• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan

Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

Suatu Tugas Akhir

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan untuk Memperoleh

Ijazah Sarjana Teknik

Disusun Oleh;

IHYA ULUMUDDIN

NIM : 06C10203054

Bidang Studi : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

ALUE PEUNYARENG - MEULABOH

(2)

1

1.1 Latar Belakang

Jalan raya merupakan bagian dari sarana transportasi darat yang memiliki

peranan penting untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Sejalan

dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

maupun sarana transportasi darat merupakan tulang punggung bagi sektor

pendukung lainnya.

Salah satu hal penting dalam mendesain jalan raya adalah merencanakan

persimpangan, karena persimpangan berpengaruh pada tingkat pelayanan dan

keselamatan arus lalu lintas. Pada persimpangan tak bersinyal kemampuan

pelayanan jalan sangat tergantung dari kemampuan ruas jalan dan persimpangan.

Namun kapasitas jalan lebih dipengaruhi oleh kapasitas persimpangan, sehingga

pada daerah persimpangan sering terjadi konflik arus lalu lintas yang

menimbulkan adanya penundaan dan antrian. Simpang sebagai titik lemah sistem

jaringan jalan sering tidak mendapatkan perhatian yang seksama. Banyak terlihat

rancangan simpang yang tidak efisien dan berbahaya. Pentingnya strategi

penanganan simpang perlu diperhatikan dalam menciptakan transportasi kota

yang lebih baik.

Kota Meulaboh, seperti halnya kota-kota lain yang mempunyai beberapa

pertemuan jalan atau persimpangan diantaranya adalah persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok. Keberadaan persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok tidak dapat dihindari pada sistem

transportasi. Persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok

menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan dalam rangka melancarkan

arus transportasi. Oleh karena itu, keberadaan persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok harus dikelola sedemikian rupa

(3)

1.2 Identifikasi Masalah

Ada beberapa hal yang akan ditinjau dalam penelitian ini, antara lain :

1. Mengamati dan menghitung volume lalu lintas yang melewati lengan

persimpangan serta geometrik simpang.

2. Pengolahan data dengan menggunakan metoda MKJI (Manual Kapasitas Jalan

Indonesia), melihat kinerja dari simpang.

3. Penentuan terhadap kinerja dari simpang yang meliputi kapasitas simpang,

derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.

1.3 Rumusan Masalah

Dengan mempertimbangkan luasnya cakupan masalah dan faktor yang

berpengaruhi dalam penelitian ini, maka rumusan masalah yang dapat diangkat

meliputi :

1. Bagaimana menentukan komposisi lalu lintas pada arus lalu lintas setiap

pendekat ?

2. Bagaimana menghitung lebar pendekat dan tipe simpang ?

3. Bagaimana menentukan kapasitas persimpangan yang meliputi kapasitas dasar,

lebar pendekat rata-rata, median jalan utama, ukuran kota, hambatan samping,

belok kiri, belok kanan, rasio minor, dan kapasitas.

4. Bagaimana menentukan perilaku lalu lintas yang meliputi arus lalu lintas,

derajat kejenuhan, tundaan lalu lintas simpang, tundaan lalu lintas jalan utama,

tundaan lalu lintas jalan minor, tundaan geometrik simpang, tundaan simpang,

peluang antrian dan sasaran derajat kejenuhan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan sasaran agar tercapai dalam penelitian Tugas Akhir

ini yang berjudul analisis kinerja persimpangan studi kasus pada persimpangan

(4)

1. Mengetahui kondisi arus lalu lintas pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja

dengan Jalan Ujong Beurasok.

2. Melakukan pengamatan geometrik persimpangan, kapasitas persimpangan dan

permasalahan yang terjadi pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan

Jalan Ujong Beurasok.

3. Mengevaluasi kinerja persimpangan, seperti arus lalu lintas, volume kendaraan,

kapasitas jalan, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.

4. Menentukan solusi penanganan persimpangan agar kinerja persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok dapat lebih baik dan dapat kita

ketahui sasaran derajat kejenuhan kurang dari 0,75 atau lebih nantinya.

1.5 Batasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini, maka masalah

yang dibahas dibatasi pada :

1. Penelitian dilakukan dengan menghitung volume lalu lintas yang melewati

lengan persimpangan, pada jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak

sore, yang dilakukan selama tiga hari, yaitu Senin, Jum’at dan Sabtu.

2. Pengamatan volume lalu lintas dilakukan selama 6 (enam) jam yang terbagi

atas jam puncak pagi 2 jam (07.00 s/d 09.00 WIB), jam puncak siang 2 jam

(12.00 s/d 14.00 WIB) dan jam puncak sore 2 jam (16.30 s/d 18.30 WIB).

3. Perhitungan volume lalu lintas dilakukan dengan menghitung langsung di

lapangan.

4. Metode pengumpulan data meliputi komposisi lalu lintas pada arus lalu lintas

setiap pendekat, lebar pendekat, tipe simpang, kapasitas persimpangan, dan

menentukan perilaku lalu lintas supaya kita dapat mengetahui sasaran derajat

(5)

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian ini maka dapat diperoleh komposisi lalu

lintas setiap pendekat, lebar pendekat dan tipe simpang, kapasitas persimpangan,

dapat mengetahui perilaku lalu lintas dengan sasaran derajat kejenuhan kurang

dari 0,75 atau lebih nantinya, serta jam puncak kesibukan yang terjadi pada

(6)

5

Sesuai dengan topik penelitian, maka pada bab ini penulis akan

membahas aspek karakteristik lalu lintas dalam mengatasi masalah lalu lintas

yang terjadi berdasarkan referensi yang ada, khususnya pada persimpangan

sebidang, yang berkaitan dengan persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan

Jalan Ujong Beurasok Kota Meulaboh.

2.1 Volume Lalu Lintas

Menurut Bukhari (2002), volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan

yang melewati suatu penampang jalan dalam satu satuan waktu, atau secara

praktis dapat ditentukan dengan menghitung langsung jumlah kendaraan yang

lewat dalam satu satuan waktu. Volume lalu lintas yang terjadi selalu tidak tetap,

tetapi akan berubah-ubah menurut hari pada jalur tetap. Volume lalu lintas ini

sangat dipengaruhi oleh musim dalam setahun, hari dalam seminggu, jam dalam

sehari. Disamping itu juga dipengaruhi oleh komposisi lalu lintas, pembagian

jurusan jalan, klasifikasi jalan, jenis penggunaan daerah, sifat jalan (jalan

komplek, jalan tol dan lain-lain) dan secara umum dipengaruhi oleh geometrik

jalan.

Untuk menghitung volume lalu lintas digunakan waktu sibuk (Paek

hour). Waktu sibuk adalah volume saat jalan menerima jumlah lalu lintas tertinggi

pada saat jam sibuk. Umumnya dalam menentukan volume lalu lintas berpedoman

pada waktu sibuk, yaitu saat jalan menerima beban maksimum.

Volume lalu lintas di hitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

T N

v ...(2.1)

Keterangan :

(7)

N = Jumlah kendaraan yang melewati titik penampang tersebut dalam

interval waktu (kend);

T = Interval waktu pengamatan (jam);

Menurut Bukhari (2002), volume lalu lintas tidak merata sepanjang

waktu melainkan berfluktuasi. Hubungan antara volume dan waktu (fluktuasi) lalu

lintas tersebut tergantung pada letak dan fungsi jalan tersebut.

2.2 Komposisi Lalu Lintas

Menurut Bukhari (2002), pada umumnya lalu lintas pada jalan raya

terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat,

kendaraan ringan, dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan dengan ukuran dan

berat yang berbeda mempunyai sifat yang berbeda pula. Misalnya kendaraan truk

mempunyai ukuran dan berat lebih besar, disamping itu juga mempunyai

kelincahan lebih rendah dibandingkan dengan mobil penumpang. Pengaruh

kendaraan truk pada perencanaan jalan antara lain, memerlukan lebar jalur dan

kebebasan samping yang lebih besar, sehingga dapat menurunkan kapasitas jalan.

Untuk dapat menghitung pengaruhnya terhadap lalu lintas dan kapasitas jalan ,

maka kendaraaan di bagi dalam beberapa golongan dan setiap golongan mewakili

kendaraan rencana.

Maka pengaruh dari setiap jenis kenderaan terhadap keseluruhan arus

lalu lintas, diperhitungkan dengan membandingkannya terhadap pengaruh dari

satuan mobil penumpang (smp). Untuk menilai setiap kendaraan kedalam satuan

mobil penumpang (smp) pada daerah data, dalam hal ini Dinas Bina Marga telah

mengeluarkan suatu persamaan lalu lintas, khususnya untuk digunakan di

Indonesia seperti terlihat pada Lampiran Tabel B.2.1 Halaman 45.

Menurut Bukhari (2002), angka persamaan pada Tabel B.2.1 Halaman 45

belum termasuk pengaruh lebar jalur, kebebasan samping dan persentase truk

dalam komposisi lalu lintas. Pada dasarnya hal ini akan mempengaruhi besarnya

(8)

lebar jalur dan kebebasan samping, digabungkan atas dasar spesifikasi yang

dihadapi.

2.3 Volume Lalu Lintas Menurut Arah Gerakan

Faktor ekivalensi mobil penumpang terhadap arah gerak kendaraan

seperti belok kanan, belok kiri, telah disesuaikan dengan kondisi indonesia, yaitu

kendaraan bergerak dalam aliran lalu lintas disebelah kiri jalan. Faktor ekivalen

dapat di lihat pada Lampian Tabel B.2.2 Halaman 45.

2.4 Persimpangan Sebidang

Menurut Bukhari (2002), persimpangan jalan adalah suatu daerah umum

dimana dua atau lebih ruas jalan (link) saling bertemu berpotongan yang

mencakup fasilitas jalur jalan (road way) dan tepi jalan (road side), dimana lalu

lintas dapat bergerak didalamnya. Persimpangan merupakan bagian yang terpeting

dari jalan raya sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan,

biaya opersi, waktu perjalanan, keamanan dan kenyamanan akan tergantung pada

hal tersebut. Setiap persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan

lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan

mencakup juga pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas dikendalikan dengan

berbagai cara, bergantung pada jenis persimpangannya.

Menurut Ir. Hamirham Soandang MSCE, (2004), simpang jalan pada

pertemuan sebidang, sangat potensial untuk menjadi :

a) Titik pusat konflik lalu lintas yang saling bertemu;

b) Penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas;

c) Tempat terjadi kecelakaan;

(9)

2.5 Kondisi Geometrik

Menurut Bukhari, dkk (2004 : 8), menyatakan jalan ideal adalah jalan

yang mempunyai lebar lajurnya sebesar 3,75 m (12 ft) dan tidak ada gangguan

benda-benda lain sejarak 2 m (6 ft) dari tepi perkerasan. Menurut Sukirman (1999

: 24, 28, 29), lebar jalan minimum untuk jalan lokal adalah 5,50 m (2 x 2,75 m),

lebar ini cukup memadai untuk jalan 2 lajur 2 arah.

Sketsa pola geometrik digambarkan pada Formulir USIG-I, dapat kita

lihat contoh pada Lampiran Gambar A.2.1 Halaman 30. Nama jalan minor dan

utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama

pilihan dari alternatif rencana. Untuk orientasi sketsa sebaiknya juga memuat

panah penunjuk arah. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting

pada simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi tertinggi. Untuk simpang

3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor sebaiknya

diberi notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D. Pemberian

notasi dibuat searah jarum jam.

Sketsa sebaiknya memberikan gambaran yang baik dari suatu simpang

mengenai informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Jika median

cukup lebar sehingga memungkinkan melintasi simpang dalam dua tahap dengan berhenti di tengah (biasanya ≥ 3 m).

2.6 Kondisi Lalu Lintas

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), situasi lalu lintas

untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau Lalu lintas

Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi

dari LHRT menjadi arus perjam (umum untuk perancangan). Sketsa arus lalu

lintas memberikan informasi lalu lintas lebih rinci dari yang diperlukan untuk

analisa simpang tak bersinyal. Sketsa sebaiknya menunjukan gerakan lalu lintas

bermotor dan tak bermotor (kend/jam) pada pendekat A

(10)

seterusnya. Satuan arus, kend/jam atau LHRT, diberi tanda dalam formulir, seperti

contoh pada Lampiran Gambar A.2.2 Halaman 30.

2.7 Arus Lalu Lintas

Menurut Suwardjoko, W (1985), arus lalu lintas yaitu gerak kenderaan

sepanjang jalan, perhitungan lalu lintas di lakukan per satuan jam untuk satu atau

lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam

puncak pagi, siang dan sore.

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), rumus untuk

menghitung besarnya arus lalu lintas adalah :

Q = QLV + (QHV x empHV) + (QMC x empMC) ...(2.2)

Dimana :

QLV = Arus kenderaan ringan (kend/jam);

QHV = Arus kenderaan berat (kend/jam);

empH = Ekivalen kenderaan penumpang kenderaan berat (kend/jam);

QMC = Arus kenderaan sepeda motor (kend/jam);

empMC = Ekivalen kenderaan sepeda motor (kend/jam).

a) Prosedur perhitungan arus lalu lintas dalam (smp), kemudian hasilnya di

masukkan ke dalam tabel, data arus lalu lintas klasifikasi perjam tersedia untuk

masing-masing gerakan.

b) Data arus lalu lintas perjam (bukan klasifikasi) tersedia untuk masing-masing

gerakan, beserta informasi tentang komposisi lalu lintas keseluruhan dalam %.

Menghitung faktor smp F

SMP dari smp yang diberikan dan data komposisi arus

lalu-lintas kendaraan bermotor dengan menggunakan rumus berikut.

F

smp = (empLV × LV% + empHV × HV% + empMc × MC%) / 100

c) Data arus lalu lintas hanya tersedia dalam LHRT (lalu lintas harian rata-rata

tahunan).

-Mengkonversikan nilai arus lalu lintas yang diberikan dalam LHRT melalui

(11)

Q

DH = k × LHRT

-Mengkonversikan arus lalu lintas dari kend/jam menjadi smp/jam melalui

perkalian dengan faktor-smp (Fsmp) sebagaimana yang telah diuraikan.

2.8 Nilai Normal Variabel Umum Lalu Lintas

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), data lalu lintas sering

tidak ada atau kualitasnya kurang baik. Nilai normal yang diberikan pada

Lampiran Tabel B.2.3 Halaman 45, Tabel B.2.4 dan Tabel B.2.5 Halaman 45

dapat digunakan untuk keperluan perancangan sampai data yang lebih baik

tersedia.

2.9 Kapasitas

Definisi umum kapasitas jalan adalah kapasitas satu ruas jalan dalam

satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki

kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun

dua arah ). Dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalulintas

yang umum. Menurut (Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks, 1988), kapasitas

suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan raya adalah jumlah kenderaan

maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan

tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah

kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Berkurangnya kapasitas jalan tersebut

dapat mengakibatkan berkurangnya ruang yang dibutuhkan dan sebagian.

Kapasitas total suatu simpang dapat dinyatakan sebagai hasil perkiraan antara

kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas ideal dan faktor-faktor penyesuaian (F),

dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), memberikan formula untuk

menghitung kapasitas adalah;

(12)

Dimana :

C0 : Kapasitas Dasar (smp/jam);

FW : Faktor penyesuaian lebar masuk;

FM : Faktor penyesuaian tipe median jalan utama.;

FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota;

FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan

kenderaan tak bermotor;

FLT : Faktor penyesuaian belok kiri;

FRT : Faktor penyesuaian belok kanan;

FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor.

Adapun perhitungan dilakukan dalam beberapa langkah yang

ditunjukkan pada bagan alir perhitungan kapasitas, dapat di lihat pada Lampiran

Gambar A.2.3 Halaman 31.

2.10 Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan dihitung sebagai hasil pembagian antara arus lalu lintas

total dengan kapasitasnya, dapat dihitung dengan persamaan.

Ds = C QTOT

...(2.4)

Dimana :

QTOT : Arus total (smp/jam);

C : Kapasitas (smp/jam);

2.11 Tundaan (DT)

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal yaitu tundaan lalu

lintas dan tundaan geometrik.

a. Tundaan lalu lintas simpang

Untuk DS  0,6 :

(13)

Untuk DS  0,6 :

b. Tundaan lalu lintas jalan utama

Untuk DS  0,6 :

c. Tundaan lalu lintas jalan minor

DTMI =

QMA : Arus lalu lintas jalan utama;

QMI : Arus lalu lintas jalan minor.

d. Tundaan geometrik simpang (DG)

Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh

kenderaan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Untuk DS < 1,0 :

DG = (1 – DS) x (P x 6 + (1 - P) x 3) + DS x 4...(2.10)

Untuk DS  1,0; DG = 4

Dimana :

DG : Tundaan geometri simpang;

DS : Derajat kejenuhan;

(14)

e. Tundaan Simpang (D)

Tundaan simpang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

D=DG+DTI...(2.11)

Dimana :

DG : Tundaan geometrik simpang;

DTI : Tundaan lalu lintas simpang.

2.12 Peluang Antrian (QP%)

Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan

secara empiris. Rentang nilai peluang antrian ditentukan berdasarkan Lampiran

(15)

14

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah pengamatan

langsung di lapangan untuk bahan analitis dan data pendukung yang diperoleh

dari beberapa intansi terkait maupun data yang diperoleh dari Internet. Diperlukan

data dari hasil pengamatan di lapangan atau data primer dan data sekunder yang

digunakan untuk perhitungan data primer berupa lebar pendekat, jumlah

lajur, kondisi lingkungan sekitar simpang, volume lalu lintas, klasifikasi

kendaraan, kondisi geometrik jalan yang terdiri dari penampang melintang jalan

dan kondisi geometrik yang lain dan lebar bahu jalan.

Untuk memahami langkah-langkah dalam metodologi penelitian ini

diperlihatkan pada bagan diagram alir penelitian (Flow Chart) yang dapat dilihat

pada Lampiran Gambar A.3.1 Halaman 36.

Data sekunder yang digunakan berupa bentuk peta kota Meulaboh, layout

lokasi penelitian, dan data jumlah penduduk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Lampiran Gambar A.3.2, Gambar A.3.3 dan Lampiran Gambar A.3.4

Halaman 37 sampai dengan Halaman 39. Data ini untuk menentukan jenis ukuran

kota. Ukuran kota merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam

perhitungan menggunakan MKJI 1997.

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diambil di lapangan pada persimpangan yang diamati

kemudian dikumpulkan dan dicatat kedalam Formulir yang telah disediakan.

Hasilnya disusun dalam bentuk tabel. Untuk dapat diketahui volume lalu lintas

dan kecepatan rata-rata kendaraan, pengambilan data dilakukan pada waktu

puncak kesibukan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Pencatatan dilakukan

(16)

WIB siang dan jam 16.30 s/d 18.30 WIB sore. Jumlah tenaga personil untuk

pengambilan data berjumlah 9 (sembilan) orang.

3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk peta kota

Meulaboh, layout lokasi penelitian, dan data jumlah penduduk, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Gambar A.3.2, Gambar A.3.3 dan Lampiran

Gambar A.3.4 Halaman 37 sampai dengan Halaman 39. Data ini diperoleh dari

instansi terkait maupun data yang diperoleh dari Internet.

3.3 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pencatatan langsung di

lapangan secara manual. Data yang diperoleh meliputi bentuk layout

persimpangan dan Cross Section, foto sementara kondisi dilapangan, lebar

pendekat, jumlah lajur, kondisi lingkungan sekitar simpang, volume lalu lintas,

klasifikasi kendaraan, kondisi geometrik jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Lampiran Gambar A.3.5 dan Gambar A.3.6 Halaman 40 dan 41 serta

Lampiran Gambar A.3.7 sampai dengan A.3.9 Halaman 42 sampai dengan

Halaman 44. Pencatatan volume lalu lintas dilakukan pada jam-jam sibuk selama

2 jam, dan hasilnya dimasukkan kedalam formulir yang sudah disediakan seperti

tertera pada Lampiran Tabel B.4.1 sampai dengan B.4.3 Halaman 49 sampai

dengan Halaman 51.

3. 4 Volume dan Komposisi Arus Lalu Lintas

Volume arus lalu lintas diperoleh dari pencatatan seluruh jenis kendaraan

dan arah geraknya melintasi persimpangan tersebut. Hasil pencatatan dicatat pada

(17)

arah gerak kendaraan pada masing-masing kaki persimpangan dengan waktu yang

telah ditentukan.

3.4.1 Tipe simpang

Tipe simpang menentukan jumlah lengan pada simpang dan jumlah lajur

pada jalan utama dan jalan minor pada simpang tersebut dengan kode tiga angka,

dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.6 Halaman 46.

Didalam tabel diatas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua

jalan utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344

dan 444, karena tipe simpang ini tidak di jumpai selama survei di lapangan. Jika

analisa kapasitas harus dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut

dianggap sebagai 324 dan 424.

3.4.2 Kapasitas dasar

Nilai kapasitas dasar diambil dari Lampiran Tabel B.2.7 Halaman 47,

variabel masukan adalah tipe simpang IT.

3.4.3 Faktor penyesuaian lebar pendekat

Penyesuaian lebar pendekat (F

w), diperoleh dari Lampiran Gambar A.2.7

Halaman 33. Variabel masukan adalah lebar rata-rata semua pendekat W, dan tipe

simpang IT. Batas nilai yang diberikan dalam gambar adalah rentang dasar

empiris dari manual.

3.4.4 Faktor penyesuaian median jalan utama

Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor

median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung pada

daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas pada jalan utama. Hal ini

mungkin terjadi jika lebar median 3 m atau lebih. Pada beberapa keadaan,

misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika median

lebih sempit. Faktor penyesuaian median jalan utama diperoleh dengan

menggunakan tabel faktor penyesuaian median jalan utama (F

(18)

pada Lampiran Tabel B.2.8 Halaman 47. Penyesuaian hanya digunakan untuk

jalan utama dengan 4 lajur. Variabel masukan adalah tipe median jalan utama.

3.4.5 Faktor penyesuaian ukuran kota

Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel faktor penyesuaian

kota. Dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.9 Halaman 47, variabel masukan

adalah ukuran kota CS.

3.4.6 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.

Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan

kendaraan tak bermotor (F

RSU) dihitung dengan menggunakan Tabel Faktor

penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak

bermotor (F

RSU). Dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48, variabel

masukan adalah tipe lingkungan jalan RE, kelas hambatan samping SF dan rasio

kendaraan tak bermotor UM/MV.

Berdasarkan Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48, anggapan bahwa

pengaruh kendaraan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti

kendaraan ringan, yaitu emp

UM = 1,0. Persamaan berikut dapat digunakan jika

pemakai mempunyai bukti bahwa emp

UM = 1,0 yang mungkin merupakan keadaan

jika kendaraan tak bermotor tersebut terutama berupa sepeda.

F

RSU (PUM sesungguhnya) = FRSU (PUM = 0) × (1- PUM × empUM)

3.4.7 Faktor penyesuaian belok kiri

Faktor penyesuaian belok-kiri (F

LT) dapat ditentukan pada Lampiran

Gambar A.2.8 Halaman 34, variabel masukan adalah belok kiri. Batas nilai yang

diberikan untuk P

(19)

3.4.8 Faktor penyesuaian belok kanan

Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan pada Lampiran Gambar

A.2.9 Halaman 34, untuk simpang berlengan 3. Variabel masukan adalah belok

kanan, Batas nilai yang diberikan untuk P

RT adalah rentang dasar empiris dari

manual. Untuk simpang 4 lengan F

RT = 1,0.

3.4.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor ditentukan pada Lampiran

Tabel B.2.11 Halaman 48, variabel masukan adalah rasio arus jalan minor P MI.

Batas nilai yang diberikan untuk P

MI pada gambar Lampiran Gambar A.2.10

Halaman 35adalah rentang dasar empiris dari manual.

3.4.10 Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena tundaan lalu lintas dan

tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas,

rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang yang ditentukan

berdasarkan kurva empiris antara DT dan DS, lihat pada Lampiran Gambar A.2.5

Halaman 32.

3.4.11 Peluang antrian

Rentang nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara

peluang antrian dan derajat kejenuhan, dapat dilihat pada Lampiran Gambar

A.2.11 Halaman 35.

3.4.12 Geometrik persimpangan

Untuk mengetahui kondisi geometrik persimpangan, dilakukan

pengukuran panjang arah memanjang dan melintang pada jalan dan lapisan

permukaan jalan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran

(20)

3.5 Metode Pengolahan Data

Dari data primer dan data sekunder akan di analisa untuk dapat

merencanakan arus lalu lintas persimpangan tipe T. Adapun hal-hal yang perlu

diperhatikan untuk merencanakan arus lalu lintas persimpangan tipe T adalah

besarnya volume dan komposisi lalu lintas. Volume lalu lintas diamati dengan

menghitung jumlah kendaraan yang melewati persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh berdasarkan arah

geraknya, sehingga dapat diketahui besarnya volume lalu lintas pada setiap kaki

persimpangan. Komposisi lalu lintas yang terdapat pada aliran lalu lintas

bervariasi menurut jenis dan arah geraknya. Perhitungan persentasi didasarkan

pada volume yang paling maksimum dari 3 hari pengamatan yang dilakukan

dilapangan.

3.6 Analisa dan Penyajian Data

Analisis data untuk menentukan tingkat arus lalu lintas persimpangan tipe

T dilakukan dengan prosedur perhitungan menurut MKJI 1997 dan disajikan

dalam bentuk tabel yang dapat diperlihatkan pada Lampiran Tabel B.4.1 sampai

(21)

20

Pengolahan data akan disajikan berdasarkan rumus-rumus dan teori yang

telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya. Adapun hasil yang dikemukakan

yaitu mengenai seluruh hasil-hasil dan perhitungan yang dilakukan pada

penelitian ini.

4.1 Hasil

Pengolahan data dapat berupa hubungan volume lalu lintas dan geometrik

persimpangan yang terjadi pada simpang tipe T Jalan Sisingamangaraja dengan

Jalan Ujong Beurasok.

4.1.1 Lokasi Persimpangan

Adapun layout persimpangan yang menjadi objek pengamatan seperti

yang diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1 : Denah Lengan Persimpangan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2014

(22)

Data yang diperoleh dari hasil pencatatan di lapangan selama 6 jam

pengamatan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 : Volume Arus Lalu Lintas Dilokasi Penelitian

4.1.2 Komposisi dan arus lalu lintas

Data pengamatan volume dan komposisi lalu lintas setiap pendekat untuk

masing-masing jam puncak yang ditinjau diperoleh dari pengamatan langsung

dilapangan. Pencatan dan perhitungan dilakukan dengan mencatatat setiap

kendaraan yang melewati titik pengamatan. Pengamatan dilakukan pada hari

Senin, Jum’at dan Sabtu.

Dari data pada Tabel 4.1 di atas dapat dihitung parameter lalu lintas

persimpangan antara lain kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang

antrian. Untuk lebih jelasnya perhitungan komposisi lalu lintas dan jumlah lalu

lintas pada tiap lengan persimpangan dapat dilihat pada Tabel 4.2 Halaman 22.

Pendekat

C

D

B

LT

ST

RT

LT

ST

RT

LT

ST

RT

LV

39

0

88

0

336

51

113

381

0

HV

18

0

12

0

60

34

17

75

0

MC

474

0

920

0

4387

465

816

3763

0

UM

13

0

14

0

40

11

21

25

0

Total

544

0

1034

0

4822

560

968

4244

0

(23)

Tabel 4.2 : Geometrik dan Arus Lalu Lintas

4.1.3 Tipe simpang dan kapasitas dasar

Tipe simpang pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan

Ujong Beurasok adalah 322, maka dari Lampiran Tabel B.2.7 Halaman 47 dapat

diambil kapasitas dasar CO = 2700 (smp/jam).

1 LV % HV % MC % Faktor-smp Faktor-k

14 Total 494 494 92 120 4579 2290 5166 2904 46

15 Jl. Utama D LT 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0

16 ST 336 336 60 78 4387 2194 4783 2607 40

17 RT 51 51 34 44 465 233 550 327 0.11 11

18 Total 386 386 93 121 4852 2426 5332 2934 51

19 880 880 186 241 9432 4716 10498 5838 97

20 Jl. Utama + Minor LT 153 153 35 45 1290 645 1477 843 0.13 34

21 ST 716 716 135 176 8150 4075 9002 4967 65

22 RT 138 138 46 59 1386 693 1570 890 0.13 25

23 Jl. Utama + Minor Total 1007 1007 215 280 10826 5413 12049 6700 0.26 123

24 0.129 UM/MV 0.02

Pendekat Arah kend/jam kend/jam smp/jam Rasio Belok KOMPOSISI LALU LINTAS

Kend. Bermotor Total MV Kend. Tak Bermotor UM

Jl. Utama Total B + D

Rasio Jl. Minor / ( Jl. Utama + Minor ) total kend/jam kend/jam

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Hal. 3-53)

Jl. Minor Total A + C

(24)

4.1.4 Faktor penyesuaian lebar pendekat

Tipe simpang 322 (jumlah lengan 3, jumlah jalur Jalan Utama dan Jalan

Minor 2), untuk hasil dari lebar pendekatan dan tipe simpang diperlihatkan dalam

Tabel berikut :

Tabel 4.3 : Lebar Pendekat dan Tipe Samping

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Hal. 3-54)

Dengan lebar pendekatan rata-rata simpang seperti Tabel diatas, maka

berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Tabel A.2.7 Halaman 47

diperoleh faktor penyesuaian lebar masuk :

FW = 0,73 + 0,0760 . WI

= 0,73 + 0,0760 (2,67) = 0,933

4.1.5 Faktor penyesuaian median jalan utama (FM)

Jalan utama pada persimpangan yang ditinjau tidak memiliki median

jalan, maka berdasarkan Lampiran Tabel B.2.8 Halaman 47, diperoleh faktor

penyesuaian median jalan utama (FM) = 1,00.

4.1.6 Faktor penyesuaian ukuran kota

Dari data sekunder diperoleh jumlah penduduk Kota Meulaboh sebanyak

187.459 jiwa, maka menurut Lampiran Tabel B.2.9 Halaman 47 Kota Meulaboh

merupakan kategori kota kecil dengan faktor penyesaian ukuran kota (FCS) = 0,88.

(25)

4.1.7 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor

Menurut Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48 tipe lingkungan jalan pada

persimpangan yang ditinjau adalah (komersial) dikarenakan pada jalan tersebut kenderaan masuk dan keluar sebanyak 7451/jam serta kenderaan yang

parkir/berhenti sebanyak 437/jam yang telah dikalikan dengan faktor frekuensi

berbobot hambatan samping. Hambatan samping pada persimpangan (tinggi)

karena daerah niaga dan aktivitas pasar sisi jalan yang sangat tinggi. Dengan rasio

kendaraan tak bermotor PUM = 0,02, maka berdasarkan Lampiran Tabel B.2.10

Halaman 48 diperoleh FRSU = 0,88.

4.1.8 Faktor penyesuaian belok kiri dan belok kanan

Dengan nilai rasio belok kiri jalan minor PLT = 0,35 dan jalan utama PLT

= 0,19, maka berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Gambar A.2.8

Halaman 34, diperoleh nilai faktor penyesuaian belok kiri sebagai berikut :

FLT = 0,84 + 1,61 x PLT

= 0,84 + 1,61 (0,35)

= 1,399

FLT = 0,84 + 1,61 x PLT

= 0,84 + 1,61 (0,19)

= 1,141

Dengan nilai rasio belok kanan jalan minor PRT = 0,65 dan jalan utama

PRT = 0,11, maka berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Gambar

A.2.9 Halaman 34, diperoleh nilai faktor penyesuaian belok kanan sebagai

berikut:

FRT = 1,09 – 0,922 x PRT

= 1,09 – 0,922 (0,65)

= 0,488

FRT = 1,09 – 0,922 x PRT

= 1,09 – 0,922 (0,11)

(26)

4.1.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

Dengan nilai rasio arus jalan minor PMI = 0,129, berdasarkan persamaan

dari grafik pada Lampiran Tabel B.2.11 Halaman 48 diperoleh nilai faktor

penyesuaian rasio arus jalan minor sebagai berikut :

FMI = 1,19 x PMI2– 1,19 x PMI + 1,19

= 1,19 x (0,129)2– 1,19 x 0,129 + 1,19

= 1,057

4.1.10 Tundaan

Berdasarkan nilai tundaan lalu lintas simpang DTI untuk jalan minor

6,026 det/smp dan jalan utama 0,440 det/smp, sedangkan tundaan geometrik

simpang DG untuk jalan minor 4,84 det/smp dan jalan utama 4,42 det/smp, lebih

jelasnya lihat Lampiran Tabel B.4.3 Halaman 51.

4.1.11 Peluang antrian

Untuk jalan minor nilai DS = 4,765 > 0,8 dan untuk jalan utama DS =

2,886 > 0,8 maka dengan menggunakan persamaan dalam grafik pada Lampiran

Gambar A.2.11 Halaman 35, diperoleh peluang antrian yang terjadi pada

persimpangan jalan minor dan jalan utama adalah 49-98 %.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan data yang di peroleh dari lapangan dan hasil analisa arus lalu

lintas di atas, maka kinerja dari persimpangan yang ditinjau tidak dalam kondisi

baik dan tidak mampu menampung arus lalu lintas yang ada yaitu sebesar 6700

smp/jam, yang menurut metode MKJI (1997) kapasitas dasarnya adalah 2700

smp/jam untuk persimpangan sebidang tipe T, jadi persimpangan tersebut tidak

(27)

26

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukannya penelitian yang diambil dari hasil perhitungan dan

pembahasan maka akan dapat ditarik kesimpulan mengenai perilaku arus lalu

lintas dan kondisi geometrik persimpangan pada simpang Jalan Sisingamangaraja

dengan Jalan Ujong Beurasok bagi para pengguna jalan dalam sehari-hari.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Berdasarkan parameter kinerja simpang yang ditinjau di peroleh arus lalu lintas

pada persimpangan sebesar (Q) = 6700 smp/jam, maka dari perhitungan arus

lalu lintas diperoleh besarnya kapasitas (C) untuk jalan minor = 1406 smp/jam

dan kapasitas (C) untuk jalan utama = 2321 smp/jam, derajat kejenuhan (DS)

jalan minor = 4,765 dan derajat kejenuhan (DS) jalan utama = 2,886, tundaan

simpang (D) jalan minor = 10,87 det/smp dan tundaan simpang (D) jalan utama

= 4,86 det/smp, dengan peluang antrian jalan minor dan jalan utama adalah

49-98 %.

2. Berdasarkan derajat kejenuhan (DS) yang diperoleh maksimal 0,56 kurang dari

0,75.ini memperlihatkan bahwa kinerja simpang masih dalam kondisi baik.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk kelancaran arus lalu

lintas pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok

Kota Meulaboh, hendaknya para pemakai jalan sebelum mencapai persimpangan

harus sudah memberi tanda-tanda pada saat mengalihkan jalur ke jalur lain,

karena jalur belok kanan pada jalan utama dan jalur belok kanan jalan minor

(28)

kelancaran arus lalu lintas terganggu, kemudian sebaiknya lokasi parkir yang

digunakan kenderaan tidak menggunakan bahu jalan di persimpangan, karena

akan mengganggu pergerakan arus lalu lintas di persimpangan tersebut. Agar para

pemakai jalan dapat mengetahui fasilitas jalan hendaknya diberi tanda rambu

(29)

28

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A, 2005, Rekayasa Lalu Lintas, Universitas Muhammadiyah Malang.

Badan Pusat Statistik, 2013, Data Jumlah Penduduk Aceh Barat.

Bukhari RA, 2004, Rekayasa Lalu Lintas II, Bidang Studi Teknik Transportasi

Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darusalam Banda Aceh.

Bukhari R.A, 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Bidang Studi Teknik Transportasi

Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darusalam Banda Aceh.

Clarkson, H, dkk, 1988, Teknik Jalan Raya, Edisi Keempat, Erlangga.

Dinas Pekerjaan Umum, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Morlok, Ek,1995, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga

Jakarta.

Saondang, H, 2004, Konstruksi Jalan Raya, Buku 1, Geometrik Jalan, Nova

Gambar

Gambar 4.1  : Denah Lengan Persimpangan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2014
Tabel 4.1 : Volume Arus Lalu Lintas Dilokasi Penelitian
Tabel 4.2 : Geometrik dan Arus Lalu Lintas
Tabel 4.3 : Lebar Pendekat dan Tipe Samping

Referensi

Dokumen terkait

Persimpangan yang sering terjadi kemacetan yaitu persimpangan jalan di kawsan gendengan dimana pada kawasan tersebut terdapat dua simpang yang berdekatan, yaitu simpang bersinyal

Evaluasi kinerja simpang tak bersinyal adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membuat suatu keputusan berdasarkan informasi atau data yang diperoleh pada kinerja simpang

Tulisan ini berisi observasi dan penelitian tentang arus lalu lintas serta analisa tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal Jalan Piere Tendean Boulevard ± Jalan Sam

Hasil analisis menunjukan bahwa simpang Jalan Raya Cilincing dan Jalan Cakung Cilincing Raya memiliki tingkat pelayanan F pada jam puncak pagi, siang dan sore

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja simpang yaitu Simpang Bhayangkara (Jalan Dr Radjiman - Jalan Bhayangkara) dan Simpang Baron (Jalan Dr. Radjiman –

Untuk memeriksa atau menganalisa kembali system traffic light pada persimpangan jalan tritura yang meliputi : kapasitas persimpangan, derajat kejenuhan, tundaan, panjang antrian

Adapun analisa yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan metode Manual kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) yang meliputi analisa terhadap kapasitas persimpangan,

Kemacetan ini terjadi karena ruas jalan ini berada di tengah pusat kota manado dimana adanya pertokoan yang sangat padat, dan juga adanya salah satu rumah kopi “Jalan roda” yang tidak