MAKALAH PANGAN FUNGSIONAL
“ Timus Ubi Jalar sebagai Pangan Tradisonal Sebagai Basis
Pengembangan Pangan Fungsional”
Disusun oleh :
Euodia Angger
Setyaningrum
H0914032
Kelas B
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Bab I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pangan saat ini merupakan salah satu hal yang sangat penting
bagi kebutuhan manusia, pangan juga berdampak pada suatu
masalah global. Tantangan global untuk saat ini adalah bagaimana
menciptakan suatu pangan yang tidak hanya sebagai fungsi gizi
tetapi juga memberi dampak positif pada fungsi metabolisme
manusia. Sehingga munculah konsep pangan fungsional. Konsep
pangan fungsional ini pertama kali diperkenalkan di Jepang sekitar
tahun 1984 yang dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya populasi
orang yang berpotensi terkena penyakit kronis sehingga
dikembangkanlah pangan yang juga memiliki fungsi untuk
meningkatkan kesehatan dan memperlancar metabolisme tubuh.
Tanpa disadari bangsa Indonesia sendiri sudah menciptakan
pangan fungsional. Hal ini terbukti dari banyaknya pangan tradisional
yang setelah diteliti ternyata juga merupakan pangan fungsional.
Salah satu dari pangan tradisional yang juga merupakan pang
an fungsional adalah Timus. Pangan tradisional yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah ini merupakan makanan yang terbuat dari ubi jalar memiliki beberapa khasiat dan cocok dinikmati saat bersantai. Selain sebagai fungsi gizi tetapi juga sebagai fungsi positif untuk menambah asupan serat dan metabolisme bagi kesehatan tubuh.Timus dapat berasal dari ubi jalar putih, kuning, maupun ungu. Ubi jalar sendiri memiliki kandungan antioksidan. Manfaat antioksidan yaitu mencegah penyakit jantung. Untuk itu perlu pemahaman lebih lanjut mengenai seluk beluk Timus tersebut mengenai kandungan gizi dan cara memasaknya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah munculnya Timus?
2. Apa sajakah komposisi penyusun dan komposisi gizi dari Timus?
3. Bagaimana cara pembuatan Timus?
3. Tujuan Penulisan
Adapun penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya Timus
2. Untuk mengetahui komposisi penyusun dan komposisi gizi dari
Timus
3. Untuk mengetahui cara pembuatan Timus
4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk penulis, makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen sekaligus penambah ilmu tentang mata kuliah yang
bersangkutan
2. Untuk dosen, makalah ini untuk pengambilan nilai dari
mahasiswa
3. Untuk pihak lain, makalah ini sebagai bahan informasi dan
pertimbangan untuk karya tulis lebih lanjut
5. Metode Penelitian
1. Dari studi pustaka
2. Survei lapang.
Bab II
PEMBAHASAN
Indonesia mempunyai kekayaan suku dan bangsa dari Sabang
sampai Merauke setiap daerah dan suku pasti memiliki kekayaan kuliner
yang ikut mewarnai keberagaman Indonesia. Kekayaan kuliner tradisional
ini tidak lepas dari nenek moyang bangsa Indonesia yang telah
mewariskan resep kuliner turun temurun dari generasi ke generasi. Dan
pada masing – masing daerah kulinernya memiliki cita rasa yang khas.
Selain cita rasa yang khas ternyata terdapat manfaat tersembunyi dari
masing – masing kuliner khas misalnya seperti menambah asupan serat,
meningkatkan daya tahan, dan sebagainya yang berkaitan dengan
perbaikan fungsi metabolisme tubuh atau dengan kata lain kuliner
tradisional tersebut dapat dikatakan sebagai pangan fungsional. Salah
satunya yaitu makanan yang mengandung fungsi fungsional yaitu timus.
Timus adalah makanan tradisional yang berasal dari Jawa Tengah
yaitu dari Banyumas, tetapi ada beberapa refenrensi yang mengatakan
dari Daerah Istimewa Yogjakarta. Timus merupakan makanan yang
berasal dari ubi jalar, ubi ungu, dan jenis ubi lainnya, tetapi yang sering
digunakan adalah ubi jalar. Tidak ada sejarah khusus mengenai
munculnya makan timus ini. Pembuatan timus yang ada saat ini masih
menggunakan cara manual yaitu dengan cara menumbuk ubi dengan
menggunakan lumpang dan alu hingga ubi jalar menjadi halus. Kemudian
dicampuri dengan tepung, gula, garam dan vanili. Setelah itu dilakukan
proses pengadukan manual pula dengan membolak-balik adonan sampai
bumbu yang dicampurkan merata keseluruh adonan. Setelah itu adonan
dibentuk sesuai keinginan produsen, biasanya bentuknya adalah bulat
dan lonjong.
Komposisi
Timus memiliki komposisi bahan yaitu ubi jalar, tepug pati, telur, gula
pasir, garam dan vanili. Ada berbagai resep makanan timus ini salah
satunya yaitu, untuk tiap 500 gram ubi jalar perlu ditambahkan 60 gram
tepung pati, 100 gram gula pasir, 1 butir telur, lalu garam dan vanili
secukupnya. Berikut akan diuraikan kandungan gizi dari setiap bahan
penyusun timus.
Ubi Jalar
Ubijalar sebagai bahan pangan, memiliki mutu yang baik ditinjau dari kandungan gizinya, terutama karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kandungan vitamin A pada ubi jalar dalam bentuk provitamin A mencapai 9.000 SI/100 g, terutama ubijalar yang daging umbinya berwarna orange atau jingga. Vitamin B1, B6, niasin dan vitamin C, cukup memadai jumlahnya pada ubijalar. Kandung kalium, fosfor, kalsium, natrium, dan magnesium pada ubijalar juga tinggi (Bradbury dan Halloway 1988). Namun kadar protein dan lemak ubijalar rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi. Perhatian masyarakat terhadap ubijalar meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai pangan fungsional yang memberi dampak positif terhadap kesehatan. Pangan fungsional adalah makanan yang memberi manfaat bagi kesehatan, selain
fungsinya sebagai zat gizi dasar. Pada ubijalar, pangan fungsional diperoleh dari betakaroten dan antosianin, senyawa fenol, serat pangan, dan nilai indeks glikemiknya (Glycemic Index). Pada ubijalar ungu, kandungan antosianin dan senyawa fenol cukup tinggi dan dapat berfungsi sebagai antioksidan (Ginting dkk, 2011).
Antosianin merupakan kelompok pigmen yang dapat larut di dalam air dan berperan memberi warna ungu, merah atau biru pada buah-buahan dan sayuran. Bagian utama antosianin adalah rangka karbon dengan gugus hidrogen, hidroksil, dan metoksil yang ditemukan dalam enam posisi berbeda. Seluruh senyawa antosianin merupakan turunan dari kation flavium dan pada setiap inti flavium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti yang berbeda untuk masing-masing jenis antosianin. Pigmen antosianin terdiri dari aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi oleh satu atau lebih gula. Identitas, nomor, jumlah, dan posisi. Di antara delapan penyusun antosianin yang terbanyak pada ubi jalar ungu adalah monoasil dari asam kafeat, sedangkan yang lainnya berupa diasil dari asam kafeat dan phidroksibenzoat atau asam kafeat dan asam ferulat. Gugus kafeat
menentukan kemampuan antosianin dalam menangkap radikal bebas (Suda et al, 2003).
Antosianin memiliki kemampuan yang tinggi sebagai antioksidan karena kemampuannya menangkap radikal bebas dan menghambat peroksidasi lemak, penyebab utama kerusakan pada sel yang berasosiasi dengan terjadinya penuaan dan penyakit degeneratif. Kemampuan antioksidan ubijalar ungu (4,6- 6,4 μmol setara Trolox/g bb) lebih tinggi dibanding ubijalar putih, kuning atau orange, seperti yang diamati pada varietas Ayamurasaki (Furuta et al. 1998), dan juga lebih tinggi dibanding biji kedelai hitam (0,62-0,76 μmol setara Trolox/ g bb), beras hitam (3,0-4,3 μmol setara Trolox/g bb), dan terong ungu (3,3-4,4 μmol setara Trolox/g bb) (Suda et al. 2003). Antosianin juga dilaporkan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik dan dapat mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi, dan antihiperglikemik.
Tiga jenis senyawa fenol yang umum adalah flavonoid, asam fenolat, polifenol (tanin) dan biasanya dianalisis sebagai total fenol. Bentuk ester fenol yang menyusun sebagian besar umbi ubijalar adalah asam klorogenat dan asam isokloregenat. Secara struktural, asam klorogenat adalah ester asam kafeat yang memiliki unit 3-hidroksil dengan rumus C16H18O9. Tingginya kandungan antosianin dan senyawa fenol pada ubijalar ungu berasosiasi dengan aktivitas antioksidannya yang tinggi. Asam klorogenat sebagai penyusun utama senyawa fenol pada ubijalar yang termasuk golongan asam sinamat, juga memiliki kemampuan antioksidan lebih tinggi daripada golongan asam benzoat. Kemampuan antioksidan ubijalar ungu erat kaitannya dengan keberadaan senyawa fenol, termasuk antosianin dan asam fenolat (Ginting dkk, 2011).
Serat pangan (dietary fiber) merupakan polisakarida yang tidak dapat dicerna/ dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia dan sampai ke dalam usus besar dalam keadaan utuh. Senyawa pektin, hemiselulosa, dan selulosa merupakan serat pangan yang terdapat pada ubijalar dan berperan dalam menentukan nilai gizinya. Kadar
serat pangan cukup tinggi, yakni 2,3-3,9 g/100 g bb pada ubijalar ungu dan 2,3-3,3 g/100 g bb pada ubijalar kuning/putih. Asupan serat pangan dianjurkan 25 g/hari. Konsumsi 100 g ubijalar memenuhi 8% angka kecukupan asupan tersebut. Serat pangan larut air seperti pektin mudah terfermentasi oleh bakteri usus yang menguntungkan, seperti Bifidobacteria sp menghasilkan asam lemak rantai pendek yang dapat meningkatkan keasaman usus, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri merugikan seperti E. coli dan S. faecalis. Jenis serat ini juga berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan lemak melalui pengikatan kelebihan lemak, gula dan kolesterol pada darah. Jenis serat yang tidak larut air seperti sellulosa dan hemisellulosa mempunyai kemampuan mengikat air dan memperbesar volume fases serta mengurangi waktu transitnya di dalam kolon, sehingga mencegah terjadinya sembelit (Silalahi, 2006). Tepung Tapioka Tepung tapioka biasa juga disebut dengan tepung kanji. Dibuat dari saripati ketela pohon (singkong). Biasanya dipakai untuk membuat
panganan tradisional seperti kue, selain itu juga sering digunakan untuk pengental makanan. Warnanya bening, kental dan bersifat agak lengket bila dipanaskan.Tapioka mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki jenis tepung lainnya.Tepung ini tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Karena mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Tapioka sering diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin yang sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan buah, pengolahan eskrim, minuman, dan industri peragian. Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan baku pewarna putih alami pada industri pangan dan industri tekstil (Basuki, 2007).
Telur
Telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung
didalamnya juga tinggi. Secara umum telur ayam & telur itik merupakan telur yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung gizi yang melimpah,telur sangat bagus dikonsumsi oleh anak – anak dalam masa pertumbuhan. Menurut Silalahi (2006), fungsi telur secara umum adalah untuk kesehatan & kebutuhan gizi hari – hari. Fungsi – fungsi tersebut adalah:
1. Telur merupakan sumber gizi yang sangat baik. Satu butir telur mengandung sekitar 6 gram protein, sejumlah vitamin (A, B, D, K),kolin, selenium, yodium, fosfor, besi, & seng.
2. Kolin pada telur diperlukan untuk kesehatan membran sel di seluruh tubuh dan membantu tubuh menjaga kadar homocysteine di tingkat normal (Homocysteine adalah asam amino yang berkaitan dengan resiko penyakit jantung)
3. Baik untuk fungsi mental & memori.
4. Selenium sebagai mineral untuk mempetahankan kekebalan tubuh &merupakan antioksidan kuat.
5. Memiliki vitamin B (folat & fiboflavin) yang penting bagi tubuh untuk mengubah makanan jadi energi & penting untuk mencegah cacat lahir.
6. Memiliki vitamin A untuk pengelihatan,, pertumbuhan sel, & kulit yang sehat.
7. Memiliki vitamin E sebagai antioksidan yang bekerjasama dengan vitamin C & selenium untuk mencegah kerusakan tubuh dari radikal bebas.
8. Telur dapat mengentalkan darah yang bertujuan untuk menurunkan resiko serangan jantung & stroke.
Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum,gula dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Monosakarida
dari satu molekul gula. Yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa.
b. Disakarida
Berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula. Yang termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa)
Penjelasan di atas adalah gambaran gula secara umum, namun yang akan dibahas dan digunakan dalam penelitian ini adalah produk gula. Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat.
Gula biasa digunakan sebagai pemanis di makanan maupun minuman, dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer dan pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri mengandung sukrosa yang merupakan anggota dari disakarida. Menurut American Heart Foundation, perempuan sebaiknya tidak mengkonsumi lebih dari 100 kalori tambahan dari gula perhari dan laki – laki 150 kalori per harinya. Artinya, untuk perempuan tidak lebih dari 25 gr per hari, dan 37,5 gr untuk laki – laki. Jumlah itu sudah mencakup gula di minuman, makanan, kudapan, permen, dan semua yang dikonsumsi pada hari itu. Mengkonsumsi gula harus dilakukan dengan seimbang, dalam hal ini seimbang dimaksudkan bahwa kita harus mengatur karbohidrat yang masuk harus sama dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Energi yang dikeluarkan oleh manusia tidak sama satu dengan lainnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti jenis kelamin, berat badan, usia, dan aktivitas yang dilakukan.
Gula Pasir adalah jenis gula yang paling mudah dijumpai, digunakan sehari-hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir juga merupakan jenis gula yang digunakan dalam pembuatan
timus ini. Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan (raw sugar) Cara Pembuatan
Untuk tahapan cara pembuatan kue timus ubi jalar seperti yang dikutip dari website www.budaya-indonesia.org sebagai berikut:
Bahan:
- 500 gram ubi jalar
- 60 gram tepung pati
- 100 gram gula pasir
- 1 butir telur
- Garam dan Vanili secukupnya
Cara membuat
1.Cucilah ubi jalar kemudian kukus hingga matang dan empuk
2.Jika sudah kupas kulit ubi jalar yang telah dikukus tersebut, kemudian
haluskan
3.Campurkan semua bahan kemudian uleni hingga benar-benar
merata.
4.Bentuk adonan lonjong-lonjong atau bulat-bulat, kemudian gorenglah
hingga matang
5.Jika sudah angkat dan tiriskan, sajikan ketika sudah hangat atau jika
sudah dingin juga tetap enak.
Alasan Memilih
Alasan memilih kue timus ubi sebagai bahan kajian pangan
fungsional karena melihat dari segi manfaat. Timus ubi yang terbuat dari
ubi jalar putih, ubi ungu, ataupun ubi kuning memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan tubuh. Ubi jalar memiliki kandungan
Vitamin B1, B6, niasin dan vitamin C, dan berbagai mineral untuk mencukupi kebutuhan gizi bagi metabolisme tubuh. Selain itu dalam ubi jalar juga mengandungbetakaroten dan antosianin, senyawa fenol, dan serat pangan. Betakaroten dpat dijumpai pada ubi kuning, dan antosianin pada ubi ungu keduanya merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan menghambat kerusakan sel sehingga mengurangi penuaan dan penyakit degeneratif. Serat pangan yang tinggi pada ubi jalar dapat mencegah sebelit dan penyakit pencernaan. Selain itu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan timus juga memiliki gizi dan manfaat, seperti tepung tapioka yang mengandung linamarin yang dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Telur sebagai sumber protein dan sumber vitamin A, vitamin B, dan Vitamin E untuk sistem kekebalan tubuh. Gula sebagai sumber glukosa yang dapat digunakan sebagi sumber energi untuk tubuh. Selain melihat dari segi kandungan gizi dan manfaat, bahan utama berupa ubi merupakan komoditi lokal di Indonesia. Dengan meningkatkan komoditi lokal dapat mengurangi ekspor bahan pangan dan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Hal itu juga dapat melestarikan budaya Indonesia melalui makanan tradisional sehingga banyak orang yang mengetahui makanan tradisional dari Jawa Tengah atau Yogjakarta ini yaitu timus. Keterkaitan dengan Mata Kuliah
Keterkaitan produk makanan tradisional timus dengan mata kuliah pangan fungsional adalah dari bahan dasar timus ini yang berupa ubi yaitu ubi putih, ubi kuning dan ubi ungu yang memiliki banyak nilai gizi tambahan yang dapat diperoleh apabila kita menkonsumsinya. Pangan fungsional itu sendiri merupakan makanan yang memberi manfaat bagi kesehatan, selain fungsinya sebagai zat gizi dasar. Disini timus ubi yang mengandung antioksidan, senyawa fenol, kandungan serat tinggi, protein, dan berbagai vitamin seperti B, A, dan E serta kandungan mineral lainnya dapat berguna untuk meningkatkan metabolisme tubuh dan meningkatkan kesehatan, selain fungsinya sebaga sumber karbohidrat. Jadi pemilihan produk kue timus ubi jalar berkaitan dengan mata kuliah pangan fungsional.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Timus merupakan salah satu pangan fungsional dan juga merupakan
makanan khas Jawa Tengah dan Yogjakarta. Dari komposisi
penyusunnya diketahui bahwa timus mempunyai khasiat yang baik bagi
tubuh seperti penangkal radikal bebas, antikanker, pencegah sembelit,
dan lain sebagainya. Selain itu timus merupakan salah satu makanan
tradisional dengan bahan lokal, sehingga dapat dikembangkan untuk
meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.
2. Saran
Perlu diadakan kajian lebih lanjut mengenai komposisi dari komponen
timus serta manfaatnya untuk manusia. Juga perlunya inovasi dan
diversitas produk agar para konsumen tertarik mengkonsumsi timus ubi
jalar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
1. 2014. Perpustakaan Budaya Indonesia- Resep Kue Timus Ubi
Jalar.
http://budaya-indonesia.org/Kue-Timus-Ubi-Jalar/. Diakses
tanggal 27 Maret 2016.
Anonim
2. 2014. Mahasiswa UNY Ciptakan Alat Pembuat Timus.
http://www.uny.ac.id/berita/mahasiswa-uny-ciptakan-alat-pembuat-timus.html. Diakses tanggal 27 Maret 2016.
Basuki, Enny Karti, Ratna Yulistiani, dan Roni Hidayat. 2007. Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan penambahan Gliserol Monostearat pada Pembuatan Roti Tawar. Pengajar Prodi Teknologi Pangan FTI-UPN.
Bradbury, J.H. and W.D. Holloway. 1988. Chemical Composition of Root Crops : Significance for Nutrition and Agriculture in The Pacific. ACIAR Monograph No. 6. Canberra.
Furuta, S. I. Suda, Y. Nishiba, and O. Yamakawa. 1998. High Teri-butylperoxyl Radical Scavenging Activities of Sweet Potato Cultivars with Purple Flesh. Food Science and Technology International Tokyo 4:33-35
Ginting, E., Y. Widodo, S.A. Rahayuningsih, dan M. Yusuf. 2011. Potensi Ubi Jalar sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius.Yogyakarta.
Suda, I., T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba, and S. Furuta. 2003. Physiological Functionality of Purple-fleshed Sweet Potatoes Ccontaining Anthocyanins and Their Utilization in Foods. JARQ 37(3).