• Tidak ada hasil yang ditemukan

AJARAN BUDDHA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP BERMASYARAKAT DALAM KEMAJEMUKAN MENUJU KEHARMONISAN. Puja Subekti STABN Sriwijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AJARAN BUDDHA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP BERMASYARAKAT DALAM KEMAJEMUKAN MENUJU KEHARMONISAN. Puja Subekti STABN Sriwijaya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

11

AJARAN BUDDHA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP BERMASYARAKAT DALAM KEMAJEMUKAN MENUJU KEHARMONISAN

Puja Subekti STABN Sriwijaya puja_bekti@yahoo.com

Abstract

Indonesia is a country that has a population in diversity and pluralism. Diversity and pluralism categorized as wealth and power, but on the other hand if it is not guarded well by all parties has also become a threat. Buddhism or Buddhist is part of diversity and pluralism in Indonesia so that Buddhists also have a responsibility to maintain unity in the diversity towards a harmonious life. Although Buddhists in the amount less than the people of other religions as well as the role of Buddhists but will also be important in creating harmony within the community. The best way to do Buddhists for his role in creating the harmony is to study the teachings of the Buddha truly, understand the Buddha's teachings and practice Buddhism in everyday life in the middle of the society life. Basic teaching for any Buddhist should be practice in everyday life is the implementation of the Buddhist five precepts. By making the Buddha's teachings as a guide then any living Buddhists will be the pioneer life in harmony amid diversity and pluralism.

Keywords: Buddhism, Pluralism, Harmony.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang mejemuk dan beragam, terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Agama Buddha merupakan satu dari beberapa agama yang diakui oleh undang-undang di Indonesia. Penganut ajaran Buddha di Indonesia termasuk minoritas secara jumlah. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa dari hasil sensus tahun 2010 persentase pemeluk agama di Indonesia adalah: “agama Islam 87,1%, agama Kristen 6,9%, agama Katolik 2,9%, agama Hindu 1,6%, agama Buddha 0,7%, Konghucu 0,05%, dan 0,13% agama lainya” (https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia). Dalam pelaksanaan praktik ajaran agamanya umat Buddha juga memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan penganut-penganut agama lainnya sesuai aturan undang-undang.

Keberagaman dan kemajemukan di Indonesia merupakan kekayaan dan kekuatan, tetapi jika tidak dirawat dan tidak dijaga maka dapat menjadi ancaman. Merawat dan menjaga kemajemukan dan keberagaman yang ada adalah tanggung jawab setiap warga negara apapun agama dan sukunya. Umat Buddha sebagai bagian dari umat beragama di Indonesia memiliki kewajiban untuk berberan aktif dalam menjaga keharmonisan. Walaupun secara jumlah penganut agama Buddha adalah minoritas tetapi peranan umat

(2)

Buddha dalam menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting.

Kehidupan umat Buddha dalam bermasyarakat di Indonesia secara umum berjalan dalam keadaan yang harmonis, tetapi juga pernah diwarnai oleh adanya beberapa konflik horisontal. Peristiwa yang belum lama terjadi tentang konflik bernuansa agama yang melibatkan agama Buddha adalah konflik di Tanjung Balai. Menurut merdeka.com, “kerusuhan di Tanjung Balai Sumatera Utara terjadi pada hari Jumat tanggal 29 Juli 2016, dalam peristiwa tersebut terjadi pembakaran tempat ibadah berupa vihara dan klenteng”

(https://www.merdeka.com/peristiwa/kronologi-kerusuhan-sara-di-tanjungbalai-versi-polisi.html).

Lebih lanjut berdasarkan berita dalam batam.tribunnews.com, dijelaskan: persoalan bermula dari adanya keluhan seorang warga bernama Meliana (41) warga Jalan Karya Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan Kota, Tanjung Balai, Sumatera Utara terhadap suara azan yang dikumandangkan di Masjid Al Maksum Jalan Karya. Sebelum kericuhan meledak, Meliana mendatangi nazir masjid menyampaikan keluhan. Ia merasa terganggu dengan suara azan yang dikumandangkan pihak masjid. Setelah oknum tadi menyampaikan keluhan, pihak masjid kemudian mendatangi kediaman wanita bernama Meliana (setelah salat Isya). Lalu, karena timbul keributan, pihak kepala lingkungan dan kelurahan setempat yang kooperatif kemudian membawa masing-masing pihak ke polsek setempat untuk dimediasi," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting, Sabtu (30/7/2016) (http://batam.tribunnews.com/ 2016/07/30/ini-kronologi-kerusuhan-di-tanjungbalai-asahan-yang-mence-kam-warga-disana).

Menganalisis kejadian konflik tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika keberagaman memiliki sisi yang sangat sensitif di mana ketika terjadi gesekan sedikit saja dapat menimbulkan konflik yang besar. Oleh sebab itu maka setiap warga masyarakat apapun agamanya haruslah sangat berhati-hati dalam bertindak terutama yang menyangkut toleransi antarumat beragama. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa setiap warga negara apapun agamanya harus mampu mengenal tradisi-tradisi agama lainnya agar tidak melakukan tindakan yang menyinggung praktik agama lain. Kejadian di Tanjung Balai sebenarnya tidak perlu terjadi ketika warga yang memprotes suara azan memahami bahwa setiap agama memiliki cara praktik yang khas sehingga tidak sepatutnya warga memprotes suara azan tersebut.

Selanjutnya, baru-baru ini bangsa Indonesia digegerkan oleh kejadian dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Pak Ahok, dianggap telah melecehkan ulama dan kitab suci sehingga menimbulkan reaksi yang sangat besar hingga mengakibatkan terjadinya aksi demo besar-besaran pada tanggal 4 November 2016. Terlepas dari benar dan tidaknya masalah penistaan agama tersebut tetapi dari kejadian tersebut dapat memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa masalah yang berkaitan dengan agama di Indonesia sangat

(3)

13

sensitif sekali dan memiliki potensi konflik yang sangat kuat. Umat Buddha di Indonesia harus benar-benar menyadari tentang hal tersebut agar tidak terjadi tindakan yang dapat memicu terjadinya konflik di masyarakat yang majemuk dan beragam ini. Setiap penganut agama punya tanggung jawab untuk menjaga dan mengendalikan dirinya masing-masing agar tidak menyinggung atau menista penganut agama lainnya.

Agama Buddha yang telah disahkan oleh undang-undang sebagai agama yang diakui oleh negara dan memiliki penganut di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangannya. Sejak lebih dari duaribu enam ratus tahun yang lalu agama Buddha telah berkembang dari India menyebar ke berbagai penjuru dunia hingga sampai di Indonesia, dalam sejarah agama Buddha berkembang dalam nuansa yang damai, tidak terdapat catatan kekerasan yang mengatasnamakan ajaran Buddha. Demikian juga di Indonesia perkembangan agama Buddha tidak dikotori oleh aksi kekerasan yang mengatasnamakan ajaran Buddha. Hal tersebut terjadi karena pada dasarnya memang tidak ada satu bait pun ajaran Buddha yang mengajarkan tentang tindakan kekerasan terhadap orang lain. Umat Buddha di Indonesia harus benar-benar memahami ajaran Buddha agar dapat hidup bermasyarakat dengan damai.

Dari beberapa permasalahan yang dipaparkan di atas maka dapat dirincikan tentang hal yang penting untuk dikaji dan dibahas menurut ajaran Buddha agar dapat memberikan pemahaman kepada umat Buddha khususnya. Adapun hal-hal penting tersebut adalah: pertama, bahwa masyarakat Indonesia adalah majemuk dan beragam, terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras. Umat Buddha adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberagaman ini sehingga harus benar-benar memahami cara-cara yang benar menjalani kehidupan yang harmonis di tengah keberagaman. Kedua, berdasarkan fakta-fakta yang ada telah terjadi beberapa konflik di Indonesia yang disebabkan oleh isu agama ataupun ras, dan pada kenyataannya konflik karena isu agama lebih mudah menghasut masyarakat luas, berdasarkan kenyataan ini maka umat Buddha khususnya harus dapat menjaga diri agar tidak melakukan tindakan yang memicu konflik agama. Ketiga, umat Buddha harus benar-benar belajar dari sejarah perkembangan agama Buddha yang selalu berkembang dalam suasana yang damai dari dalam, hal tersebut tentunya disebabkan oleh kebenaran ajaran Buddha itu sendiri sehingga umat Buddha harus benar-benar memahami ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan pada masalah-masalah dan kenyataan yang diungkapkan di atas maka penulis memandang perlu untuk melakukan analisis terhadap beberapa ajaran Buddha yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman umat Buddha agar dapat menjalani kehidupan di tengah masyarakat yang majemuk dan beragam ini menuju ke kehidupan yang harmonis. Penulis merumuskan tema dalam kajian ini adalah: “Ajaran Buddha sebagai Pedoman Hidup Bermasyarakat dalam Kemajemukan menuju Keharmonisan”.

(4)

Penulisan artikel ini membatasi fokus pembahasannya pada beberapa ajaran Buddha yang dapat dijadikan sebagai landasan hidup bermasyarakat dalam keberagaman dan kemajemukan. Ajaran Buddha sangat luas sehingga dalam pembahasan pada artikel ini hanya akan dibahas secukupnya menurut kesanggupan penulis. Kajian akan dilakukan terhadap sumber pustaka berupa ajaran dalam kitab suci Tipitaka, ajaran-ajaran para guru praktisi dan pendapat-pendapat para ahli yang relevan. Teknik kajiannya adalah kualitatif kepustakaan.

Pembahasan

Bersikap Terhadap Perilaku Penistaan Agama

Dalam kehidupan bermasyarakat akan selalu terjadi interaksi antarmanusia. Dalam proses interaksi tersebut sering sekali terjadi komunikasi antarmasyarakat yang beda agama, suku, dan ras. Disengaja ataupun tidak disengaja sering kali terjadi perbuatan yang dianggap menyinggung perasaan pihak lainnya. Sebenarnya adalah hal yang sangat wajar di tengah kehidupan masyarakat yang beragam dan majemuk terjadi kesalahpahaman dikarenakan beda pandangan dan keyakinan, manusia tidak akan mampu sepenuhnya membuat setiap orang lainnya sama pandangan dan keyakinannya. Berdasarkan hal tersebut berarti sangatlah wajar jika dalam kehidupan bermasyarakat terkadang kita merasa disakiti maupun dihina. Hal terpenting yang harus disadari oleh umat Buddha bahwa manusia tidak akan mampu mengendalikan semua orang untuk menjadi baik dan sepaham dengan kita, tetapi yang benar adalah manusia dapat berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri dan belajar untuk memahami kondisi orang lain.

Berkaitan dengan kejadian-kejadian yang disebut sebagai penistaan agama bagaimanakah sikap umat Buddha yang benar? Yang utama dan terpenting adalah jangan sampai umat Buddha melakukan penistaan terhadap agama, baik agama sendiri maupun agama lain. Yang kedua jika terjadi penistaan terhadap agama Buddha oleh pihak lain maka penyelesaianya serahkan saja pada hukum yang berlaku atau menyelesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Yang ketiga bahwa umat Buddha tidak harus bersikap reaktip apalagi membalas dengan cara-cara yang arogan, umat Buddha sudah selayaknya mengambil suatu tindakan berdasarkan teladan-teladan Buddha dan ajaran Buddha. Tentang penistaan terhadap agama Buddha sudah pernah terjadi, sejak jaman Buddha masih hidup secara historis maupun pada jaman perkembangan agama Buddha pada masa-masa setelah kemangkatan Buddha Gotama.

Dalam bersikap terhadap penistaan agama Buddha jika terjadi maka hendaknya umat Buddha meneladani sikap Buddha saat mengalami cacian dan makian dari pertapa lain, kejadian tersebut tercatat dalam kitab Suci Tipitaka. Dalam Brahmajala Sutta bagian dari Digha Nikaya dijelaskan tentang suatu kejadian: suatu ketika Buddha bersama 500 bhikkhu melakukan

(5)

15

perjalanan antara Rajagaha dan Nalanda, dalam perjalanan itu ada pertapa pengembara bernama Suppiya bersama muridnya bernama Bramadatta yang mengikuti di belakang rombongan Buddha. Diceritakan dalam kejadian itu pertapa Suppiya selalu berkomentar mencari-cari kesalahan Buddha dan menghina Buddha, sementara muridnya Brahmadatta bersikap sebaliknya ia selalu berkomentar tentang kebaikan-kebaikan Buddha dan selalu memuji Buddha. Kemudian kejadian ini menjadi topik pembicaraan dan diskusi para bhikkhu ketika sedang beristirahat, mengenai kejadian ini kemudian Buddha memberikan wejangan dan nasihat kepada para bhikkhu bagaimana bersikap yang benar menghadapi hinaan dan pujian dari pihak lain terhadap Buddha, Dharma, dan Sangha. Buddha bersabda:

Monks, if anyone should speak in disparagement of me, of the Dhamma or of the Sangha, [3] you should not be angry, resentful or upset on that account. If you were to be angry or displeased at such disparagement, that would only be a hindrance to you. For if others disparage me, the Dhamma or the Sangha, and you are angry or displeased, can you recognise whether what they say is right or not?' 'No, Lord.' 'If others disparage me, the Dhamma or the Sangha, then you must explain what is incorrect as being incorrect, saying: "That is incorrect, that is false, that is not our way, that is not found among us.

But, monks, if others should speak in praise of me, of the Dhamma or of the Sangha, you should not on that account be pleased, happy or elated. If you were to be pleased, happy or elated at such praise, that would only be a hindrance to you. If others praise me, the Dhamma or the Sangha, you should acknowledge the truth of what is true, saying: "That is correct, that is right, that is our way, that is found among us (Maurice Walshe, 1995: 68).

Berdasarkan khotbah Buddha tersebut maka umat Buddha dapat memahami bahwa dalam menghadapi dan bersikap terhadap pihak lain yang menghina agama Buddha adalah dengan cara bersikap bijaksana dengan cara memberikan klarifikasi yang sebenarnya, bukan dengan sikap yang reaktif apalagi dengan cara kasar, demontrasi, dan kekerasan. Dengan kebijaksanaanNya Buddha benar-benar menyadari bahwa sikap yang reaktif, kasar, dan kekerasan untuk membela suatu keyakinan tidak akan pernah menyelesaikan masalah dan tidak akan membawa pada kemajuan praktik spiritual. Buddha menekankan bahwa dengan memberikan klarifikasi mana yang benar-benar ajaran Buddha dan mana yang bukan ajaran Buddha kepada pihak-pihak yang menghina agama Buddha adalah cara yang lebih baik dan bermanfaat untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Demikian juga ketika ada pihak lain yang memberikan komentar baik atau pujian terhadap agama Buddha, Buddha juga telah memberikan petunjuk kepada umat Buddha untuk tidak merasa senang atau sombong karena sikap tersebut juga tidak akan membawa pada kemajuan praktik spiritual. Hal yang baik menanggapi pujian terhadap ajaran Buddha adalah dengan

(6)

menunjukkan ajaran Buddha yang sebenarnya dengan cara penjelasan maupun mewujudkan kebenaran ajaran Buddha dalam praktik yang nyata. Umat Buddha yang benar-benar menyelami ajaran Buddha pastilah tidak akan terpengaruh oleh hinaan dan celaan yang ditujukan kepada agama Buddha, minimal umat Buddha mampu untuk menahan diri agar tidak bersikap dengan kekerasan dalam menanggapi isu-isu penistaan agama.

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang majemuk dan beragam ini pastilah akan selalu ada yang disebut sebagai beda pandangan atau pandangan yang tidak meyakini ajaran Buddha tentunya hal ini adalah wajar sekali dan seharusnya tidak akan menjadi masalah bagi umat Buddha. Setiap manusia memiliki kemampuan dan potensinya masing-masing sesuai dengan karma-karma yang telah dikumpulkannya sehingga tidaklah bijak jika kita memaksa orang lain untuk sepaham dengan kita ataupun memaksa orang lain untuk selalu bersikap baik kepada kita. Yang utama adalah umat Buddha harus berjuang untuk selalu bersikap baik kepada siapa pun dan berusaha untuk memahami serta menghormati pihak lain. Acharya Shantideva dalam sastra suci Bodhicharyavatara, bab Samprajanya-Raksana, bait 12, mengajarkan:

Makhluk yang tak dapat diatur seluas angkasa Tak mungkin seluruhnya dapat diperintah,

Tetapi jika aku mengalahkan pikiran marahku saja, Ini akan setara dengan mengalahkan semua musuh. (Pandita Sumatijnana, penterjemah, 2012: 63)

Berdasarkan bait syair di atas dapat dijelaskan bahwa kebenarannya di mana pun dan kapan pun manusia akan selalu berhadapan serta bersinggungan dengan hal-hal lain yang mungkin dianggap mengganggu. Keadaan tersebut tidaklah mungkin dapat dihindari semuanya tetapi harus dihadapi dengan kebijaksanaan yang benar, caranya adalah hentikan keinginan atau nafsu untuk bersikap reaktif, keinginan untuk mengendalikan dan mengalahkan yang lain, keinginan untuk mengubah hal lain menjadi baik, tetapi tindakan yang paling efektif dan benar adalah cukup dengan mengendalikan diri sendiri. Jika setiap manusia atau umat Buddha mampu mengendalikan dirinya sendiri maka kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan bersama dapat tercipta.

Lebih lanjut dalam bait 13 dan 14, Acharya Shantideva menjelaskan: Bagaimana saya bisa mendapatkan kulit yang cukup,

untuk menutupi seluruh permukaan bumi?

Namun hanya dengan memakai kulit di sol sepatuku, sudah sama dengan menutupi seluruh permukaan bumi. Demikian pula sangat tidak mungkin bagiku

Untuk mengekang hal-hal lahiriah

(7)

17

Untuk apalagi mengekang hal-hal yang lain (Pandita Sumatijnana, penterjemah, 2012: 63)

Dari bait syair di atas dapat dijelaskan bahwa di dunia ini akan sangat banyak sekali ditemui masalah-masalah. Demikian juga berkaitan dengan kerukunan dalam keberagaman juga akan selalu menghadapi berbagai macam masalah yang dapat memicu terjadinya konflik, demikian juga dengan agama Buddha di Indonesia sudah sewajarnya akan menghadapi berbagai masalah dari pihak lain. Berdasarkan ajaran di atas untuk menghadapi berbagai masalah maka yang harus dilakukan adalah menata diri masing-masing umat Buddha, jika setiap umat Buddha mampu mengendalikan diri dan mempraktikkan ajaran Buddha dengan sungguh-sungguh maka keberadaan agama Buddha menjadi berharga bagi terciptanya kehidupan yang harmonis. Masalah-masalah tidak akan pernah selesai jika hanya fokus mengkritik, menyalahkan, dan menuntut agar pihak lain menjadi baik, tetapi masalah akan dapat diselesaikan jika masing-masing fokus pada pengendalian diri. Jika timbul masalah-masalah yang bernuansa penistaan terhadap agama Buddha maka umat Buddha tidak boleh bersikap reaktif dan kasar tetapi harus meneladani ajaran Buddha yaitu harus fokus pada pengendalian diri dan peningkatan praktik ajaran Buddha.

Dasar-Dasar Ajaran Agama Buddha untuk Mewujudkan Kehidupan yang Harmonis

Setiap agama tentulah memiliki ajaran yang harus dipraktikkan oleh penganutnya, demikian juga agama Buddha memiliki ajaran-ajaran yang wajib dipraktikkan oleh penganutnya yang telah memiliki pengertian dan keyakinan yang benar. Ajaran Buddha sangat luas dan dalam, secara simbolik sering disebut bahwa ajaran Buddha memiliki 84.000 pokok dhamma atau ajaran, secara umum sering dikelompokkan ke dalam tiga pengelompokan yaitu: ajaran kelompok sila, samadhi, dan pañña. Ketiga kelompok ajaran ini adalah satu kesatuan yang melandasi praktik ajaran Buddha. Ajaran Buddha yang sangat luas pernah disampaikan dalam bentuk syair ringkas oleh Buddha sendiri, hal itu dikenal dengan Ovadapatimokkha. Ajaran yang disampaikan oleh Buddha dalam Ovadapatimokkha sering disebut sebagai intisari ajaran Buddha. Ajaran di dalam Ovadapatimokkha jika dapat dipraktikkan oleh umat Buddha di mana pun akan dapat menjadi dasar tercapainya kehidupan yang harmonis.

Dalam Ovadapatimokkha Buddha mengajarkan; Khanti paramang tapo titikkhä

Nibbänang paramang vadanti Buddhä Na hi pabbajjito pärupaghati

Samano hoti parang vihethayanto artinya:

(8)

Kesabaran adalah cara bertapa yang paling baik.

Sang Buddha bersabda : Nibbanalah yang tertinggi dari segalanya. Beliau bukan pertapa yang menindas orang lain.

Beliau bukan pula pertapa yang menyebabkan kesusahan orang lain. (http://www.daunbodhi.com/2015/02/07/ovadapatimokkha-dhamma-indah-sang-buddha-di-bulan-magha/)

Berdasarkan sabda Buddha di atas dapat direnungkan bahwa umat Buddha yang benar-benar mengaku bahwa dirinya adalah umat Buddha haruslah menjadikan ajaran tersebut sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Yang pertama tentang pentingnya kesabaran dalam praktik kebajikan, karena praktik kebajikan tak terlepas dari kehidupan sehari-hari maka umat Buddha hendaknya menggunakan kesabaran dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Dengan kesabaran yang dipraktikkan dengan baik pastilah dalam kehidupan bermasyarakat akan dapat menjadi dasar terciptanya kehidupan yang harmonis.

Selanjutnya Buddha memberikan penjelasan dan teladan bahwa praktisi ajaran Buddha tidak merugikan orang lain dan tidak menyusahkan orang lain bahkan makhluk lain, jika umat Buddha dalam kehidupan bermasyarakat berpegang pada ajaran dan teladan Buddha tersebut pastilah tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memicu terjadinya konflik. Namun sebaliknya, umat Buddha akan menjadi pelopor terciptanya kehidupan yang harmonis di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk dan beragam ini.

Selanjutnya Buddha bersabda; Sabba Päpassa akaranang Kusalassa upasampadä Sacitta pariyodapanang Etang Buddhäna säsanang artinya:

Janganlah berbuat kejahatan Perbanyaklah perbuatan baik Sucikan hati dan pikiranmu Itulah Ajaran semua Buddha

(http://www.daunbodhi.com/2015/02/07/ovadapatimokkha-dhamma-indah-sang-buddha-di-bulan-magha/)

Berdasarkan sabda Buddha di atas maka umat Buddha harus benar-benar menjadikan ajaran tersebut sebagai pedoman hidup. Umat Buddha yang memiliki keyakinan yang benar tentulah akan berkomitmen untuk mempraktikkan ajaran Buddha dengan cara tidak melakukan kejahatan, baik kejahatan dalam perspektif ajaran Buddha maupun kejahatan dalam perspektif undang-undang negara. Dengan praktik tidak melakukan kejahatan tersebut maka umat Buddha akan menjadi pelopor kehidupan yang

(9)

19

harmonis dalam bermasyarakat yang majemuk dan beragam ini. Umat Buddha haruslah maju terus dalam praktik ajaran Buddha, setelah mampu mempraktikkan tidak berbuat jahat selanjutnya meningkat dalam praktik yang lebih tinggi yaitu menyempurnakan kebajikan-kebajikan atau kebaikan-kebaikan. Praktik menyempurnakan kebajikan-kebajikan idealnya dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Jika umat Buddha benar-benar mempraktikkan ajaran dan teladan Buddha menyempurnakan kebajikan-kebajikan maka di tengah masyarakat yang beragam ini umat Buddha akan menjadi sumber kehidupan yang harmonis.

Lebih lanjut Buddha bersabda dalam Ovadapatimokkha; Anupavädo anupaghäto

Pätimokkhe ca samvaro Matannutä ca bhattasming Pantanca sayanäsanang Adhicitte ca äyogo Etang Buddhana Sasanang artinya:

Tidak menghina, tidak melukai

Mengendalikan diri sesuai dengan tata-tertib. Makanlah secukupnya

Hidup dengan menyepi.

Dan senantiasalah berpikir luhur Itulah ajaran semua Buddha

Dari sabda Buddha di atas semakin jelas bagaimana seharusnya umat Buddha benar-benar menjalani kehidupan ini. Umat Buddha harus mempraktikkan ajaran tidak menghina dan tidak melukai. Jika dalam kehidupan bermasyarakat umat Buddha berpegang teguh dengan ajaran ini maka tidak akan menimbulkan konflik di mana pun, sebaliknya umat Buddha akan benar-benar menjadi sumber pelopor kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat yang majemuk dan beragam ini. Buddha juga mengajarkan agar umat Buddha dapat mengendalikan diri sesuai tata-tertib, ini berarti bahwa umat Buddha dalam menjalankan kehidupan dan praktiknya haruslah mentaati peraturan/tata-tertib agamanya juga tata-tertib yang berlaku di lingkungan tempat tinggalnya, dengan praktik ini pastilah umat Buddha dapat menjadi pelopor kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat yang majemuk dan beragam.

Praktik Pancasila Buddhis Menjadi Sumber Keharmonisan Hidup Pancasila Buddhis merupakan latihan dasar yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Buddha yang ingin mencapai kebahagiaan hingga pembebasan. Umat Buddha yang telah memiliki pengertian benar terhadap ajaran Buddha kemudian muncul keyakinan yang benar dalam dirinya maka

(10)

secara umum umat tersebut akan mengambil Tisarana dan mengambil tekad melaksanakan latihan dasar yaitu Pancasila Buddhis. Praktik pelaksanaan pancasila Buddhis bagi umat Buddha yang telah memiliki pengertian benar dan keyakinan yang benar akan menjadi kewajiban yang alami dalam kehidupannya sehari-hari, pelaksanaan pancasila Buddhis dalam kehidupan akan mendatangkan keharmonisan hidup. Praktik pancasila Buddhis adalah;

1) Panatipata Veramani Sikkhapadam samadiyami

Tekad untuk melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup. Menghindari pembunuhan dan penganiayaan makhluk hidup haruslah didasari pengertian yang benar, manusia harus menyadari bahwa setiap makhluk menyayangi dirinya, menyayangi ayah ibunya, menyayangi sahabatnya. Setiap makhluk pastilah tidak ingin disakiti sama dengan diri kita oleh sebab itu dengan menempatkan makhluk lain seperti kita maka kita harus menghindari pembunuhan dan penyiksaan makhluk hidup.

2) Adinnadana Veramani Sikkhapadam samadiyami

Tekad untuk menghindari tindakan mengambil milik orang lain yang tidak diberikan/pencurian. Menghindari pencurian haruslah didasari dengan pengertian yang benar, manusia hendaknya menyadari bahwa setiap makhluk mencintai hak miliknya sendiri, setiap makhluk telah berjuang untuk memiliki sesuatu yang mereka anggap dapat menyenangkan dirinya namun ketika miliknya yang mereka dapatkan dengan susah payah kemudian dirampas oleh orang lain pastilah akan menimbulkan penderitaan bagi dirinya. Menyadari akan kebenaran ini maka kita yang menginginkan kebahagiaan hendaknya juga jangan merampas kebahagiaan makhluk lain. Dengan menempatkan makhluk lain seperti kita maka hendaknya kita jangan pernah merampas hak milik orang lain.

3) Kamesumicchacara Veramani Sikkhapadam samadiyami

Tekad untuk menghindari perlakuan seksual yang tidak sah. Menghindari perilaku seksual yang tidak sah haruslah didasari dengan pengertian yang benar, setiap manusia pasti mengharap agar pasangannya setia dan mereka akan sakit hati bila pasangannya berselingkuh. Demikian juga setiap orang tua akan selalu menjaga anaknya agar dapat menjaga kehormatannya, tak ingin anaknya dinodai dengan perlakuan yang tidak sopan dan tidak bertanggung jawab. Dengan menyadari bahwa setiap makhluk ingin mendapatkan kehormatan maka hendaknya kita selalu berusaha untuk menjaga kehormatan diri kita dan orang lain dengan menghindari perbuatan seksual yang tidak bertanggung jawab.

4) Musavada Veramani Sikkhapadam samadiyami

Tekad untuk menghindari mengucapkan kata-kata yang tidak berguna (berbohong, memecah belah, berkata kasar, omong kosong). Menghindari ucapan yang tidak berguna haruslah didasari pengertian yang benar, manusia harus menyadari kekuatan dari ucapan, ucapan yang keluar dengan dasar kekuatan cinta kasih dan keinginan untuk membuat orang

(11)

21

lain berbahagia akan memberikan dampak yang sangat positif dan menjadi kekuatan yang besar. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendapatkan ucapan yang sangat baik dari orang-orang di sekitar kita, ucapan yang baik begitu membuat kita berbahagia dan terkadang memberikan semangat yang sangat luar biasa, tetapi sebaliknya kita juga sering mengalami sakit hati akibat tajamnya lidah yang mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna. Demikianlah dengan menyadari dampak dari kekuatan ucapan yang baik dan menyadari dampak buruk dari ucapan yang tidak baik hendaknya kita berusaha untuk menjaga dan waspada terhadap ucapan yang akan kita keluarkan. Dengan menempatkan orang lain sama seperti kita maka kita harus menjaga lidah kita agar tidak terpeleset mengucapkan kata-kata yang tidak berguna.

5) Surameraya majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam samadiyami

Tekad untuk menghindari mengkonsumsi minuman/zat yang dapat menimbulkan kemabukan. Terlahir sebagai manusia adalah keberuntungan yang sangat besar, karena dengan tubuh manusia ini kita dapat melakukan segala bentuk kebajikan. Para Bodhisattva akan menggunakan tubuh manusia untuk menjadi Buddha. Sebaliknya jika tubuh manusia yang dimiliki dirusak dengan zat-zat yang memabukkan maka tubuh ini justru akan menjadi sumber bencana yang paling dahsyat, bencana bagi diri sendiri sekaligus bencana bagi makhluk lain. Dalam kondisi mabuk manusia tidak akan mampu melakukan kebajikan dan dalam kondisi mabuk justru manusia akan banyak melakukan tindakan yang membuat diri sendiri dan orang lain menderita. Dengan menyadari betapa berharganya tubuh yang sehat dan kesadaran yang baik untuk berkarya dalam kebajikan maka hendaknya kita semua berjuang untuk menghindari mengkonsumsi minuman/zat yang memabukkan.

Demikianlah praktik dasar yang menjadi kewajiban bagi umat Buddha yang telah memiliki pengertian benar dan keyakinan yang benar, praktik pelaksanaan sila ini dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah kehidupan bermasyarakat. Jika setiap umat Buddha mampu dan benar-benar menjadikan ajaran Buddha tentang praktik pancasila Buddhis ini pastilah di mana pun berada tidak akan menimbulkan konflik. Dengan benar-benar menjadikan pancasila Buddhis sebagai landasan hidup bermasyarakat maka umat Buddha dapat berdamai dengan siapa pun, berdamai dengan sesama umat Buddha, berdamai dengan antarumat beragama, berdamai dengan pemerintah, hingga berdamai dengan semua makhluk hidup. Inilah bentuk nyata ajaran Buddha yang dapat menjadi pedoman hidup menuju keharmonisan di tengah kehidupan bermasyarakat yang majemuk dan beragam di Indonesia.

(12)

Kesimpulan

1. Keberagaman dan kemajemukan adalah keniscayaan di Indonesia, umat Buddha mampu menjadi pelopor kehidupan yang harmonis dengan menjadikan ajaran Buddha sebagai pedoman hidup di tengah masyarakat. 2. Dalam menyikapi hal-hal yang dianggap mengganggu, umat Buddha

harus bersikap dengan meneladani ajaran Buddha yaitu tidak bereaksi dengan kekerasan tetapi lebih fokus pada introspeksi dan pengendalian diri.

3. Pelaksanaan pancasila Buddhis oleh umat Buddha dalam kehidupan sehari-hari adalah dasar yang akan menjadikan umat Buddha sebagai pelopor kehidupan yang harmonis di tengah keberagaman dan kemajemukan.

Saran

1. Umat Buddha hendaknya terus-menerus bersemangat mempelajari ajaran Buddha agar dijadikan sebagai jalan hidup di tengah hidup bermasyarakat.

2. Umat Buddha hendaknya terus-menerus melihat ke dalam diri agar dapat meningkatkan praktik kebajikan di tengah-tengah masyarakat dan tidak terpengaruh oleh tindakan-tindakan yang dianggap mengganggu.

3. Umat Buddha yang telah mengambil Tisarana dan Pancasila Buddhis hendaknya menjadikan praktik pelaksanaan sila sebagai kewajiban yang alami bagi dirinya.

Daftar Pustaka

Anggawati, L., dan W. Cintiawati (Penerjemah). 2001. Khuddakapatha. Klaten: Vihara Bodhivamsa.

. 2001. kitab Suci Udana. Yogyakarta: Vihara Vidyaloka.

_______. 2001. Petikan Anguttara Nikaya I. Klaten: Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna.

Dhammananda, Sri. 2005. Keyakinan Umat Buddha. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.

Maurice Walshe, 1995. The Long Discourses of the Buddha. United States of America: Wisdom Publication.

Sangharakhsita. 2004. Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.

Tim Penerjemah. 2005. Dhammapada. Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi. Tim Penyusun. 2004. Paritta Suci. Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama. U.p. Sumatijnana (Penerjemah). 2002. Penuntun Jalan Hidup Bodhisattva

(Bodhicaryavattara). Jakarta. Yayasan Bhumisambhara.

http://www.daunbodhi.com/2015/02/07/ovadapatimokkha-dhamma-indah-sang-buddha-di-bulan-magha.

Referensi

Dokumen terkait

Namun, timbel klorida sedikit larut dalam air, dan karena itu timbel tak pernah mengendap dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer

Di saat yang sama, jumlah senyawa bahan alam yang bisa diisolasi setiap tahun sangat terbatas sehingga para peneliti obat lebih tertarik untuk membuat perpustakaan

tetapi ketika partikel kobalt ti*ak terikat partikel tanah atau se*imen serapan oleh tanaman *an hean ang lebih tinggi *an akumulasi pa*a tumbuhan *an hean

Jika dilihat dari tingkat partisipasinya, tampak bahwa masyarakat nelayan cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan sumber daya udang di wilayah

Sedangkan untuk variabel Proses Keputusan Pembelian di Kopitiam Central Park Mall, didapatkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan bahwa mayoritas

pelanggan yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian yang berulang pada suatu badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha

Pembelajaran dalam pandangan konstruktivistik adalah, pembelajaran yang lebih banyak diarahkan untuk melayani pertanyaan atau pandangan subyek belajar. Dengan demikian,

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki