(Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan
Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)
Suatu Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan untuk Memperoleh
Ijazah Sarjana Teknik
Disusun Oleh;
IHYA ULUMUDDIN
NIM : 06C10203054
Bidang Studi : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG - MEULABOH
1
1.1 Latar Belakang
Jalan raya merupakan bagian dari sarana transportasi darat yang memiliki
peranan penting untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Sejalan
dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana
maupun sarana transportasi darat merupakan tulang punggung bagi sektor
pendukung lainnya.
Salah satu hal penting dalam mendesain jalan raya adalah merencanakan
persimpangan, karena persimpangan berpengaruh pada tingkat pelayanan dan
keselamatan arus lalu lintas. Pada persimpangan tak bersinyal kemampuan
pelayanan jalan sangat tergantung dari kemampuan ruas jalan dan persimpangan.
Namun kapasitas jalan lebih dipengaruhi oleh kapasitas persimpangan, sehingga
pada daerah persimpangan sering terjadi konflik arus lalu lintas yang
menimbulkan adanya penundaan dan antrian. Simpang sebagai titik lemah sistem
jaringan jalan sering tidak mendapatkan perhatian yang seksama. Banyak terlihat
rancangan simpang yang tidak efisien dan berbahaya. Pentingnya strategi
penanganan simpang perlu diperhatikan dalam menciptakan transportasi kota
yang lebih baik.
Kota Meulaboh, seperti halnya kota-kota lain yang mempunyai beberapa
pertemuan jalan atau persimpangan diantaranya adalah persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok. Keberadaan persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok tidak dapat dihindari pada sistem
transportasi. Persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok
menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan dalam rangka melancarkan
arus transportasi. Oleh karena itu, keberadaan persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok harus dikelola sedemikian rupa
1.2 Identifikasi Masalah
Ada beberapa hal yang akan ditinjau dalam penelitian ini, antara lain :
1. Mengamati dan menghitung volume lalu lintas yang melewati lengan
persimpangan serta geometrik simpang.
2. Pengolahan data dengan menggunakan metoda MKJI (Manual Kapasitas Jalan
Indonesia), melihat kinerja dari simpang.
3. Penentuan terhadap kinerja dari simpang yang meliputi kapasitas simpang,
derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.
1.3 Rumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan luasnya cakupan masalah dan faktor yang
berpengaruhi dalam penelitian ini, maka rumusan masalah yang dapat diangkat
meliputi :
1. Bagaimana menentukan komposisi lalu lintas pada arus lalu lintas setiap
pendekat ?
2. Bagaimana menghitung lebar pendekat dan tipe simpang ?
3. Bagaimana menentukan kapasitas persimpangan yang meliputi kapasitas dasar,
lebar pendekat rata-rata, median jalan utama, ukuran kota, hambatan samping,
belok kiri, belok kanan, rasio minor, dan kapasitas.
4. Bagaimana menentukan perilaku lalu lintas yang meliputi arus lalu lintas,
derajat kejenuhan, tundaan lalu lintas simpang, tundaan lalu lintas jalan utama,
tundaan lalu lintas jalan minor, tundaan geometrik simpang, tundaan simpang,
peluang antrian dan sasaran derajat kejenuhan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dan sasaran agar tercapai dalam penelitian Tugas Akhir
ini yang berjudul analisis kinerja persimpangan studi kasus pada persimpangan
1. Mengetahui kondisi arus lalu lintas pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja
dengan Jalan Ujong Beurasok.
2. Melakukan pengamatan geometrik persimpangan, kapasitas persimpangan dan
permasalahan yang terjadi pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan
Jalan Ujong Beurasok.
3. Mengevaluasi kinerja persimpangan, seperti arus lalu lintas, volume kendaraan,
kapasitas jalan, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.
4. Menentukan solusi penanganan persimpangan agar kinerja persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok dapat lebih baik dan dapat kita
ketahui sasaran derajat kejenuhan kurang dari 0,75 atau lebih nantinya.
1.5 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini, maka masalah
yang dibahas dibatasi pada :
1. Penelitian dilakukan dengan menghitung volume lalu lintas yang melewati
lengan persimpangan, pada jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak
sore, yang dilakukan selama tiga hari, yaitu Senin, Jum’at dan Sabtu.
2. Pengamatan volume lalu lintas dilakukan selama 6 (enam) jam yang terbagi
atas jam puncak pagi 2 jam (07.00 s/d 09.00 WIB), jam puncak siang 2 jam
(12.00 s/d 14.00 WIB) dan jam puncak sore 2 jam (16.30 s/d 18.30 WIB).
3. Perhitungan volume lalu lintas dilakukan dengan menghitung langsung di
lapangan.
4. Metode pengumpulan data meliputi komposisi lalu lintas pada arus lalu lintas
setiap pendekat, lebar pendekat, tipe simpang, kapasitas persimpangan, dan
menentukan perilaku lalu lintas supaya kita dapat mengetahui sasaran derajat
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini maka dapat diperoleh komposisi lalu
lintas setiap pendekat, lebar pendekat dan tipe simpang, kapasitas persimpangan,
dapat mengetahui perilaku lalu lintas dengan sasaran derajat kejenuhan kurang
dari 0,75 atau lebih nantinya, serta jam puncak kesibukan yang terjadi pada
5
Sesuai dengan topik penelitian, maka pada bab ini penulis akan
membahas aspek karakteristik lalu lintas dalam mengatasi masalah lalu lintas
yang terjadi berdasarkan referensi yang ada, khususnya pada persimpangan
sebidang, yang berkaitan dengan persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan
Jalan Ujong Beurasok Kota Meulaboh.
2.1 Volume Lalu Lintas
Menurut Bukhari (2002), volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan
yang melewati suatu penampang jalan dalam satu satuan waktu, atau secara
praktis dapat ditentukan dengan menghitung langsung jumlah kendaraan yang
lewat dalam satu satuan waktu. Volume lalu lintas yang terjadi selalu tidak tetap,
tetapi akan berubah-ubah menurut hari pada jalur tetap. Volume lalu lintas ini
sangat dipengaruhi oleh musim dalam setahun, hari dalam seminggu, jam dalam
sehari. Disamping itu juga dipengaruhi oleh komposisi lalu lintas, pembagian
jurusan jalan, klasifikasi jalan, jenis penggunaan daerah, sifat jalan (jalan
komplek, jalan tol dan lain-lain) dan secara umum dipengaruhi oleh geometrik
jalan.
Untuk menghitung volume lalu lintas digunakan waktu sibuk (Paek
hour). Waktu sibuk adalah volume saat jalan menerima jumlah lalu lintas tertinggi
pada saat jam sibuk. Umumnya dalam menentukan volume lalu lintas berpedoman
pada waktu sibuk, yaitu saat jalan menerima beban maksimum.
Volume lalu lintas di hitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
T N
v ...(2.1)
Keterangan :
N = Jumlah kendaraan yang melewati titik penampang tersebut dalam
interval waktu (kend);
T = Interval waktu pengamatan (jam);
Menurut Bukhari (2002), volume lalu lintas tidak merata sepanjang
waktu melainkan berfluktuasi. Hubungan antara volume dan waktu (fluktuasi) lalu
lintas tersebut tergantung pada letak dan fungsi jalan tersebut.
2.2 Komposisi Lalu Lintas
Menurut Bukhari (2002), pada umumnya lalu lintas pada jalan raya
terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat,
kendaraan ringan, dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan dengan ukuran dan
berat yang berbeda mempunyai sifat yang berbeda pula. Misalnya kendaraan truk
mempunyai ukuran dan berat lebih besar, disamping itu juga mempunyai
kelincahan lebih rendah dibandingkan dengan mobil penumpang. Pengaruh
kendaraan truk pada perencanaan jalan antara lain, memerlukan lebar jalur dan
kebebasan samping yang lebih besar, sehingga dapat menurunkan kapasitas jalan.
Untuk dapat menghitung pengaruhnya terhadap lalu lintas dan kapasitas jalan ,
maka kendaraaan di bagi dalam beberapa golongan dan setiap golongan mewakili
kendaraan rencana.
Maka pengaruh dari setiap jenis kenderaan terhadap keseluruhan arus
lalu lintas, diperhitungkan dengan membandingkannya terhadap pengaruh dari
satuan mobil penumpang (smp). Untuk menilai setiap kendaraan kedalam satuan
mobil penumpang (smp) pada daerah data, dalam hal ini Dinas Bina Marga telah
mengeluarkan suatu persamaan lalu lintas, khususnya untuk digunakan di
Indonesia seperti terlihat pada Lampiran Tabel B.2.1 Halaman 45.
Menurut Bukhari (2002), angka persamaan pada Tabel B.2.1 Halaman 45
belum termasuk pengaruh lebar jalur, kebebasan samping dan persentase truk
dalam komposisi lalu lintas. Pada dasarnya hal ini akan mempengaruhi besarnya
lebar jalur dan kebebasan samping, digabungkan atas dasar spesifikasi yang
dihadapi.
2.3 Volume Lalu Lintas Menurut Arah Gerakan
Faktor ekivalensi mobil penumpang terhadap arah gerak kendaraan
seperti belok kanan, belok kiri, telah disesuaikan dengan kondisi indonesia, yaitu
kendaraan bergerak dalam aliran lalu lintas disebelah kiri jalan. Faktor ekivalen
dapat di lihat pada Lampian Tabel B.2.2 Halaman 45.
2.4 Persimpangan Sebidang
Menurut Bukhari (2002), persimpangan jalan adalah suatu daerah umum
dimana dua atau lebih ruas jalan (link) saling bertemu berpotongan yang
mencakup fasilitas jalur jalan (road way) dan tepi jalan (road side), dimana lalu
lintas dapat bergerak didalamnya. Persimpangan merupakan bagian yang terpeting
dari jalan raya sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan,
biaya opersi, waktu perjalanan, keamanan dan kenyamanan akan tergantung pada
hal tersebut. Setiap persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan
lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan
mencakup juga pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas dikendalikan dengan
berbagai cara, bergantung pada jenis persimpangannya.
Menurut Ir. Hamirham Soandang MSCE, (2004), simpang jalan pada
pertemuan sebidang, sangat potensial untuk menjadi :
a) Titik pusat konflik lalu lintas yang saling bertemu;
b) Penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas;
c) Tempat terjadi kecelakaan;
2.5 Kondisi Geometrik
Menurut Bukhari, dkk (2004 : 8), menyatakan jalan ideal adalah jalan
yang mempunyai lebar lajurnya sebesar 3,75 m (12 ft) dan tidak ada gangguan
benda-benda lain sejarak 2 m (6 ft) dari tepi perkerasan. Menurut Sukirman (1999
: 24, 28, 29), lebar jalan minimum untuk jalan lokal adalah 5,50 m (2 x 2,75 m),
lebar ini cukup memadai untuk jalan 2 lajur 2 arah.
Sketsa pola geometrik digambarkan pada Formulir USIG-I, dapat kita
lihat contoh pada Lampiran Gambar A.2.1 Halaman 30. Nama jalan minor dan
utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama
pilihan dari alternatif rencana. Untuk orientasi sketsa sebaiknya juga memuat
panah penunjuk arah. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting
pada simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi tertinggi. Untuk simpang
3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor sebaiknya
diberi notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D. Pemberian
notasi dibuat searah jarum jam.
Sketsa sebaiknya memberikan gambaran yang baik dari suatu simpang
mengenai informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Jika median
cukup lebar sehingga memungkinkan melintasi simpang dalam dua tahap dengan berhenti di tengah (biasanya ≥ 3 m).
2.6 Kondisi Lalu Lintas
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), situasi lalu lintas
untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau Lalu lintas
Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi
dari LHRT menjadi arus perjam (umum untuk perancangan). Sketsa arus lalu
lintas memberikan informasi lalu lintas lebih rinci dari yang diperlukan untuk
analisa simpang tak bersinyal. Sketsa sebaiknya menunjukan gerakan lalu lintas
bermotor dan tak bermotor (kend/jam) pada pendekat A
seterusnya. Satuan arus, kend/jam atau LHRT, diberi tanda dalam formulir, seperti
contoh pada Lampiran Gambar A.2.2 Halaman 30.
2.7 Arus Lalu Lintas
Menurut Suwardjoko, W (1985), arus lalu lintas yaitu gerak kenderaan
sepanjang jalan, perhitungan lalu lintas di lakukan per satuan jam untuk satu atau
lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam
puncak pagi, siang dan sore.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), rumus untuk
menghitung besarnya arus lalu lintas adalah :
Q = QLV + (QHV x empHV) + (QMC x empMC) ...(2.2)
Dimana :
QLV = Arus kenderaan ringan (kend/jam);
QHV = Arus kenderaan berat (kend/jam);
empH = Ekivalen kenderaan penumpang kenderaan berat (kend/jam);
QMC = Arus kenderaan sepeda motor (kend/jam);
empMC = Ekivalen kenderaan sepeda motor (kend/jam).
a) Prosedur perhitungan arus lalu lintas dalam (smp), kemudian hasilnya di
masukkan ke dalam tabel, data arus lalu lintas klasifikasi perjam tersedia untuk
masing-masing gerakan.
b) Data arus lalu lintas perjam (bukan klasifikasi) tersedia untuk masing-masing
gerakan, beserta informasi tentang komposisi lalu lintas keseluruhan dalam %.
Menghitung faktor smp F
SMP dari smp yang diberikan dan data komposisi arus
lalu-lintas kendaraan bermotor dengan menggunakan rumus berikut.
F
smp = (empLV × LV% + empHV × HV% + empMc × MC%) / 100
c) Data arus lalu lintas hanya tersedia dalam LHRT (lalu lintas harian rata-rata
tahunan).
-Mengkonversikan nilai arus lalu lintas yang diberikan dalam LHRT melalui
Q
DH = k × LHRT
-Mengkonversikan arus lalu lintas dari kend/jam menjadi smp/jam melalui
perkalian dengan faktor-smp (Fsmp) sebagaimana yang telah diuraikan.
2.8 Nilai Normal Variabel Umum Lalu Lintas
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), data lalu lintas sering
tidak ada atau kualitasnya kurang baik. Nilai normal yang diberikan pada
Lampiran Tabel B.2.3 Halaman 45, Tabel B.2.4 dan Tabel B.2.5 Halaman 45
dapat digunakan untuk keperluan perancangan sampai data yang lebih baik
tersedia.
2.9 Kapasitas
Definisi umum kapasitas jalan adalah kapasitas satu ruas jalan dalam
satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki
kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun
dua arah ). Dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalulintas
yang umum. Menurut (Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks, 1988), kapasitas
suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan raya adalah jumlah kenderaan
maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan
tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah
kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Berkurangnya kapasitas jalan tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya ruang yang dibutuhkan dan sebagian.
Kapasitas total suatu simpang dapat dinyatakan sebagai hasil perkiraan antara
kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas ideal dan faktor-faktor penyesuaian (F),
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), memberikan formula untuk
menghitung kapasitas adalah;
Dimana :
C0 : Kapasitas Dasar (smp/jam);
FW : Faktor penyesuaian lebar masuk;
FM : Faktor penyesuaian tipe median jalan utama.;
FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota;
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kenderaan tak bermotor;
FLT : Faktor penyesuaian belok kiri;
FRT : Faktor penyesuaian belok kanan;
FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor.
Adapun perhitungan dilakukan dalam beberapa langkah yang
ditunjukkan pada bagan alir perhitungan kapasitas, dapat di lihat pada Lampiran
Gambar A.2.3 Halaman 31.
2.10 Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan dihitung sebagai hasil pembagian antara arus lalu lintas
total dengan kapasitasnya, dapat dihitung dengan persamaan.
Ds = C QTOT
...(2.4)
Dimana :
QTOT : Arus total (smp/jam);
C : Kapasitas (smp/jam);
2.11 Tundaan (DT)
Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal yaitu tundaan lalu
lintas dan tundaan geometrik.
a. Tundaan lalu lintas simpang
Untuk DS 0,6 :
Untuk DS 0,6 :
b. Tundaan lalu lintas jalan utama
Untuk DS 0,6 :
c. Tundaan lalu lintas jalan minor
DTMI =
QMA : Arus lalu lintas jalan utama;
QMI : Arus lalu lintas jalan minor.
d. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kenderaan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1 – DS) x (P x 6 + (1 - P) x 3) + DS x 4...(2.10)
Untuk DS 1,0; DG = 4
Dimana :
DG : Tundaan geometri simpang;
DS : Derajat kejenuhan;
e. Tundaan Simpang (D)
Tundaan simpang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
D=DG+DTI...(2.11)
Dimana :
DG : Tundaan geometrik simpang;
DTI : Tundaan lalu lintas simpang.
2.12 Peluang Antrian (QP%)
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan
secara empiris. Rentang nilai peluang antrian ditentukan berdasarkan Lampiran
14
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah pengamatan
langsung di lapangan untuk bahan analitis dan data pendukung yang diperoleh
dari beberapa intansi terkait maupun data yang diperoleh dari Internet. Diperlukan
data dari hasil pengamatan di lapangan atau data primer dan data sekunder yang
digunakan untuk perhitungan data primer berupa lebar pendekat, jumlah
lajur, kondisi lingkungan sekitar simpang, volume lalu lintas, klasifikasi
kendaraan, kondisi geometrik jalan yang terdiri dari penampang melintang jalan
dan kondisi geometrik yang lain dan lebar bahu jalan.
Untuk memahami langkah-langkah dalam metodologi penelitian ini
diperlihatkan pada bagan diagram alir penelitian (Flow Chart) yang dapat dilihat
pada Lampiran Gambar A.3.1 Halaman 36.
Data sekunder yang digunakan berupa bentuk peta kota Meulaboh, layout
lokasi penelitian, dan data jumlah penduduk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran Gambar A.3.2, Gambar A.3.3 dan Lampiran Gambar A.3.4
Halaman 37 sampai dengan Halaman 39. Data ini untuk menentukan jenis ukuran
kota. Ukuran kota merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam
perhitungan menggunakan MKJI 1997.
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian diambil di lapangan pada persimpangan yang diamati
kemudian dikumpulkan dan dicatat kedalam Formulir yang telah disediakan.
Hasilnya disusun dalam bentuk tabel. Untuk dapat diketahui volume lalu lintas
dan kecepatan rata-rata kendaraan, pengambilan data dilakukan pada waktu
puncak kesibukan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Pencatatan dilakukan
WIB siang dan jam 16.30 s/d 18.30 WIB sore. Jumlah tenaga personil untuk
pengambilan data berjumlah 9 (sembilan) orang.
3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk peta kota
Meulaboh, layout lokasi penelitian, dan data jumlah penduduk, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Gambar A.3.2, Gambar A.3.3 dan Lampiran
Gambar A.3.4 Halaman 37 sampai dengan Halaman 39. Data ini diperoleh dari
instansi terkait maupun data yang diperoleh dari Internet.
3.3 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pencatatan langsung di
lapangan secara manual. Data yang diperoleh meliputi bentuk layout
persimpangan dan Cross Section, foto sementara kondisi dilapangan, lebar
pendekat, jumlah lajur, kondisi lingkungan sekitar simpang, volume lalu lintas,
klasifikasi kendaraan, kondisi geometrik jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran Gambar A.3.5 dan Gambar A.3.6 Halaman 40 dan 41 serta
Lampiran Gambar A.3.7 sampai dengan A.3.9 Halaman 42 sampai dengan
Halaman 44. Pencatatan volume lalu lintas dilakukan pada jam-jam sibuk selama
2 jam, dan hasilnya dimasukkan kedalam formulir yang sudah disediakan seperti
tertera pada Lampiran Tabel B.4.1 sampai dengan B.4.3 Halaman 49 sampai
dengan Halaman 51.
3. 4 Volume dan Komposisi Arus Lalu Lintas
Volume arus lalu lintas diperoleh dari pencatatan seluruh jenis kendaraan
dan arah geraknya melintasi persimpangan tersebut. Hasil pencatatan dicatat pada
arah gerak kendaraan pada masing-masing kaki persimpangan dengan waktu yang
telah ditentukan.
3.4.1 Tipe simpang
Tipe simpang menentukan jumlah lengan pada simpang dan jumlah lajur
pada jalan utama dan jalan minor pada simpang tersebut dengan kode tiga angka,
dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.6 Halaman 46.
Didalam tabel diatas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua
jalan utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344
dan 444, karena tipe simpang ini tidak di jumpai selama survei di lapangan. Jika
analisa kapasitas harus dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut
dianggap sebagai 324 dan 424.
3.4.2 Kapasitas dasar
Nilai kapasitas dasar diambil dari Lampiran Tabel B.2.7 Halaman 47,
variabel masukan adalah tipe simpang IT.
3.4.3 Faktor penyesuaian lebar pendekat
Penyesuaian lebar pendekat (F
w), diperoleh dari Lampiran Gambar A.2.7
Halaman 33. Variabel masukan adalah lebar rata-rata semua pendekat W, dan tipe
simpang IT. Batas nilai yang diberikan dalam gambar adalah rentang dasar
empiris dari manual.
3.4.4 Faktor penyesuaian median jalan utama
Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor
median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung pada
daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas pada jalan utama. Hal ini
mungkin terjadi jika lebar median 3 m atau lebih. Pada beberapa keadaan,
misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika median
lebih sempit. Faktor penyesuaian median jalan utama diperoleh dengan
menggunakan tabel faktor penyesuaian median jalan utama (F
pada Lampiran Tabel B.2.8 Halaman 47. Penyesuaian hanya digunakan untuk
jalan utama dengan 4 lajur. Variabel masukan adalah tipe median jalan utama.
3.4.5 Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel faktor penyesuaian
kota. Dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.9 Halaman 47, variabel masukan
adalah ukuran kota CS.
3.4.6 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor (F
RSU) dihitung dengan menggunakan Tabel Faktor
penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak
bermotor (F
RSU). Dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48, variabel
masukan adalah tipe lingkungan jalan RE, kelas hambatan samping SF dan rasio
kendaraan tak bermotor UM/MV.
Berdasarkan Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48, anggapan bahwa
pengaruh kendaraan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti
kendaraan ringan, yaitu emp
UM = 1,0. Persamaan berikut dapat digunakan jika
pemakai mempunyai bukti bahwa emp
UM = 1,0 yang mungkin merupakan keadaan
jika kendaraan tak bermotor tersebut terutama berupa sepeda.
F
RSU (PUM sesungguhnya) = FRSU (PUM = 0) × (1- PUM × empUM)
3.4.7 Faktor penyesuaian belok kiri
Faktor penyesuaian belok-kiri (F
LT) dapat ditentukan pada Lampiran
Gambar A.2.8 Halaman 34, variabel masukan adalah belok kiri. Batas nilai yang
diberikan untuk P
3.4.8 Faktor penyesuaian belok kanan
Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan pada Lampiran Gambar
A.2.9 Halaman 34, untuk simpang berlengan 3. Variabel masukan adalah belok
kanan, Batas nilai yang diberikan untuk P
RT adalah rentang dasar empiris dari
manual. Untuk simpang 4 lengan F
RT = 1,0.
3.4.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor ditentukan pada Lampiran
Tabel B.2.11 Halaman 48, variabel masukan adalah rasio arus jalan minor P MI.
Batas nilai yang diberikan untuk P
MI pada gambar Lampiran Gambar A.2.10
Halaman 35adalah rentang dasar empiris dari manual.
3.4.10 Tundaan
Tundaan pada suatu simpang terjadi karena tundaan lalu lintas dan
tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas,
rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang yang ditentukan
berdasarkan kurva empiris antara DT dan DS, lihat pada Lampiran Gambar A.2.5
Halaman 32.
3.4.11 Peluang antrian
Rentang nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara
peluang antrian dan derajat kejenuhan, dapat dilihat pada Lampiran Gambar
A.2.11 Halaman 35.
3.4.12 Geometrik persimpangan
Untuk mengetahui kondisi geometrik persimpangan, dilakukan
pengukuran panjang arah memanjang dan melintang pada jalan dan lapisan
permukaan jalan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran
3.5 Metode Pengolahan Data
Dari data primer dan data sekunder akan di analisa untuk dapat
merencanakan arus lalu lintas persimpangan tipe T. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk merencanakan arus lalu lintas persimpangan tipe T adalah
besarnya volume dan komposisi lalu lintas. Volume lalu lintas diamati dengan
menghitung jumlah kendaraan yang melewati persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh berdasarkan arah
geraknya, sehingga dapat diketahui besarnya volume lalu lintas pada setiap kaki
persimpangan. Komposisi lalu lintas yang terdapat pada aliran lalu lintas
bervariasi menurut jenis dan arah geraknya. Perhitungan persentasi didasarkan
pada volume yang paling maksimum dari 3 hari pengamatan yang dilakukan
dilapangan.
3.6 Analisa dan Penyajian Data
Analisis data untuk menentukan tingkat arus lalu lintas persimpangan tipe
T dilakukan dengan prosedur perhitungan menurut MKJI 1997 dan disajikan
dalam bentuk tabel yang dapat diperlihatkan pada Lampiran Tabel B.4.1 sampai
20
Pengolahan data akan disajikan berdasarkan rumus-rumus dan teori yang
telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya. Adapun hasil yang dikemukakan
yaitu mengenai seluruh hasil-hasil dan perhitungan yang dilakukan pada
penelitian ini.
4.1 Hasil
Pengolahan data dapat berupa hubungan volume lalu lintas dan geometrik
persimpangan yang terjadi pada simpang tipe T Jalan Sisingamangaraja dengan
Jalan Ujong Beurasok.
4.1.1 Lokasi Persimpangan
Adapun layout persimpangan yang menjadi objek pengamatan seperti
yang diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Gambar 4.1 : Denah Lengan Persimpangan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2014
Data yang diperoleh dari hasil pencatatan di lapangan selama 6 jam
pengamatan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 : Volume Arus Lalu Lintas Dilokasi Penelitian
4.1.2 Komposisi dan arus lalu lintas
Data pengamatan volume dan komposisi lalu lintas setiap pendekat untuk
masing-masing jam puncak yang ditinjau diperoleh dari pengamatan langsung
dilapangan. Pencatan dan perhitungan dilakukan dengan mencatatat setiap
kendaraan yang melewati titik pengamatan. Pengamatan dilakukan pada hari
Senin, Jum’at dan Sabtu.
Dari data pada Tabel 4.1 di atas dapat dihitung parameter lalu lintas
persimpangan antara lain kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang
antrian. Untuk lebih jelasnya perhitungan komposisi lalu lintas dan jumlah lalu
lintas pada tiap lengan persimpangan dapat dilihat pada Tabel 4.2 Halaman 22.
Pendekat
C
D
B
LT
ST
RT
LT
ST
RT
LT
ST
RT
LV
39
0
88
0
336
51
113
381
0
HV
18
0
12
0
60
34
17
75
0
MC
474
0
920
0
4387
465
816
3763
0
UM
13
0
14
0
40
11
21
25
0
Total
544
0
1034
0
4822
560
968
4244
0
Tabel 4.2 : Geometrik dan Arus Lalu Lintas
4.1.3 Tipe simpang dan kapasitas dasar
Tipe simpang pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan
Ujong Beurasok adalah 322, maka dari Lampiran Tabel B.2.7 Halaman 47 dapat
diambil kapasitas dasar CO = 2700 (smp/jam).
1 LV % HV % MC % Faktor-smp Faktor-k
14 Total 494 494 92 120 4579 2290 5166 2904 46
15 Jl. Utama D LT 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0
16 ST 336 336 60 78 4387 2194 4783 2607 40
17 RT 51 51 34 44 465 233 550 327 0.11 11
18 Total 386 386 93 121 4852 2426 5332 2934 51
19 880 880 186 241 9432 4716 10498 5838 97
20 Jl. Utama + Minor LT 153 153 35 45 1290 645 1477 843 0.13 34
21 ST 716 716 135 176 8150 4075 9002 4967 65
22 RT 138 138 46 59 1386 693 1570 890 0.13 25
23 Jl. Utama + Minor Total 1007 1007 215 280 10826 5413 12049 6700 0.26 123
24 0.129 UM/MV 0.02
Pendekat Arah kend/jam kend/jam smp/jam Rasio Belok KOMPOSISI LALU LINTAS
Kend. Bermotor Total MV Kend. Tak Bermotor UM
Jl. Utama Total B + D
Rasio Jl. Minor / ( Jl. Utama + Minor ) total kend/jam kend/jam
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Hal. 3-53)
Jl. Minor Total A + C
4.1.4 Faktor penyesuaian lebar pendekat
Tipe simpang 322 (jumlah lengan 3, jumlah jalur Jalan Utama dan Jalan
Minor 2), untuk hasil dari lebar pendekatan dan tipe simpang diperlihatkan dalam
Tabel berikut :
Tabel 4.3 : Lebar Pendekat dan Tipe Samping
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Hal. 3-54)
Dengan lebar pendekatan rata-rata simpang seperti Tabel diatas, maka
berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Tabel A.2.7 Halaman 47
diperoleh faktor penyesuaian lebar masuk :
FW = 0,73 + 0,0760 . WI
= 0,73 + 0,0760 (2,67) = 0,933
4.1.5 Faktor penyesuaian median jalan utama (FM)
Jalan utama pada persimpangan yang ditinjau tidak memiliki median
jalan, maka berdasarkan Lampiran Tabel B.2.8 Halaman 47, diperoleh faktor
penyesuaian median jalan utama (FM) = 1,00.
4.1.6 Faktor penyesuaian ukuran kota
Dari data sekunder diperoleh jumlah penduduk Kota Meulaboh sebanyak
187.459 jiwa, maka menurut Lampiran Tabel B.2.9 Halaman 47 Kota Meulaboh
merupakan kategori kota kecil dengan faktor penyesaian ukuran kota (FCS) = 0,88.
4.1.7 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor
Menurut Lampiran Tabel B.2.10 Halaman 48 tipe lingkungan jalan pada
persimpangan yang ditinjau adalah (komersial) dikarenakan pada jalan tersebut kenderaan masuk dan keluar sebanyak 7451/jam serta kenderaan yang
parkir/berhenti sebanyak 437/jam yang telah dikalikan dengan faktor frekuensi
berbobot hambatan samping. Hambatan samping pada persimpangan (tinggi)
karena daerah niaga dan aktivitas pasar sisi jalan yang sangat tinggi. Dengan rasio
kendaraan tak bermotor PUM = 0,02, maka berdasarkan Lampiran Tabel B.2.10
Halaman 48 diperoleh FRSU = 0,88.
4.1.8 Faktor penyesuaian belok kiri dan belok kanan
Dengan nilai rasio belok kiri jalan minor PLT = 0,35 dan jalan utama PLT
= 0,19, maka berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Gambar A.2.8
Halaman 34, diperoleh nilai faktor penyesuaian belok kiri sebagai berikut :
FLT = 0,84 + 1,61 x PLT
= 0,84 + 1,61 (0,35)
= 1,399
FLT = 0,84 + 1,61 x PLT
= 0,84 + 1,61 (0,19)
= 1,141
Dengan nilai rasio belok kanan jalan minor PRT = 0,65 dan jalan utama
PRT = 0,11, maka berdasarkan persamaan dari grafik pada Lampiran Gambar
A.2.9 Halaman 34, diperoleh nilai faktor penyesuaian belok kanan sebagai
berikut:
FRT = 1,09 – 0,922 x PRT
= 1,09 – 0,922 (0,65)
= 0,488
FRT = 1,09 – 0,922 x PRT
= 1,09 – 0,922 (0,11)
4.1.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
Dengan nilai rasio arus jalan minor PMI = 0,129, berdasarkan persamaan
dari grafik pada Lampiran Tabel B.2.11 Halaman 48 diperoleh nilai faktor
penyesuaian rasio arus jalan minor sebagai berikut :
FMI = 1,19 x PMI2– 1,19 x PMI + 1,19
= 1,19 x (0,129)2– 1,19 x 0,129 + 1,19
= 1,057
4.1.10 Tundaan
Berdasarkan nilai tundaan lalu lintas simpang DTI untuk jalan minor
6,026 det/smp dan jalan utama 0,440 det/smp, sedangkan tundaan geometrik
simpang DG untuk jalan minor 4,84 det/smp dan jalan utama 4,42 det/smp, lebih
jelasnya lihat Lampiran Tabel B.4.3 Halaman 51.
4.1.11 Peluang antrian
Untuk jalan minor nilai DS = 4,765 > 0,8 dan untuk jalan utama DS =
2,886 > 0,8 maka dengan menggunakan persamaan dalam grafik pada Lampiran
Gambar A.2.11 Halaman 35, diperoleh peluang antrian yang terjadi pada
persimpangan jalan minor dan jalan utama adalah 49-98 %.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data yang di peroleh dari lapangan dan hasil analisa arus lalu
lintas di atas, maka kinerja dari persimpangan yang ditinjau tidak dalam kondisi
baik dan tidak mampu menampung arus lalu lintas yang ada yaitu sebesar 6700
smp/jam, yang menurut metode MKJI (1997) kapasitas dasarnya adalah 2700
smp/jam untuk persimpangan sebidang tipe T, jadi persimpangan tersebut tidak
26
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukannya penelitian yang diambil dari hasil perhitungan dan
pembahasan maka akan dapat ditarik kesimpulan mengenai perilaku arus lalu
lintas dan kondisi geometrik persimpangan pada simpang Jalan Sisingamangaraja
dengan Jalan Ujong Beurasok bagi para pengguna jalan dalam sehari-hari.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan parameter kinerja simpang yang ditinjau di peroleh arus lalu lintas
pada persimpangan sebesar (Q) = 6700 smp/jam, maka dari perhitungan arus
lalu lintas diperoleh besarnya kapasitas (C) untuk jalan minor = 1406 smp/jam
dan kapasitas (C) untuk jalan utama = 2321 smp/jam, derajat kejenuhan (DS)
jalan minor = 4,765 dan derajat kejenuhan (DS) jalan utama = 2,886, tundaan
simpang (D) jalan minor = 10,87 det/smp dan tundaan simpang (D) jalan utama
= 4,86 det/smp, dengan peluang antrian jalan minor dan jalan utama adalah
49-98 %.
2. Berdasarkan derajat kejenuhan (DS) yang diperoleh maksimal 0,56 kurang dari
0,75.ini memperlihatkan bahwa kinerja simpang masih dalam kondisi baik.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk kelancaran arus lalu
lintas pada persimpangan Jalan Sisingamangaraja dengan Jalan Ujong Beurasok
Kota Meulaboh, hendaknya para pemakai jalan sebelum mencapai persimpangan
harus sudah memberi tanda-tanda pada saat mengalihkan jalur ke jalur lain,
karena jalur belok kanan pada jalan utama dan jalur belok kanan jalan minor
kelancaran arus lalu lintas terganggu, kemudian sebaiknya lokasi parkir yang
digunakan kenderaan tidak menggunakan bahu jalan di persimpangan, karena
akan mengganggu pergerakan arus lalu lintas di persimpangan tersebut. Agar para
pemakai jalan dapat mengetahui fasilitas jalan hendaknya diberi tanda rambu
28
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A, 2005, Rekayasa Lalu Lintas, Universitas Muhammadiyah Malang.
Badan Pusat Statistik, 2013, Data Jumlah Penduduk Aceh Barat.
Bukhari RA, 2004, Rekayasa Lalu Lintas II, Bidang Studi Teknik Transportasi
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darusalam Banda Aceh.
Bukhari R.A, 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Bidang Studi Teknik Transportasi
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darusalam Banda Aceh.
Clarkson, H, dkk, 1988, Teknik Jalan Raya, Edisi Keempat, Erlangga.
Dinas Pekerjaan Umum, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia.
Morlok, Ek,1995, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga
Jakarta.
Saondang, H, 2004, Konstruksi Jalan Raya, Buku 1, Geometrik Jalan, Nova