• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. direncanakan oleh guru untuk siswa agar terjadinya proses. pembelajaran yang saling berinteraksi satu sama lain.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. direncanakan oleh guru untuk siswa agar terjadinya proses. pembelajaran yang saling berinteraksi satu sama lain."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang artinya merencanakan suatu proses pembelajaran yang direncanakan oleh guru untuk siswa agar terjadinya proses pembelajaran yang saling berinteraksi satu sama lain.

Trianto (2011:51) menyatakan bahwa “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial”. Dalam setiap pembelajaran pasti menggunakan model pembelajaran agar terjadinya proses pembelajaran antara guru dan peserta didik, sehingga terjadinya tahap-tahap kegiatan pembelajaran setelah itu adanya evaluasi atau hasil yang dimiliki siswa.

Hanafiah dan Suhana (2012:41) menyatakan bahwa “model pembelajaran adalah salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan prilaku peserta didik secara adatif maupun generatif”. Jadi dari pengertian di atas maka model pembelajaran itu perlu untuk terjadinya proses pembelajaran agar

Model pembelajaran semuanya sama namun, dilihat dari tingkat keberhasilan maupun tingkat ketidakberhasilannya dalam proses pembelajaran. Jadi model pembelajaran perlu adanya pertimbangan atau disesuaikan dari materi dan karakteristik siswa masing-masing.

(2)

Berbagai macam model-model pembelajaran yang ada yang dapat digunakan untuk kalangan pelajar.

Ada macam-macam model pembelajaran berdasarkan teori belajar, Rusman (2014: 136) menyatakan bahwa:

a) Model interaksi sosial

b) Model pemrosesan informasi c) Model personal

d) Model pembelajaran modefikasi tingkah laku (behavioral)

Berbagai macam model yang dapat digunakan oleh seorang guru namun, dalam pemilihan model pembelajaran harus sesuai untuk mencapainya tujuan pendidikan.

2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran

Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran maka perlu adanya pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran.

Dalam pemilihan model perlu adanya pertimbangan, Rusman (2014:133) menarik kesimpulan sebagai berikut:

a) Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai

b) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

c) Pertimbangan dari sudut peserta didik

d) Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis

Dalam pertimbangan-pertimbangan di atas maka adanya pemahaman mengenai model yang digunakan dalam proses pembelajaran serta dapat dilihat dari karakteristik peserta didiknya. Maka dari itu peneliti sudah mempertimbangkan model yang akan

(3)

digunakan dalam proses pembelajaran sejarah yaitu model penemuan konsep.

B. Model Penemuan Konsep

Susanto (2014:99) menyatakan bahwa “model penemuan konsep ini menuntut aktivitas kognitif yang tinggi. Aktivitas dalam model ini mengharuskan siswa untuk memahami sifat dari kasus atau peristiwa yang disajikan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa model penemuan konsep adalah proses pembelajaran yang mengkaji mengenai contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa (paling dominannya contoh positif bukan negatif).

Model penemuan konsep ini terarah dalam proses pembelajarannya karena diberikan materi-materi yang sudah ada setelah itu dikaitkan dengan contoh-contoh yang berkaitan dengan materi sehingga siswa akan mudah menganalisis materi tersebut. Joyce, dkk (2009:128) menyatakan bahwa:

Model penemuan konsep merupakan perangkat evaluasi unggul saat guru ingin mengetahui sejauh mana siswa mampu menguasai gagasan-gagasan penting yang mereka ajarkan. Model ini dengan cepat akan memberikan laporan tentang kedalaman pemahaman siswa sekaligus akan memperkuat pengetahuan mereka sebelumnya.

Model penemuan konsep ini rangkain konsep yang berkaitan dengan materi yang mampu membedakan, mengatur, menghubungkan sehingga siswa dapat terarah dengan model penemuan konsep tersebut.

1. Penerapan Model Penemuan Konsep

Penerapan model penemuan konsep ini perlu adanya keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalah. Contohnya saja penekanannya pada kognitif untuk memperoleh konsep-konsep atau contoh-contoh yang baru yang pada saat itu guru menekankan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya berupa contoh. Joyce, dkk (2009:136) menyatakan bahwa:

(4)

Jika penekanannya adalah proses induktif, guru mungkin dapat menyediakan sedikit tanda atau isyarat dan mengajak siswa untuk tekun dan berpartisipasi aktif. Materi yang kurang penting dari pada partisipasi aktif dalam proses induktif, bahkan mungkin untuk konsep yang sudah banyak diketahui pun. Jadi jika penekanannya pada analisis berfikir, guru sebaiknya menerapkan latihan penemuan konsep yang tidak terlalu lama sehingga siswa akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk analisis berfikir.

Model ini dapat diterapkan oleh siswa dari berbagai tingkatan kelas. Ketika model ini diterapkan materi yang digunakan berupa contoh-contoh yang harus tersedia serta perlunya pengubahan untuk mempermudah contoh-contoh tersebut. Misalnya saja seperti melalui benda-benda, gambar-gambar, cerita, kejadian manusia dan objek yang berada disekitar kita bisa digunakan sebagai contoh dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang dipergunakan dalam proses pembelajaran yang terdapat dalam model penemuan konsep untuk pelajaran sejarah, Susanto (2014:99) menyatakan bahwa:

a. Langkah ke-1: Guru menyajikan materi dan mengidentifikasi konsep, guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli (“ya” dan “tidak” atau “relevan” dan “tidak”). Sementara siswa untuk membandingkan sifat atau ciri sesuai label yang diberikan.

Aplikasi: guru menyajikan isi pokok materi contohnya saja mengenai perbedaan meghantropus dan pithecantropus serta memberikan label “ya” pada poin yang ada ciri-cirinya dan “tidak” pada poin yang tidak ada ciri-cirinya.

b. Langkah ke-2: pengujian pencapaian konsep, siswa diberi kasus atau peristiwa sejarah lainnya yang masih relevan dengan contoh dan selanjutnya diminta untuk memberikan label sendiri.

(5)

Aplikasi: dengan mengikuti pola pada contoh di atas, siswa diminta untuk melakukan hal yang sama pada pokok-pokok manusia purba di Indonesia.

c. Langkah ke-3: analisis strategi berfikir, siswa diminta untuk mendeskripsikan pemikirannya atas penilaian mereka lakukan dan mendiskusikannya secara klasikal dibawah bimbingan guru. Sasaran utama diskusi ini adalah siswa mampu mendeskripsikan dasar penilaiannya terhadap suatu peristiwa.

Dari langkah-langkah di atas maka model penemuan konsep ini diperkuat lagi oleh Joyce, dkk (2009:136) menyatakan bahwa:

a. Tahap pertama: melibatkan penyajian materi pada pembelajaran. Setiap unit data merupakan “contoh” atau “noncontoh” konsep yang terpisah. Unit-unit ini disajikan berpasangan. Data tersebut bisa berupa kejadian, manusia, objek, cerita, gambar, atau unit lain yang dapat dibedakan satu sama lain. Para pembelajar diberitahu bahwa seluruh contoh positif memiliki satu gagasan umum, tugas mereka adalah mengembangkan satu hipotesis tentang sifat dari konsep tersebut. Contoh-contoh yang disajikan dalan suatu intruksi yang telah diatur sebelumnya dan dilabeli dengan “ya” dan “tidak”. Para pembelajar diminta untuk membandingkan dan mermverifikasi sifat-sifat dari contoh-contoh yang berbeda. Pada akhirnya, para pelajar diminta untuk menamai konsep-konsep mereka dan menyampaikan aturan-aturan atau definisi-definisi konsep menurut sifat-sifatnya yang paling esensial.

b. Tahap kedua: siswa menguji penemuan konsep yang dihasilkan, pertama-tama dengan mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dari konsep itu dan kemudian dengan

(6)

membuat contoh-contoh mereka. Selain itu, guru dan siswa dapat membenarkan atau tidak hipotesis mereka, merevisi pilihan konsep atau sifat-sifat yang mereka tentukan sebagaimana mestinya. c. Tahap ketiga: siswa mulai menganalisis strategi-strategi dengan

segala hal yang mereka gunakan untuk mencapai konsep.

Dari langkah-langkah di atas maka dapat dipergunakan untuk proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa mengenai fakta-fakta atau konsep sejarah yang dianalisis serta dapat mengukur kemampuan menganalisis materi sejarah siswa.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Penemuan Konsep

a. Kelebihan Model Penemuan Konsep, Joyce, dkk (2009:142) menyatakan bahwa:

a) Dapat menyempurnakan tujuan-tujuan instruksional, bergantung pada tekanan pelajaran tertentu

b) Dapat mengajarkan konsep-konsep yang spesifik dan sifat-sifat dari konsep-konsep itu

c) Strategi ini juga menyediakan praktik dalam logika induktif dan kesempatan-kesempatan untuk mengubah dan mengembangkan strategi-strategi membangun konsep yang dimiliki siswa

d) Pada akhirnya, khusus pada konsep-konsep yang abstrak, yang berusaha mendidik kesadaran pada perspektif-perspektif alternatif, kepekaan pada nalar logis dalam komunikasi dan tolerasi pada ambiguitas

b. Kekurangan Model Penemuan Konsep, Joyce, dkk (2009:142) menyatakan bahwa kekurangan model ini perlu adanya analisis yang mendalam dalam proses berfikir. Bila dalam analisisnya kurang maka

(7)

akan sulit untuk memecahkan suatu berupa contoh-contoh yang diberikan oleh guru.

Dari berbagai model pembelajaran yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing karena memiliki karakteristik dan cara yang berbeda-beda yang memiliki pengaruh tidaknya pada siswa dalam pembelajaran, berhasil tidaknya dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa tersebut.

C. Kemampuan MenganalisisMateri Sejarah

Kemampuan menganalisis adalah kemampuan untuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru agar mudah dipahami oleh peserta didik. Sudjana (2012:27) menyatakan bahwa “analisis adalah usaha memilah integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya”. Kata analisis ini sangat familiar dikalangan pelajar terutama dimenengah atas karena dalam pembelajaran perlu adanya analisis siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan oleh guru.

Kuswana (2012:115) menyatakan bahwa “menganalisis adalah memecah materi menjadi bagian pokok dan menggambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan”. Secara spesifiknya kata menganalisis ini sebagai perluasan dari memahami.

Menganalisis ranah kognitif yang tinggi dari C4 yang sangat penting untuk semua mata pelajaran agar siswa mampu memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, dari memecahkan masalah itu siswa dapat membedakan, menghubungkan, berpendapat dan menyimpulkan materi-materi pembelajaran sejarah. Anderson dan Krathwohl (2010:120) menyatakan bahwa:

(8)

Kategori proses menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan (menetukan potonga-potongan informasi yang relevan atau penting), mengorganisasi (menentukan cara-cara untuk menata potonganpotongan informasi tersebut), dan mengatribusikan (menentukan tujuan dibalik informasi).

Kategori-kategori yang ada dalam proses menganalisis ini sebagai melaksanakan tugas-tugas kognitif yang diberikan oleh guru namun dari ketiga kategori tersebut belum tentu siswa mampu menganalisis karena perlu adanya kata memahami terlebih dahulu dari menganalisis materi yang telah diberikan. Siswa dituntut untuk dapat menguraikan, merumuskan dan mengidentifikasi materi-materi yang komlpeks ke dalam bagian-bagian yang paling mudah dipahami oleh siswa. Anderson dan Krathwohl (2010:120) menyatakan bahwa mengembangkan kemampuan menganalisis siswa yaitu:

1. Membedakan fakta dari opini (realitas dari khayalan)

2. Menghubungkan kesimpulan dengan pernyataan-pernyataan pendukungnya

3. Membedakan materi yang relevan dari yang tidak relevan 4. Menghubungkan ide-ide

5. Menangkap asumsi-asumsi yang tak dikatakan dalam perkataan

6. Membedakan ide-ide pokok dari ide-ide turunannya atau menentukan tema-tema puisi atau musik

7. Menemukan bukti pendukung tujuan-tujuan pengarang

Mengembangkan kemampuan menganalisis siswa perlu adanya peningkatan-peningkatan yang disebutkan di atas sehingga siswa mempunyai pemahaman yang signifikan dan dapat memilahkan materi-materi yang umum menjadi terpadu. Jadi, pengembangan kemampuan menganalisis siswa ini harus berawal dari memahami maksud dan makna materi-materi yang dapat diperinci kembali agar dapat memudahkan kita menganalisisnya terutama pada peristiwa-peristiwa sejarah.

(9)

Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menganalisis materi sejarah adalah kemampuan memecahkan masalah-masalah yang ada berawal dari umum terlebih dahulu menjadi kekhusus sehingga siswa pun mampu memahami sejarah ataupun fenomena-fenomena yang terjadi. Dari menganaisis sejarah ini yang paling penting memetakan fenomena atau kejadian yang lebih kompleks menjadi lebih mudah dan sederhana.

Pentingnya kemampuan menganalisis materi sejarah ini bagi siswa untuk membedakan dan mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang terjadi agar lebih menghargai peristiwa yang ada dan tidak meremehkan satu sama lain. Maka dari itu kemampuan menganalisis ini sangat diperlukan bagi siswa dikalangan tingkat atas seperti SMA maupun perguruan tinggi agar siswa paham mengenai peristiwa-peristiwa yang ada maupun mengambil nilai-nilai positif yang terkandung dalam peristiwa tersebut serta dapat diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Ternyata kemampuan menganalisis materi sejarah perlu ditingkatkan untuk kalangan pelajar agar peserta didik mampu menjelaskan, membedakan, berpendapat maupun menyimpulkan mata pelajaran sejarah yang diberikan. Tidak hanya pada ranah pengetahuan saja namun menganalisis pun perlu untuk semua pelajaran tidak hanya pelajaran sejarah.

Pada penelitian ini, peneliti memilih beberapa indikator seperti menganalisis materi sejarah mengenai peristiwa-peristiwa, kejadian, cerita yang akan dideskripsikan dan dihayati melalui konsep-konsep yang dimiliki setiap individu. Indikator tersebut kemudian dikembangkan oleh peneliti untuk mengukur kemampuan menganalisis siswa dalam pembelajaran sejarah. Indikator ini sesuai dengan materi sejarah yaitu manusia purba di Indonesia dan dunia yang akan digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

(10)

Tabel.2 Indikator kemampuan menganalisis materi sejara

D. Kajian Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian ini peneliti telah melaksanakan penelusuran dan kajian sebagai sumber atau referensi yang memiliki kesamaan topik atau relevansi materi pokok permasalahan ini. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh:

1. Galih Paisal tentang penerapan metode pembelajaran concept attainment untuk meningkatan keterampilan berpikir kesejarahan siswa dalam pembelajaran sejarah”, (penelitian tindakan kelas di kelas X IPS SMA Puragabaya Bandung) dilatar belakangi oleh rendahnya prestasi siswa dalam pembelajaran sejarah dan kurangnya kesadaran siswa kelas X IPS dalam berpikir kesejarahan dalam pembelajaran sejarah, hasil tersebut

Aspek Indikator

Kemampuan menganalisis materi

sejarah

1. Kemampuan menjelaskan manusia purba di Indonesia dan dunia

2. Kemampuan membedakan manusia purba di Indonesia dan dunia

3. Kemampuan mengidentifikasi keberadaan manusia purba di Indonesia dan dunia

4. Kemampuan menghubungkan jenis dan ciri-ciri manusia purba di Indonesia dan dunia

(11)

didasarkan pada setiap hasil belajar siswa yang berada di bawah SKBM yang ditentukan. Sehingga hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran berpikir kesejarahan mengenai konsep yang dipelajari. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran concept attainment untuk meningkatkan keterampilan berpikir kesejarah siswa cukup efektif dan efisien. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar dan kualitas proses pembelajaran pada setiap siklusnya.

2. Intan Wulandari tentang pengaruh penerapan model

concept attainment terhadap kemampuan berpikir analitis siswa dalam mata pelajaran sejarah di Kelas XI IPS SMA Negeri 9 Bandung tahun pelajaran 2014/2015, Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

yang signifikan antara peringkat skor

post-test

kemampuan berpikir analitis siswa di kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Perbedaan ini dapat kita lihat dari rata-rata

post-test

kelas

eksperimen dan kelas kontrol yang berbeda secara signifikan.

Rata-rata

post-test

kelas eksperimen menunjukkan 71.88.

Sedangkan rata-rata

post-test

kelas kontrol menunjukkan 65.76.

Hasil

penelitian

menunjukkan

kelas

eksperimen

yang

menggunakan model

concept attainment

berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir analitis siswa yang dapat terlihat dari

perbedaan rerata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

yang menggunakan model pembelajaran terlangsung.

3. Eni Sukaeni tentang penggunaan model penemuan konsep dalam pembelajaran menulis karangan ilmiah dengan fokus kalimat efektif :Studi Eksperimen di Kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012

(12)

S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model penemuan konsep dalam pembelajaran menulis karangan ilmiah dengan fokus kalimat efektif pada kompetensi menulis karangan ilmiah secara komprehensif, atau pada keterampilan berbahasa lainnya terjadinya perubahan positif dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

E. Kerangka Berpikir dan Paradigma 1. Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir adalah gambaran yang dibuat oleh peneliti untuk penelitiannya agar sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan. Nasehudin dan Gozali (2012:101) menyatakan bahwa:

Kerangka berpikir adalah gambaran pemikiran peneliti atas masalah yang akan diteliti atau merupakan ulasan terhadap teori-teori yang telah dikemukakannya dalan tinjauan pustaka, kerangka teori ataupun tinjauan teoritis.

Kerangka berpikir ini sangat penting untuk jalannya atau proses peneliti agar bisa bertahap-tahap karena dengan adanya kerangka berpikir peneliti mampu menentukan jalanya apa yang harus dilakukan agar terarah dengan apa yang sudah disesuaikan oleh peneliti tersebut.

Kerangka berpikir peneliti yang pertama dilakukan adalah membuat perangkat pembelajaran dan soal. Sebelumnya pengujian terhadap soal yang dibuat peneliti agar tahu valid tidaknya soal tersebut yang akan diuji cobakan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setelah itu terjadinya proses pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model penemuan konsep sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran ceramah materi yang digunakan sama yaitu materi manusia purba di Indonesia dan dunia. Setelah materi selesai dalam beberapa

(13)

pertemuan peneliti mengadakan tes tertulis (pilihan ganda) 40 soal dengan option (a,b,c,d,e). Dengan tes tersebut peneliti dapat mengukur kemampuan menganalisis materi sejarah siswa seberapa jauh tingkat keberhasilannya dalam memahami materi sejarah.

Uma sekaran (dalam Sugiyono 2014: 91) menyatakan bahwa “kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kerangka berpikir adalah menjelaskan dan menafsirkan pemikiran yang berhubungan dengan variabel-variabel satu dengan yang lainnya untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti. Kerangka berpikir sebagai konsep dasar yang digunakan pada variabel-variabel seperti variabel X yaitu model penemuan konsep sedangkan variabel Y yaitu kemampuan menganalisis materi sejarah. Kerangka berpikir dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model penemuan konsep dapat dilaksanakan dengan baik apabila kemampuan menganalisis siswa mengenai pelajaran sejarah hasilnya bisa maksimal.

Gambar 2. Kerangka berpikir

Paradigma

2. Paradigma

Paradigma yaitu kaitan antara variabel X (model penemuan konsep) dan Y (kemampuan menganalisis materi sejarah) yang berkaitan satu

Model Penemuan Konsep (X) Proses Pembelajaran Kemampuan Menganalisis Materi Sejarah (Y)

(14)

sama lain untuk terjadinya proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti untuk mengkaji ada tidaknya pengaruh variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan kaitan antar variabel penelitian maka dapat ditunjukkan dalam bentuk hubungan variabel satu dengan yang lainnya maka paradigma dalam penelitian ini dapat penulis gambarkan sebagai berikut.

Gambar 3. Paradigma

F. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang perlu diuji kebenarannya. Martono (2011:63) menyatakan bahwa “hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya masih harus diuji atau rangkuman kesimpulan teoritis yang diperoleh dari tinjauan pustaka”.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah langkah awal yang dilakukan untuk memberi gambaran terhadap keadaan yang diamati dan berusaha untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi dengan menggunakan berbagai alternatif. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tujuannya Meningkatkan Kemampuan Menganalisis Materi Sejarah

Model Penemuan Konsep

Proses Pembelajaran

Evaluasi

(15)

H0 : Tidak adanya pengaruh penggunaan model penemuan konsep

terhadap kemampuan menganalisis materi sejarah siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Seputih Banyak tahun pelajaran 2016/2017.

H1 : Adanya pengaruh penggunaan model penemuan konsep terhadap

kemampuan menganalisis materi sejarah siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Seputih Banyak tahun pelajaran 2016/2017.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh kompetensi (pengetahuan dan ketrampilan) serta iklim organisasi

Karena nilai tersebut diperoleh dari tabel distribusi normal untuk pengujian satu sisi, sementara belum dapat diduga kelompok sampel mana yang memberikan skor yang lebih

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap I adalah penentuan parameter kritis orange emulsion flavor, tahap II adalah analisis umur simpan dengan parameter

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Anda mungkin memiliki keterampilan atau keahlian untuk melaksanakan tugas- tugas yang dituntut oleh pekerjaan yang ditawarkan, tetapi pimpinan perusahaan juga ingin mengetahui

Kenaikan yang berasal dari revaluasi aset tetap diakui pada penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi aset tetap, kecuali

Untuk sepeda motor akumulasi puncak terjadi pada hari Minggu dengan jumlah sepeda motor sebanyak 185 kendaraan dengan luas 277.5 m 2 jadi luas lahan parkir yang disediakan

Eysenck (dalam Hall dkk,.. 1985) mengemukakan ciri utama kepribadian ekstrovert adalah sebagai berikut: sifat yang keras hati, menuruti dorongan hati ketika