• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori kewirausahaan

Istilah kewirausahaan merupakan kata dari entrepreneurship dalam bahasa inggris. Kata entrepreneurship sendiri sebenarnya berasal dari kata perancis, yaitu “Entreprende” yang mengandung arti petualangan, pencipta dana pengelola usaha (Lupiyoadi, 2004, p.1).

Wirausaha, menurut Frince (2004, p. 11) adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendaya gunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternative sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan.

Kewirausahaan (Entrepreneurship) menurut Hisrich (2005, pp. 8-9) yaitu process of creating something new and assuming the risk and rewards, yaitu merujuk pada suatu proses penciptaan sesuatu yang baru dan mengambil risiko dan hasil upah. Sedangkan wirausaha (Entrepreneur), adalah individual who takes risks and starts something new, yaitu seorang pribadi yang berani untuk mengambil risiko dan memulai sesuatu yang baru.

(2)

Definisi ini menekankan empat aspek dasar;aspek yang pertama, kewirausahaan melibatkan proses penciptaan, yaitu menciptakan suatu nilai yang baru. Penciptaan harus memiliki nilai, baik bagi wirausaha maupun pihak-pihak lain yang baginya nilai tersebut diciptakan. Yang kedua, kewirausahaan menuntut pengorbanan waktu dan usaha, karena untuk menciptakan sesuatu yang baru dan menerapkannya, diperlukan sejumlah waktu dan usaha. Aspek yang ketiga adalah dapat mengasumsikan risiko. Risiko ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, tergantung pada bidang usaha yang ditekuni,tetapi risiko ini terutama terkait dengan masalah finansial, psikologi dan sosial. Aspek keempat melibatkan penghargaan (Reward) dalam menjadi seorang wirausaha. Penghargaan yang paling utama dalam hal ini adalah adanya kemandirian, kebebasan (Independence) yang diikuti dengan kepuasan pribadi (Personal Satisfaction). Uang juga dapat diperhitungkan sebagai penghargaan, dimana terkadang uang juga dapat dijadikan indikator kesuksesan seorang wirausaha.

Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005, p. xv), kewirausahaan (Entrepreneurship) dapat diartikan melalui 3 kata berikutnya: destiny, courage, action. Ketika kata tersebut merupakan kata-kata yang penting dalam membangun sikap dan perilaku dalam diri seseorang. Destiny berarti takdir, yang sebenarnya lebih merupakan tujuan hidup kita, bukan nasib. Tujuan dan misi hidup kita adalah fondasi awal untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses. Dengan memiliki tujuan hidup (Life Purpose) yang jelas, kita dapat memiliki semangat (Spirit) dan

(3)

sikap mental (Attitude) yang diperlukan dalam membangun sebuah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam kehidupan kita keberanian (Courage) untuk memulai dan menghadapi tantangan adalah sikap awal yang kita perlukan. Dalam kewirausahaan, keberanian untuk mulai dan mengambil risiko adalah syarat mutlak.impian dan cita - cita yang besar, kemudian ditambah dengan kreativitas yang diwujudkan dengan keberanian untuk mencoba dan melakukan (Action) langkah pertama adalah awal kesuksesan seorang wirausaha sejati.

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p. 3), Wirausaha adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidak pastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya.

2.1.2 Faktor-faktor pemicu kewirausahaan

David C. McClelland (2004, p. 3 ), mengemukakan bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) ditentukan oleh motif berprestasi (achievement), optimisme (optimism), sikap - sikap nilai (value attitudes) dan status kewirausahaan (entrepreneuril status) atau keberhasilan. Sedangkan Ibnoe Soedjono dan Roopke, proses kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action) merupakan fungsi dari property right, competency/ ability, incentive, dan external environment.

(4)

Kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor - faktor itu adalah hak kepemilikan (property right), kemampuan/ kompetensi (competency/ ability), dan insentif (incentive), sedangkan faktor eksternalnya meliputi lingkungan (emvironment) Ibnoe Soedjono (2004, p. 3).

2.2 Peran pendidikan dalam proses pembentukan wirausaha

Menurut Ibnoe Soedjono (2004. P. 34) peran pendidikan menpunyai dua faktor yaitu internal dan eksternal,internal yaitu Pembentukan karakter, Motivasi, Pengajaran teori dan Etika berwirausaha sedangkan eksternanya yaitu pemberian modal wirausaha. Menurut lupiyoadi (2004, p. 33), Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam memahami dunia wirausaha,namun ada pendapat yang mengatakan bahwa seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart dari pada booksmart,maksutnya adalah seorang wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (Streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku Dan pendidikan formal (Booksmart).

Pandangan diatas disanggah oleh Churchill (1987) sebagaimana dikutip oleh lupiyoadi (2004, p. 34), dibandingkan dengan tenaga lain, tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah berkembang dan wawasan berpikir yang lebih luas. Seorang sarjana juga memiliki dua peran pokok, pertama sebagai manajer dan sebagai pencetus gagasan.

(5)

Peran pertama berupa tindakan untuk menyelesaikan masalah, Sehingga pengetahuan manajemen dan keteknikan yang memadai mutlak diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan merangkai alternatif -alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa pengetahuan keilmuan yang lengkap.

Sebagaimana dikutip oleh Lupiyoadi (2004, pp. 20 - 22), McGrath dan MacMillan (2000) menegaskan berapa pentingnya pola pikir kewirausahaan (Entrepreneurial mindset). Setidaknya ada tiga keunggulan; pertama, kesuksesan wirausaha disebabkan orientasi pada tindakan (Action - Oriented) yang berada dalam kerangka berpikir wirausaha dimana ide - ide yang timbul dapat segera diterapkan walaupun berada dalam situasi yang tidak menentu. Kedua, konsep ini mudah diterapkan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan diri. Ketiga, konsep ini dimaksudkan untuk tumbuh bersama diawali dari yang sederhana seiring peningkatan petualangan seseorang.

Lebih jauh lagi, pada umumnya wirausaha memiliki lima karakteristik pola pikir (mindset) yaitu:

Mereka sangat bersemangat dalam melihat atau mencari peluang-peluang baru dengan tetap waspada,selalu mengambil kesempatan untuk mendapat keuntungan dari perubahan dan hambatan dari jalannya bisnis. Mereka akan memiliki pengaruh yang amat besar ketika mereka menciptakan keseluruhan model bisnis yang baru dari cara memperoleh penghasilan,

(6)

membuat pembiayaan, menjalankan operasional, dan keseluruhan kegiatan industri.

a. Mereka mengajar peluang dengan disiplin yang ketat. Umumnya wirausaha tidak hanya bersiap untuk peluang yang kecil, namun mereka langsung mengambil tindakan terhadap peluang-peluang yang belum tergali. Mereka sering mengkaji ulang koleksi ide-ide mereka, tetapi mereka merealisasikannya hanya ketika hal itu diperlukan. Mereka melakukan investasi hanya jika arena suatu kompetisi menarik mereka dan peluang yang ada sudah matang.

b. Mereka hanya mengejar peluang yang baik dan menghindari mengejar peluang lain yang melelahkan diri dan organisasi mereka. Walaupun kebanyakan wirausaha adalah orang-orang berada, untuk meraih kesuksesan besar tetap dituntut kedisiplinan dalam membatasi jumlah proyek yang hendak mereka raih. Mereka tetap mengikuti portofolio dari peluang dengan kendali yang amat ketat dalam berbagai tahap pengembangan. Mereka cenderung mengikat kuat strategi mereka dengan proyek yang telah mereka pilih dibandingkan melonggarkan usaha mereka terlalu melebar.

c. Mereka fokus pada pelaksanaan, khususnya yang bersifat adaptif. Orang dengan kerangka berpikir wirausaha akan memilih melaksanakan apa yang telah mereka tetapkan daripada mengaanalisis ide baru yang menghancurkan. Adaptasi yang mereka lakukan dengan mengubah arah

(7)

kerja sesuai dengan peluang yang nyata dan mengambil langkah terbaik untuk merealisasikannya.

d. Mereka mengikutsertakan energi setiap orang tang berada dalam jangkauan mereka. Kebiasaan wirausaha diantaranya adalah melibatkan banyak orang baik dari dalam maupun luar organisasi untuk mewujudkan peluang mereka. Mereka memilih membuat dan menyebarkan jaringan kerja dari pada mengerjakan sendiri. Mereka memberdayakan berbagai potensi intelektual dan sumber daya manusia untuk membantu mereka meraih tujuan sebaik mungkin.

2.2.1 Profil, karakteristik, Jiwa wirausaha

Gambaran atau pengertian tentang jiwa wirausaha,dapat diperoleh dengan melihat uraian ciri - ciri, profil, Karakteristik khusu yang melekat pada diri wirausaha, yaitu:

Menurut Suparman (Alma, 2001, p. 17), ciri-ciri seorang wirausaha antara lain yaitu sebagai berikut:

a.Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif.

b.Memiliki sikap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan.

c.Membiasakan diri bersikap mental positif untuk maju dan selalu bergairah dalam setiap pekerjaan.

(8)

e. Membiasakan membangun disiplin diri.

f. Menguasai salesmanship (Kemampuan jual), memiliki kepemimpinan dan mampu memperhitungkan risiko.

g.Ulet, tekun, terarah, jujur dan bertanggung jawab.

h.Berwatak maju, cerdik dan percaya pada diri sendiri.

Menurut Zimmerer dan scarborough (2004, pp. 3-7), profil seorang wirausaha dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Menyukai tanggung jawab

Wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan tempat mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan sumber-sumber daya mereka sendiri dan menggunakan sumber - sumber daya tersebut untuk mencapai cita - cita yang telah ditetapkan sendiri.

b. Lebih menyukai risiko menengah

Wirausaha bukanlah seorang pengambil resiko liar,melainkan seseorang yang mengambil resiko yang diperhitungkan. Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat pemahaman risiko pribadinya. Cita-cita mungkin tampak tinggi, bahkan mungkin mustahil tercapai menurut orang lain, tetapi wirausaha melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dan percaya bahwa sasaran mereka masuk akal dan dapat tercapai. Mereka

(9)

biasanya melihat peluang didaerah yang sesuai dengan pengetahuan, Latar belakang dan pengalamannya yang akan meningkatkan kemungkinan keberhasilannya.

Paul Hawken, mitra pendiri Smith & Hawken, sebuah perusahaan yang bergerak dalam penjualan alat taman lewat pos menjelaskan demikian: "Wirausaha yang baik adalah penghindar risiko bukan pengambil risiko. Mereka terlihat sebagai pengambil risiko karena mereka melihat pasar dengan cara yang berbeda dengan cara kita melihat; mereka melihat produk atau jasa yang sesuai dengan perubahan kebudayaan. Segera setelah mereka menciptakannya, mereka secara sistematis menghilangkan semua faktor risiko dan akan terlindung dirisiko sewaktu masuk kepasar. Mereka menjadi penghapus risiko".

c. Keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil

Wirausaha umumnya memiliki banyak keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil.Mereka cenderung optimis terhadap peluang keberhasilan dan optimisme mereka biasanya berdasarkan kenyataan. Salah satu penelitian dari National Federation of Independent Business (NFIB) menyatakan bahwa sepertiga dari wirausaha menilai peluang berhasil mereka 100%. Tingkat optimisme yang tinggi kiranya dapat menjelaskan mengapa kebanyakan wirausaha yang berhasil pernah gagal dalam bisnis. Kadang-kadang lebih dari sekali sebelum berhasil.

(10)

d. Hasrat untuk mendapatkan umpan balik langsung

Wirausaha ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja dan terus-menerus mencari pengukuhan. Tricia Fox, pendiri Fox Day school, inc., menyatakan, "saya senang menjadi seorang yang bebas dan berhasil. Tidak ada umpan balik yang sebaik bisnis milik anda sendiri."

e. Tingkat energi yang tinggi

Wirausaha lebih enerjik dibanding orang kebanyakan. Energi ini merupakan faktor penentu mengingat luar biasanya usaha yang diperlukan untuk mendirikan suatu perusahaan kerja keras dalam waktu yang lama merupakan sesuatu yang biasa.

f. Orientasi kedepan

Wirausaha memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin,melaikan lebih mempersoalkan apa yang akan dikerjakan esok. Bila manajer tradisional memperhatikan pengelolaan sumber daya yang ada, wirausaha lebih tertarik mencari dan memanfaatkan peluang.

g. Keterampilan mengorganisasi

Membangun sebuah perusahaan "dari nol" dapat dibayangkan seperti menghubungkan potong-potong sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk

(11)

menyelesaikan suatu tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk mengubah pandangan kedepan menjadi kenyataan.

h. Menilai prestasi lebih tinggi dari uang

Salah satu kesalahan yang paling umum mengenai wirausaha adalah anggapan bahwa mereka sepenuhnya terdorong oleh keinginan menghasilkan uang. Sebaliknya, prestasi tampak sebagai motivasi utama para wirausaha; uang hanyalah cara untuk "menghitung skor" pencapaian sasaran atau simbol prestasi seorang peneliti bisnis mengatakan, yang membuat wirausaha bergerak maju lebih komleks dan lebih luhur dari sekedar uang. Kewirausahaan lebih mengenai menjalankan sendiri apa yang diinginkan. Tentang sesuatu yang tampaknya tidak mungkin."

Sedangkan kompetensi-kompetensi yang merupakan karakteristik dari wirausaha yang berhasil yaitu:

a. Proaktif

b. Berorientasi prestasi:

c. Komitmen pda orang lain:

d. Komitmen yang tinggi.

e.Toleransi terhadap keraguan.

(12)

g. Keuletan

Sedangkan menurut Hendro dan Widhianto (2006, pp. 54 - 55), yang membedakan seorang entrepreneur dengan orang biasa atau orang lain adalah bahwa seorang entrepreneur ialah seorang yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Pandai mengelolah ketakutannya

Seorang smart and good entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberaniaan dan kepercayaan dirinya dalam menghadap suatu risiko (Risk Manager, bukan Risk taker).

2. Mempunyai "iris mata" yang berbeda dengan yang lain

Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan, perubahan, diri sendiri, lingkunan, tren dan kejadian) untuk memunculkan kreativitasnya agar tercipta ide-ide, gagasan, konsep dan impiannya, lalu mencoba untuk meningkatkan nilai (Added Value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda dengan orang lain.

3. Pemasaran sejati atau penjual yang ulung

Skill akan mempermudah dalam membangun bisnis, mengakselerasi kecepatan pertumbuhan bisnis dan mengurangi ketergantungan modal yang besar.

(13)

4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru

Seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah,orang atau terperangkap di dalam kehidupan yang monoton (Sempurna). Dia selalu tidak bisa diam, berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang "creative and smart worker"

5. High determination (mempunyai keteguhan hati yang tinggi)

Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa - biasa saja adalah dalam hal durability, firm dan determination. Keteguhan hati membuat orang berbeda didalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin berusaha untuk mencari jalan keluar atau pemecahannya. kegagalan bukanlah ujung dari perjalanan.

Sebelum orang - orang tersebut tidak akan gagal, tetapi:

a.Kehilangan langkah selanjutnya.

b.Bahwa itu bukanlah jalan yang harus kita lakukan atau ambil - cobalah mundur dan melihat dari sisi lain (dari atas, sebagai penonton, atau dari samping) sehingga kita akan menemukan jalan lain yang menolong kita untuk berubah lebih baik lagi.

c.Bahwa persiapan kita untuk mengantisipasi risiko tidak sebanding dengan yang terjadi (tidak "proaktif").

(14)

d. Itu adalah rintangan. Apa yang kita anggap sebagai sebuah kegagalan adalah sebuah rintangan. Kita diberi sinyal bahwa hal itu bukanlah jalan yang baik bagi kita.

e. Kita kehabisan "napas", dalam arti bingung atau kekurangan modal.

f. Tidak menerima apa yang ada didepannya dan selalu mencari yang terbaik (Perfectionist).

g. Seorang smart and good entrepreneur dihadapkan mampu memberikan apa yang lebih baik lagi pada pelanggan. Seorang yang perfeksionis itu seperti pisau bermata dua. Yang pertama ialah bahwa ia berdampak untuk berusaha mencapai yang terbaik dan memberikan yang terbaik. Dan yang kedua, ia berdampak buruk bagi dirinya sendiri bila ia tidak mampu menanggung senjata kesempurnaan dirinya dan pikirannya sehingga berakibat fatal, seperti Frustasi dan putus asa karena idealisme yang mengubur impiannya. Wirausaha yang baik harus mengubah hal itu menjadi kekuatannya.

Selain itu, menurut Hendro dan Widhianto (2006, p. 56), ada beberapa ciri yang biasanya ada dalam diri seorang entrepreneur yang telah sukses, yaitu:

a. Mempunyai impian-impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, Sehingga impian itu bisa terwujud (Power of Dream).

(15)

b. Mempunyai empat karakter dasar kekuatan emosional saling mendukung untuk sukses.

c. Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan apa yang didapat (High Achiever).

d. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (Motivator).

e.Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bahwa dia bisa (Power of Mind).

f. Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas tinggi.

g. Risk manager, not just a risk taker.

h.Memiliki strong emotional attachment (kekuatan emosional).

i.Seorang problem solver.

j.Mampu menjual dan memasarkan produknya (Seller).

k. Ia mudah bosan dan sulit diatur.

l.Seorang kreator ulung.

Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005, pp. 15-19), seorang wirausaha sejati memiliki sikap fokus dan sikap disiplin dalam wirausaha.

Ada beberapa alasan mengapa seorang wirausaha harus fokus, yaitu sebagai berikut:

(16)

a.Pertama, dengan fokus seseorang wirausaha dapat melihat dengan lebih jelas dan tujuan atau sasaran yang hendak dicapainya.

b.Kedua, dengan lebih fokus, seorang wirausaha dapat melihat peluang-peluang yang ada disekitarnya. Bila kita mempunyai impian dan sasaran-sasaran dalam membangun bisnis kita dan fokus terhadap impian itu, akan muncul banyak peluang yang dapat kita lihat. Apa yang menjadi fokus, itulah yang akan selalu terlihat.

c. Ketiga, dengan fokus, persepsi terhadap masalah, kegagalan yang dihadapi dalam membangun bisnis akan berubah. Jika kita fokus pada impian atau tujuan akhir kita, maka persepsi kita terhadap hal-hal tersebut akan menjadi positif.

d.Keempat, fokus memberi kita energi untuk bergerak lebih tinggi.

e.Kelima, fokus dapat meningkatkan daya juang terhadap kegagalan dan kesulitan dalam membangun bisnis.

Di sisi lain keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya untuk terus-menerus membangun kebiasaan-kebiasaan yang dapat senantiasa memperbaiki dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan inovasi terus-menerus, kebiasaan untuk mengakumulasi aset kebisaan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan, kebiasaan untuk terus belanja dan mengembangkan diri dan sebagainya.

(17)

Menurut John Maxwell dalam bukunya "Developing the leader within you" sebagaimana dikutip oleh prijosaksono dan Bawono (2005, pp. 23-24), disiplin didefinisikan sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan apa yang tidak kita inginkan. Ada dua hal yang sangat sukar dilakukan seseorang. Pertama, melakukan hal - hal berdasarkan urutan kepentingannya (menetapkan prioritas). Kedua, secara terus-menerus, melakukan hal tersebut berdasarkan urutan kepentingannya dengan disiplin. Untuk itu, yang diperlukan adalah komitmen untuk mencapai keunggulan. Karena keunggulan merupakan hasil dari kedisiplinan untuk melakukan sesuatu secara teratur dan terus - menerus.

Untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kita harus belajar untuk disiplin dalam segala hal. Dimulai dengan membangunan kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperbaiki diri kita maupun kebiasaan-kebiasaan - kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperbaiki kinerja bisnis kita.

Berdasarkan uraian - uraian yang telah dikemukakan tentang karakteristik jiwa wirausaha, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wirausaha akan memiliki sejumlah karakteristik khusus seperti;

a. Mampu menciptakan kesempatan usaha, dapat memanfaatkan kesempatan usaha yang ada, serta lebih menyukai kerja mandiri dibandingkan bekerja pada orang lain.

(18)

b. Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p. 54), seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah, orang atau terperangkap didalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia selalu tidak bisa diam,berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang "creative and smart worker".

Seorang wirausaha yang sejati juga memiliki "iris mata" yang berbeda dari orang lain. Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan, perubahan, diri sendiri, Lingkungan, tren dan kejadian) untuk memunculkan kreativitasnya agar tercipta ide-ide, gagasan, konsep dan mimpinya, lalu mencoba untuk meningkatkan nilai (Added Value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandangan akan sesuatu yang berbeda dengan orang lain.

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p. 7), salah satu karakteristik dalam wirausaha yang berhasil adalah memiliki kompetensi orientasi prestasi, yaitu diantaranya mampu melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu: menagkap peluang khusus untuk memulai bisnis baru, mencari bantuan keuangan, lahan ruang kerja dan bimbingan.

Wirausaha memiliki orientasi ke depan. Mereka mempunyai indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang akan dikerjakan esok. Bila manajer tradisional memperhatikan pengelolaan sumber daya yang ada, wirausaha lebih

(19)

tertarik mencari dan memanfaatkan peluang (Zimmerer dan Scarborough, 2004, p. 5)

Menyadari perlu kerja keras agar berhasil,Membiasakan untuk disiplin diri dalam kehidupan, selalu melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab serta selalu mengerjakan segala hal dengan baik, teliti dan tekun.

Menurut Hendro dan Widhianto (2006, pp. 55 - 56), wirausaha yang sukses mempunyai impian - impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa terwujud (Power of Dream).

Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa saja adalah dalam hal durability, firm dan determination. Keteguhan hati membuat orang berbeda didalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin berusaha untuk mencari jalan keluar/ pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung dari perjalanan.

Mereka mengejar peluang dengan disiplin yang ketat. Umumnya wirausaha tidak hanya bersiap untuk peluang yang kecil, namun mereka langsung mengambil tindakan terhadap peluang - peluang yang belum tergali. Mereka sering mengkaji ulang koleksi ide - ide mereka, tetapi

(20)

mereka merealisasikannya hanya ketika hal itu diperlukan. Mereka melakukan investasi hanya jika arena suatu kompetisi menarik mereka dan peluang yang ada sudah matang.

Mereka juga fokus pada pelaksanaan. Khususnya yang bersifat adaptif. Orang dengan kerangka berpikir wirausaha akan memilih melaksanakan apa yang telah mereka tetapkan dari pada menganalisis ide baru yang menghancurkan. Adaptasi yang mereka lakukan dengan mengubah arah kerja sesuai dengan peluang yang nyata dan mengambil langkah terbaik untuk merealisasikannya. (Lupiyoadi, 2004, p. 22)

Keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya untuk terus - menerus membangun kebiasaan - kebiasaan yang dapat senantiasa memperbaiki dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan inovasi terus - menerus, kebiasaan untuk mengakumulasi aset, kebiasaan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan, kebiasaanuntuk terus belajar dan mengembangkan diri dan sebagainya (Prijosaksono dan Bawono, 2005, p. 23).

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp. 5-7), hambatan, rintangan, dan kekalahan, umumnya tidak menghalangi para wirausaha, yang secara keras kepala menggapai tujuan. "Wirausaha adalah orang yang menikmati permainan bisnisnya dan tidak pernah menyerah - tidak peduli seberapa berat keadaan, "tutur seorang peneliti.

(21)

Salah satu karakteristik dalam wirausaha yang berhasil adalah memiliki kompetensi komitmen pada orang lain, yaitu diantaranya komitmen terhadap pekerjaan, yaitu: melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan, menyingsingkan lengan baju bersama karyawan dan bekerja ditempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Meluncurkan sebuah perusahaan agar berhasil membutuhkan komitmen penuh dari wirausaha. Pendiri bisnis sering membenamkan diri sepenuhnya dalam bisnis mereka. Seorang pakar mengemukakan "Wirausaha pada umumnya harus melewati rintangan yang mengecilkan hati pada tahap - tahap awal. "ini memerlukan komitmen. "saya menyamakan komitmen dengan kemampuan bertahap." kata seorang konsultan.

Disisi lain, wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan tempat mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan sumber - sumber daya mereka sendiri dan menggunakan sumber-sumber daya tersebut untuk mencapai cita - cita yang telah ditetapkan sendiri.

Hal ini terkait dengan keterampilan mengorganisasi.membangun sebuah perusahaan "dari nol" dapat dibayangkan seperti menghubungkan potong - potong sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas.

(22)

Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk mengubah pandangan ke depan menjadi kenyataan (Zimmerer dan Scarborough, 2004, p.5).

Hal ini juga terkait dengan hal bagaimana mereka mengikut sertakan energi setiap orang yang berada dalam jangkauan mereka. Kebiasaan wirausaha diantaranya adalah melibatkan banyak orang baik dari dalam maupun luar organisasi untuk mewujudkan peluang mereka. Mereka memillih membuat dan menyebarkan jaringan kerja daripada mengerjakan sendiri. Mereka memperdayakan berbagai potensi intelektual dan sumber daya manusia untuk membantu mereka meraih tujuan sebaik mungkin (Lupiyoadi, 2004, p. 22)

Mampu mempertimbangkan risiko, serta selalu mempertimbangkan faktor penghambat maupun penunjang dalam mengambil keputusan

Menurut Zimmere dan Scarborough (2004, p. 40) wirausaha bukanlah seorang pengambilan risiko liar, melainkan seseorang yang mengambil risiko yang diperhitungkan. Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat pemahaman risiko pribadinya. Cita-cita mungkin tampak tinggi - bahkan mungkin mustahil tercapai - menurut orang lain, tetapi wirausaha melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dan percaya bahwa sasaran mereka masuk akal dan dapat tercapai. Mereka biasanya melihat peluang didaerah yang sesuai dengan pengetahuan, latar belakang

(23)

dan pengalamannya yang akan meningkatkan kemungkinan keberhasilannya.

Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p. 54), seorang Smart and Good Entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu resiko. Mereka adalah risk manager, bukan risk taker.

2.2.2 Intrapreneur dan Intrapreneurship

Selain definisi mengenai kewirausahaan (Entrepreneurship) dan wirausaha (Entrepreneur), dikenal juga istilah interpreneur dan interapreneurship.

Intrapreneur merujuk pada mereka yang bekerja pada suatu perusahaan yang memiliki semangat kewirausahaan. Atau dengan kata lain, Intrapreneur merupakan wirausaha yang ada dalam lingkungan perusahaan. Sosok seperti ini sangat diperlukan karena sangat relevan dengan tujuan perusahaan dalam hal upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Lupiyoadi, 2004, p. 11)

Menurut Morris dan Kuratko (2002, pp. 4-86), intrapreneur (atau disebut juga dengan istilah corporate entrepreneur), tidak perlu merupakan seorang pencipta produk, jasa atau proses yang baru (walaupun pada kenyataannya, mereka sering begitu), tetapi mereka mengubah ide atau model (Prototype) menjadi sesuatu yang nyata yang menghasilkan keuntungan (Profitable Realities). Mereka adalah pembangunan tim yang

(24)

memiliki komitmen dan dorongan yang diperlukan untuk melihat bagaimana ide dapat diwujudkan menjadi kenyataan dan yang paling penting, mereka adalah orang-orang yang biasa yang mencoba untuk melakukan hal - hal yang luar biasa.

Intrapreneur memulai dengan adanya ide. Ide ini diawali dengan adanya visi, yang mungkin tidak terlalu jelas. Ia melalui tahap "melamun" (Daydreaming Phase). Disini, para intrapreneur melihat proses yang harus ia lewati untuk menjadikan ide yang awalnya konsep menjadi implementasi yang berhasil. Mereka juga memeriksa jalan - jalan lain, rintangan dan penghalang yang potensial yang mereka mungkin hadapi. Intrapreneur dapat bergerak cepat untuk menyelesaikan segala sesuatu. Mereka adalah orang yang berfokus pada tujuan, mereka bersedia untuk melakukan berbagai hal yang perlu dilakukan untuk memastikan tercapainya tujuan mereka. Mereka adalah kombinasi dari seorang pemikir, perencana, pelaku, dan pekerja. Dedikasi mereka terhadap ide tersebut sangat besar. Mereka harus berjuang untuk menjadikan ide mereka tetap nyata,bahkan seringkali setelah manajer atasan mereka,komite dan lainnya telah berupaya "membunuh" ide itu dua atau tiga kali. Para Intrapreneur seringkali mengharapkan hal yang mustahil dari diri mereka dan memepertimbangkan tidak adanya sesuatu yang dapat menghalangi proses untuk membuat usaha mereka berhasil. Mereka adalah para pengejar - pengejar keinginan yang kuat dari suatu visi yang berada diluar tugas mereka dalam mencapai tujuan mereka.

(25)

Saat dihadapkan dengan kegagalan atau hal yang dapat menghalangi mereka, para Intrapreneur mempunyai pandangan yang optimis. Pertama, mereka tidak mengakui bahwa mereka telah kalah; mereka mengganggap kegagalan sebagai hal yang menghalangi mereka sementara untuk ditarik pelajaran dan dihadapi. Hal ini tidak dilihat sebagai alasan untuk berhenti. Kedua, mereka melihat diri mereka sebagai pihak yang bertanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Mereka tidak mencari kambing hitam atas kegagalan mereka, namun mereka memfokuskan pada pembelajaran bagaimana mereka bertindak dengan lebih baik. Dengan menghadapi kesalahan-kesalahan dan kegagalan - kegagalan mereka secara objektif, maka mereka belajar bagaimana mereka dapat menghindari kesalahan -kesalahan yang sama, dan hal inilah yang bagian yang membuat mereka mencapai keberhasilan.

Sedangkan menurut Hisrich (2005, p. 17), Intrapreneurship merupakan kewirausahaan yang ada didalam struktur bisnis yang ada, yang dapat menjembatani kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan pasar. Bisnis yang ada telah memiliki sumber daya keuangan, kemampuan usaha, dan sistem pemasaran dan distribusi untuk memasarkan inovasi yang ada dengan sukses. Namun terkadang struktur perusahaan yang terlalu birokratis, penekanan pada profil jangka pendek dan rumitnya struktur organisasi dapat menghambat kreativitas dan pengembangan produk dan usaha. Perusahaan - perusahaan mulai mengenali faktor - faktor penghambat ini dan kebutuhan akan kreatifitas dan inovasi telah

(26)

menumbuhkan kebutuhan akan jiwa intrapreneurship dalam perusahaan -perusahaan. Sehingga dalam era kompetisi usaha saat ini, kebutuhan munculnya produk baru dan jiwa intrapreneurship telah menjadi hal yang penting sehingga semakin banyak perusahaan yang kini mengembangkan lingkungan untuk mengembangkan jiwa intrapreneurship, terutama dalam unit-unit bisnis strategis (Strategic Business Unit atau SBU).

Menurut Hisrich (2005, pp. 45 - 46), budaya intrapreneurial (Intrapreneurial Culture) berbeda secara signifikan dengan budaya perusahaan tradisional (Traditional Corporate Culture). Budaya-budaya perusahaan tradisional adalah seperti menaati pada instruksi-instruksi yang diberikan, hindari kesalahan-kesalahan, jangan gagal, jangan mengambil inisiatif tetapi tunggulah perintah/ instruksi, intruksi atau tetaplah berada pada area kerja masing - masing.

Tujuan dari budaya intrapreneurial cukup berbeda dengan budaya perusahaan tradisional, yaitu: untuk mengembangkan visi, tujuan, dan rencana-rencana aksi; untuk mendapatkan penghargaan atas tindakan (Prestasi) yang telah dicapai; untuk menyarankan, mencoba; untuk menciptakan dan berkembang tanpa dibatasi oleh area kerja; seta untuk mengambil tanggung jawab dan kepemilikan.

Perbedaan juga muncul dalam nilai yang dibagikan (Shared Values) dan norma - norma dari dua budaya diatas. Perusahaan tradisional pada dasarnya bersifat hirarki, dengan prosedur - prosedur yang telah ada, sistem

(27)

pelaporan, lini komandan dan tanggung jawab, instruksi dan mekanisme kontrol. Hal inilah yang mendasari budaya perusahaan saat ini dan kurang memberikan ruang pada penciptaan produk - produk, jasa-jasa atau usaha-usaha baru. Sebaiknya perusaha-usahaan dengan budaya intrapreneurial mempunyai kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi diatas. Perusahaan dengan budaya intrapreneurial, memiliki struktur organisasi yang datar dengan networking, kerja tim, sponsor-sponsor dan didukung oleh mentor - mentor. Hubungan kerja yang erat akan membantu menciptakan atmosfer kejujuran yang akan memfasilitasi pencapaian visi dan tujuan. Tugas - tugas dipandang sebagai hal yang menyenangkan dan bukan sebagai hal rutin atau hal yang tidak menyenangkan, dimana para partisipan akan dengan senang hati memberikan waktunya beberapa jam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, bukan malah membangun bentung untuk melindungi area kerja, individu-individu justru akan membuat usulan-usulan dalam dan lintas area dan divisi fungsional, menghasilkan banyak usulan ide-ide.

2.2.3 Proses terbentuknya wirausaha

Menurut Lupiyoadi (2004, pp. 23 - 31), ada sejumlah teori mengenai proses pembentukan kewirausahaan. Teori tersebut antara lain: teori perubahan arah hidup (Life Path Change), perilaku yang dimotivasi oleh tujuan (Goal Directed Behaviour), pengambilan keputusan dan hasil yang diharapkan (Outcome Expectancy).

(28)

1.Teori perubahan arah hidup (Life Path Change)

Menurut Shapero dan sokol (1982) dalam sundjaja (1990) sebagaimana dikutip oleh Lupiyoadi(2004, p. 25), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak melalui proses yang direncanakan, yaitu antara lain disebabkan oleh:

a.Pemindahan negatif (Negatif Displacement)

Seseorang bisa saja menjadi wirausaha karena adanya faktor pemecatan dari tempat kerja, merasa tertekan atau bahkan mengalami kebosanan selama bekerja, dipaksa atau terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena seseorang sudah memasuki usia pensiun. Dalam hal ini, pilihan berwirausaha diambil karena selain untuk menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya, menjadi wirausaha dalam kondisi seperti ini adalah pilihan terbaik karena sifatnya yang bebas dan tidak bergantung pada birokrasi yang diskriminatif.

b. Berada ditengah dua dunia yang berbeda (Being Between Things)

Orang-orang yang baru keluar dari ketentaraan, sekolah atau bahkan penjara, terkadang merasa seperti memasuki dunia baru yang belum mereka mengerti dan kuasai. Keadaan ini membuat mereka seakan berada ditengah-tengah (Being Between Things) dari dua dunia yang berbeda,namun mereka harus tetap berjuang menjaga kelangsungan hidupnya. Di sinilah biasanya pilihan menjadi wirausaha muncul karena

(29)

dengan menjadi wirausaha mereka bekerja dengan mengandalkan diri mereka sendiri.

c. Memiliki tarikan yang positif (Having Positive Pull)

Terdapat juga orang-orang yang mendapat dukungan membuat usaha dari mitra kerja, investor, pelanggan atau mentor. Dukungan memudahkan mereka dalam mengantisipasi peluang usaha, selain itu juga menciptakan rasa aman dari risiko usaha. Serang mantan manajer disebuah perusahaan otomotif, misalnya dengan bahan baku ban bekas, seperti stopper back door, engine mounting, atau perusahaan otomotif tersebut memberi dukungan dengan menampung produk mantan manajernya tersebut.

2. Teori perilaku yang dimotivasi tujuan (Goal Directed Behavior)

Menurut Wolman (1973) sebagaimana dikutip oleh Lupiyoadi (2004, p. 270), seseorang dapat saja menjadi wirausaha karena termotivasi untuk mencapai tujuan tertentu. Teori ini disebut dengan perilaku yang dimotivasi tujuan (Goal Directed Behaviour). Teori ini hendak menggambarkan bagaimana seorang tergerak menjadi wirausaha, motivasinya dapat terlihat dari langkah-langkahnya dalam mencapai tujuan (Goal Directed Behaviour). Diawali dari adanya dorongan kebutuhan, kemudian munculnya perilaku yang dimotivasi tujuan, hingga tercapai tujuan.

(30)

Seseorang terjun dalam dunia wirausaha diawali dengan adanya kebutuhan - kebutuhan, ini mendorong kegiatan - kegiatan tertentu, yang ditunjukan pada pencapaian tujuan. Dari kacamata teori kebutuhan dan motivasi tingkah laku, seperti menemukan kesempatan berusaha, sampai mendirikan dan melembagakan usahanya merupakan perilaku yang dimotivasi tujuan (Goal Directed Behaviour). Sedangkan tujuannya adalah mempertahankan dan memperbaiki kelangsungan hidup wirausaha.

3. Teori pengambilan keputusan

Moore (1964) dalam Lupiyoadi (2004, p. 27) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah perpaduan dari kegiatan berpikir, memilih dan bertindak. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dapat berasal dari situasi keputusan itu sendiri serta dari diri si pengambilan keputusan itu sendiri.

A. Faktor-faktor dari situasi lingkungan itu sendiri (Decision Environent)

Suatu lingkungan keputusan biasa berstruktur baik dan buruk, tergantung dari seberapa jauh si pengambilan keputusan mengenal keadaannya pada masa sekarang (Initial State), tujuan-tujuan yang akan datang (Terminal State) dan transformasi yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan yang diinginkannya. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(31)

A B

Di mana:

A= Keadaan sekarang dari si pengambil keputusan (Initial State atau Existing State).

B= Target atau tujuan yang dicoba dicapai oleh si pengambil keputusan (Terminal State atau Desired State).

=Proses atau langkah dimana si pengambil langkah dapat bergerak dari kondisi sekarang ke kondisi yang dituju (Transformation atau Decision Alternatives)

Apabila si pengambil keputusan cukup mengenal ketiga hal di atas dengan baik,maka dia diharapkan pada lingkungan keputusan (Decision Environment) yang berstruktur baik (Well Structured). Sebaliknya bila si pengambil keputusan tidak cukup mengenal ketiga hal di atas, maka dia akan dihadapkan pada lingkungan keputusan yang berstruktur buruk (Ill structured).

Ada tiga kondisi lingkungan keputusan yang berstruktur buruk yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan:

a. Lingkungan keputusan yang tidak pasti,dalam keadaan ini si pengambilan keputusan dihadapkan pada situasi dimana: si pengambil keputusan tidak mengetahui peristiwa-peristiwa yang akan mempengaruhi hasil keputusannya, si pengambil keputusan tidak

(32)

mengetahui hubungan kausal yang terjadi dalam lingkungan keputusan, si pengambil keputusan mempunyai kontrol yang sedikit terhadap lingkungan keputusan, atau tidak stabilnya lingkungan keputusan.

b. Lingkungan keputusan yang kompleks. Disini pengambilan keputusan dihadapkan pada situasi-situasi dimana lingkungannya sangat luas, heterogen, abstrak, dan saling berhubungan.

c. Lingkungan keputusan yang merupakan situasi konflik. Disini pengambilan keputusan diharapkan pada situasi-situasi yang melibatkan banyak interaksi dengan banyak orang, tetapi mempunyai tujuan dan sumber penentu yang berbeda.

B. Faktor-faktor dari dalam diri si pengambil keputusan sendiri

Menurut Taylor dan Dunnete (1976) sebagaimana dikutip oleh Lupiyoadi (2004, p. 29), ada empat atribut psikologis yang mempengaruhi strategi-strategi keputusan, yaitu:

a.Kemampuan perseptual yaitu persepsi pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi akan menentukan derajat ketidak pastian, kompleksitas maupun yang diidentifikasi dari problem tersebut.

b. Kapasitas informasi yaitu merupakan kemampuan untuk mengelolah informasi dalam hubungan dengan strategi pengambilan keputusan dimana pengambilan pengambilan keputusan dapat menggunakan

(33)

strategi-strategi di dalam kondisi lingkungan yang tidak pasti,kompleks dan penuh pertentangan.

c.Kecenderungan untuk mengambil risiko yaitu merupakan kecenderungan yang mempengaruhi strategi keputusan yang digunakan untuk menahan karakteristik - karakteristik lingkungan yang mempunyai range yang luas. Dalam situasi pengambilan keputusan yang penuh risiko, merasa tidak pasti mengenai hasil dan kemungkinan - kemungkinan kerugian yang terjadi. Kecenderungan ini mengakibatkan perbedaan-perbedaan tingkah laku orang-orang yang mengambil keputusan dalam melakukan aktivitasnya.

d.Tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi dari pengambilan keputusan mempengaruhi keefektivitasannya dalam menggunakan strategi-strategi keputusan dibawah lingkungan yang bervariasi. Tingkat aspirasi juga mempengaruhi efektivitas dalam mengidentifikasi masalah, mengevaluasi alternatif-alternatif yang akan dipilih dan menentukan tawaran-tawaran pemilihan.

4.Teori hasil yang diharapkan (Outcome Expectancy)

Bandura (1986) sebagaimana dikutip oleh Lupiyoadi (2004,p.30), menyatakan bahwa hasil yang diharapkan (Outcome Expectancy) bukan suatu perilaku tetapi keyakinan tentang kensekuensi yang diterima setelah seseorang melakukan tindakan tertentu.

(34)

Dari definisi diatas, hasil yang diharapkan (Outcome Expectancy) dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil yang akan diperolehnya jika ia melaksanakan suatu perilaku tertentu, yaitu perilaku yang menunjukkan keberhasilan. Seseorang memperkirakan bahwa keberhasilannya dalam melakukan tugas tertentu akan mendatangkan imbalan dengan nilai tertentu juga. Imbalan ini berupa juga insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau dalam jangka panjang. Karenanya jika seseorang menganggap profesi wirausaha akan memberikan insentif yang sesuai dengan keingginannya, maka dia akan berusaha memenuhi keingginannya dengan menjadi wirausaha.

Adanya berbagai jenis insentif sebagai imbalan kerja yang diharapkan individu dan setiap jenis memiliki keunikan tersendiri. Jenis insentif tersebut yaitu:

a.Insentif primer yaitu merupakan imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fisiologis kita sepertinya makan, minum, kontak fisik dan sebagainya.

b. Insentif sensoris. Beberapa kegiatan manusia ditunjukan untuk memperoleh umpan balik sensoris yang terdapat dilingkungannya. Misalnya anak kecil melakukan berbagai kegiatan untuk mendapatkan insentif sensoris berupa bunyi - bunyian baru atau berupa stimulus baru untuk dilihat atau orang dewasa yang bermain musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi alat musik yang dimainkannya.

(35)

c.Insentif sosial. Manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan dan penerimaan dari lingkungan sosial akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan atau hukuman daripada reaksi yang berasal dari satu individu.

d.Insentif yang berupa token ekonomi. Token ekonomi adalah imbalan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan dan sebagainya. Hampir seluruh masyarakat menggunakan uang sebagai insentif. Hal ini disebabkan karena dengan uang, individu dapat memperoleh hampir semua hal yang diinginkannya,mulai dari pelayanan jasa, hingga pemenuhan kebutuhan fisik, kesehatan dan lain-lain.

e. Insentif yang berupa aktivitas. Beberapa aktivitas atau kegiatan fisik ternyata dapat memberikan nilai insentif tersendiri bagi individu.

f. Insentif status dan pengaruh.Kedudukan kerap kali dikaitkan dengan status kekuasaan. Dengan memiliki kedudukan yang tinggi, seseorang dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan lain-lain. Keuntungan yang khas ini membawa individu berusaha keras untuk mencapai posisi yang memberikan kekuasaan.

g.Insentif berupa terpenuhinya standar internal. Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan diri yang diperoleh individu dari pekerjaannya dan berasal dari dalam diri seseorang. Bentuk imbalan internal yaitu reaksi diri berupa rasa puas dan senang. Misalnya seseorang berwirausaha

(36)

karena adanya imbalan rasa puas karena segenap potensinya dapat tersalurkan ketimbang bila ia menjadi karyawan biasa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ada insentif-insentif tertentu yang umumnya diharapkan seseorang dengan menjadi wirausaha.

Teori-teori diatas telah menjelaskan proses pembentukan seseorang menjadi wirausaha. Dengan memedukan teori diatas, maka kita dapat menyimpulkan model tahapan pembentukan yang sifatnya lebih komprehensif (Lupiyoadi,2004, pp. 32 - 33):

1. Kurangnya keseimbangan (Deficit Equilibrium)

Dalam hal ini seseorang merasa ada kekurangan dalam dirinya dan berusaha untuk mengatasinya. Kekurangan tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, tidak hanya berupa materi, namun dapat berupa ketidak puasan terhadap diri sendiri (baik motivasi, standar internal maupun hal lainnya). Selain itu, kondisi ini juga dapat terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti misalnya jika seseorang mengalami tekanan atau hinaan, ataupun mendapat dukungan orang lain.

2. Pengambilan keputusan menjadi wirausaha

Perasaan kekurangan akan mendorong seseorang untuk mencari pemecahannya. Untuk itu, ia akan mengevaluasi alternatif pemecahan yang dimiliki. Dalam hal ini kemampuan perseptual, kapasitas informasi yang diterima, keberanian mengambil risiko dan tingkat aspirasinya terhadap

(37)

suatu alternatif keputusan memiliki peran yang sangat besar dalam usahanya mengambil keputusan. Jika pada akhirnya ia menganggap bahwa masalah kekurangannya dapat dipecahkan dengan menjadi wirausaha, maka ia akan mengambil keputusan untuk menjadi wirausaha.

3. Perilaku yang dimotivasi oleh tujuan (Goal Directed Behaviour)

Keputusan menjadi wirausaha diambil dengan tujuan memecahkan masalah kekurangan yang ia miliki. Disini masalah kekurangan diidentifikasi dengan adanya harapan sebagai pemecahan. Harapan-harapan tersebut berupa insentif yang akan ia dapat jika melakukan tindakan tertentu.Insentif ini menjadi rangsangan atau tujuan (Goal) sehingga mendorong tindakan dan perilakunya sebagai seorang wirausaha.

4. Pencapaian tujuan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tujuan (Goal) sangat penting untuk pengambilan keputusan menjadi wirausaha. Tujuan ini berupa insentif yang diyakini akan dinikmati jika seseorang melakukan kegiatan tertentu. Jenis-jenis insentif yang diharapkan menjadi wirausaha, antara lain:

a.Insentif primer

Seseorang menjadi wirausaha karena dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan, sandang, papan). Insentif ini sangat mendasar karena merupakan kebutuhan seseorang untuk bertahan hidup.

(38)

b. Insentif token ekonomi

Insentif ini paling dapat dilihat bentunya: banyak orang menjadi wirausaha karena dapat memeperbaiki kesejahteraan hidupnya, atau dengan kata lain menjadi kaya.

c.Insentif aktivitas

Adanya sejumlah orang yang tidak suka bekerja pada orang lain karena merasa terkekang, Dengan menjadi wirausaha, maka ia dapat bebas beraktivitas tampa perlu ada tekanan dari atasan.

d. Insentif sosial, status dan pengaruh

Jika seseorang berhasil menjadi wirausaha sukses, maka ia akan mendapat perhatian dari lingkungan sekitarnya. Pemberian status dari masyarakat secara langsung juga membuat ia memiliki pengaruh terhadap orang lain.

e.Insentif terpenuhinya standar internal

Pada orang-orang tertentu, memiliki kebutuhan berprestasi sangat cocok dengan kriteria wirausaha. Mereka memiliki standar internal sendiri yang harus dipuaskan dengan menjadi wirausaha, karena profesi lain tidak memuaskan mereka.

(39)

Tahap-tahapan diatas telah menggambarkan proses menjadi wirausaha, namun faktor keadaan lingkungan dan budaya seseorang juga memiliki pengaruh besar dalam mendorong seseorang menjadi wirausaha.

2.2.4 Level Entrepreneur

Menurut Hendro dan Widhianto (2006,pp.44-47), seorang businessman yang smart haruslah tidak hanya "risk taker" namun juga "risk manager" bagi dirinya sendiri. Level dari Entrepreneur yaitu:

1.Level "zero"-unemployee

Didalam Rich dad poor dad karangan Robert T.Kiyosaki, Level ini tidak dibahas secara detail, tetapi orang-orang yang berada pada level ini juga merupakan "Entrepreneur" yang memilih risiko yang paling minimal (Zero atau Risk Free) serta manfaat yang juga "Zero", tetapi yang paling berisiko. Namun didunia ini semuanya berisiko. Hidup ini juga mempunyai risiko yaitu kematian. Usaha mereka terus menerus seakan-akan buntu dan mereka inggin merangkak naik level 1 (Employee), tetapi tidak kunjung bisa karena tidak ada "Selling Points". Strategi dan kiat yang sering mereka lakukan (Mungkin) hanya sekedar mencari kerja dan terus berusaha melamar saja, tetapi tidak ada strategi untuk berubah dan ini tidaklah cukup karena mereka tidak melakukan atau mempunyai jiwa "Entrepreneurship" atau "Nol". Mereka memilih untuk menjadi "Bos" bagi diri mereka sendiri tanpa mengetahui kepada siapa mereka harus bertanggung jawab. Skill

(40)

entrepreneurship yang sangat diperlukan dilevel ini adalah "selling skill" yaitu kemampuan untuk menjual diri (Sell Yourself).

Seharusnya mereka bertanggung jawab kepada dirinya sendiri (bosnya ialah dirinya sendiri), bahwa mereka harus berubah dan terus mencari jalan keluar untuk berubah dan mereka inilah yang kami sebut sebagai entrepreneurship level "Zero"(Employee=Owner).

a. Level 1-Employee(Little Risk)

Semuanya pekerja dari buruh hingga profesional pasti mempunyai seorang pimpinan (kepala) kepada siapa mereka harus mempertanggung jawabkan manfaat, risiko (tuntutan dari atasan tersebut untuk memberikan kontribusi atau manfaat yang akan diterima mereka).

Bagi pengusaha, mereka juga harus bertanggung jawab kepada seseorang, yaitu diri mereka sendiri. Inilah yang disebut dengan Business Owner atau komisaris dan pengusaha adalah Juda Direkturnya.

Seorang pekerja adalah juga sama dengan seorang entrepreneur. Hanya disisi ini risiko yang besar ditanggung oleh pemilik perusahaan, begitu juga seluruh kontribusi yang dihasilkannya. Seorang pekerja akan mendapatkan prosentase dari kontribusinya. Sebaliknya risiko yang terjadi akibat kesalahan pekerja ditanggung sepenuhnya oleh pemilik perusahaan.

Inilah yang disebut Entrepreneurship level satu ini, yaitu Employee, maka bila ia mempunyai visi jauh ke depan, pasti ia akan meningkatkan

(41)

level entrepreneur-nya ke level diatasnya, yaitu "Self employee" atau "Self business".

b. Level 2 -Self Business (Self Employee)

Pada level ini, ciri-ciri entrepreneur sejati sudah mulai muncul, yaitu bahwa ia mempunyai visi yang tidak ingin diatur, ia tidak mudah puas diri dan ia adalah seorang "High Achiever". Didalam suatu organisasi perusahaan, seorang pekerja yang mempunyai karakter entrepreneur selalu mempunyai sifat jadi bos bagi dirinya sendiri dan tidak mau diatur sehingga ia bisa keluar dari sistem karena faktor keahlian dan pengalaman yang didukung oleh kesukaan akan sesuatu yang telah lama dirindukannya. Berbeda dengan "Employee", pada level ini "Self Business" ingin menjadi bos bagi dirinya sendiri dan berani menanggung risiko atas dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud dengan entrepreneurship tahap dua (Spin Out fom The Organization System)

c. Level 3 -Businessman (Business Owner)

Businessman pada level ini sedikit mempunyai jiwa "Challanging" yang kuat, sehingga dia ingin benar-benar menjadi bos dari sebuah tim atau sistem. Ia lebih komplit dan mendekati "Perfect Organizational Leader" dari suatu unit usaha. Inilah yang disebut Entrepreneur level tiga.

(42)

Mereka yang berada pada level ini sedikit berbeda dari Businessman lainnya. Pada level ini ada faktor kalkulasi yang spekulatif untuk menentukan bisnisnya, tetapi penuh dengan perhitungan (Profesional) atau menjurus ke gambling (Gambler), namun tidak ada organisasi yang dipertahankan atau dikelolahnya secara langsung dalam waktu yang lama. Istilahnya membisniskan sebuah bisnis.

Seorang investor hampir mirip dengan seorang "Gambler", hanya berbeda pada alat yang digunakan dan apa yang dibeli olehnya. Level ini (Investor) bisa dicapai secara langsung oleh level-level yang lain tanpa melalui level 1,2,3.

Misal:

-Level Employee bisa langsung menjadi investor dengan cara membeli saham di bursa saham atau investasi tanah, emas, properti dan lain-lain.

-Level Employee,Self business atau Businessman bisa membeli perusahaan orang lain, saham perusahaan, menanamkan modal, atau membeli franchise tanpa melewati level - level sebelumnya secara langsung.

2.3 Pengertian Motivasi

Menurut sadirman A. M. 2011, istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat didalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan

(43)

dalam tingkah lakunya, berupa ransangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkatan laku tertentu.

Motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku Hakekatnya merupakan orientasi pada satu tujuan. Untuk mencapai satu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan proses interaksi dibeberapa unsur. Dengan demikian, Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kekuatan ini pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan, seperti; keinginan yang hendak dipenuhinya; tingkah laku;tujuan;umpan balik (Hamzah, 2010).

Teori motivasi

Hierarki kebutuhan Maslow

Hierarki ini didasarkan pada anggapan pada waktu seseorang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu,mereka ingin bergeser ketingkat yang lebih tinggi. Lima tingkat menurut Maslow.

1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan yang harus dipuaskan untuk dapat tetap hidup seperti makan tempat tinggal, pakaian, dll.

(44)

Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpuaskan, perhatian dapat diarahkan kepada kebutuhan akan keselamatan. Keselamatan itu termasuk rasa aman dari setiap ancaman fisik atau kehilangan, seta merasa terjamin.

3. Kebutuhan sosial

Ketika seseorang sudah terpuaskan kebutuhan fisiologis dan rasa aman, kepentingan berikutnya adalah hubungan antar manusia. kebutuhan untuk menjadi bagian berbagai kelompok sosilal.

4. Kebutuhan akan penghargaan

Percaya diri dan harga diri maupun kebutuhan akan pengakuan orang lain.dalam kaitannya dengan pekerjaan, hal itu berarti memiliki pekerjaan yang dapat diakui sebagai bermanfaat, menyediakan sesuatu yang dapat dicapai serta pengakuan umum dan kehormatan didunia luar.

5. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan tersebut berada ada ditempat yang paling atas dan berkaitan dengan keinginan pemenuhan diri. Ketika semua kebutuhan lain sudah terpuaskan, seseorang ingin mencapai penuh segala potensinya.

(45)

2.4 kerangka penelitian

Berdasarkan teori diatas diperoleh kerangka teori sebagai berikut:

2.1 Gambarkerangka teori Peran Pendidikan (X1) Motivasi (X2) Minat Wirausaha (Y) H1 H2 H3

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa purchasing atau pembelian adalah suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan atas barang dan jasa yang diperlukan

Menurut Subagyo dalam Marimin (2004:36), Quality Function Deployment adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan

diharapkan perusahaan dapat menemukan cara yang lebih baik dan tepat untuk memasarkan produk dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

Satu organisasi (perusahaan) berdiri atas dasar keinginan para pendirinya untuk mencapai tujuan tertentu, para pendiri merasa dapat mencapai tujuan tersebut hanya

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan pemasaran adalah suatu kegiatan usaha untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa

a) Sumber daya tersebut mampu mendukung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan pesaing. b) Sumber

a) Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan, 21 yaitu dengan cara melakukan penelitian untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan. Mengetahui apa yang

memenuhi keinginan dan kebutuhan akan materil dan non materil yang memberikan kepuasan bagi mereka. 2) Keberadaan dan prestasi kerja bawahan hendaknya mendapat pengakuan