• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Penyakit Rabies

Rabies merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dari family

Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus memiliki bentuk seperti peluru, terdiri dari

asam nukleat (RNA), protein, lemak, dan karbohidrat. Inti virus dikelilingi oleh ribonukleoprotein yang disebut kapsid berkombinasi dengan inti dan membentuk nukleokapsid. Virus rabies memiliki ukuran 180 nm dengan diameternya 75 nm, di permukaannya terdapat bentuk-bentuk paku (spikes) yang panjangnya sekitar 9 nm (Dharmojono, 2001).

Virus rabies mengandung lipida yang mudah dilarutkan dengan pelarut lemak seperti sabun, ether, kloroform, ethanol 45-70 %, dan preparat iodine. Sifat dari virus rabies sendiri dapat bertahan hidup pada bangkai hewan yang tertular rabies selama 24 hari dan di dalam air sampai 3 tahun. Penyakit rabies dapat ditularkan pada hewan berdarah panas yaitu anjing, kucing, kera, rakun, kelelawar. Namun, di Indonesia kelelawar tidak dapat menularkan rabies dikarenakan jenis kelelawar yang ada di Indonesia merupakan pemakan buah (Dharmawan, 2009).

Penyakit rabies memiliki virus yang tahan terhadap pemanasan dengan derajat celcius tertentu. Seperti pada pemanasan 56oC, virus dapat bertahan sampai 30 menit dan dalam kondisi pemanasan kering sampai dengan 100oC masih dapat tahan hidup selama 2-3 menit. Dan jika disimpan dalam gliserin 50%, virus dapat tahan hidup sampai satu tahun. Di dalam gliserin yang tidak diencerkan, virus dapat tahan hidup beberapa lama dalam suhu kamar dan tahan berbulan-bulan dalam temperatur 4oC. Dalam keadaan kering beku dengan penyimpanan 4oC virus dapat tahan sampai bertahun-tahun, dan penyimpanan suhu -70oC virus tahan sampai waktu tak terbatas. Di dalam air liur dengan suhu udara panas, virus dapat tahan selama 24 jam. Waktu paruh kurang lebih 4 jam pada temperatur 40oC, dan 30 detik pada temperatur 60oC (Dharmawan, 2009).

(2)

Berdasarkan sifatnya, virus rabies dibagi menjadi 2 jenis, yaitu virus liar dan virus fixed. Virus liar adalah virus yang diisolasi di alam dari penderita rabies. Memiliki masa tunas dan daya tular yang bervariasi dan mempunyai kemampuan untuk memasuki kelenjar air ludah. Sedangkan, virus fixed adalah virus yang didapat dari cara pembiakan virus liar di laboratorium pada hewan percobaan. Virus fixed memiliki masa tunas yang lebih pendek dan tidak memasuki kelenjar air ludah, selain itu virus ini tidak memiliki kemampuan membentuk badan Negri (Akoso, 2007).

2.2 Penyebaran Rabies

Penyakit rabies telah dilaporkan kejadiannya di Indonesia sejak tahun 1889 pada seekor kerbau di Bekasi dan rabies pada manusia pertama kali dilaporkan oleh E.V. de Haan pada tahun 1894 (Soeharsono, 2002). Sampai saat ini masih belum berhasil diberantas, bahkan daftar wilayah tertular semakin panjang. Pemberantasan di Indonesia sendiri kasus rabies tidak akan menurun bahkan daerah yang awalnya merupakan wilayah bebas semisal Bali kini menjadi daerah endemis dan telah mengakibatkan korban meninggal pada manusia dengan tingkat kesakitan yang sangat tinggi.

Di Provinsi Bali kasus rabies pertama kali pada bulan November tahun 2008 ditemukan di Kedonganan Kabupaten Badung. Hal ini tertuang dalam keputusan Menteri Pertanian No. 1637.I/2008 tertanggal 1 Desember 2008 yang menyatakan Bali secara resmi tertular rabies. Pada kajian kasus rabies manusia dan hewan, diperkirakan penyakit rabies masuk ke semenanjung bukit Kabupaten Badung pada bulan April tahun 2008 (Putra et al., 2009a). Pada awalnya kasus penyakit rabies dilaporkan hanya terjadi pada daerah Semenanjung Badung, tetapi kemudian tersebar ke semua wilayah Bali (Putra et al., 2009b). Penyakit rabies saat itu terus menyebar menular secara cepat hingga bulan Juni 2010 di seluruh kota dan Kabupaten Bali. Penyempurnaan program penanganan kasus rabies telah dilakukan (Putra, 2010; Dinas Peternakan Provinsi Bali, 2010). Tetapi, pada kenyataanya kasus rabies tidak dapat dikendalikan (Putra dan Gunata, 2009).

(3)

Terdapat dua macam siklus penularan rabies yaitu siklus silvatic (cylvatic

cycle) dan siklus rabies di lingkungan pemukiman penduduk (urban cycle). Siklus

urban rabies biasanya terjadi pada anjing liar yang bebas tanpa pemeliharaan khusus. Di negara maju, pemahaman masyarakat terhadap rabies sangat tinggi dan pemeliharaan hewan pembawa rabies (HPR) sangat bagus, maka jarang dijumpai adanya siklus penularan urban yaitu antar hewan domestik. Di Indonesia umumnya kasus rabies bersifat siklus urban yaitu melalui gigitan anjing, kucing dan monyet. Namun, yang paling berperan menularkan rabies adalah anjing.

2.3 Patogenesis Rabies

Penyakit rabies bersifat fatal karena menyerang susunan sistem saraf pusat. Virus rabies ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi dan kemudian masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Selain itu penularan dapat terjadi karena cakaran, jilatan hewan, dan transplantasi kornea dari pendonor yang terinfeksi (Mattos and Rupprecht. 2001). Setelah virus masuk ke dalam tubuh kemudian bereplikasi di otot atau jaringan ikat penderita yang penyebarannya melalui sistem saraf dan kelenjar air ludah selanjutnya masuk ke dalam sistem saraf pusat otak (Childs and Real, 2002).

Sesampainya di otak, virus kemudian menyebar dan memperbanyak diri dalam bagian neuron. Predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir setiap organ tubuh penderita dan berkembang biak pada jaringan seperti kelenjar ludah dan lain-lain.

2.4 Masa Inkubasi

Masa inkubasi pada virus rabies sangat bervariasi tergantung jenis inang yang diserangnya sehingga dapat menimbulkan gejala klinis. Pada anjing dan kucing misalnya kedua hewan ini memiliki waktu inkubasi virus rabies kurang lebih selama 2 minggu, tetapi ada juga yang dari 10 hari sampai dengan 8 minggu. Sedangkan pada manusia terjadi selama dua sampai tiga minggu dan paling lama

(4)

memakan waktu satu tahun. Ada pendapat yang lain mengatakan bahwa masa inkubasi dapat terjadi pada manusia selama lebih dari 10 tahun. Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya jumlah virus yang masuk melalui luka, kedalaman luka gigitan, jumlah banyaknya luka jamak dan tunggal, dekat atau jauhnya luka dengan sistem susunan saraf juga mempengaruhi masa inkubasi virus rabies pada tubuh (Dharmawan, 2009).

Semisal contoh gigitan di daerah kepala, muka ataupun leher tempat ini mempunyai masa inkubasi kurang lebih sebulan. Sedangkan gigitan pada daerah lengan tangan dan jari memiliki masa inkubasi 40 hari jauh lebih singkat daripada daerah gigitan tungkai, kaki dan jari yang memakan waktu hampir dua bulan lamanya. Tingkat infeksi dari kematian yang paling tinggi yaitu gigitan di daerah wajah daripada gigitan di daerah lengan dan tangan, paling rendah gigitan di tungkai dan kaki (Jackson, 2003). Selain itu masa inkubasi virus dihubungkan dengan seks dan umur yaitu wanita mempunyai masa inkubasi yang pendek dibandingkan dengan pria serta masa inkubasi pada anak lebih pendek daripada dewasa (Widodo, 1993).

2.5 Penyakit Rabies pada Hewan

Dharmojono (2001) menjelaskan bentuk rabies pada hewan secara garis besarnya terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Bentuk ganas yang dikenal dengan sebutan furious rabies

Bentuk ini sangat berbahaya dan memiliki stadium eksistasi yang panjang . Pada air liurnya terdapat banyak virus rabies dengan jumlah konsentrasi yang tinggi. Adapun proses terbentuknya melalui beberapa taraf diantaranya :

a. Taraf awal (prodormal) atau melankolik

Tahap ini berlangsung sekitar 2-3 hari. Hewan secara kejiwaan tidak normal ditandai dengan perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan menjadi pendiam, suka bersembunyi di tempat dingin dan sunyi, gelisah, berjalan tanpa arah. Hewan mulai berhalusinasi berbuat sesuatu yang tidak ada, mudah terkejut, cepat berontak. Pupil matanya membesar, menjilat serta mengerat benda-benda yang ada

(5)

disekitarnya, kesulitan buang air besar atau air kecil, tetapi terkadang libido meningkat. Dalam keadaaan ini suhu tubuh juga meningkat. Pada anjing yang biasa diliarkan tidak diikat perubahan perilaku tahap ini sering tidak terlihat, baru diketahui anjing tersebut tertular rabies pada tahap eksitasi yang menunjukkan perubahan perilaku sangat jelas.

b. Taraf rangsangan (eksitasi)

Pada taraf ini berlangsung selama 3-7 hari lebih lama dari prodormal. Hewan mulai agresif merusak benda-benda yang ada disekitarnya, menyerang hewan atau manusia yang ditemui, menjadi pemburu serta kehilangan arah, sehingga penderita menjadi sangat berbahaya. Jika tidak ada provokasi anjing cenderung lelah, pemurung, dan merasa tampak ketakutan. Awalnya anjing menghindar apabila bertemu dengan orang dan suka bersembunyi di tempat gelap, takut cahaya sehingga jika terkena sinar matahari bereaksi berlebihan seperti mengelak, melolong, mengerang, atau bahkan menyerangnya dengan ganas. Taraf ini berlangsung sampai waktu kecapaian dan tertekan sampai terjadilah taraf selanjutnya.

c. Taraf kelumpuhan (paralisis)

Taraf paralisis berlangsung sangat singkat sehingga sulit dikenali perubahan tingkah laku hewan bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Pada taraf kelumpuhan ini biasanya terjadi pada kaki belakang sehingga hewan sempoyongan dan apabila terjadi pada rahang bawah mengakibatkan mulut hewan tidak dapat menutup, tidak mampu untuk makan dan minum, lidah menjadi menjulur dan air liur keluar terus menerus jika terjadi kelumpuhan pada otot tenggorokan. Kelumpuhan juga sampai menjalar ke membrana nictitan sehingga hewan menjadi bermata juling. Perkembangan selanjutnya penderita menjadi apatis (masa bodoh) terhadap sekitarnya dan jika kelumpuhan sampai ke alat pernafasan maka hewan akan mati. Apabila virus rabies sudah menyerang daerah

(6)

kepala dan leher maka kelumpuhan akan cepat berlanjut ke bagian seluruh tubuh karena terjadinya infeksi pada susunan saraf pusat. Sehingga kematian anjing dapat terjadi dalan kurun waktu yang singkat yaitu 2-4 hari kemudian (Dharmawan, 2009).

2. Bentuk jinak atau yang lebih dikenal dengan dump rabies

Bentuk ini agak sulit dikenali karena tidak memperlihatkan adanya keganasan. Baru pada tahap selanjutnya diketahui bahwa ada kelumpuhan pada kedua kaki belakang dan rahang bawah. Selanjutnya terjadi perubahan perilaku dari galak menjadi jinak dan hal ini sangatlah berbahaya. Hewan juga mengalami kejang-kejang yang berlangsung secara singkat dan tidak terlihat. Sehingga kematian pada rabies bentuk jinak terjadi cepat karena sering tidak menunjukkan gejala awal.

3. Bentuk atipik atau tanpa bentuk

Penderita rabies pada bentuk ini tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda. Hewan mungkin hanya diam dan bersembunyi di tempat yang gelap atau terlindung dari cahaya, tetapi apabila dipegang atau didekati akan menyerang dan menggigit.

2.6 Gejala Klinis

2.6.1 Gejala Klinis Pada Anjing

Anjing biasanya memiliki periode masa inkubasi selama 10 hari sampai 2 bulan/lebih. Pada tahap prodormal anjing akan menghilang dari pemiliknya selama 2-3 hari. Dalam tahap ini dua syndrom rabies akan terlihat yaitu rabies ganas atau jinak. Gejala klinis rabies jinak umumnya akan terlihat lebih cepat sehingga menyebabkan kematian 3-7 hari setelah tahap prodormal diketahui. Dalam tahap ini anjing memperlihatkan perubahan perilaku seperti bersembunyi di sudut yang gelap, bangkit dan berjalan di sekitar tempat istirahatnya, anoreksia, iritasi pada tempat gigitan dan suhu tubuh meningkat.

Sedangkan pada gejala klinis rabies ganas akan cenderung lebih aktif. Anjing akan menjadi sangat agresif dan tidak menurut setelah hari 1-3 saat peningkatan fase eksitasi dan agitasi. Anjing mulai menggigit benda-benda

(7)

disekitarnya, menggigit hewan lainnya, bahkan menggigit pemiliknya sendiri. Air liur anjing keluar banyak karena hewan takut untuk menelan salivanya sendiri karena sudah terjadi paralisis dari muskulus deglutitory, suara menggonggongnya keras dan lebih lama akibat paralisis parsial pada pita suaranya. Penyakit rabies pada anjing dapat berkembang dari organ-organ ekstremitas, paralisis terjadi secara umum dan terakhir berakhir dengan kematian dengan lama waktunya antara 1-11 hari.

2.6.2 Gejala Klinis Pada Manusia

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi 5 fase, yakni fase prodormal, neurologik akut, furious, paralitik, dan koma (Soeharsono, 2002). Masa inkubasi rabies pada manusia sangat bervariasi antara 2-8 minggu, tetapi ada juga dari 10 hari sampai 8 bulan atau lebih tetapi rata-rata 6 bulan. Namun ada beberapa ahli yang mengatakan bahwasanya masa inkubasi rabies juga dapat mencapai waktu 5 tahun. Lama tidaknya masa inkubasi ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti dosis virus yang masuk melalui gigitan, tempat gigitan, jarak gigitan dengan susunan saraf pusat dan keparahan luka gigitan .

Pada fase prodormal gejala yang muncul umumnya bersifat ringan dan tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Penyakit diawali dengan perasaan tidak tenang serta gelisah kemudian demam, cephalgia, lalu perubahan sensoris di tempat gigitan. Penderita merasa nyeri, panas, dan kesemutan di daerah yang pernah digigit hewan pembawa rabies disertai dengan kesemutan pada bekas luka dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan sensoris. Selain itu nafsu makan menurun, muntah, sakit perut, kondisi tubuh melemah, sakit kepala, merasa kedinginan, terbakar dan gatal.

Fase eksitasi sering diikuti dengan hyperesthesia, kepekaan terhadap sinar dan bunyi, dilatasi pupil dan peningkatan saliva. Perkembangan penyakit diikuti dengan spasmus otot-otot pengunyah, dan penolakan saliva karena kontraksi muskulus. Gangguan fungsi menelan sering terlihat pada sebagian besar pasien sebagai akibat dari kontraksi spasmus muskulus larygopharyngeal ketika melihat air dan berhenti menelan ludahnya. Selanjutnya juga dapat mengakibatkan

(8)

spasmus otot-otot respiratorius dan terjadilah kejang umum. Fase eksitasi ini bertahan sampai pasien meninggal. Penyakit biasanya berakhir dalam waktu 2-6 hari dan umumnya diakhiri dengan kematian (Acha dan Szyres, 1987).

Pasien kasus rabies biasanya meninggal pada fase eksitasi. Namun terkadang dapat diganti oleh fase paralisis umum. Otot-otot bersifat progresif dikarenakan terjadi gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresi otot-otot pernafasan. Pada tahap ini fase dapat dilihat dengan perubahan patologis yang dijumpai pada bagian terendah dari medula oblongata.

2.7 Diagnosa Rabies

Hewan yang terinfeksi rabies dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis seperti observasi atas perubahan perilaku hewan dan berdasarkan pemeriksaan observasi. Diagnosa laboratorium harus cepat dan akurat untuk mengevaluasi resiko dari infeksi rabies pada orang yang telah tergigit. Cara yang paling mudah dan cepat untuk mendiagnosa penyakit rabies adalah dengan menemukan adanya badan inklusi pada sel otak atau yang dikenal dengan badan negri.

Pemeriksaan memerlukan preparat sentuh dari jaringan otak hewan yang telah menggigit atau sudah menunjukkan gejala klinis rabies dengan pewarnaan

Giemsa atau pewarnaan Sellers. Metode ini cepat karena hanya memakan waktu

5-10 menit dengan spesifikasi hampir 100 %, hanya saja sensitivitasnya rendah yaitu kesalahan yang dapat terjadi mencapai 30 %. Dalam artian apabila negatif

Negri body pada pewarnaan Seller, belum berarti negatif sehingga diperlukan

metode yang lebih sensitif seperti metode IFAT (Indirect Fluorescent Antibody

Technique) atau inokulasi hewan percobaan.

Uji ini cukup akurat karena memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi mendekati 100%. Hanya saja memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 2 jam dan harus dilakukan di laboratorium dengan perlengkapan canggih karena akan memerlukan mikroskop FAT. Selanjutnya, apabila dari dua metode di atas tidak menemukan hasil maka akan dilakukan uji biologik. Uji ini memerlukan waktu antara 4-21 hari. Saat ini, uji diagnosis rabies juga dapat dilakukan dengan antibodi monoklonal (Astawa et al., 2010).

(9)

Selain menggunakan metode di atas, untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi maka dilakukan pula observasi di lapangan untuk mengawal kasus yang diduga kuat rabies maka dilakukan hal-hal berikut yaitu:

 Apabila terdapat hewan yang telah menggigit manusia, maka anjing tersebut harus ditangkap dan diobservasi. Observasi dilakukan selama 10-15 hari dilakukan pada anjing yang walaupun tampak sehat dan telah menggigit orang , tidak diketahui identitasnya dalam artian anjing tak berpemilik dapat langsung dieliminasi dan diperiksa otaknya. Riwayat penggigitan ditelusuri dan dicermati ada tidaknya provokasi. Menurut (Mahardika et al., 2009) terdapat indikasi rabies di lapangan tanpa adanya tindakan provokasi dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila dalam satu hari ada seekor hewan (anjing) menggigit 1 orang tanpa provokasi, maka kemungkinan anjing tersebut positif rabies 25%. b. Apabila dalam satu hari ada seekor hewan (anjing) menggigit 2 orang

tanpa provokasi, maka kemungkinan anjing tersebut positis rabies 50%. c. Apabila dalam satu hari ada seekor hewan (anjing) menggigit 3 orang

tanpa provokasi, maka kemungkinan anjing tersebut positif rabies 75%. d. Apabila dalam satu hari ada seekor hewan (anjing) menggigit 4 orang

tanpa provokasi, maka kemungkinan anjing tersebut positif rabies 100%.  Dilakukan penelusuran terhadap jumlah penderita gigitan oleh hewan yang

sama.

2.8 Kerangka Konsep

Rabies atau anjing gila merupakan penyakit yang bersifat akut dan dapat ditularkan melalui air liur hewan pembawa rabies ke dalam luka gigitan yang ditimbulkan pada hewan lain atau manusia (Knobel et al., 2005). Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia karena bersifat zoonosis dan sangat berbahaya (Wondal et al., 1997).

Penyakit rabies mulai muncul di Bali dan dinyatakan positif terkena pada tahun 2008. Pada awalnya kasus rabies terjadi di Desa Ungasan dan Desa

(10)

Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan. Tercatat dari Februari tahun 2011 kejadian rabies pada manusia di Bali sebanyak 122 orang dan terus menyebar tak terkendali. Selain itu rabies di Bali juga menginfeksi dan menyebabkan kematian pada sejumlah anjing (Hemachuda et al., 2002; Mitrabhakdi et al., 2005)

Kasus rabies di Kabupaten Bangli pertama kali teridentifikasi pada anjing di Desa Bebalang, Kabupaten Bangli tahun 2009. Setelah itu kasus rabies muncul setiap bulan secara rutin di berbagai Desa di Kabupaten Bangli (Lestyorini, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Batan et al., 2014), diketahui bahwa kasus rabies paling banyak ditemukan di Desa Kawan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli yakni sebanyak delapan kasus. Kasus rabies pada manusia pertama kali teridentifikasi di Banjar Tambahan Tengah, Desa Jehem Tembuku pada bulan April 2010 (Nasution, 2011).

Tindakan yang dapat dilakukan agar suatu wilayah bebas rabies dapat dengan cara karantina hewan yang ketat, vaksinasi berskala besar dan pemusnahan anjing liar (Weng et al., 2010). Hal ini dapat sebagai langkah untuk menekan terjadinya wabah rabies. Sehingga upaya terhadap pencegahan kasus tidak terabaikan dan menjadi perhatian khusus terhadap kejadian rabies.

Referensi

Dokumen terkait

a. Kas di Bendahara Penerimaan, merupakan saldo kas yang dikelola oleh bendahara penerimaan untuk tujuan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian/lembaga

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional, untuk mencari hubungan antara variabel kecerdasan emosional (x) dengan variabel strategi coping

Selain itu, dalam penelitian ini dilengkapi dengan analisis menggunakan metode FMEA untuk mengetahui pada proses manakah yang memiliki risiko kegagalan paling tinggi.

SCA yang tidak secara fisik menangani produk UTZ: SCA ini harus mematuhi persyaratan yang berlaku dari Standar Rantai pengawasan (ChoC), walaupun bukan sebagai

Dengan penurunan harga tersebut, petani akan mengoptimalkan penggunaan obat-obatan untuk menanggulangi hama penyakit sehingga luas tanaman puso dapat ditekan dan luas

Bentuk yang ada dalam karya ini sebetulnya tidak mengacu pada bentuk yang ada pada musik etnis maupun barat, tetapi lebih kepada pengadopsian pola-pola atau motif musik

Selain untuk mendapat informasi mengenai masing-masing indikator, pengukuran kinerja ini juga di maksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan kegagalan dari

kreditor dari developer yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utang developer terhadap bank, yaitu tanah