• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIOPATOGENESIS KARSINOMA SEL BASAL. Sukmawati Tansil Tan*, Syarifuddin Wahid**, Gabriela Reginata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETIOPATOGENESIS KARSINOMA SEL BASAL. Sukmawati Tansil Tan*, Syarifuddin Wahid**, Gabriela Reginata"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ETIOPATOGENESIS KARSINOMA SEL BASAL

Sukmawati Tansil Tan*, Syarifuddin Wahid**, Gabriela Reginata

**Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Tarumanagara Jakarta

**Departemen Patologi Anatomi FK Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Karsinoma sel basal (KSB) adalah keganasan kulit

yang berasal dari sel nonkeratinisasi basal epidermis. KSB

merupakan kanker kulit yang terbanyak dijumpai dan kasusnya

semakin meningkat pada beberapa dekade terakhir. Ada lima

subtipe KSB, yaitu nodular, berpigmen, morfea, superfisial, dan

fibroepitelioma. Etiopatogenesis yang berkaitan dengan KSB

adalah genetik, lingkungan, dan yang paling sering adalah

pajanan sinar ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang

290-320 nm. Faktor genetik yang berperan pada KSB terdapat

pada kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9,

dan 12. Varian tersebut tidak diketahui memiliki keterkaitan

dengan warna rambut, mata, dan warna kulit, tetapi diketahui

berhubungan dengan penurunan genetik heterozigot dan risiko

ketidakmampuan proteksi terhadap pajanan sinar matahari.

Kelainan genetik yang bersifat homozigot berhubungan dengan

aktivasi pengaturan

sonic hedgehog pathway signaling

(SHH).

Pada penelitian terkini, ternyata proses biomolekuler yang

terjadi pada KSB cukup rumit. Terdapat mutasi pada sel punca

epidermal pada jalur proliferasi sel holoklon secara vertikal

tanpa gangguan proliferasi horisontal dalam pembentukan

lapisan basal epidermis dan sebelum terjadi diferensiasi sel

menjadi lapisan spinosum.

Kata kunci : Etiopatogenesis, karsinoma sel basal, kanker kulit

ABSTRACT

Basal cell carcinoma (BCC) is a malignant neoplasm

derived from nonkeratinizing cells that originate in the basal

layer of the epidermis. BCC is the most common skin cancer dan

the case has increased during the last few decades. There are

five types of BCC, namely nodular, pigmented, morpheaform,

superficial, and fibroepithelioma. The etiopathogenesis of BCC

is associated with genetic factors, environmental, and most often

triggered by exposure to sunlight, especially ultraviolet B (UVB)

are surging 290-320 nm. Genetic factors associated with BCC

found on chromosome 1 and one variant of each chromosome 5,

7, 9, and 12. A variant is not known to be associated with hair

color, eye, and skin color, which may be associated with genetic

heterozygous in heritance and additional risk factors for

exposure to the sun. The homozygous genetic disorder that is

primarily related to the setting of sonic hedgehog signaling

pathway. Recents study shows the details biomollecular

changing in etiopathogensis of the BCC. There is epidermal stem

cell mutation in proliferation pathways of holoclone cells

vertically without horizontal proliferation interruption in

epidermis basal layer formation and before differentiation of

cells into spinosum layer.

Key words : Etiopathogenesis, basal cell carcinoma, skin cancer

Korespondensi:

Jl. Letjen S.Parman No.1, Grogol, Jakarta

Barat 11440Telp: 021-5670815,

Fax.021-5663126Email: sukma_tsl@yahoo.com

(2)

PENDAHULUAN

Karsinoma

sel

basal

(KSB)

adalah

keganasan kulit yang berasal dari sel nonkeratinisasi

basal epidermis,1 disebut juga basalioma, epitelioma

sel basal, ulkus Rodent, dan ulkus Jacob.2 KSB

merupakan kanker kulit yang paling banyak

dijumpai, berkisar 75-80% dari seluruh kanker kulit.

Angka kejadiannya semakin meningkat dua kali lipat

setiap dua puluh lima tahun tahun sejak tahun

1980.

3,4

Diperkirakan

setiap

tahunnya

terdapat

900.000-1 juta orang terdiagnosis KSB di Amerika.1

Prevalensi terjadinya KSB pada laki-laki dan

perempuan adalah 2,1-3 : 1-2%.3 Kasus terbanyak

dijumpai di Australia yang mencapai 2% dari

populasi penduduknya atau sekitar 650-1560 kasus

per 100.000 populasi.5 Hingga saat ini data akurat

insidens KSB di Indonesia belum diketahui dengan

jelas.

Penelitian

di

Palembang

menunjukkan

peningkatan signifikan 10 tahun terakhir. Penelitian

Toruan TL (2000) menyebutkan insidens KSB

0,042%, penelitian Yahya (2008) didapatkan 0,11%,

dan 0,30% (2010).6 Usia pasien KSB berkisar antara

50-80 tahun dengan rerata usia 55 tahun. Beberapa

studi epidemiologi menyebutkan bahwa kejadian

KSB di bawah 35 tahun adalah 1-3%.5 Pasien yang

menderita

sindroma

KSB

nevoid

berpotensi

menderita KSB pada usia muda.7 Fabio dkk.

menemukan hubungan antara kejadian KSB pada

usia muda dengan limfoma non-Hodgkins.5 Terdapat

lima subtipe KSB, yaitu: 1.) tipe nodulo-ulseratif,

termasuk ulkus rodent, 2). tipe berpigmen, 3). tipe

morfea atau fibrosing atau sklerosing, 4). tipe

superfisial, 5). tipe fibroepitelioma.1 Lokasi lesi KSB

paling sering ditemukan di sepertiga tubuh bagian

atas (75-80% di wajah), selanjutnya 25% di badan,

dan 5% di penis, vulva, serta perianal. Pada wajah

paling sering ditemukan di nasal tip dan alae nasi.5

KSB yang terjadi pada daerah genital diduga

berhubungan dengan gangguan pada proses fusi

lempeng embrionik.7 KSB bersifat sangat destruktif

karena dapat merusak jaringan kulit, tulang rawan,

bahkan tulang di sekitarnya sehingga menimbulkan

cacat pada wajah.3 Walaupun jarang menimbulkan

metastasis (0,028-0,55%), namun pada beberapa

kasus dilaporkan bahwa KSB bermetastasis ke

kelenjar getah bening, paru, dan tulang.3,5,8

Mekanisme metastasis KSB itu sendiri masih belum

diketahui.9 Terapi KSB sampai saat ini adalah

medikamentosa, eksisi, kuretase, krioterapi, dan

radiasi.3

ETIOPATOGENESIS

Etiologi KSB yang

selama ini diketahui berhubungan dengan faktor

genetik dan dipicu oleh lingkungan, terutama pajanan

sinar matahari UVB dengan panjang gelombang 290

– 320 nm.10-13

Faktor Genetik

Faktor genetik yang berperan pada KSB

adalah kromosom 1 dan satu varian dari setiap

kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian tersebut bersifat

heterozigot. Walaupun hubungan varian tersebut

dengan warna rambut, mata, dan warna kulit tidak

diketahui,

namun

terdapat

hubungan

dengan

ketidakmampuan kulit dalam memproteksi diri

terhadap pajanan sinar matahari.14 Kelainan genetik

yang bersifat homozigot seperti pada sindroma nevus

sel basal berhubungan dengan aktivasi pengaturan

sonic hedgehog pathway signaling

(SHH).8 Kelainan

tersebut dapat disebabkan oleh aktifnya kembali SHH

yang hanya aktif pada fetus,15,16 atau mutasi pada

SHH dengan mengaktivasi

patched tumor-supressor

homologue

1 (PTCH1) dan

protein forkhead box

(FOX) yang mencetuskan ekspresi gen dalam

pertumbuhan

sel

dengan

memicu

messenger

ribonucleoprotein

(mRNA) untuk berproliferasi,

diferensiasi,

longevity

, dan transformasi.

4,16

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang sudah diketahui

dapat memicu terjadinya KSB adalah rangsangan

onkogen, luka kronis, trauma akut, hidrokarbon,

arsenik, tar batubara, obat topikal metoksipsoralen,

dan yang terpenting adalah pajanan sinar ultraviolet

(UV).

10-12

Luka kronis, trauma akut, dan rangsangan

onkogen diduga dapat mengakibatkan pertumbuhan

keratinosit bulbus folikel rambut yang tumbuh ke

arah epidermis, walaupun mekanismenya belum

diketahui dengan pasti.

17

Efek radiasi sinar UV terhadap kulit dapat

bersifat akut dan kronik.18,19 Secara klinis, efek

akut radiasi UV adalah

sunburn inflammation

,

eritema, nyeri, panas,

tanning

karena sintesis

melanin, gangguan modulasi sistem imun atau

imunosupresif lokal dan sistemik.18-20 Oksigen

dalam jaringan berpengaruh terhadap kerusakan

oksidatif oleh sinar UV, yaitu saat hipoksia jaringan

dengan menginduksi pembentukan

sunburn cell

dan

edema kulit,21 sedangkan pada pajanan sinar UV

kronik terjadi inflamasi akibat stres oksidatif.22

Kerusakan DNA yang disebabkan oleh pembentukan

6,4-photoproducts

, misalnya

cyclobutane pyrimidine

dimers

dapat menyebabkan akumulasi perubahan

delesi genetik.23 Kerusakan DNA tersebut akan

direparasi dengan perbaikan eksisi nukleotida atau

nucleotide excision repair

(NER) pada sel punca

yang terletak pada folikel rambut untuk berproliferasi

menggantikan sel yang rusak (homesostasis) yang

dijelaskan pada gambar 1A.20,21 Sel yang rusak

karena radiasi atau radikal bebas akibat stres oksidatif

(sunburn cell) juga dapat menyebabkan timbulnya

klon mutan (contohnya klon mutan p53) dari sel

sekitarnya tanpa mutasi sel.

24,25

(3)

Pajanan kronis UVB selama 3-5 minggu

atau selama lebih dari 12 jam secara terus-menerus

di keratinosit sel basal dapat merusak gen p53 dan

p63 yang bersifat supresor tumor sehingga tidak

terjadi apoptosis.

26

Fungsi normal gen supresor

tumor adalah sebagai barier fisiologis terhadap

ekspansi klonal dan mutasi gen, juga menghalangi

proliferasi sel yang berlebihan maupun metastasis

sel yang dikendalikan oleh onkogen.

26,27

Pajanan

kronis UVB juga dapat menginduksi mutasi

ekspresi gen p53 yang spesifik terhadap kerusakan

sinar

matahari

atau

disebut

“mutasi

signature

”.

19,22,28

Bila efek protoonkogen atau

fotokarsinogen sinar UV tersebut mengenai sel

punca yang sedang mengalami mitosis atau

proliferasi, maka dapat menyebabkan gangguan

pengaturan pada penggantian sel baru,

19,22,23,29

terjadi

akumulasi

mutasi

protoonkogen,

23

selanjutnya akan memicu sel punca/progenitor,

mengubah sel transformasi menjadi sel ganas.

26,29

Kerusakan DNA kronis menyebabkan

kerusakan

DNA permanen sehingga tidak terjadi proses

reparasi DNA yang menyebabkan mutasi pada

SHH, p53, dan aktifnya telomerase.

26-28

Telomerase

adalah enzim yang mengontrol panjang DNA pada

ujung kromosom (telomer). Pada sel normal,

telomer

memendek

setiap

kali

membelah.

Telomerase yang aktif menyebabkan telomer tidak

memendek saat pembelahan sehingga sel bersifat

abadi. Ekspresi gen p53 yang aktif (mutasi

signature) dan mutasi gen p53 mengakibatkan

terhambatnya

apoptosis

sel.

27

Mutasi gen p53 ini

akan merangsang Src (protoonkogen tirosin

kinase) untuk memulai siklus cyclic adenosine

monophosphate response element binding (CREB)

yang meningkatkan proliferasi sel punca. Terdapat

dua gen utama pada jalur Hedgehog, yaitu PTCH1

dan

smoothed G-protein-coupled receptor (SMO)

.

Mutasi pada gen PTCH1 mencegah PTCH1

berikatan dengan SMO dan menstimulasi SHH.

Kehadiran SHH akan mengikat PTCH1, lalu

melepaskan dan mengaktifkan SMO

(4)

Selanjutnya, akan terjadi aktivasi supresor protein

fused (SuFu) dan glioma (GLI) dengan mentranskrip

gen di nukleus sehingga terjadi proliferasi sel punca

dengan tujuan homeostasis epidermis, juga proliferasi

sel punca yang terus-menerus. Penghantaran sinyal

tanpa hambatan ini menyebabkan pertumbuhan tumor

tidak terkendali, memicu timbulnya KSB seperti yang

dijelaskan pada gambar 1B.27,28,30

Untuk mempertahankan homeostasis kulit,

sel punca epidermis pada lapisan basal epidermis

kulit mengalami pembelahan sel secara asimetris dan

simetris.32-34 Pembentukan asimetris bersifat dua

arah, yaitu pembentukan ke arah horisontal dalam

mempertahankan lapisan basal epidermis, sedangkan

yang vertikal dimulai dengan pembentukan sel

holoklon,

meroklon, dan paraklon,

kemudian

berdiferensiasi

menjadi

lapisan

spinosum,

granulosum, dan korneum.33 Hanya holoklon yang

memiliki

kemampuan

proliferasi

luas

dan

pembaharuan diri. Proliferasi pada meroklon terbatas,

tanpa kemampuan pembaharuan diri, sedangkan

paraklon tidak mampu berproliferasi lebih lanjut.35

Tujuan

pembelahan

asimetris

ini

adalah

mempertahankan rantai DNA sel basal tetap sama

seumur hidup dan mencegah penumpukan DNA yang

telah

bermutasi

(

immortal

strand

hypothesis

).25,36,37

Selain faktor sel punca epidermis, proses

homeostasis kulit juga dipengaruhi oleh autokrin dan

parakrin yang hanya terdapat di lapisan dermis.

Autokrin dan parakrin mempengaruhi hormon

pertumbuhan

(growth factor)

dan memicu terjadinya

proliferasi sel punca.

Epidermal growth factor (EGF)

dan

transforming growth factor-alpha

(TGF-α)

berikatan dengan reseptor tirosin kinase pada sel

basal yang memicu proliferasi sel. Proses tersebut

dibantu oleh

keratinocytes growth factors

(KGF)

yang hanya ditemukan pada lapisan dermis dan

berperan sebagai mitogen pemicu mitosis sel basal

yang mengawali proliferasi sel. Di lain pihak,

TGF-β1 dan β2 menekan sintesis DNA dan menurunkan

kadar β1 integrin sehingga memulai suatu proses

diferensiasi sel ke arah stratum korneum.1 Integrin

β1 berfungsi untuk mempertahankan sel punca,

migrasi sel, dan memicu proliferasi atau menghambat

diferensiasi sel.38 Siklus sel ini dapat meningkat atau

dipercepat

saat

terjadinya

luka

atau

proses

karsinogenesis.

1

Sel holoklon pada lapisan basal epidermis

adalah sel yang mempunyai sifat proliferasi tinggi

dan sangat terpengaruh oleh gen p53 dan p63. Gen

p63 juga digunakan sebagai penanda sel punca

keratinosit dalam kultur epitel, aplikasi klinis, dan

dalam studi tumorgenitas epitel.39 Lesi KSB dengan

sel-sel palisade yang tersusun pada tepi lesi

dinyatakan sebagai ciri khas gambaran patologi

anatomi KSB dan selama ini dianggap sebagai bagian

dari lesi KSB. Namun, Tan ST menemukan hal baru

yang sangat menarik dalam penelitiannya dengan

pewarnaan

imunohistokimia (IHK) leucine-rich

repeats

and

immunoglobuline-like domains 1

(LRIG1) dan

leucine-rich repeat containing G

protein-coupled receptor

6 (LGR6) pada lesi KSB.

Sel-sel palisade dari lesi KSB bukanlah bagian dari

lesi KSB, tetapi merupakan sel-sel basal normal yang

terdorong oleh sekelompok sel KSB yang sebenarnya

adalah sel-sel muda yang disebut dengan sel-sel

holoklon. Sel-sel holoklon merupakan kumpulan dari

sel KSB yang tumbuh akibat dari mutasi sel punca

basal dari lapisan basal epidermis yang tidak

terkendali proliferasinya. Sel-sel holoklon ini tidak

pernah tumbuh menjadi sel basal lapisan epidermis,

tetapi

berproliferasi

terus-menerus

menjadi

sekelompok sel yang dikelilingi oleh sel-sel normal

lapisan basal epidermis (palisade). Seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2, pembentukan sel

holoklon tanpa gangguan pembentukan sel basal jelas

terlihat pada lesi KSB dengan sel monomorf di

tengah lesi yang dikelilingi sel basal palisade.

Pembentukan sel holoklon juga dapat diakibatkan

oleh gangguan pada diferensiasi ke arah transit

amplifying cell (sel TA) epidermis, sehingga tidak

terbentuk sel spinosum, granulosum, maupun stratum

korneum dan terjadi penipisan lapisan epidermis di

atas lesi KSB.

31

Gambar 2 : Tampak sel-sel basal tersusun palisade pada pinggir

lesi KSB dengan bagian tengah terdiri dari sel-sel monomorf

poligonal yang tersusun tidak beraturan. (Pewarnaan IHK LGR6

pada sitoplasma sel, pembesaran 1000x) 31

PENUTUP

Etiopatogenesis terbaru karsinoma sel basal

diduga terjadi akibat mutasi pada sel punca epidermis

yang sedang mengalami proliferasi ke arah vertikal

sehingga

membentuk

sel

holoklon

dengan

terhambatnya diferensiasi sel menjadi lapisan

spinosum. Hal tersebut terjadi tanpa gangguan pada

proliferasi horisontal menjadi lapisan sel basal

epidermis, terlihat dengan susunan sel basal pada tepi

lesi yang berbentuk palisade. Mutasi ini dapat

disebabkan oleh

(5)

faktor onkogen, fotoonkogen, trauma akut maupun kronis, dan bahan-bahan kimia. Mutasi diawali oleh pembentukan sunburn cell, kerusakan DNA akibat photoproduct misalnya cyclobutane pyrimidine dimers, mutasi gen p53 dan p63, imunosupresi, ekspresi survivin yang berlebihan, dan pembentukan klon mutan. Selain itu, reparasi dengan perbaikan eksisi nukleotida (NER) menyebabkan akumulasi perubahan delesi genetik, hambatan apoptosis, proliferasi holoklon terus-menerus, kemudian menjadi KSB.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carucci JA, Leffel DJ. Basal cell carcinoma. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Glicherst BA, Paller AS, Leffel LJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill Companies; 2008.h.1036-42.

2. Soomro FR, Bajaj DR, Patham GM, Abbasi P, Hussain J, Abbasi SA. Cutaneous malignant tumors: a profile of ten years at Linar, Larkana-Pakistan. J Pak Assoc Dermatol. 2010;20:133-6.

3. Ramsey ML, Sewell LD. Basal cell carcinoma. Medscape [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di:

http://emedicine.medscape.com/article/1100003-overview. 4. Panda S. Nonmelanoma skin cancer in India: current scenario. Indian

J Dermatol. 2010;55(4): 373-8.

5. Fransen M, Karahalios A, Sharma N, English DR, Giles GG, Sinclain RD. Med J Aust. 2012; 197(10):565-8.

6. Yahya YF. Ekspresi β catenin dan β4 integrin pada karsinoma sel basal agresif dan non agresif Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2010.

7. Barankin B, Goldenberg G, Searles G. Nevoid basal cell carcinoma syndrome. Medscape [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di: http://www.emedicine.com/ped/topic1592.htm. 8. Bader RS, Santacroce L, Diomede L, Kennedy AS. Surgical treatment

of basal cell carcinoma. Medscape [Serial dalam internet]. 2012. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/27778-overview.

9. Robinson JK, Dahiya M. Basal cell carcinoma with pulmonary and lymph node metastasis causing death. Arch Dermatol. 2003;139(5):643-8.

10. Tilli CM, Steensel MA, Krekels GA, Neumann HA, Ramaekers FC. Molecular aetiology and pathogenesis of basal cell carcinoma. Br J Dermatol. 2005;152(6):1108-24.

11. Cohen P, Schulze K, Nelson B. Basal cell carcinoma with mixed histology : a possible pathogenesis for recurrent skin cancer. Dermatol Surg. 2006;32(4):542-51.

12. Arbiser JL. Translating cyclooxygenase signaling in patch heterozygote mice into a randomized clinical trial in basal cell carcinoma. Cancer Prev Res. 2010; 3:4-7.

13. Sajjiadian A, Barakat M, Negar SM, Rana RM. Skin cancer-basal cell carcinoma. Medscape. [Serial dalam internet]. 2010. [Disitasi 1 Des 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/871502-overview.

14. Santacroce L, Diomede L, Andrew SM. Epitheliomas, basal cell carcinoma. Medscape. [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 1 Des 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/871502-overview.

15. Donovan J. Review of the hair follicle origin hypothesis for basal cell carcinoma. Dermatol Surg. 2009;35(9):1311-23.16 23.

16. Teh MT, Wong ST, Neill GW, Ghali L, Philpott MP, Quinn AG. FOXM1 is a downstream target of Gli1 in basal cell carcinomas. Cancer Res. 2002; 62(16): 4773-80.

17. Kasper M, Jaks V, Are A, Bergstrom A, Schwager A, Svard J, dkk. Wounding enhances epidermal tumorigenesis by recruiting hair follicle keratinocytes. Proc Natl Acad Sci. 2011; 108(10): 4099-104. 18. Situm M, Buljan M, Bulat V, Lugovic ML, Bolanca Z, Simic D. The

role of UV radiation in the development of basal cell carcinoma. Coll Antropol. 2008; 32(2):167-70.

19. Matsumura Y, Ananthaswamy HN. Molecular mechanisms of photocarcinogenesis. Front Biosci. 2002;7:765-83.2

20. Rass K, Reichrath J. UV damage and DNA repair in malignant melanoma and nonmelanoma Skin Cancer. 2008; 624: 162-78. 21. D’Orazio J, Jarret S, Ortiz AA, Scott T. UV radiation and the skin. Int

J Mol Sci. 2013; 14(6):12222-48.

22. Lacour JP. Carcinogenesis of basal cell carcinomas: genetics and molecular mechanisms. Br J Dermatol. 2002; 146(61):17-9. 23. de Gruijl FR, Kranen HJ, Mullenders LH. UV-induced DNA damage,

repair, mutations and oncogenic pathways in skin cancer. J Photobiol B. 2001; 63(1-3):19-27.

24. Chao DL, Eck JT, Brash DE, Maley CC, Luebeck G. Preneoplastic lesion growth driven by the death of adjacent normal stem cells. Proc Natl Acad Sci. 2008; 105(39): 15034-9.

25. Aberdam, D. Epidermal stem cell fate: what can we learn from embryonic stem cells? Cell Tissue Res. 2008; 331 (1):103-7. 26. Mimeault M, Batra SK. Recent advances on skin-resident

stem/progenitor cell functions in skin regeneration, aging and cancers and novel anti-aging and cancer therapies. J Cell Mol Med. 2010;14(1-2):116-34.

27. Qin JZ, Chaturvedi V, Denning MF, Bacon P, Panella J, Choubey D, dkk. Regulation of apoptosis by p53 in UV-irradiated human epidermis, psoriatic plaques and senescent keratinocytes. Oncogene. 2002; 21(19):2991-3002.

28. Dallaglio K, Marconi A, Pincelli C. Survivin: a dual player in healthy and diseased skin. J Invest Dermatol. 2012;132:18-27.

29. Youssef KK, Van Keymeulen A, Lapouge G, Beck B, Michaux C, Achouri Y, dkk. Identification of the cell lineage at the origin of basal cell carcinoma. Nature Cell Biol. 2010;12(3):299-305.

30. Zhang W, Remenyik E, Zelterman D, Brash DE, Wikonkal NM. Escaping the stem cell compartment: sustained UVB exposure allows p53-mutant keratinocytes to colonize adjacent epidermal proliferating units without incurring additional mutations. Proc Natl Acad Sci. 2001; 98(24):13948-53.

31. Tan ST. Identifikasi lokasi dan stem cell origin serta faktor yang mempengaruhi lemahnya kemampuan metastasis karsinoma sel basal (Disertasi). Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2012.

32. Fuchs E. Finding one’s niche in the skin. Stem Cell. 2009; 4(6): 499-502.

33. Gambardella L, Barrandon Y. The multifaceted adult epidermal stem cell. Cur Opin Cell Biol. 2003;15:771-7.

34. Czuchra AP, Koegel H, Meyer H, Bauer M, Werner S, Brakebusch C, dkk. ß1 integrin-mediated adhesion signalling is essential for epidermal progenitor cell expansion. PLoS ONE. 2009;4(5):1-12. 35. Beaver CM, Ahmed A, Masters JR. Clonogenicity: holoclones and

meroclones contain stem cells. PLoS ONE. 2014;9(2):1-8.

36. Sotiropoulou PA, Candi A, Blanpain C. The majority of multipotent epidermal stem cells do not protect their genome by asymmetrical chromosome segregation. Stem Cells. 2008;26(11):2964-73. 37. Blanpain C, Lowry W E, Geoghegan A, Polak L, Fuchs E.

Self-renewal, multipotency, and the existence of two cell populations within an epithelial stem cell niche. Cell. 2004; 118(5):635-48. 38. Pincelli C, Marconi A. Keratinocyte stem cells: friends and foes. J

Cell Physiol. 2010;225(2):310-5.

39. Pellegrini G, Dellambra E, Golisano O, Martinelli E, Fantozzi I, Bondanza S, dkk. p63 identifies keratinocyte stem cells. Proc Natl Acad Sci. 2001; 98(6): 3156-61.

Gambar

Gambar  2  :  Tampak  sel-sel  basal  tersusun  palisade  pada  pinggir  lesi  KSB  dengan  bagian  tengah  terdiri  dari  sel-sel  monomorf  poligonal  yang  tersusun  tidak  beraturan

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, perawatan atau perbaikan pada pihak ketiga seperti yang selama ini dilakukan memiliki kelemahan dimana waktu perbaikan yang relatif lama sehingga

Pengertian bahasa pemrograman adalah suatu perangkat lunak dan bahasa yang digunakan untuk membuat program-program komputer atau sering disebut sebagai bahasa komputer. Bahasa

Pemohon berpendapat bahwa prasyarat utama lahirnya PERPPU yang terdapat dalam ketentuan pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 1 dan

Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan mempunyai tugas pokok : Membantu Kepala Dinas dalam bidang tugasnya, memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas

Tinjauan Manajemen: capaian dari sasaran mutu belum ditambahkan, nilai IKM belum dikonversi dalam bentuk angka (bisa mengacu pada laporan IKM UB), evaluasi kinerja

Puji syukur tercurahkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam karena berkat rahmat serta ridloNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI

Berdasarkan pemaparan diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian guna mengkaji mengenai perkembangan tenun songket dalam bidang perekonomian yang berjudul: “Perkembangan