• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah persoalan-persoalan yang berhubungan dengan persenjataan nuklir dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. adalah persoalan-persoalan yang berhubungan dengan persenjataan nuklir dan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

Salah satu masalah internasional yang sangat penting untuk dikaji dewasa ini adalah persoalan-persoalan yang berhubungan dengan persenjataan nuklir dan strateginya. Sepintas lalu urusan ini merupakan urusan eksklusif negara-negara bersenjata nuklir, khususnya Amerika Serikat dan Uni Soviet. Masalah utama yang mendominasi percaturan nuklir selama empat dasawarsa ini adalah strategi nuklir negara-negara adikuasa. Jika dewasa ini persoalan kelangsungan hidup umat manusia dimasalahkan maka strategi nuklir barat harus dipahami, sekurang-kurangnya mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi landasan kebijaksanaan pertahanan dan militer mereka. Akibat-akibat jangka panjang nuklir sebagian besar tergantung pada kebijaksanaan mereka.1

Persenjataan nuklir menjadi perdebatan dalam strategi pertahan yang paling menonjol setelah PD II. Dalam pemikiran strategi nuklir Barat, khususnya Amerika Serikat, selama 40 tahun ini pada dasarnya persenjataan nuklir berperanan utama sebagai penangkal terhadap agresi. Karena itu dapat dikatakan bahwa tema pokok dalam pemikiran Barat mengenai strategi nuklir adalah pada teori penangkalan. Dalam hubungan antar negara, khususnya dalam perang, menangkal berarti mencegah lawan memulai perang karena adanya ancaman perlawanan yang akan menimbulkan kerugian dan korban yang lebih besar sehingga tidak sebanding dengan tujuan yang hendak

1

(2)

dicapainya melalui penggunaan kekerasan. Namun nuklir kini tidak lagi dimonopoli oleh satu negara sehingga fungsi militernya harus ditempatkan secara profesional dengan tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Hal ini berarti bahwa dimensi teknis persenjataan sendiri bukanlah satu-satunya aspek yang menentukan dalam hubungan keamanan antar negara. Perdebatan utama terjadi mengenai fungsi persenjataan nuklir dalam perang, yaitu untuk memelihara dan mencapai tujuan politik. Strategi tertentu yang diambil Barat sebagai cara untuk mengerahkan kemampuan guna mencapai tujuan, mempengaruhi cara berpikir dan pandangan lawan terhadapnya. Program nuklir yang dijalankan oleh negara di Timur tengah khususnya Iran selama ini dapat diartikan sebagai menanggapi pergerakan kekuatan Amerika Serikat khususnya dan Barat pada umumnya yang dianggap ditujukan kepadanya. Pada gilirannya Barat menganggap bahwa pembangunan reaktor-reaktor nuklir di Iran berarti ancaman bagi keamanannya, dan disini proses aksi-reaksi terjadi dan tercermin dalam pola penempatan persenjataan dan pemikiran strategi mereka.2

Perkembangan teknologi nuklir mengalami ekskalasi yang sangat signifikan. Beberapa negara non nuklir mulai mengembangkan teknologi nuklir, baik untuk kepentingan militer maupun non militer. Salah satu negara baru yang sedang Nuklir merupakan sebuah energi alternatif yang memungkinkan bentuk efisiensi konsumsi energi dunia. Namun setelah tragedi di Chernobyl 1988, dan beberapa negara kecil menguasai teknologi ini, setiap frasa yang bernama nuklir akan senantiasa dikonstruksi negatif. Nuklir senantiasa disamakan dengan persenjataan nuklir, setiap negara yang menguasai teknologi nuklir dalam konteks sipil senantiasa akan dicurigai dikembangkan untuk kepentingan militer dan agresi.

2

(3)

dipergunjingkan dunia adalah Iran. Sebuah negara dengan kultur Syi’ah yang kental dengan semangat perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni idiologi lain.

Sebelumnya Pakistan di dekade 1980-an telah menjadi negara nuklir yang mewakili dunia Islam, sehingga media massa internasional sampai membuat headline tentang “Bom Islam”, sebuah framing untuk mengkontruksi bahwa Pakistan akan merepresentasi Islam untuk menentang hegemoni dan akan membahayakan idiologi kapitalis ataupun sosialis. Apalagi pengembangan nuklir di Pakistan kala itu berada dalam kendali seorang Zia Ul Haq. Presiden Pakistan yang memiliki kepekaan dan cita-cita yang ambisius untuk menerapkan sistem Islam (nizham al-islam) dalam struktur Pakistan.

Republik Islam Iran adalah sebuah negara di Timur Tengah yang terletak di daerah Teluk Persia. Sebagai negara yang kaya minyak dengan urutan kedua terbesar di dunia, Iran juga telah menerapkan teknologi-teknologi yang canggih demi kemajuan negarannya. Salah-satu teknologi yang sedang dikembangkan oleh Iran adalah penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil.

Pada era sekarang ini, program nuklir Iran pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan nasional dan untuk tujuan damai, seperti pembangkit tenaga listrik, riset teknologi dan untuk misi luar angkasa. Hal ini dinyatakan oleh ketua dewan keamanan Iran, Hassan Rowhani yang mengatakan bahwa “Program nuklir Iran hanyalah mengkhususkan bagi program pengembangan reaktor nuklir untuk membangkitkan tenaga listrik dan tidak pernah berkeinginan untuk mengembangkan proyek senjata nuklir”.3

Hal yang paling minimal yang bisa dilakukan pemerintahan Iran adalah dengan membangun program nuklir adalah untuk bersiap-siap menghadapi krisis enegri listrik

3

(4)

sehingga warga Iran mempunya alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi nuklir. Semua yang dilakukan atau dipertahankan adalah untuk menyelamatkan manusia di muka bumi ini dari kemaslahatan yang sedang pelik. Tetapi apa yang didapat, ternyata Iran harus menghadapi hambatan dan fitnah dari negara lain yang menuding Iran bahwa Iran membangun program nuklir semata-mata untuk meningkatkan kekuatan nasional di bidang pertahanan, atau dengan kata lain, untuk meningkatkan kekuatan militer mereka dan secara perlahan-lahan mewakili negara-negara islam untuk melancarkan aksi terorisme ke seluruh dunia.

Pencapaian Iran ini tidak lain merupakan langkah utama dalam mewujudkan upaya-upaya kepentingan nasional seperti mewujudkan sebuah tujuan industri yang diidam-idamkan oleh semua negara maju tanpa terkecuali, seperti pembangunan pabrik-pabrik, pendirian proyek-proyek, desalinasi air, pemerolehan sumber daya baru serta alternatif bahan bakar minyak dan gas. Semua itu dari segi ekploitasi sumber daya nuklir dalam seluruh proyek. Fakta pun berbicara bahwa rakyat Iran bertekad untuk mendirikan ratusan pabrik untuk mengolah uranium dan memproduksi ribuan perangkat sentrifugal serta melakukan pengayaan uranium. Semua itu merupakan faktor yang menegaskan bahwa program nuklir Iran laksana air terjun yang deras dan tidak mungkin dibendung. Inilah yang sebenarnya menggangu Amerika Serikat. Karena hal yang mungkin dicapai Iran jauh melampaui proyek industri, yaitu proyek senjata nuklir.

Tuduhan Amerika Serikat terhadap Iran tentang nuklir ini tidak beralasan. Ini dikarenakan pada awal proyek nuklir Iran, Amerika Serikat juga memiliki sumbangsih. Faktanya aktifitas nuklir Iran telah dimulai sejak empat setengah dekade yang lalu. Pada 1960 perjanjian bilateral antara Iran dan Amerika Serikat memperbolehkan Iran memiliki nuklir.

(5)

Didalam negeri sendiri, rakyat Iran tidak peduli dengan propaganda media-media Barat terhadap program nuklir Iran. Pemerintah Ahmadinejad tidak memilih kebijakan asal selamat dan mundur dari tekanan Barat, melainkan bersikukuh memperjuangkan prinsip-prinsip dan cita-cita revolusi sejalan dengan keinginan Bangsa Iran. Rakyat Iran memuntut hak-haknya terkait dengan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.

Keinginan ini diperjuangkan oleh Pemerintah Ahmadinejad hingga akhir dua tahun pertama masa jabatannya. Berdasarkan alasan-alasan inilah sejak awal Pemerintah Ahmadinejad menolak politik hegemoni Barat yang bertujuan menghalangi Iran menguasai teknologi nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah Ahmadinejad memilih kebijakan menentang hegemoni Barat. Kebijakan dalam negeri Pemerintah Iran lebih bersifat defensif, dengan memperkirakan kondisi terburuk yaitu perang dengan Amerika Serikat.

Adapun kebijakan-kebijakan dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Iran

terhadap program nuklir iran ini adalah sebagai berikut:

Memberikan Akses kepada Dunia Internasional tentang Nuklir Iran.

Pemerintahan Iran mengeluarkan kebijakan dalam negeri untuk meyakinkan dunia Internasional bahwa program nuklir Iran semata-mata dibangun untuk keperluan sipil semata. Hal ini ditunjukkan dengan kerja sama yang akan dibangun dengan Perancis dalam pengelolaan nuklir. Disamping itu, program nuklir ini juga dijadikan tempat wisata pendidikan oleh Pemerintah Iran bagi masyarakat Internasional.

(6)

Penguatan Isu Nuklir di Dalam Negeri

Isu nuklir di dalam negeri Iran menjadi bahasan yang vital beberapa tahun ini. Semenjak Ahmadinejad kembali melakukan proyek nuklir di Iran, berbagai tanggapan dari elemen-elemen masyarakat yang muncul, ada yang pro dan ada yang kontra.

Kelompok oposisi Pemerintah Iran yang merupakan kaum sosialis, mengkritik sikap Ahmadinejad yang dianggap lambat menyelesaikan konflik nuklir ini, sedangkan sebagian penduduk Iran mendukung penuh isu nuklir ini terutama Ayatullah Ali Khemeini.

Untuk itu, dibutuhkan peran Pemerintahan Iran khususnya Presiden untuk mengemas dan meyakinkan masyarakat melalui berbagai rapat akbar bahwa proyek nuklir Iran bertujuan positif.

Mempererat Hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah

Memperat hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah dilakukan karena Iran membutuhkan dukungan dalam menjalankan program nuklir Iran. Bukan hanya untuk memperoleh dukungan, tetapi dikarenakan kedekatan letak geografis dan persamaan ideologi.

Perkembangan instalasi nuklir Iran mengalami kemajuan yang pesat sampai sekarang. Ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Iran melakukan produksi listrik yang bersumber dari nuklir pada tahun 2003 sebesar 31.000 megawatt dan terus bertambah.4

4

Mustafa Abd Rahman, Iran Paska Revolusi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, hal: 203

Hal ini seperti yang sudah dijabarkan diatas adalah bahwa kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintahan Iran dalam hal mempertahankan program nuklirnya semata guna mencapai tujuan-tujuan sipil dalam hal kepentingan nasional Iran.

(7)

Namun, di mata Amerika Serikat pengembangan dan kecanggihan teknologi nuklir Iran tersebut, dianggap telah melewati batas kewajaran. Hal ini dikarenakan Iran tidak saja menggunakan tenaga nuklir untuk tujuan damai, melainkan Iran saat ini mampu memproduksi zat uranium dalam skala besar yang dapat dikembangkan menjadi plutonium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan senjata nuklir.

Sebagai upaya untuk mencegah perkembangan dan penyalahgunaan program nuklir Iran ke arah tujuan senjata militer, khususnya pembuatan dan pengembangan senjata nuklir, maka pemerintah Amerika serikat mengecam keras tindakan pengembangan program nuklir Iran tersebut dan memaksa Iran untuk segera menghentikan program nuklirnya serta pengayaan uraniumnya. Menurut AS Iran secara aktif terus memproduksi senjata kimia maupun biologis meskipun dibantah oleh pemerintah Iran mengatakan bahwa pembangunan program nuklir di Busher adalah untuk riset dan tujuan damai.

Dalam hal ini dapat dilihat benang merah antara konsep kepentingan nasional dengan kasus yang sedang dihadapi Iran. Dengan semakin banyaknya tuduhan dan tudingan Amerika serikat terhadap Iran, maka semakin kuat pula Iran bertahan pada posisinya. Disini kita bisa melihat bahwa kepentingan nasional Iran adalah melindungi warga negaranya dari dampak globalisasi, seperti dampak yang paling utama, yaitu energi listrik yang sewaktu-waktu bisa habis, yaitu dengan menyiapkan sebuah terobosan atau bisa dibilang sebagai alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi nuklir. Sesuai dengan gejala konsep kepentingan nasional, suatu negara mempertahankan kepentingan nasionalnya terkait dengan eksistensinya. Implementasinya, Iran mewujudkan konsep kepntingan nasional untuk mempertahankan eksistensinya atau keberadaanya, yaitu keselamatan warga-negaranya. Bayangkan saja, jika seluruh warga Iran musnah karena

(8)

dampak pemanasan global, maka generasi penerus pemegang kendali pemerintahan Iran akan turut musnah. Dan hal itu jelas mengancam eksistensi negara Republik Islam Iran.

Persoalan pengembangan teknologi nuklir Iran yang bertujuan damai serta demi mewujudkan kepentingan nasional Iran tersebut dan reaksi-reaksi keras AS yang sangat menentang adanya program nuklir Iran tersebut tetapi Iran memilih meneruskan untuk mengembangkan program nuklirnya menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti. Dari uraian diatas dijadikan sebagai alasan dan menarik penyusun untuk meneliti permasalahan ini dengan judul “HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM KONTEKS NUKLIR”

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menarik suatu rumusan masalah, yaitu Mengapa Iran bersikeras tetap melanjutkan program nuklirnya meskipun Amerika Serikat dan Uni Eropa melarangnya ?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa tujuan Iran dengan tetap mempertahankan program nuklirnya walaupun ditentang oleh berbagai pihak.

I.4. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir serta kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Sumatera Utara.

(9)

2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di departemen ilmu politik tentang nuklir serta pengaruhnya terhadap dunia internasional, serta dapat menjadi bahan masukan dan rujukan bagi penelitian lainnya.

3. Bagi Praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan referensi oleh departemen luar negeri sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi serta pilihan kebijakan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Teori Realisme

Ada beberapa ide dan asumsi dasar yang dikemukakan oleh kaum realis mengenai teoritis hubungan internasional (HI) baik dimasa lampau maupun di masa mendatang yaitu: (1). Pandangan pesimis atas sifat manusia, (2). Keyakinan bahwa hubungan Internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang, (3). Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup Negara, (4). Skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik Internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik. 5

5

Jakson & Sorensen, Teori-Teori Hubungan Internasional, Jakarta, Grafindo, 2005, hal: 91

Dalam pemikiran kaum realis, manusia docirikan sebagai makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingannya dengan yang lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendali. Mereka tidak ingin diambil keuntungannya. Mereka terus-menerus berjuang untuk medapatkan “yang terkuat” dalam hubungannya dengan yang lain termasuk hubungan internasional dengan Negara-negara lain.

(10)

Dalam hal demikian paling tidak, manusia dipandang pada dasarnya sama di manapun. Sehingga keinginan untuk memperoleh keuntungan dari yang lain dan mencegah dominasi dari yang lain adalah universal.

Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik sedikit memiliki pandangan tersebut. Mereka yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan pengguna kekuasaan merupakan perhatian utamaa aktivitas politik.

Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling utama, “politik kekuasaan (power politics)” suatu arena persaingan, konflik dan perang anatara Negara-negara dimana masalah-maslah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup Negara berulang sendiri terus-menerus.

Dengan demikian, kaun realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik dunia berkembang dalam anarki Internasional yaitu system tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia. Negara adalah aktor utama dalam politik dunia. Hubungan Internasional khususnya merupakan hubungan negara-negara tidaklah sama, sebaliknya terdapat hurarki Internasional atas kekuasaan di antara negara-negara.

Negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negara-negara berkekuatan besar (great powers). Hubungan Internasional dipahami oleh kaum realis terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan.6

6

(11)

Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau

Menurut Morgenthau, pria dan wanita secara alami adalah binatang politik, mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari kekuasaan. Pengharapan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan relatif tetapi juga pencarian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat digunakan untuk memperoleh kebebasan diri dari pihak lain.

Gagasan utama Hans J. Morgenthau yang telah menempatkan dirinya sebagai seorang penganut aliran pemikiran realis berkenaan dengan konsepnya tentang “power” sebagai yang dominan dalam politik internasional. Konsep dasar yang dimaksudkan oleh Hans J. Morgenthau adalah Konsep kepentingan (interest) yang dikonseptualisasikan ke dalam istilah “power” antara nalar (reason) yang berusaha memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang merupakan arah memilah-milah antara fakta-fakta politik dan bukan fakta politik, arah mana akan memberikan suatu tertib sistematis terhadap lingkup politik, yang sekaligus pula akan menempatkan politik sebagai lingkup kegiatan dan pemahaman yang otonom. Artinya, lingkup ini akan membedakan lingkup kegiatan lainnya. Konseptualisasi kepentingan (interest) dalam formulasi “power” dimanifestasikan ke dalam tataran politik internasional, mendasari pemikiran teori realisme politik akan memberikan kerangka bangunan teoretis terhadap politik luar negeri.7

7

Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 52

Teori realisme politik internasional dicirikan oleh tiga hal yakni (1) negara dan politik luar negeri sebagai unit dan tingkat analisis, (2) konsep power, dan (3) konsep

(12)

1. Unit analisis dan tingkat analisis dikenakan pada negara-negara sebagai aktor utama dalam panggung politik internasional. Pengamatan terhadap tingkah laku negara, akan terlihat dalam politik luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Negara dan politik luar negerinya merupakan unit dalam tingkat analisanya.

2. Dalam konteks konsep tentang “power” bahwa tingkah laku negara-negara dipanggung politik internasional selalu dilihat sebagai perwujudan atas perjuangannya untuk memelihara, meningkatkan, serta menunjukkan powernya.

3. Pola interaksi hubungan antarnegara yang sama-sama berjuang untuk memelihara, meningkatkan, dan menunjukkan powernya digunakan konsep perimbangan kekuatan (balance of power).

Realisme telah menjadi model yang dominan dalam hubungan internasional selama setidaknya enam dekade yang lalu karena sepertinya memberikan kerangka yang berguna untuk memahami runtuhnya Dunia internasional paska perang dingin agar dalam menghadapi agresi di Timur dan Eropa, Perang Dunia II, dan Perang Dingin. Namun demikian, versi klasik diartikulasikan oleh Morgenthau dan lain-lain telah menerima cukup banyak sorotan kritis.

I.5.2 Teori Kepentingan nasional (National Interest Theory)

I.5.2.1 Defenisi Teori Kepentingan Nasional

Konsep Teori Kepentingan disini diartikan dalam istilah kekuasaan. Konsep ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha memahami politik internasional dan realita yang harus dipahami. Konsep ini menentukan politik sebagai lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri sendiri (otonom) terpisah dari

(13)

lingkungan lainnya, seperti ilmu ekonomi, etika, estetika atau agama. Konsep kepentingan yang didefenisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional kedalam pokok masalah politik, sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis.

Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan yang rasional. Kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan tindakan politik suatu negara.

Kalau menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary actor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Apa yang dianggap sebagai kepentingan nasional oleh kaum realis mungkin merepresentasikan kepentingan yang kebetulan pada momen tertentu mempengaruhi para pembuat kebijakan luar negeri.

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara terhadap negara lain.

(14)

Konsep Kepentingan Nasional oleh Hans J Morgenthau

Menurut Hans J.Morgenthau didalam "The Concept of Interest defined in

Terms of power", Konsep Kepentingan Nasional (Interest) yang didefiniskan dalam

istilah "power" menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal atau "reason" yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional.8

Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau

state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka

berdaulat. Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang Morgenthau berpendapat bahwa strategi diplomasi berdasarkan kepada kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut digunakan untuk mengejar "power" yang bisa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Menurut Morgenthau, dengan memiliki power maka suatu negara dapat mengadili negara lain seperti mengadili negara sendiri dan kemudian dapat meningkatkan kepentingan negara yang memiliki power.

Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik paksaan, atau kerjasama (cooperation). karena itu, kekuasaan nasional dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional.

8

(15)

akhirnya diformulasikan ke dalam konsep ‘power’ kepentingan ‘interest’ didefinisikan ke alam terminologi power.9

Implementasi atau pencerminan dari konsep diatas telah dapat dibuktikan, walaupun secara tersirat dan nonverbal, oleh Republik Islam Iran. Melalui sikapnya mempertahankan program nuklir, Iran secara tidak sengaja ‘mempraktekkan’ konsep Hans J. Morgenthau, yaitu Konsep Kepentingan Nasional. Konsep Kepentingan Nasional yang dikuatkan pada sikap suatu negara untuk melihat atau memperhatikan

Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu negara karena terkait dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Selain itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial

integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang

bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya.

Amerika Serikat yang merupakan negara yang memiliki power yang kuat dalam dunia internasional. Dengan memiliki power yang kuat tersebut, maka Amerika Serikat dapat menggunakan kekuatannya untuk mencapai kepentingan nasional negaranya di dalam politik internasional. Dengan power itu jugalah Amerika Serikat dapat menancapkan kebijakan luar negerinya ke negara lain dengan mudah sehingga kepentinganya dapat tercapai.

9

(16)

kepentingan negaranya, tergantung objek yang sangat penting bagi warga negara suatu negara.

Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau kita sebut saja sebagai negara Y. Banyak hal negatif yang perlahan-lahan merusak tatanan negara X, seperti para Tenaga Kerja yang dideportasi, perdagangan antarnegara yang terhenti, bea impor yang melonjak, bahkan kegiatan ekspor ikut terhambat. Yang lebih buruk lagi, besar kemungkinan negara yang menjajah negara Y akan memperluas agresinya menuju negara X. Oleh karena itu, pemerintah negara X menyiapkan angkatan militer yang terlatih dan sistem persenjataan yang canggih dan lengkap. Untuk mendapat angkatan militer serta sistem persenjataan yang canggih dan lengkap, maka negara X melakukan jual-beli terhadap suatu negara maju demi mengejar kepentingan nasional yang sedang darurat dan mendesak, yaitu bersiap-siap menghadapi agresi suatu negara penjajah.

Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau negaranya, dengan cara apapun, agar salah satu fondasi berdirinya negara (wilayah) tetap terlindungi demi keselamatan warga negaranya. Kekuatan nasional suatu negara menjadi hal yang disorot ketika kita berbicara mengenai konsep kepentingan nasional. Hal ini disebabkan karena ketika kita akan mewujudkan kepentingan nasional, maka hal pertama yang perlu dibangun adalah kekuatan nasional. Dalam teori kepentingan nasional, kekuatan nasional disebut sebagai unitary actor.

Didalam perpolitikan internasional, hal yang paling sering menjadi objek kekuatan nasional adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih. Menurut Hans J. Morgenthau, peningkatan sistem persenjataan selaras

(17)

dengan peningkatan kekuatan nasional, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih dapat digunakan dalam perang yang rasional, sehingga tidak menimbulkan paradoks dalam melaksanakannya.

Substansi yang dimaksud adalah bahwa ketika suatu negara yang kekuatan nasionalnya adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, maka tidak ada ancaman besar bahwa negara tersebut akan musnah, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih masih dapat diatasi dengan baik.

Berbeda dengan sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, senjata nuklir memiliki sifat yang berbeda. Maksudnya adalah, ketika sebuah negara meningkatkan senjata nuklirnya, maka kekuatan nasionalnya berangsur-angsur hilang. Dengan kata lain, peningkatan senjata nuklir dengan kekuatan nasional berbanding terbalik. Hal diatas disebabkan karena senjata nuklir ketika dilepaskan kepada suatu sasaran dan dapat memusnahkan sasaran tersebut, bukan tidak mungkin sang musuh akan akan bangkit dan membalas dendam manis. Apa mau dikata, nuklir tak akan dapat dielakkan, dan seluruh penduduk yang menjadi sasaran balas dendan akan musnah. Itulah paradoks dari sebuah nuklir yang digunakan sebagai senjata perang.

Teori kepentingan nasional juga akan mempengaruhi sikap politik luar negeri suatu negara. Banyak contoh yang bisa kita lihat di dalam kehidupan nyata, mulai dari yang terdekat seperti era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang ketika itu sedang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menyelamatkan ekonomi mikro, maka Presiden Megawati menentukan sikapnya terhadap agresi Amerika ke Afghanistan, yaitu dengan jelas-jelas mendukungnya, dan mata dunia dengan jelas dapat melihatnya karena setelah deklarasi agresi Amerika, Presiden megawati

(18)

memenuhi undangan Presiden Bush untuk membicarakan hal itu sekaligus akan diberi pinjaman dalam jumlah besar jika indonesia berkenan mendukung Amerika.

Dari contoh diatas dapat kita simpulkan beberapa hal, seperti kepentingan nasional Indonesia saat itu, yaitu menyelamatkan ekonomi mikro negara dengan cara memohon pinjaman dalam jumlah besar, dengan kekuatan yang mungkin bahkan tidak kita sadari ketika itu ; populasi masyarakat Islam yang terbesar di dunia yang mampu mengubah komposisi pendukung musuh Amerika. Memang mudah saja bagi Amerika, karena bagi mereka ini tidak beresiko, tetapi tidak halnya dengan Indonesia kala itu yang sedang dalam keadaan menuju darurat sehingga akan mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara apapun. Dan tidak lupa, kepentingan nasional Amerika Serikat kala itu adalah mengumpulkan sebanyak mungkin negara sekutu untuk melawan Afghanistan dengan kekuatan yang dimilikinya.

Kembali lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasional, dimana dalam mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa yang disebut sebagai ‘power’. Jika ada power, pasti ada kepentingan nasional. Begitu juga sebaliknya. Iran yang mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan negaranya dari dampak pemanasan global, maka Iran pasti punya ‘power’, dan dengan mudah kita bisa menebak apa yang dimilki Iran sebagai power, yaitu nuklir sebagai instrumen utama menuju kepentingan nasional Iran. Nuklir yang dalam kasus ini berperan sebagai ‘power’, mempunyai dua definisi, tergantung seperti apa pandangan dan sudut pandang itu sendiri. Power dapat diartikan sebagai berikut bagi pihak intern, power diartikan sebagai jalan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu mempertahankan negara Iran dari dampak pemanasan global. Bagi pihak eksternal, power bisa diartikan sebagai senjata pemusnah massal yang mampu mengancam posisi negara lain.

(19)

Dalam kasus nuklir ini sendiri terlihat bagaimana Amerika Serikat sebagai negara adidaya menancapkan kepentingannya di Negara Iran dengan dalih bahwa nuklir diproduksi oleh Iran bukanlah untuk keperluan industri melainkan sebagai senjata pemusnah masal. Padahal tuduhan Amerika ini tidak mendasar seperti yang sudah dijelaskan diawal latar belakang ini.

I.5.2.2 Konsep Kepentingan Nasional Sebagai Tujuan

Suatu negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau mendeklarasikan kepentingan nasionalnya. Pada dasarnya kepentingan nasional adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang dilaluinya adalah sesuatu yang nyata. Konsep kunci yang dipergunakan pembuat kebijakan dalam memakai pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik adalah kepentingan nasional. Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat umum, jangka panjang, yang menjadi tujuan abadi dari negara, bangsa, dan pemerintah, serta mencakup segala gagasan mengenai ‘kebaikan’. Dalam prakteknya ia disintesiskan dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan sendiri.10

Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung untuk memperhatikan keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Dengan demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat dalam politik dunia.

10

(20)

Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama, meskipun masih abstrak sifat konsepnya dalam merumuskan politik luar negeri. Sebelum konsep dipakai sebagai tuntutan tindakan, sang negarawan harus menghadapi suatu masalah klasik, yaitu menyesuaikan tujuan dengan sarana yang ada. Tujuan tindakan negara dalam politik internasional, yaitu kepentingan nasional dan tujuan nasional yang bersumber daripadanya, biasanya sudah dispostulasikan atau didalilkan secara apriori. Sebelum kebijakan dapat disusun, negarawan haruslah memahami dan menyesuaikan fakta-fakta permasalahannya dengan sistem konseptual yang dibentuk oleh kumpulan tujuan tadi dengan sarana yang ada padanya.

Dalam situasi kebijakan khusus, salah satu masalah yang paling sulit bagi para pembuat kebijakan adalah menentukan hubungan yang tepat antara tujuan abstrak dengan sarana konkretnya. Dalam teori, tujuan itu menentukan sarana atau cara. Dalam situasi yang memungkinkan dilakukannya berbagai macam tindakan, haruslah memilih salah satu yang langsung mendekati tercapainya kepentingan nasional. Tetapi dalam praktek, selalu terdapat gairah untuk membiarkan saranaa menentukan tujuan, dan untuk mencapai lebih dahulu tujuan yang paling mudah.

Sarana untuk tujuan-antara adalah tujuan yang bilamana tercapai akan dijadikan sarana untuk melanjutkan usaha mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Tujuan-antara ini yang dimaksudkan hanya untuk digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan lebih lanjut, biasanya cenderung pula memperoleh relevansi mutlak dalam dirinya sendiri sebagai tujuan.

Berdasarkan kasus yang saya pelajari, telah dapat saya tangkap arah daripada kepentingan nasional Iran. Iran menggunakan kepentingan nasionalnya sebagai tujuan yang menentukan sarana. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan Iran untuk

(21)

membangun reaktor nuklirnya sebagai antisipasi terhadap dampak pemanasan global yang menggantikan posisi energi listrik. Sedangkan yang saya maksud dengan sarana adalah hubungan internasional yang dihuni oleh Iran. Iran mampu menentukan konsep kepentingan nasionalnya serta menentukan tujuan yang didukung dengan sarananya. Hal ini disebabkan karena negarawan daripada Iran telah menyusun konsep kepentingan nasional Iran, memahaminya, serta menyesuaikannya dengan fakta-fakta yang ada padanya.

Iran memiliki sarana yang sangat mudah dijangkau, terutama ketika Iran mendeklarasikan diri sebagai negara yang mempunya reaktor nuklir. Secara otomatis, negara-negara besar lainnya akan merasa terkejut dan bahkan juga terancam akan eksistensinya. Disini kita bisa menganalisis bahwa selangkah setelah tujuan akan dicapai, maka sarana yang dibutuhkan muncul dengan sendirinya. Timbullah pro dan kontra terhadap kebijakan nuklir Iran. Sarana yang dimiliki Iran ada pada komunitas negara-negara pro terhadap kebijakan nuklir Iran. Mereka yang mendukung akan menimbulkan rasa kepercayaan diri bagi Iran untuk melanjutkan tujuan kepentingan nasionalnya, sehingga dengan mudah menjalankan reaktor nuklirnya.

Namun, kebiasaan yang terjadi di banyak negara-negara di dunia adalah negarawan yang membiarkan tujuan dari kepentingan nasional mereka ditentukan oleh sarana. Jika hal itu terjadi, maka negara yang bersangkutan akan mecari langkah atau cara yang paling mendekati tujuan dari kepentingan nasional mereka. Hal ini menimbulkan penundaan atas tercapainya kepentingan nasional mereka.

I.5.3 Teori Nuklir

Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II, maka mulailah persaingan perlombaan persenjataan jenis

(22)

ini. Bom atom kemudian berkembang kedalam bentuk yang lebih berbahaya, yaitu senjata nuklir yang merupakan penyempurnaan senjata sistem persenjataan bom atom yang dimiliki oleh negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini merupakan dua kekuatan nuklir dunia.

Dengan hadirnya nuklir dalam sistem pertahanan dan keamanan suatu negara, timbullah gejala baru dalam sistem internasional. Kehadiran nuklir dalam sistem internasional telah jauh mengurangi kemungkinan perang antarnegara. Kesadaran akan bahaya nuklir ini apabila sungguh-sungguh digunakan dalam suatu peperangan, membuat negara agresor sangat sulit untuk menentukan suatu kemenangan yang pasti bagi dirinya. Menurut Dahlan Nasution dalam bukunya ”Politik Internasional Konsep dan Teori” nuklir tidaklah melulu dipertimbangkan dari segi militer saja, akan tetapi juga konteks politik bangsa-bangsa yang bersangkutan. Pertimbangan politik disini maksudnya bahwa persenjataan itu bukan hanya ditujukan untuk menghancurkan kekuatan lawan, akan tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk menunjang “bargaining position” dalam usaha mencapai kepentingan nasional.11

Pandangan tentang nuklir dapat dilihat dari berbagai macam aspek seperti aspek militer, politik dan ekonomi. Dalam aspek militer sendiri dapat dikatakan bahwa pemilikan sistem persenjataan nuklir dipandang akan mampu mencegah negara lain untuk melancarkan serangan terlebih dahulu. Pemilikan sistem senjata nuklir secara teoritis tidak selalu membutuhkan biaya yang besar, karena tidak ada

Nuklir sebagai sistem persenjataan, sebagai instrumen politik, dan sebagai penunjang kekuatan ekonomi, memiliki berbagai peristilahan sistem persenjataan yang biasa digunakan oleh negara-negara adikuasa.

11

(23)

keharusan untuk mengembangkan lebih lanjut. Maksudnya, dengan memiliki senjata nuklir ini ada anggapan, bahwa kalau suatu negara nuklir menyerang, maka penyerang harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Hans J Morgenthau mengatakan dalam bukunya Politics Among Nations, bahwa khususnya dalam politik internasional, kekuatan militer sebagai suatu pengancam atau sebagai suatu potensi, adalah faktor material terpenting dalam pembentukan “power politics” suatu bangsa. Maksudnya jelas bahwa nuklir sebagai kekuatan militer disini lebih sering digunakan sebagai pendukung tujuan-tujuan yang akan dicapai, tanpa harus benar-benar menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan.

Bila ditinjau dari segi politik penggunaan nuklir dalam sistem persenjataan suatu negara, maka dapatlah dikatakan, bahwa persenjataan nuklir dianggap dapat memberikan sumbangan bagi terjaminnya kemerdekaan suatu bangsa dari intervensi pihak luar. Karena bila suatu negara lain berani mencoba menggangu kemerdekaan dan integritas wilayah suatu negara yang memiliki persenjataan nuklir, maka konsekuensinya berbahaya sekali. Dengan demikian, nuklir dianggap sebagai isyarat, bahwa negara tersebut tidak mau ditempatkan sebagai negara kelas dua oleh negara yang lebih kuat. Pandangan ini diungkapan oleh seorang sarjana India V.P.Dutt. Negara-negara nuklir menyatakan, bahwa pengaruh dan kedudukan suatu bangsa tidak tergantung pada kemampuan nuklirnya. Tetapi dalam kenyataannya mereka hanya bicara tentang kedudukan. Keberadaan nuklir dalam suatu negara akan meningkatkan prestisenya dalam dunia internasional, karena negara itu telah memiliki kemampuan yang tinggi, baik dalam lingkungan regional maupun di mata dunia internasional.12

12

Masalah Penyebaran Nuklir dalam Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal.131.

Singkatnya dari segi politik dapat dikatakan bahwa kapasitas nuklir disamping bermanfaat bagi negara nuklir itu sendiri, bermanfaat pula bagi

(24)

negara-negara sekutu dan simpatisan dalam perjuangan dan penyebaran ideologi. Melihat hal ini maka terdapat dorongan untuk mampu membuat senjata-senjata nuklir yang dianggap akan memberi keuntungan politik, paling tidak di dalam lingkungan kawasannya. Kekuatan suatu negara akan diperhitungkan dan integritas wilayahnya tidak akan diganggu gugat.

Nuklir mempunyai kemampuan yang tekhnologi yang tinggi baik dalam usaha pengembangan maupun pembangunannya. Dalam jangka panjang kemampuan tekhnologi ini akan mempercepat dasar-dasar bagi pertumbuhan. Sedangkan mengubah nuklir dari maksud-maksud damai menjadi tujuan-tujuan militer, tidaklah terlalu rumit. Ditinjau dari sudut ekonomi, membuat beberapa senjata nuklir akan mengirit anggaran belanja militer. Nuklir tidak saja digunakan sebagai penunjang ketahanan nasional, akan tetapi dapat pula dimanfaatkan sebagai penunjang strategi politik global serta penunjang perekonomian. Pemanfaatan nuklir sebagai penunjang perekonomian negara yaitu digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik yang lebih dikenal dengan “pembangkit listrik tenaga nuklir” (PLTN). Perkembangan PLTN sebagai penunjang perekonomian di banyak negara terlihat nyata pada tahun 1960-an, dimana PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU-minyak. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kemungkinan pemanfaatan itu untuk dijadikan sebagai penunjang utama sistem prekonomian negara.

Berbagai tanggapan di kalangan luas mengatakan bahwa semakin banyak negara yang memiliki persenjataan nuklir, akan semakin mengancam perdamaian dunia, yaitu dengan mengaitkan penyebaran nuklir akan semakin meningkatkan bahaya dan kegentingan yang timbul. Namun sebaliknya ada pula yang berpendapat, bahwa dengan memiliki nuklir maka suatu negara akan bertindak hati-hati, atau lebih berhati-hati lagi daripada sebelumnya memilikinya dan merasa mempunyai tanggung

(25)

jawab yang lebih besar daripada waktu sebelumnya. Dengan demikian mereka beranggapan, bahwa dunia akan lebih stabil lagi dengan semakin banyaknya negara yang memiliki nuklir. Tetapi dalam kenyataan nuklir memang dapat dipergunakan sebagai penjamin stabilitas regional serta memiliki efek-efek jangka panjang.

I.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digubakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini menerapkan metode penelitian yang deskriptif yang bersifat memberikan gambaran mengenai kebijakan nuklir Iran terhadap kepentingan nasional Iran.

I.6.1. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan alam penelitian ini adalah analisi data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

I.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan cara studi pustaka (Library Research). Artinya adalah bahwa setiap data yang diperoleh bersumber dari data-data yang sifatnya sekunder yang berasal dari buku-buku, jurnal, surat kabar, majalah, dan internet yang memberikan informasi-informasi yang relevan dan sesuai dengan tema serta permasalahan yang dibahas.

(26)

I.6.3. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka dasar teori atau pemikiran, metode penelitian, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini akan membahas dinamika nuklir Iran

BAB III : Dalam bab ini penulis akan membahas pandangan Amerika serikat dan Uni-Eropa terhadap nuklir Iran. Juga terdapat pembahasan tentang Badan Energi Atom Dunia (IAEA) dan pembahasan tentang perjanjian non-proliferasi (NPT)

BAB IV : Dalam bab ini penulis membahas faktor-faktor yang menyebabkan Iran tetap melanjutkan program nuklirnya dan juga akan dibahas mengenai program nuklir Iran merupakan bentuk perlawanan preventif Iran terhadap Amerika dan UE.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur hanyalah bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana

Sumber Daya Manusia (SDM) sangat sedikit, Sarana Prasarana Penunjang kurang lengkap, dan peralatan yang digunakan belum berbasis teknologi yang

Menimbang : Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka tujuan pemidanaan yang bersifat Restoratif Justice (keadilan sosiologis) yang menekankan

Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat kemampuan komunikasi matematis mahasiswa matematika dalam menyelesaikan soal matematika dengan materi integral dapat

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur melalui pendekatan Yuridis-Normatif maka teknik pengumpulan data dengan

Pengertian korban dalam Pasal 1 ayat (5) yang berbunyi “Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental ataupun

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p>0,05)