• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memotret Utuh Keragaman Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Memotret Utuh Keragaman Budaya"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Metode Pohon Filomemetika

Memotret Utuh Keragaman Budaya

Hoferdy Zawani

Perhimpunan Budaya Indonesia – Indonesian Archipelago Culture Initiatives (PBI IACI)

pasivis@yahoo.com

Sebuah perspektif baru dalam memaknai keragaman budaya manusia Indonesia lewat desain arsitektural bangunan yang terinspirasi tradisi lokal.

Ada kesamaan dekorasi yang akan kita temui di ruang-ruang kelas sekolah dasar dan perguruan tinggi di seluruh pelosok penjuru dunia: sebuah peta. Aplikasi teknologi kartografi ini begitu praktis dan jamak ditemui, sebuah tiruan situasi geografi dengan tingkat kedalaman penceritaan tertentu yang diekspresikan secara visual dua dimensi, dan terkadang, tiga dimensi. Cukup dengan peta seseorang dapat bercerita banyak tentang sebuah wilayah bahkan sebuah negara. Tidak jarang dari pengetahuan berbasis spasial ini juga seseorang dapat menjelaskan perbedaan budaya suatu negara. Indonesia misalnya, dapat kita pahami sebagai negara dengan kumpulan tidak kurang dari 17,000 pulau dan kepulauan dengan faktor budaya yang sudah pasti lebih beragam daripada Australia misalnya, yang secara geografis merupakan negara benua.

Namun, bagaimana pendapat seseorang ketika dihadapkan pada peta Indonesia dalam ekspresi yang sama sekali non-tradisional, berupa pisahan pulau dan kepulauan, tapi justru sebentuk kesatuan yang menyerupai 'pohon'? Menurut Penulis, cukup masuk akal jika kita menganggap bahwa kemungkinan besar Ia memperoleh persepsi mental 'baru' tentang Indonesia, sebuah pemahaman keindonesiaan baru, mengingat keragaman budaya adalah faktor tak terpisah dalam sistem sosial di Indonesia. Artikel ini mencoba mengulas tentang analisis keragaman budaya Indonesia dari kacamata ilmu kompleksitas dengan penekanan pada studi filogenetika dan memetika, dan dilengkapi studi kasus eksperimental yang bersumber pada rekayasa arsitektural bangunan-bangunan yang terinspirasi tradisi lokal.

Nuansa Baru

Dari sisi demografi, Indonesia adalah contoh di dunia tentang sebuah negara yang dihuni oleh beragam suku dan adat-istiadat yang hidup dengan rukun. Pada satu sisi, urgensitas untuk bersandar pada ilmu pengetahuan menjadi kebutuhan mendesak di Indonesia karena secara intuitif heterogenitas budaya sering diasosiasikan dengan tingginya resiko untuk mempertahankan kestabilan sistem sosial. Pada sudut pandang demikian, sulit bagi kita untuk memproyeksikan masa

(2)

depan Indonesia yang rukun dan damai. Sementara di sisi lain, untuk alasan heterogenitas pula, Indonesia seharusnya dapat berkontribusi lebih bagi pengetahuan tentang hubungan antar-manusia.

Studi memetika mempelajari perkembangan budaya manusia dengan penekanan pada sisi inspirasi melalui perspektifnya yang evolusioner. Menurut Dawkins, semua yang kita dengar, rasakan, pakai, nikmati, dan alami, muncul dari unit informasi hasil proses evolusi genetis kita. Lebih jauh, tata perilaku kita juga akan mempengaruhi cara gen berevolusi. Inilah alasan meme menjadi sebuah konsep esensial yang terlibat dalam proses peradaban manusia (Dawkins, 1978).

Visualisasi pohon filomemetika bertujuan untuk mencari homologi atau keterhubungan secara evolusi dari obyek-obyek kultural dengan fitur yang berbeda-beda satu sama lain. Pohon filomemetika, dengan demikian, berusaha menunjukkan kemiripan yang tersimpan di dalam fitur-fitur artefak-artefak budaya yang justru ditelusuri melalui fakta perbedaan-perbedaan yang mereka tampilkan. Sementara memetika sendiri, dalam konteks ini, dipahami sebagai unit informasi terkecil dalam pikiran manusia yang bertanggung jawab atas sumber penciptaan obyek-obyek kultural baik itu lagu, lukisan, puisi, desain arsitektur, dan lain sebagainya. Studi memetika yang didiskusikan dalam Situngkir (2004) menyimpulkan bahwa meme adalah unit informasi kultural terkecil yang dapat diamati dan dapat digunakan untuk menjelaskan proses evolusi artefak budaya. Meme, dengan demikian, bukan berada di dalam artefak namun eksistensi meme dapat dideteksi dari artefak yang kita observasi.

Tahap metodologis penyusunan pohon filomemetika dilakukan dengan menyusun memepleks dari artefak budaya desain arsitektural bangunan yang terinspirasi tradisi lokal, kemudian mengubah matriks homologi tersebut ke dalam bentuk matriks jarak, lalu memvisualisasikannya menjadi pohon filomemetika arsitektural. Model menggunakan input data yang diperoleh dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sebelum penelitian ini, aplikasi pohon filomemetika pernah ditampilkan dalam Situngkir (2007) yang mendiskusikan tentang pengklusteran bahasa-bahasa daerah di Sumatera Utara.

(3)

Lebih jauh, inspirasi dari pohon filomemetika memberikan kita sebuah argumentasi tentang diversitas yang beraksentuasi pada integralitas. Artikulasi kemajemukan dalam bingkai tunggal tak terpisahkan. Kesatuan dalam bahasa keragaman.

Eureka!

Pohon filomemetika disusun dari tabel memepleks, yang merefleksikan fitur-fitur artefak-artefak yang diobservasi, di mana di dalamnya terdapat informasi tentang matriks jarak antar artefak. Jarak ini yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut ke dalam visualisasi pengklusteran artefak.

Tabel memepleks artefak arsitektural diperoleh dengan menginterogasi artefak menggunakan pertanyaan-pertanyaan ya/tidak seputar eksistensi fitur dan karakteristik yang dimilikinya, seperti yang dilakukan dalam Heyligen (1993). Proses ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi kuantitatif artefak arsitektural. Dari sini, kita memperoleh kategorisasi artefak berdasarkan memepleks yang bersangkutan. Bayangkan proses ini seperti halnya penempelan kode-batang tiap produk yang ada di supermarket.

Proses selanjutnya adalah membangun matriks jarak artefak. Proses ini diperlukan untuk membangun argumentasi tentang kedekatan antara satu artefak dengan yang lain berdasarkan informasi memepleks yang diperoleh pada proses sebelumnya. Untuk kasus artefak arsitektural, pembandingan memepleks antar artefak mengacu pada Jarak Hamming, seperti yang dilakukan dalam Khanafiah dan Situngkir (2007), dan Jarak Korelasi antar artefak. Selanjutnya, data jarak artefak diteruskan ke proses pengklusteran yang dalam kasus ini menggunakan algoritma yang dikenal dengan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Mean), diskusi pemilihan algoritma ini dibahas mendetil dalam Khanafiah dan Situngkir (2006). Pada tahap ini, kita telah memperoleh grup-grup artefak, untuk kemudian dikembangkan pengkladistikan meme-nya atau yang kita sebut di atas sebagai pohon filomemetika. Untuk kasus artefak arsitektural, data dihimpun dari TMII yang merefleksikan bangunan-bangunan ke-26 provinsi di Indonesia. Penekanan pada bangunan yang diinspirasi tradisi setempat disebabkan oleh fakta bahwa data bangunan yang diliput tidak serta merta mewakili etnik tertentu, mengingat di dalam satu provinsi di Indonesia sangat mungkin terdapat lebih dari satu etnik dengan adat dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, desain arsitektural yang digunakan dalam penelitian tidak berkorelasi satu-satu dengan sejumlah etnik dan identitas sosial yang ada di Indonesia. Namun demikian, data tersebut cukup merefleksikan tradisi tiap provinsi yang ada di Indonesia.

(4)

Gambar 2. Stuktur Memepleks Artefak Arsitektural Bangunan di Indonesia Dari struktur memepleks di atas kita memperoleh visualisasi diagram filomemetika radial 26 provinsi di Indonesia seperti di bawah ini.

Gambar 3. Pohon Filomemetika Radial 26 Provinsi di Indonesia

Dalam gambar di atas kita dapat melihat percabangan (bifurkasi) node-node sekaligus pengklusteran antar artefak. Terlihat jelas kelompok bangunan dari Pulau Jawa dan Bali yang memisah dengan bangunan-bangunan dari provinsi lain. Pada saat bersamaan, fenomena ini tidak begitu kentara terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, dibangunlah dendogram dari pohon filomemetika tersebut, lih. Gambar 4.

(5)

Gambar 4. Pohon Filomemetika dengan Jarak Hamming antar artefak

Dengan mengikutsertakan faktor Jarak Hamming, kita akan melihat kategorisasi artefak secara evolusioner. Pada gambar di atas, kluster Jawa dan Bali menjadi masuk akal karena secara jarak evolusi, Ia lebih jauh dibanding kluster yang lain. Pandangan ini tentu menarik untuk dianalisis lebih lanjut dengan melibatkan temuan-temuan arkeologi.

Lebih jauh, pemahaman tentang interpretasi node-node pada studi pohon filogenetika menginspirasi interpretasi node-node percabangan pohon filomemetika, dalam hal ini usaha rekayasa-terbalik artefak ‘bangunan leluhur’. Ide ini juga tentu memberi ruang untuk pengembangan lebih lanjut pada upaya rekonstruksi Desain Arsitektural Bangunan Indonesia.

Sebagai penutup, metode pohon filomemetika yang mencari kesamaan dengan memfokuskan pada perbedaan dirasakan akan sangat bermanfaat untuk mengakomodasi fakta keragaman nilai-nilai budaya di samping pengembangan lanjutan yang berusaha menemukan menemukan potret-potret lain dari kekayaan heterogenitas budaya Bangsa Indonesia.

Rujukan

Situngkir, H. (2008). Constructing the Phylomemetic Tree. Case of Study: Indonesian Tradition-Inspired Buildings

Gambar

Gambar 3. Pohon Filomemetika Radial 26 Provinsi di Indonesia
Gambar 4. Pohon Filomemetika dengan Jarak Hamming antar artefak

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum terjadi keseragaman pola yang terbentuk antar periode pemodelan pada skenario A2 dan B2 baik besarnya rerata curah hujan tahunan maupun curah hujan harian maksimum,

Salah satu tantangan yang dihadapi para ahli struktur (teknik sipil) adalah bagaimana menaksir: a) tempera- tur tertinggi yang pernah dialami elemen bangunan pada saat kebakaran

Dari hasil wawancara dengan Bapak Nur Hasan tersebut peneliti mendapat data bahwa rekrutmen dan seleksi di MA Darul Lughah Wal Karomah bagian tenaga kependidikan ini

Setelah melewati fase anak-anak, seseorang memiliki bentuk pribadi, cara yang dapat diketahui bahwa pribadi seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitarnya

Hasil analisis menunjukkan bahwa Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan, artinya apabila motivasi kerja yang ada di PT Gudang Garam Manado tidak

Perpindahan panas pada setiap sisi terjadi karena adanya perbedaan suhu antara bagian dalam alat penetas telur dengan luarnya (suhu lingkungan) yang terjadi secara konduksi

vitro metode peracunan makanan diperoleh hasil bahwa dengan bertambahnya konsentrasi senyawa sitronelal yang diberikan maka persentase penghambatan pertumbuhan koloni

Dalam kegiatan belajar mengajar keaktivan siswa dalam pembelajaran tehnik jigsaw pada siklus I materi IPS tentang “ Menghargai jasa dan peranan tokoh