• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam aset

Negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar. Berdasarkan pengkajian stok perairan Indonesia yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) pada tahun 2001, bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan Indonesia mencapai 6,4 juta ton pertahun. Dibeberapa lokasi, tingkat pemanfaatannya sudah melebihi atau mendekati potensi lestarinya, seperti Laut Selat Malaka dan Selat Makasar, Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda (Dahuri 2003).

negara yang dapat memberikan sumbangan sangat berharga bagi kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa alasan pentingnya sumberdaya perikanan, yaitu: (1) pemenuhan sumber gizi dan protein hewani (Supriharyono 2000; Dahuri 2003; Susilowati 2006; dan Subri 2007); (2) banyak menyerap tenaga kerja di sektor perikanan; (3) memenuhi permintaan pasar dunia di sektor perikanan (Fauzi 2006); (4) memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah; (5) mendukung sektor lain untuk mencapai pembangunan terpadu dan berkelanjutan (Kusumastanto 2006).

Berdasarkan laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada tahun 2002, bahwa 75% dari perikanan laut dunia telah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau bahkan stok ikan yang tersisa telah terkuras, hanya 25% dari sumberdaya perikanan yang masih dalam kondisi tangkap kurang (Wiadnya et al. 2005). Christie et al. (2007) berpendapat, bahwa dunia telah mengalami kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, karena kurang memperhatikan pendekatan manajemen ekosistem, sehingga stok ikan cenderung menurun. Sedangkan Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007, menyatakan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia telah mengalami tangkap lebih dan dalam kondisi kritis, karena pengelolaan sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan, sehingga menyebabkan stok sumberdaya ikan tidak berkelanjutan.

Pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia semakin pesat dengan disahkannya UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan serta telah berlakunya UU No. 27 tahun

(2)

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dengan adanya penetapan suatu kawasan konservasi laut, diharapkan terjadi peningkatan kualitas habitat (terumbu karang, lamun, dan hutan mangrove), peningkatan populasi, reproduksi dan biomassa sumberdaya ikan, peningkatan kapasitas lokal untuk mengelola sumberdaya ikan, peningkatan kohesif antara lingkungan dan masyarakat, serta peningkatan pendapatan masyarakat.

Namun pembentukan kawasan konservasi laut tersebut belum diiringi dengan pengelolaan yang efektif. Kenyataan yang banyak terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut tidaklah cukup hanya memperhatikan kelestarian lingkungan saja, namun seharusnya juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Potensi sumberdaya ikan sangat bergantung dengan kualitas produktivitas primer di lingkungan wilayah pesisir. Tingginya produktivitas primer (seperti: ekosistem lamun, mangrove dan terumbu karang) berbanding lurus dengan tingginya produktivitas sekunder (sumberdaya perikanan) (Supriharyono 2000). Taman Nasional Karimunjawa (TNK) memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang banyak, seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, dan lamun. Jasa lingkungan pesisir yang dapat dimanfaatkan, antara lain panorama alam pulau-pulau kecil, wisata bahari, dan pelabuhan perikanan pantai. Di samping memiliki kekayaan sumberdaya alam, TNK juga menyimpan sumberdaya perikanan, seperti jenis-jenis ikan pelagis (nonkarang), ikan-ikan karang, dan ikan-ikan hias. Tingkat ketergantungan masyarakat nelayannya terhadap sumberdaya perikanan di kawasan TNK sangat tinggi.

Sering terjadi konflik pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut (Merino et al. 2008), satu sisi mempunyai tujuan perlindungan bagi ekosistem sumberdaya perikanan dan proses ekologisnya, namun pada sisi lainnya memiliki tujuan eksploitasi sumberdaya perikanan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian tentang pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK yang tetap dapat mengakomodir kepentingan perlindungan sumberdaya perikanan dan lingkungannya, namun sekaligus juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengancam keberlangsungan dan

(3)

keberadaan sumberdaya perikanan di TNK. Oleh karena itu, agar sumberdaya perikanan di TNK dapat berperan optimal dan lestari, maka diperlukan upaya-upaya pengelolaan perlindungan sumberdaya perikanan dari berbagai ancaman yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas pemanfaatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Permasalahan yang menonjol dalam mengelola Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah perlindungan terhadap ekosistem sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan, bahwa masyarakat Karimunjawa telah menghuni kawasan kepulauan Karimunjawa sejak lama sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional, sedangkan sebagian besar penduduk Karimunjawa 5.658 jiwa (55%) dari 10.230 jiwa adalah bermatapencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan kebutuhan hidupnya pada sumberdaya perikanan (Pemkab Jepara 2001). Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Karimunjawa, terjadi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh upaya penangkapan berlebih yang tak terkendali (over-fishing) serta adanya pencemaran dari darat (Pemkab Jepara, 2001). Terjadi penurunan hasil tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida (BTNK 2005).

Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut dengan SK Menteri Kehutanan No.123/Kpts-II/1986, dengan luas 111.625 hektar. Kemudian ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1988 dengan terbitnya SK Menhut No. 161/Menhut-II/1988. Selanjutnya pada tahun 1997 menunjuk Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) sebagai pengelolanya dengan SK Menhut No. 185/Kpts-II/1997.

Tumpang tindih kepentingan dan peraturan yang berbeda antar stakeholder dapat mendorong kearah konflik antar stakeholder (Lunn dan Dearden 2006). Model rancangan kawasan konservasi laut untuk melindungi komponen penting suatu ekosistem telah banyak dilakukan, namun justru berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat lokal (Dalton 2004), karena belum adanya alternatif pendapatan lain bagi masyarakat (Dahuri 2003).

Dari data hasil operasi tahun 2002-2009 Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) telah melakukan penindakan terhadap kasus pelanggaran. Jenis-jenis pelanggaran yang terjadi antara lain:

• Penangkapan ikan menggunakan potassium/ sianida

(4)

• Pengambilan biota laut yang dilindungi

• Pengambilan bagian besi kapal yang tenggelam

• Menangkap, memelihara dan memperdagangkan satwa yang dilindungi

Akibatnya terjadi konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya perikanan, masih banyaknya praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merusak dan tidak ramah lingkungan dan akhirnya mengakibatkan kerusakan ekosistem di TNK. Permasalahan yang dijumpai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK : (1) Terjadinya over-fishing dalam penangkapan ikan di perairan TNK; (2) Batas zonasi yang tidak jelas, sehingga sulit melakukan pengawasan dan nelayan banyak melanggarnya; dan (3) Kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan di TNK.

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Bagaimanakah model pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan memperhatikan aspek biologi dan ekonominya, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan?

2. Mengapa sistem zonasi yang sedang berjalan di TNK berjalan kurang baik, sehingga nelayan melanggarnya?

3. Bagaimanakah persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK?

Tujuan Penelitian

Tujuan secara umum dalam penelitian ini adalah merumuskan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK).

Adapun tujuan secara khusus, dalam penelitian ini yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan umum tersebut diatas adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK secara optimal dan berkelanjutan.

2. Mengkaji kesesuaian perairan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) di TNK dengan berbasis ekosistem sumberdaya perikanan.

3. Menganalisis sistem persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan permodelan SEM (Structural Equation Modeling).

(5)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan, ditinjau secara teoritis dan praktis adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dalam konteks pengelolaan dengan pendekatan bioekonomi dan model persamaan berstruktur/ Structural Equation Model (SEM) serta pendekatan sistem zonasi yang berbasis ekosistem sumberdaya perikanan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholders dan memberikan rekomendasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK bagi penentu kebijakan.

Landasan Teori Penelitian

Penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di TNK seharusnya memperhatikan perubahan paradigma pembangunan berbasis pendekatan ekosistem, yang akan mempengaruhi pergeseran prioritas pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK, sehingga akan menemukan paradigma baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih seimbang, rasional dan optimal berbasis ekosistem.

Berdasarkan kajian penelitian yang dilakukan oleh Lackey (1998), ada tujuh prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis ekosistem, yaitu:

1. Harus dilakukan secara berkesinambungan dengan memperhatikan perubahan dan skala prioritas;

2. Harus memiliki batasan-batasan yang jelas;

3. Memelihara keberadaan ekosistem untuk mencapai manfaat sosial yang diinginkan; 4. Menjaga ekosistem dari aktivitas yang dapat merusak ekosistem dan melebihi daya

dukung ekosistem;

5. Harus menjaga keanekagaraman hayati; 6. Memperhatikan daya dukung ekosistem;

7. Harus didukung dengan informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan

Paradigma pembangunan di negara Indonesia telah mengalami pergeseran, yang tidak hanya disebabkan oleh pengaruh eksternal (era globalisasi), namun juga pengaruh internal, terutama krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan sosial politik. Beberapa bentuk pergeseran paradigma yang sangat mendasar adalah (Dahuri 2003):

(6)

1. Sentralisasi versus Desentralisasi

Paradigma sentralisasi telah menimbulkan banyaknya dampak negatif berupa program pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Disamping itu, juga munculnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah Indonesia mulai melakukan pergeseran paradigma pembangunan ke arah desentralisasi (Satria dan Matsuda 2004) melalui pemberian otonomi seluas-luasnya kepada setiap daerah untuk mengelola sumberdaya alam daerah masing-masing yang diatur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan dalam UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan dengan memperhatikan wewenang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

2. Orientasi daratan versus orientasi pesisir dan lautan

Orientasi pembangunan di Indonesia pada awalnya bertumpu di daratan dan kurang memperhatikan pembangunan di pesisir dan lautan, sehingga sumberdaya alam di pesisir dan lautan banyak terkuras dan terabaikan serta tidak dikelola dengan baik. Adanya perubahan orientasi pembangunan ke arah pesisir dan lautan diharapkan dapat mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan lebih lestari dan optimal untuk kesejahteraan msyarakat.

3. Orientasi pertumbuhan ekonomi versus pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Paradigma pembangunan di Indonesia sampai akhir tahun 1980-an masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, sehingga memberikan dampak hanya mementingkan peran industri dan padat modal. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan terabaikan. Pergeseran paradigma pembangunan ke arah pemerataan pendapatan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi semata, namun juga meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak hanya dimonopoli oleh pemegang modal saja, tetapi masyarakat lokal seharusnya juga ikut merasakan hasil pembangunan.

4. Pembangunan konvensional (eksploitasi sumberdaya alam) versus keberlanjutan dan kelestarian lingkungan

Paradigma konvensional dalam pemanfaatan sumberdaya alam kurang memperhatikan prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, hanya mengejar

(7)

keuntungan ekonomi, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam cenderung merusak lingkungan.

Berdasarkan analisis Djajadiningrat (2001), bahwa kegagalan pemerintah Indonesia dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan disebabkan kegagalan pasar, kegagalan kebijakan, dan kegagalan informasi dalam mewujudkan good governance (pemerintahan yang baik). Pemerintahan yang baik seharusnya memiliki paradigma terhadap lingkungan hidup didasari 6 persyaratan, yaitu: 1. Desentralisasi (pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah)

2. Memperkuat kontrol masyarakat (social control) melalui partisipasi masyarakat 3. Pendekatan yang terintegrasi

4. Menjaga keseimbangan antara ekonomi sosial dengan konservasi

5. Keadilan dan pemerataan pendapatan bagi kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaat sumberdaya alam

6. Pengembangan mekanisme pasar dan kebijakan fiskal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya

Konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di taman nasional laut dapat terjadi, karena adanya perbedaan pendapat dan pandangan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Perbedaan pandangan tersebut akan semakin meruncing, ketika pihak-pihak yang berkepentingan tidak saling mendukung dan tidak saling memahami. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, selain memperhatikan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya, juga perlu memperhatikan kepentingan masyarakat nelayan yang tinggal disekitar kawasan konservasi yang mata pencaharian mereka sangat tergantung dengan sumberdaya perikanan.

Permasalahan dan konflik kepentingan yang dihadapi stakeholders dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, seharusnya memperhatikan paradigma pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Charles (2001) menyimpulkan, bahwa kompleksitas perdebatan paradigma tersebut dipicu oleh adanya perbedaan pandangan dunia terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut. Masing-masing paradigma menekankan satu dari tiga pilar, yaitu konservasi, rasionalitas dan kesejahteraan masyarakat (Damanik et al. 2006):

1. Paradigma konservasi: menekankan pemeliharaan stok ikan dan pengelolaan hanya berbasis pada aspek bioekologi. Sedangkan nelayan hanya dipandang sebagai pihak yang menguras sumberdaya perikanan dan merusak lingkungan.

(8)

2. Paradigma rasionalitas: menekankan pencapaian efisiensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan memaksimalkan manfaat ekonomi dan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Apabila efisiensi ekonomi belum berhasil diraih, maka jumlah nelayan harus dikurangi (PHK), karena jumlah nelayan yang berlebihan dipandang sebagai penyebab biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan membengkak dan stok ikan berkurang.

3. Paradigma kesejahteraan masyarakat: memfokuskan kesejahteraan masyarakat, pemerataan distribusi dan manfaat sosial budaya sumberdaya perikanan serta berusaha melindungi nelayan kecil yang terpinggirkan dari kekuatan ekonomi yang sedang berkecamuk, sehingga masalah kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya terkadang diabaikan.

Kebaruan (Novelty)

Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) harus mampu mengakomodir konsep keberlanjutan yang dirinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi (2) keberlanjutan lingkungan dan (3) keberlanjutan sosial budaya. Penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK ini berusaha untuk mengupas pengelolaan dari tiga aspek pendekatan: (1) aspek ekologi dan ekonomi dengan pendekatan bioekonomi; (2) aspek keruangan dengan pendekatan sistem zonasi berbasis ekosistem; dan (3) aspek sosial dengan pendekatan persepsi nelayan.

Kebaruan disertasi ini adalah proses penyusunan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan memakai 3 pendekatan:

(1) pendekatan bioekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK;

(2) pendekatan ekosistem sumberdaya perikanan (mangrove, lamun dan terumbu karang) dalam penentuan zonasi pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK; dan (3) pendekatan pemodelan terhadap persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya

(9)

Ruang Lingkup Penelitian

Batasan studi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah:

1. Alat tangkap yang dianalisa adalah alat tangkap pancing, bubu dan jaring. Hasil kajian upaya optimal lestari, manfaat ekonomi optimal lestari dan produksi optimal lestari yang dikaitkan dengan peruntukan kawasan perlindungan, namun belum mempertimbangkan efek spill-over dan biaya sosial.

2. Penentuan zonasi dengan pendekatan ekosistem penting bagi sumberdaya perikanan di TNK adalah ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove yang dikaitkan dengan luasan fishing ground (kawasan penangkapan) dan hasil zonasi dari BTNK (2005).

3. Responden yang dipakai untuk analisis SEM adalah stakeholder dari pihak nelayan Karimunjawa yang tersebar di tiga Desa (Desa Karimunjawa, Desa Kemujan dan Desa Parang).

Kerangka Pendekatan Penelitian

Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sering muncul konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Definisi sistem yang kompleks menurut Charles (2001) adalah apabila sistem tersebut memiliki sejumlah unsur yang terkait satu sama lain secara dinamik maupun statis. Semakin banyak jumlah unsur dalam struktur sebuah sistem, maka semakin kompleks sistem tersebut (Kusumastanto 2006). Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai maksud, tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan tersebut. Perbedaan maksud, tujuan, sasaran dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya perikanan. Masyarakat nelayan biasanya cenderung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan yang tidak bertanggung jawab, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.

Banyak pihak dari pengambil keputusan menyadari bahwa telah terjadi penangkapan ikan secara illegal, kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun, namun belum banyak upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Kenyataannya ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam meningkatkan produktivitas sumberdaya perikanan justru dikesampingkan keberadaannya. Ikan-ikan yang bermigrasi dari ekosistem yang satu ke

(10)

ekosistem yang lain dalam masa-masa perkembangan dan pertumbuhan (Murdiyanto 2004). Beberapa fase juvenil (larva ikan) jenis ikan tertentu hidup pada ekosistem mangrove, sebelum bermigrasi ke ekosistem terumbu karang atau lamun pada fase dewasanya. Beberapa jenis ikan hidup yang sebelumnya menetap dan tumbuh di ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove, pada fase juvenile-nya terbawa arus dan melayang di perairan.

Kawasan konservasi laut secara umum dirancang untuk menjembatani berbagai tujuan ekonomi-sosial dan lingkungan, mencakup perlindungan berbagai spesies laut-baik yang tidak komersil maupun komersil, pendapatan ekowisata, perlindungan terhadap ekosistem dan proses ekologisnya yang kritis, serta kepentingan di bidang pendidikan dan peluang riset (Lunn dan Dearden 2006). Konflik antara kepentingan ekonomi dan konservasi sumberdaya perikanan dikhawatirkan akan terus meningkat jika sumberdaya ini tidak dikelola secara bijaksana, apalagi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan saat ini sedang memuncak. Dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan perlu diperhatikan daya dukung dan kemampuan asimilasi wilayah laut, pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Kesinambungan ketersediaan stok sumberdaya ini merupakan kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan.

Akar permasalahan konflik ini sering berasosiasi dengan faktor sosial, ekonomi, kelembagaan dan bio-fisik yang mempengaruhi kondisi lingkungan sumberdaya perikanan. Konflik tersebut, baik langsung maupun tidak langsung dapat melibatkan banyak pihak yang bertikai. Hal ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan sumberdaya perikanan yang sangat mengkhawatirkan, karena tidak ada upaya pengelolaan untuk melestarikannya.

Adanya perbedaan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi, di satu sisi ada pihak yang mengedepankan segi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, namun pada sisi lainnya lebih mengutamakan kelestarian lingkungan. Sampai saat ini, masih diperdebatkan oleh para pakar yang memiliki perbedaan pandangan, baik yang mendukung maupun yang tidak, mengenai manfaat ekonomi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbasis konservasi. Hal ini telah melahirkan suatu konsep baru dalam pengembangan sumberdaya perikanan yang tetap menekankan kelestarian lingkungan, namun di satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

(11)

Faktor-faktor keberlanjutan yang meliputi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi tersebut nantinya akan diuji di TNK dengan pendekatan bioekonomi, structural equation modeling (SEM) dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan. Kebutuhan akan suatu pendekatan yang transparan dan sistematis terhadap perencanaan berbasis sistem zonasi, maka peran Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat penting (Bruce dan Eliot 2006). SIG berfungsi untuk menyimpan, membuka kembali dan meneliti berbagai jenis data dan informasi dengan cepat (Kairo et al. 2002). Stelzenmuller et al. (2004) menggunakan data SIG dalam penelitiannya terhadap sumberdaya ikan Shad (Alosa fallax) di kawasan konservasi laut.

Penilaian sumberdaya perikanan di TNK dilakukan dengan pendekatan bioekonomi untuk mengetahui manfaat optimal dari aspek ekonomi sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian ekosistem sumberdaya perikanan. Tujuan yang sangat mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada, sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal, namun tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya. Untuk itu perlu adanya suatu pendekatan yang mengakomodir aspek bioekologi dan aspek ekonomi dengan model bioekonomi (Pezzey et al. 2000).

Setiap aktivitas pengelolaan sumberdaya perikanan, tentunya akan menghasilkan suatu dampak. Oleh karena itu, dengan mengkaji pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan pendekatan bioekonomi, SEM dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan, maka diharapkan dapat dirumuskan suatu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK. Secara diagramatis, kerangka pendekatan penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 1 berikut ini:

(12)

Gamabar 1. Kerangka Pendekatan Penelitian Penduduk yang mendiami Kepulauan Karimunjawa

KEPULAUAN

KARIMUNJAWA

Penetapan sebagai Taman Nasional Karimunjawa Kebutuhan Ekonomi dan Sosial Kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya Sistem Kelembagaan Kesadaran dan Partisipasi masyarakat yang kurang Eksploitasi Sumberdaya yang berlebihan melalaikan kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya Kerusakan Ekosistem dan Sumberdaya di TNK KONFLIK KEPENTINGAN POTENSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN ANALISIS PERSEPSI NELAYAN BERBASIS PEMODELAN SEM ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS BIOEKONOMI ANALISIS SISTEM ZONASI BERBASIS EKOSISTEM SUMBERDAYA

ANALISIS DISKRIPTIF EKSPLORATIF

KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TANAN NASIONAL KARIMUNJAWA

REKOMENDASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: perbedaan pengunaan metode psikotes yang diterapkan yaitu menggunakan sistem aplikasi mobile psychotest dan psikotes

2016 ALASAN KASASI ODITUR MILITER DAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMUTUS PERKARA DENGAN SENGAJA DAN TERBUKA MELANGGAR KESUSILAAN (Studi Putusan

PENGARUH PEMADATAN TANAH DIBAWAH STANDAR 95% MDD TERHADAP PERILAKU TANAH EKSPANSIF DI KAWASAN LIPPO CIKARANG, BEKASI, JAWA BARAT.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Prinsip tanggung jawab yang diterapkan pengangkut terhadap penumpang atau konsumen angkutan penyeberangan adalah prinsip tangung jawab berdasarkan kesalahan, dapat

Hewan jantan dari Mamalia dan Aves sudah dilengkapi dengan alat

Kesimpulan dari penelitian ini, penggunaan ekskreta walet dalam ransum sampai tingkat 16% tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritosit

Istilah Salafy dalam penelitian ini adalah gerakan dakwah Salafy di Indonesia yang mulai muncul dan berkembang pada tahun 1990-an yang mengusung paham “Islam murni”

Dari hasil peer assessment dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa 37,5% siswa yang mem- punyai rangking sama antara rangking diskusi kelompok dan berpikir aplikatif dan