpindahan bahan dari permukaan partikel ke larutan. Selain itu, agitasi suspensi partikel halus ini dapat mencegah terjadinya sedimentasi (Coulson & Richardson, 2002).

               

(9)

Jika solute tersebar merata dalam padatan, maka yang lebih dekat dengan permukaan akan lebih dulu terlarut meninggalkan struktur berpori dalam residu padatan (rafinat). Pelarut selanjutnya akan menembus lapisan terluar sebelum mencapai solute berikutnya dan tingkat kesulitan pada proses ekstraksi selanjutnya akan meningkat karena kandungan solute dari sebelumnya atau laju pelarutan/ekstraksi/peluruhan akan menurun. Secara umum proses dapat diasumsikan dalam tiga bagian. Pertama, solute terlarut ke dalam pelarut dan berpindah ke fasa pelarut. Kedua, solute mendifusi menembus pelarut dalam pori-pori padatan ke permukaan partikel. Ketiga, perpindahan solute dari larutan/pelarut dalam kontak dengan partikel ke larutan utama keseluruhan/curah (Coulson & Richardson, 2002).

Ada beberapa ekstraksi senyawa bahan alam yang umum digunakan antara lain:

a. Maserasi (perendaman)

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Teknik maserasi digunakan terutama jika senyawa organik metabolit sekunder ada dalam bahan tersebut cukup banyak persentasenya dan ditemukan suatu pelarut yang dapat melarutkan senyawa tersebut tanpa dilakukan pemanasan. Biasanya cara ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan sulit mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa organik dalam bahan tersebut. Akan tetapi, jika struktur senyawa yang akan diisolasi sudah diketahui, maka metode perendaman ini metode praktis.

Maserasi biasanya dilakukan untuk bagian tumbuhan yang teksturnya lunak, seperti bunga dan daun. Senyawa organik metabolit sekunder yang ada dalam bahan alam tersebut umumnya dalam persentase yang cukup banyak, perendaman tidak dilakukan dengan pemanasan. Hasil perendaman kemudian disaring dan filtrat yang didapat diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental tumbuhan.

               

(10)

b. Perkolasi

Pada prinsipnya perkolasi menggunakan suatu pelarut dimana pelarut tersebut dilewatkan secara perlahan (tetes demi tetes) pada bahan alam yang mengandung senyawa organik tersebut. Pada teknik ini juga digunakan pelarut yang tidak mudah menguap, tetapi melarutkan senyawa organik yang terkandung dalam bahan alam tersebut cukup besar.

Perkolasi biasanya digunakan untuk bagian tumbuhan yang keras seperti akar, biji dan batang. Cara perkolasi digunakan apabila kandungan kimianya sedikit. Filtrat yang didapat diuapkan pelarutnya dengan alat rotary evaporator. c. Sokletasi

Sokletasi merupakan teknik ekstraksi yang digunakan terhadap bahan alam padat yang senyawa kimianya tahan panas. Prinsipnya yaitu menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap secara berulang-ulang dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan alam tersebut. Metode sokletasi mempunyai keunggulan dari metode lainnya, karena melalui metode ini ekstraksi dapat dilakukan beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak banyak (Fadhli, Haiyul. 2011).

d. Distilasi uap

Distilasi uap adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri, dengan cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan atau dengan cara mengalirkan uap jenuh (saturated

or seuperheated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel distilasi.

Dengan distilasi ini akan dipisahkan zat bertitik didih tinggi dari zat yang tidak dapat menguap. Dengan kata lain, distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen campuran dari dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen tersebut.

Cara distilasi minyak atsiri, pertama-tama bahan baku dari tanaman yang mengandung minyak dimasukkan ke dalam ketel pendidih, atau dimasukkan ke dalam ketel distilasi dan dialiri uap. Adanya panas air dan uap tentu akan

               

(11)

mempengaruhi bahan tersebut sehingga di dalam ketel terdapat dua cairan, yaitu air panas dan minyak atsiri. Kedua cairan tersebut dididihkan perlahan-lahan hingga terbentuk campuran uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap ini akan mengalir melalui pipa-pipa pendingin, dan terjadilah proses pengembunan sehingga uap tadi kembali mencair. Dari pipa pendingin, cairan tersebut dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air berdasarkan berat jenisnya.

Distilasi itu sendiri masih dapat dibagi menjadi tiga cara, yaitu distilasi dengan air, distilasi dengan air dan uap, dan distilasi langsung dengan uap.

• Distilasi (menyuling) dengan air

Menyuling minyak atsiri dengan air merupakan cara yang tradisional. Prinsip kerja distilasi dengan air ditunjukkan pada gambar 2.4. Ketel distilasi diisi air sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel distilasi. Pada kondisi kesetimbangan, penguapan air dan minyak atsiri berlangsung secara bersamaan. Cara distilasi seperti ini disebut distilasi langsung (direct

distillation). Bahan baku yang digunakan biasanya bunga atau daun yang

mudah bergerak di dalam air dan tidak mudah rusak oleh panas uap air.

Gambar 2.4 Alat Distilasi dengan Air Sumber : Santoso, 1992.                

(12)

Distilasi secara sederhana ini relatif mudah dilakukan. Namun, kualitas minyak atsiri yang dihasilkan relatif rendah, kadar minyaknya relatif sedikit, terkadang terjadi hidrolisis ester, dan produk minyaknya bercampur dengan hasil sampingan.

• Distilasi dengan air dan uap

Distilasi minyak atsiri dengan cara ini memang sedikit lebih maju dan produksi minyaknya pun relatif lebih baik. Prinsip kerja distilasi ini adalah sebagai berikut.

Ketel distilasi diisi air sampai pada batas saringan. Bahan baku diletakkan di atas saringan sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Air yang menguap akan membawa partikel-partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri akan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak atsiri dari air seperti terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Alat Distilasi dengan Air dan Uap Sumber : Santoso, 1992.

• Distilasi dengan Uap

Distilasi minyak atsiri secara langsung dengan uap memerlukan biaya yang relatif besar, karena harus disiapkan dua buah ketel, dan sebagian

               

(13)

peralatan terbuat dari stainless steel (SS) atau mild steel (MS). Walaupun memerlukan biaya yang besar, tetapi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan memang jauh lebih sempurna.

Prinsip kerja distilasi seperti ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air dan uap (indirect distillation). Namun, antara ketel uap dan ketel distilasi harus terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel distilasi yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses pengembunan sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali, selanjutnya, dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air seperti terlihat pada gambar 2.6 (Santoso, 1992).

Gambar 2.6 Alat Distilasi dengan Uap Sumber : Santoso, 1992.

2.5 Pemurnian

Proses pemurnian merupakan proses untuk mengurangi kadar pelarut atau pengotor yang terdapat pada produk yang dihasilkan. Metode pemurnian yang dilakukan adalah distilasi dan degumming.

               

(14)

2.5.1 Distilasi

Distilasi adalah suatu metoda untuk memisahkan beberapa komponen dari suatu larutan cair yang tergantung pada distribusi komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Fasa uap terbentuk dari penguapan fasa cair pada titik didihnya. Kebutuhan dasar untuk pemisahan komponen dengan distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dalam kesetimbangan pada titik didih cairan. Distilasi dapat dilakukan apabila larutan tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap, seperti larutan amoniak-air atau etanol-air, dimana kedua komponen tersebut akan berada pada fasa uap (Geankoplis, 2003).

Gambar 2.7. Alat distilasi sederhana Sumber : Acep & Anida. 2011

Distilasi atau menyuling merupakan suatu proses pengubahan suatu zat dari keadaan cair menjadi keadaan uap dengan pemanasan, kemudian diembunkan (dikondensasikan) menjadi cair kembali dan ditampung dalam bejana yang terpisah. Proses distilasi biasanya digunakan untuk memurnikan suatu zat, memisahkan bagian-bagian yang bercampur dalam suatu zat yang memiliki titik didih yang berbeda. Misalnya pada pemurnian air; air yang tidak murni dipanaskan hingga mendidih; uap air yang terjadi dialirkan melalui pipa-pipa pendingin (kondensor), tempat uap itu mengembun menjadi cairan lagi yang disebut distilat, ialah air suling. Zat-zat lain yang semula terkandung dalam air itu,

               

(15)

yang mempunyai titik didih lebih tinggi, tertinggal dalam bejana semula (Shadilly, 1973).

Menurut Mutjaba (2004), distilasi memisahkan dua atau lebih komponen dalam suatu campuran dengan menggunakan prinsip volatilitas relatif atau titik didih. Semakin besar pebendaan volatilitas relatifnya, semakin mudah untuk memisahkan campuran dengan menggunakan distilasi. Proses ini melibatkan pembentukan uap dengan pendidihan campuran cairan dalam suatu bejana dan menghilangkan uap tersebut dari bejana dengan kondensasi. Karena perbedaan titik didih, komponen yang ringan (light) kaya akan uap, sedangkan komponen yang berat kaya akan cairan.

Ukuran numerik untuk pemisahan ini yaitu volatilitas relatif αAB. Volatilitas relatif didefinisikan sebagai rasio konsentrasi A dalam vapor ke konsentrasi A dalam liquid yang dibagi dengan rasio konsentrasi B dalam vapor ke konsentrasi B dalam liquid: αAB = ௬ಲ/௫ಲ ௬ಳ/௫ಳ = ௬ಲ/௫ಲ ሺଵି ௬ಲሻሺଵି௫ಲ ሻ (2.5-1)

Jika sistem menggunakan hukum Raoult, seperti pada sistem benzene-toluen, maka diperoleh persamaan

yA = ௉ಲ௫ಲ ௉ yB = ௉ಳ௫ಳ ௉ (2.5-2) dengan:

PA = tekanan uap komponen A murni (Pascal, Pa) PB = tekanan uap komponen B murni (Pascal, Pa)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.5-2) ke persamaan (2.5-1) untuk suatu sistem ideal, αAB = ௉ಲ ௉ಳ (2.5-3)                

(16)

persamaan (2.5-1) dapat disusun kembali menjadi yA =

ఈ௫ಲ

ଵାሺఈିଵሻ௫ಲ

(2.5-4)

denganα = αAB. Nilai α harus di atas 1, jika α ≤ 1, maka pemisahakan tidak dapat dilakukan. Nilai α kemungkinan berubah seiring dengan konsentrasi yang berubah pula (Geankoplis, 2003).

2.5.2 Degumming

Pada minyak tumbuhan terdapat bagian pengotor yang dapat menimbulkan kerak pada mesin, yaitu gum. Untuk menghilangkan gum dilakukan proses

degumming (Pasha & Pebtiadi, 2008). Proses degumming dimaksudkan untuk

menghilangkan getah atau lendir yang terdiri atas fostatida, protein, residu, karbohidrat dan air tetapi tidak dapat mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Atmanegara, 2007).

Menurut Brien (2003) dan SBP Board of Consultant and Engineer (1998)

degumming dapat dibagi menjadi empat jenis utama yaitu water degumming, acid degumming, dry degumming dan enzymatic degumming.

Degumming dengan asam bisa dilakukan dengan penambahan asam fosfat.

Asam fosfat akan membuat gum terhidrasi (mengendap) (Daintith, 1994). Asam fosfat merupakan asam yang tidak beracun, anorganik, berbentuk padat pada suhu kamar ketika berada dalam keadaan murni. Asam ini termasuk sangat polar sehingga sangat larut dalam air. Selain asam fosfat, terdapat zat/bahan lain yang dapat digunakan pada proses degumming, yaitu asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3), asam oksalat (COOH)2 dan asam sitrat (H8C6O7).

Mekanisme degumming asam yaitu dilakukan penambahan asam fosfat 0,6 % sebanyak 2,5 % dari volume bahan baku dengan proses pengadukan selama 15 menit setelah minyak dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 40°C (Manurung, 2012).                

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Ganitri
Tabel 2.3 Struktur Kimia dan Sifat Fisik Squalene
Tabel 2.4 Karakteristik beta-Sitosterol Acetate  Properties
Gambar 2.4 Alat Distilasi dengan Air  Sumber : Santoso, 1992.         
+4

Referensi

Dokumen terkait

Definisi 3.2.. Misalkan X ruang vector atas lapangan K, dan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Interaksi total quality management dengan sistem

Penambahan tepung kencur dan bawang putih dalam pakan tidak menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan, akan tetapi

Dengan adanya rekomendasi perbaikan yang didapat pada bab 4, nantinya hasil rekomendasi tersebut digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan tata kelola

Substansi UU No.22/1999 adalah berisikan pengaturan mengenai transfer kekuasaan (kewenangan) dalam bidang pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah (Propinsi,

Peranan kunci sangatlah penting dalam proses enkripsi dan dekripsi (disamping pula algoritma yang digunakan) sehingga kerahasiaannya sangatlah penting, apabila

Pada sistem reproduksi, estrogen dihasilkan terutama oleh sel-sel folikel berukuran kecil, berperan menginduksi sintesa protein kuning telur oleh hati serta bekerjasama

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja (Ministry of Manpower Decree 186 Year 1999  regarding Fire Emergency Response Team in the