• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH BAGI SISWA DI SMA N 1 SEBERIDA KEC. SEBERIDA KAB. INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU ARTIKEL HOLIFAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH BAGI SISWA DI SMA N 1 SEBERIDA KEC. SEBERIDA KAB. INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU ARTIKEL HOLIFAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH BAGI SISWA

DI SMA N 1 SEBERIDA KEC. SEBERIDA KAB.

INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU

ARTIKEL

HOLIFAH

11070038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2015

(2)
(3)

Meaning Rules Violations School for Students in SMA N 1 Seberida, District

Seberida, Indragiri Hulu, Riau Province

Holifah1, Marleni, M.Pd,2 Yenita Yatim, S.sos, M.Pd3

Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research is motivated many students who commit violations encountered in SMA N 1 Seberida. Data showed 99.82% of students who violate the rules of the academic year 2014-2015. From this statement it can be formulated problem, how the violation of school rules by students at SMAN 1 Seberida, District. Seberida District. Indragiri Hulu Riau province? and how students in SMA N 1 Seberida districts. Seberida District. Indragiri Hulu Riau province interpret violation of school discipline ?. The theory used in this research is the theory of phenomenology of Alfred Schutz. The results showed that a violation of the student, there are two forms of the light and heavy offense. Minor violations of the student among other things: 1) violations of students to the discipline of clothing, 2) violation of the students to the discipline of time, 3) violation of the students during the implementation of the flag ceremony, 4) violation of the students in the implementation of gymnastics physical fitness 5) violation of the students during the learning process and 6) violation of the student when parking the vehicle. A gross violation of the student as the student out without permission from the school environment, the student alpha, students who fight in the school environment and so forth. Furthermore, the authors found the meaning of violations of school rules for students as follows. 1) The meaning of slang, 2) the meaning of happiness 3) do not appreciate the significance of time, 4) did not appreciate the significance of teachers, and 5) the meaning of the sanctions does not provide a deterrent effect.

Keywords: Meaning,RulesViolations,School, Students.

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2011 2

Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat 3

(4)

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia dan merupakan suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2006:1). Durkheim mengatakan seluruh pendidikan adalah pendidikan moral (all education is moral education). Durkheim mendefinisikan moralitas sebagai satu set tugas dan kewajiban yang memengaruhi perilaku individu. Prinsip moralitas

dalam pembentukan perilaku individu

dikontruksikan melalui disiplin ketika seorang anak berada di sekolah (Hidayat, 2014:119).

Pendidikan bisa diperoleh oleh seseorang

pada berbagai lembaga, seperti lembaga

pendidiakan keluarga, masyarakat dan sekolah. Penulis memfokuskan pada lembaga pendidikan sekolah. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak (Kadir, 2012:163). Di sekolah ditemui berbagai aktivitas dan perilaku siswa. Perilaku siswa tersebut beragam macamnya. Ada perilaku yang baik ada pula perilaku yang kurang baik/tidak baik. Di sekolah akan dijumpai berbagai tata tertib yang menjadi indikator perilaku siswa. Tata tertib ini menjadi standar bagi mereka untuk dapat memahami “bagai mana menjadi siswa yang baik dan patuh”, sehingga tata tertib juga diposisikan sebagai standar kepatuhan para murid (Martono, 2014:109).

Berdasarkan pernyataan dari Martono, tata tertib itu menjadi acuan bagi siswa untuk bertingkah laku. Tata tertib ini menjadi standar bagi siswa agar siswa tersebut menjadi siswa yang baik. Seharusnya tata tertib sekolah dipatuhi oleh siswa agar siswa tersebut dianggap siswa yang baik. Namun pada kenyataannya ditemui siswa yang melanggar aturan. Pelanggaran bisa juga diartikan dengan melanggar. Langgar artinya sama dengan bertentangan, melanggar juga bisa diartikan dengan menyerang/ menyerbu, menyalahi aturan, undang-undang, hukum dan lain sebagainya (KBBI, 2013:522). Pelanggaran terhadap tata tertib sekolah berarti melanggar aturan yang terdapat di sekolah tersebut.

Data menunjukkan 99.82% siswa melanggar aturan di SMA N 1 Seberida, kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau tahun ajaran 2014/2015. Oleh karenanya muncul pertanyaan penelitian berupa bagaimana bentuk pelanggaran tata tertib sekolah oleh siswa dan bagaimana siswa tersebut memaknai pelanggaran tata tertib sekolah?.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

mendeskripsikan bentuk pelanggaran tata tertib sekolah oleh siswa dan makna pelnggaran tata tertib sekolah bagi siswa. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fenomenologi dari Alfred Schut. Schutz memusatkan perhatiannya

kepada struktur kesadaran yang diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antar sesama manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing baik antar individu maupun antar kelompok (Ritzer, 2009:60).

Schutz (1967) beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan

makna. Dengan demikian, fenomena yang

ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman trensendental dan pemahaman tentang makna atau versthen tersebut (Wirawan, 2013:134). Menurut Schutz, manusia adalah makhluk sosial. Akibatnya, kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran sosial. Dunia individu merupakan sebuah dunia intersubjektif dengan makna beragam. Kita dituntut untuk saling memahami satu sama lain dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Ada penerimaan timbal balik dan pemahaman atas dasar pengalaman yang bersamaan, dan tifikasi bersama atas dunia bersama. Melalui proses tifikasi diri, kita belajar menyesuaikan diri ke dalam dunia yang lebih luas, dengan melihat diri kita sendiri sebagai orang yang memainkan peran dalam situasi tipikal (Wirawan, 2013:140).

Keterkaitan teori fenomenologi Alfred Schutz ini dengan masalah yang penulis angkat ialah Schutz melihat pengalaman manusia penuh dengan makna, dan makna itu dapat dipahami/ dilihat melalui refleksi tingkah laku. Kita juga dapat melihat tindakan sendiri sebagai tindakan yan g bermakna. Jadi manusia senantiasa melakukan kegiatan yang melahirkan suatu makna, dan penulis menganalisis “Makna Pelanggaran Tata Tertib sekolah Bagi Siswa di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau”. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan tipe deskriptif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan

prosedur analisis yang tidak menggunakan

prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2010: 6). Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada kelas sekarang (Nazir,2009:54). Teknik pemilihan informan pada penelitian ini

dengan menggunakan purposive sampling.

Purposive sampling adalah salah satu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin 2011:107). Informan dalam penelitian ini berjumlah 17 orang.

(5)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan skunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan

keseharian manusia dengan menggunakan

pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya

selain pancaindera lainnya, seperti telinga,

penciuman, mulut dan kulit (Bungin, 2011:118). Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden

dengan menggunakan alat yang dinamakan

pedoman wawancara (Nazir, 2009:193-194). Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu sebagai bagian dari kelompok siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis model interaktif dari Miles dan Huberman melalui tiga tahap yaitu, reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Penelitian dilakukan di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu Propinsi Riau. Penulisan skripsi ini disusun selama enam bulan yaitu dari bulan Maret sampai Agustus. PEMBAHASAN

A. Bentuk Pelanggaran Aturan Sekolah Oleh

Siswa di SMA N 1 Seberida, Kec, Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau

Tata tertib sekolah berarti segala peraturan yang terdapat di lingkungan sekolah. Peraturan dibuat agar siswanya dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Aturan-aturan yang ada di sekolah itu tujuannya untuk membuat siswanya disiplin, segala aturan tersebut hendaknya dipatuhi oleh siswa agar ia bisa dianggap siswa yang baik dan patuh.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, tidak sedikit siswa yang tidak patuh terhadap aturan yang ada di sekolah. Penulis menemui siswa yang melanggar aturan sekolah, mulai dari pelanggaran ringan sampai pada pelanggaran yang berat. Pelanggaran ringan dan pelanggaran berat yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan data yang penulis temui di lapangan sebagai berikut:

1. Pelanggaran siswa terhadap disiplin

pakaian

Hasil observasi dan wawancara

menunjukkan adanya siswa yang melanggar aturan sekolah seperti adanya siswa yang tidak disiplin dalam berpakaian. Ditemukan adanya siswa yang tidak rapi saat berada di lingkungan sekolah seperti baju sekolah yang di keluarkan, celana yang dikecilkan (celana abu-abu, pramuka dan olah raga). Siswa yang tidak memakai atribut sekolah seperti topi dan dasi pada hari senin dan selasa. Adanya siswa yang memakai jilbab tidak sesuai ketentuan dari sekolah, hal ini sering ditemui pada hari sabtu.

2. Pelanggaran Siswa Terhadap Disiplin

Waktu

Pelanggaran siswa terhadap disiplin waktu seperti adanya siswa yang datang terlambat ke sekolah. Data menunjukkan 45.50% siswa yang datang terlambat ke sekolah tahun ajaran 2014/2015. Pernyataan dari satpam sekolah hampir setiap hari ada siswa yang datang

terlambat. Siswa tersebut mengutarakan

berbagai alasan atas keterlambatan tersebut. Siawa yang terlambat datang ke sekolah sekitar 15-20 menit. Siswa yang datang terlambat ke sekolah diberi sanksi berupa membersihkan

perkarangan sekolah, seperti mengambil

sampah, membersihkan toilet dan lain

sebagainya.

3. Pelanggaran Siswa saat Pelaksanaan

Upacara Bendera

Pelanggaran yang dilakukan siswa saat pelaksanaan upacara bendera seperti adanya siswa yang tidak mengikuti proses alurnya upacara dengan hikmat dan tenang. Ditemui, dalam proses upacara adanya siswa yang bercerita dengan temannya saat pembacaan pembukaan teks Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Adanya Siswa yang tidak siap/tegap, terlihat adanya siswa yang bersandar ke tiang takraw saat guru memberikan pembinaan. Hasil observasi juga menunjukkan saat pelaksanaan upacara bendera juga ditemui adanya siswa yang datang terlambat dan adanya siswa yang tidak memakai atribut sekolah seperti topi dan akhirnya siswa tersebut dipisahkan dari barisan temannya.

4. Pelanggaran Siswa dalam Pelaksanaan

SKJ (Senam kesegaran Jasmani)

Senam kesegaran jasmani dilakukan siswa dan guru pada setiap hari sabtu. Siswa dan guru mengikuti senam tersebut dengan semangat. Namun, ditemui beberapa orang siswa yang tidak mengikuti senam dengan sungguh-sungguh. Terlihat adanya siswa yang malas untuk menggerakkan anggota tubuhnya, apalagi siswa yang berada pada barisan belakang. mereka hanya sedikit menggerakkan bagian tubuhnya untuk mengikuti senam.

5. Pelanggraan Siswa Pada saat Proses

Pembelajaran

Proses belajar mengajar di sekolah

merupkan inti dari kegiatan siswa.

Mendapatkan ilmu merupakan hak siswa yang harus diberikan oleh guru dan harus dituntut oleh siswa. Siswa sebagai orang yang lagi belajar harus mengikuti aturan pembelajaran dan menerima ilmu yang diberikan dengan senang hati. Namun, pada kenyataannya

(6)

ditemui beberapa orang siswa yang melakukan suatu hal yang tidak baik. Seperti adanya siswa yang terlambat ke dalam kelas. Adanya siswa yang bercerita dengan temannya saat guru lagi menjelaskan materi pembelajaran., adanya siswa yang main HP di dalam kelas saat guru lagi menjelaskan, adanya siswa yang ribut, adanya siswa yang mencontek temannya, bahkan ditemui siswa yang cabut (keluar tanpa izin).

6. Pelanggaran yang dilakukan Siswa saat

Parkir Kendaraan

Seperti halnya pelanggaran yang dilakukan siswa di atas, memarkirkan kendaraan juga menjadi suatu persoalan. Lapangan parkir

kendaraan siswa terdapat dua tempat.

Seharusnya siswa-siswa tersebut memarkirkan kendaraanya di tempat parkir. Namun pada kenyataannya ditemui beberapa orang siswa yang tidak memarkirkan kendaraannya di tempat yang telah disediakan. Sebagian dari siswa tersebut memarkirkan kendaraannya di depan kantin sekolah. Pernyataan dari satpam sekolah, pihak sekolah sudah pernah menegur bahkan memberikan sanksi bagi siswa yang memarkir kendaraannya di depan kantin sekolah, pada awalnya mereka turuti, namun selang beberapa hari kemudan mereka kembali mengulani perbuatannya.

Berbagai jenis pelanggaran di atas

menjelaskan tentang pelanggaran ringan yang terdapat di SMA N 1 Seberida Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau. Dimana pelanggaran yang seperti ini sering di lakukan oleh siswa. Berikut akan dijelaskan pelanggaran berat yang terdapat di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri hulu, Propinsi Riau.

Pelanggaran berat yang dilakukan oleh siswa yang terdapat di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau ini ada beberapa macam. Hasil wawancara dengan guru BK dan guru wali kelas dapat dijelaskan bahwa pelanggaran berat yang dilakukan siswa yaitu adanya siswa yang berkelahi di lingkungan sekolah. Adanya siswa yang membuat surat izin palsu untuk keluar dari lingkungan sekolah dan pergi ke warnet. Adanya siswa yang main domino di dalam kelas, hal ini di sebabkan guru terlambat masuk ke dalam kelas sekitar 15 menit. Adanya siswa yang mencuri di lingkungan sekolah, mereka mencuri HP dan uang temannya. Selain itu ada siswa yang merokok di kantin sekolah, mereka mendapatkan rokok tersebut dengan membawa dari rumah sendiri-sendiri, artinya tidak disediakan oleh pihak kantin sekolah.

B. Makna pelanggaran tata tertib sekolah oleh

siswa di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau

Makna merupakan sesuatu yang intersubjektif yang berada dalam alam pikiran manusia. Setiap manusia mempunyai pikiran dan pandangan yang berbeda terhadap suatu hal. Termasuk halnya pelanggaran aturan oleh siswa, setiap siswa mempunyai pandangan yang berbeda terhadap pelanggaran yang mereka lakukan. Ada yang menyatakan melakukan pelanggaran itu takut, ada yang menyatakan asyik, ada pula yang menyatakan takut tapi asyik. Ada juga yang menyatakan bahwa saat melakukan pelanggaran itu terasa gaul dan bahagia. Berikut dijelaskan makna gaul, makna bahagia, makna tidak menghargai waktu, makna tidak menghargai guru dan makna sanksi tidak memberikan efek jera bagi siswa yang melakukan pelanggaran terhadap aturan sekolah.

1. Makna Gaul

Gaul merupakan sesuatu yang dianggap

trend (gaya). Ia melakukan pelanggaran tersebut karena ingin gaul serta dianggap tidak culun oleh teman-temannya. Gaul disini berarti siswa yang menganggap gaya berpakaiannya tidak culun, seperti baju yang dikeluarkan, celana olahraga yang dikecilkan/ dipensilkan

dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil

wawancara dengan beberapa orang siswa bahwasanya siswa yang memasukkan baju dan memakai celana yang longgar, mereka merasa risih dan tidak nyaman. Selain itu mereka juga melakukan hal itu karena melihat temannya dan karena tidak mau diejek oleh temannya. Dimana, kalau mereka memasukkan baju, mereka dibilang culun sama temannya. Selain pakaian, rambut juga menjadi alasan untuk

gaul, ditemui seorang siswa yang

memanjangkan rambutnya, siswa yang

membuat gaya rambut berdiri ke atas. Setelah ditanya siswa tersebut tidak mau dianggap culun oleh teman-temannnya.

Berdasarkan teori fenomenologi dari alfred Schut bahwa dunia individu merupakan sebuah dunia intersubjektif dengan makna beragam. Kita dituntut untuk saling memahami satu sama lain dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Ada penerimaan timbal balik dan pemahaman atas dasar pengalaman yang bersamaan, dan identifikasi bersama atas dunia bersama. Berdasarkan perilaku di atas, seorang siswa yang berada di dalam suatu kelompok siswa yang mempunyai banyak teman dan beragam macam pergaulan yang memudahkan dia untuk bertingkah laku. Dengan kata lain, karena ia berada dalam suatu kelompok tempat ia

berinteraksi, mau tidak mau ia harus

(7)

yang dilihatnya/ pengalaman hidupnya. Sehingga ia memahami perilaku pelanggaran yang dilakukannya itu ialah hal yang baik dan gaul bagi dirinya.

2. Makna Kebahagiaan

Bahagia berararti ada suatu kenikmatan tersendiri yang dirasakan oleh seseorang. Begitu juga yang dirasakan oleh salah seorang siswa yang melanggar aturan sekolah. Ditemui adanya seorang siswa apabila ia melanggar aturan ia merasa senang. seperti yang dilakukan

oleh seorang siswa, pelanggaran yang

dilakukannya ialah cabut (keluar tanpa izin) ia menyatakan bahwa ia sering melakukan cabut tersebut. Ia keluar dari kelas saat proses pembelajaran berlangsung. Ia meminta izin kepada guru yang sedang mengajar untuk pergi ke toilet, namun kenyataannya ia pergi ke kantin dan tidak kembali lagi ke kelas sampai jam pelajaran tersebut berakhir. Ungkapan darinya, ia merasa senang dan bahagia apabila ia melanggar aturan tersebut. Bahagianya karena bisa keluar dan tidak belajar, ia mengungkapkan alasan bahwasanya ia keluar karena tidak suka dengan materi pelajaran yang diulang-ulang.

Berdasarkan teori Fenomenologi dari Alfred Schutz yang menyatakan bahwa proses pemahaman aktual kegiatan kita dan memberi makna padanya, dapat dihasilkan

melalui refleksi atas tingkah laku.

Selanjutnya, kita dapat menyeleksi unsur-unsur pengalaman kita yang memungkinkan kita untuk melihat tindakan kita sendiri sebagai sebuah tindakan yang bermakna.

Berdasarkan pendapat Schutz,

bahwasanya setiap orang melihat/

memahami dunianya/ lingkungan tempat tinggalnya dapat terrealisasi melaui proses

tingkah laku. Berdasarkan pernyataan

tersebut, seperti yang dilakukan oleh seorang siswa di SMA N 1 Seberida, ia melakukan pelanggaran tersebut karena bosan di kelas, dan malas belajar, sehingga ia cabut (keluar tanpa izin). Hal tersebut sering dilakukannya, dan sudah menjadi hal yang biasa. Hal tersebut juga berasal dari suatu pengalaman dirinya. Sehingga pada akhirnya ia menyadari bahwa tindakannya itu ialah tindakan yang bermakna. Ia menyadarai tindakannya merupakan sebuah tindakan yang tidak baik, tetapi kadang kala ia mendapatkan suatu kesenangan jika ia melakukan perbuatan tersebut. Setelah ia memahami lingkungan sekitar, akhirnya di aplikasikan dalam tingkah laku seperti cabut (keluar tanpa izin).

3. Makna Tidak menghargai waktu

Tidak menghargai waktu seperti adanya siswa yang datang terlambat ke sekolah. Dimana bagi siswa tersebut datang terlambat ke sekolah itu sudah manjadi suatu kebiasaan. Hal ini sudah pernah dicoba untuk tidak datang terlambat ke sekolah selama satu minggu, namun ia tidak bisa dan kembali seperti semula. Ia menyatakan bahwa ia dat alaang terlambat ke sekolah ada yang tidak sengaja dan ada yang

disengaja. Tidak sengaja seperti bngun

kesiangan sehingga terlambat. Ia sengaja terlambat datang ke sekolah karena malas. alasannya terkadang ia datang ke sekolah tepat waktu, tetapi tidak belajar dan akhirnya ia lebih memilih datang terlambat.

Berdasarkan teori Fenomenologi dari Alfred Schutz beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman trensendental dan pemahaman tentang makna.

Berdasarkan pernyataaan Schutz,

bahwasanya, manusia melakukan tingkah laku berdasarkan apa yang ia lihat dan berdasarkan pengalaman yang dilaluinya. Sehingga pada akhirnya yang ditampilkan oleh manusia

tersebut berdasarkan pengalaman dirinya.

Pelanggaran yang dilakukan (DA) tersebut karena pengalaman dirinya sendiri. Dimana, ia sering melakukan hal tersebut dan sudah menjadi suatu kebiasaan. Hingga pada akhirnya

ia menyadari bahwa perbuatannya itu

merupakan perbuatan yang bermakna bagi dirinya. Ia menyadari bahwa perbuatannya itu merupakan hal yang buruk, ia sudah berusaha untuk merubahnya, namun apalah daya ia tidak bisa merubah perilakunya. Namun pada hakikatnya ia menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan ialah sesuatu yang tidak baik. Disini, ia menampakkan tingkah lakunya berdasarkan keseharian yang pernah ia lakukan, seperti halnya datang terlambat ke sekolah. Hal itu sudah menjadi suatu kebiasaan dan ada kalanya perbuatan tersebut disengaja, sehingga sulit untuk dilupakan dan sudah terrealisasi di dalam kehidupan serta perilaku yang ditampakkannya. Sehingga kesehariannya ia sering melanggar aturan berupa terlambat datang ke sekolah, yang berarti ia tidak menghargai waktu

4. Makna Tidak Menghargai Guru

Guru merupakan seseorang yang

memberikan ilmu pengetahuan kepada para muridnya. Sudah menjadi suatu keharusan bagi seorang siswa untuk patuh terhadap guru.

Namun, kenyataan yang ditemui tidak

(8)

menghargai guru saat guru sedang berada di dalam ruang kelas. Ditemui, saat guru menjelaskan adanya sebagian siswa yang bercerita dengan temannya, adanya siswa yang main HP dan lain sebagainya. Terbukti saat ditanya oleh guru yang bersangkutan tentang materi yang diberikannya siswa tersebut tidak bisa menjawab.

Perilaku siswa tersebut merupakan suatu yang tidak baik. Seseorang berperilaku dalam kehidupannya sesuai dengan apa yang sering ia lakukan dan apa ia lihat. Seperti yang

disampaikan oleh Alfred Schutz yang

beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman trensendental dan pemahaman tentang makna. Jadi, kita bisa melakukan sesuatu/ memaknai sesuatu tersebut berdasarkan tindakan yang sering dilakukan.

Perilaku siswa di atas, menunjukkan sikap tidak menghargai guru. Dimana, perilaku yang mereka tampakkan tersebut berasal dari pengalaman yang mereka lakukan dan melihat perilaku dimana tempat mereka tinggal. Perilaku seperti di atas mereka tampilkan bisa saja karena mereka ikut-ikutan terhadap temannya, karena temannya ribut di ruang kelas saat guru lagi menjelaskan, maka siswa yang lainnyapun ikut ribut. Selain itu ada juga karena mereka sudah terbiasa melakukannya, sehingga mereka tidak merasa takut. Jadi hal tersebut bisa bermakna bahwa siswa tidak bisa menghargai guru yang lagi mengajar di ruang kelas.

5. Makna Sanksi Tidak Membuat Efek Jera

Sanksi merupakan suatu hukuman yang diberikan kepada seseorang yang melanggar aturan. Seperti halnya siswa yang melanggar aturan di sekolah, sanksi bagi siswa yang melanggar aturan bermacam-macam. Ada sanksi ringan dan berat, tergantung pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang diberikan kepada siswa bertujuan agar siswa bisa merubah sikapnya menjadi lebih baik. Namun, pada kenyataannya ditemui siswa yang tidak jera terhadap sanksi. Seperti siswa yang datang terlambat ke sekolah, siswa yang tidak berpakaian rapi, siswa yang tidak merapikan rambutnya dan lain sebagainya.

Perilaku siswa di atas, merupakan

pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan sekolah. siswa tersebut berperilaku sesuai dengan apa yang dilakukannya sehari-hari

(pengalaman dirinya). Seperti yang

disampaikan Alfred Schut yang beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa

merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman trensendental dan pemahaman tentang makna.

Perilaku siswa tersebut merupakan perilaku yang sering ia lakukan. Tindakan yang ia lakukan dan sudah pernah ditegur dan mendapat

sanksi. Namun, mereka masih mau

melakukannya karena pengalaman akan dirinya dan kebiasaan yang ia lakukan. Selain itu, tindakan yang ia tampilkan juga atas dasar ikut-ikutan dari temannya (lingkungan sosialnya). Sehingga ia tidak takut terhadap sanksi yang dibrikan. Ia lebih senang dan nyaman dengan

perbuatannya tersebut. Sehingga dapat

dikatakan ia tidak jera dengan sanksi yang diberikan.

Selain makna yang tertera di atas, ada juga siswa yang memaknai pelanggaran yang ia lakukan itu baik dan buruk. Baiknya ia merasa suatu kebanggaan dan kebahagiaan di dalam dirinya. Buruknya ia telah melanggar aturan sekolah dan di absen guru ia dibuat cabut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk perilaku Pelanggaran Siswa di SMA

N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu Propinsi Riau.

Pelanggaran yang dilakukan siswa di SMA N 1 Seberida terdapat dua macam yakni pelanggaran ringan dan pelanggaran berat. Pelanggaran ringan seperti kurangnya disiplin siswa dalam berpakaian dan disiplin terhadap waktu. Pelanggaran berat ditemui siswa yang berkelahi di lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Bentuk pelanggaran siswa di SMA N 1 Seberida lebih rincinya sebagai berikut:

a. Pelanggaran siswa terhadap disiplin pakaian

b. Pelanggaran siswa terhadap disiplin waktu

c. Pelanggaran siswa saat pelaksanaan upacara

bendera

d. Pelanggaran siswa saat pelaksanaan SKJ

(Senam Kesegaran jasmani)

e. Pelanggaran siswa pada saat proses

pembelajaran

f. Pelanggaran yang dilakukan siswa saat

parkir kendaraan

2. Makna pelanggaran tata tertib sekolah bagi siswa di SMA N 1 Seberida, Kec. Seberida, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau.

Hasil temuan di lapangan, pelanggaran yang dilakukan siswa mempunyai makna yaitu makna gaul, makna kebahagiaan, makna tidak menghargai waktu, makna tidak menghargai guru dan makna sanksi tidak membuat efek jera. Selain itu siswa yang melakukan

(9)

pelanggaran tersebut juga memaknai pelanggaran yang ia lakukan itu merupakan sesuatu yang baik dan buruk. Baiknya ialah ia

merasakan kesenangan dan bangga saat

melakukan pelangggaran. Buruknya ialah ia telah melanggar aturan yang berlaku di sekolah. Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Kepada kepala sekolah SMA N 1 Seberida

untuk lebih meningkatkan kedisiplinan sekolah dan memperbaharui aturan yang lama serta menegakkannya agar siswa lebih teratur saat berada dilingkungan sekolah.

2. Kepada Semua guru dan personil sekolah

agar bekerja sama dalam mengawasi siswa siswi yang ada di SMA N 1 Seberida. Siswa

seharusnya menjadi tanggung jawab

bersama bukan hanya diserahkan pada wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, satpam sekolah dan guru BK saja.

3. Kepada satpam sekolah hendaknya harus

tegas dalam menghadapi siswa. Terhadap siswa yang minta izin keluar/masuk sekolah, terhadap siswa yang datang terlambat, dan lain sebagainya.

4. Kepada pihak kantin sekolah agar tidak

melayani siswa yang belanja pada saat jam

pelajaran lagi berlangsung. Hal ini

dilakukan untuk menghindari siswa agar tidak keluar saat jam pelajaran.

5. Kepada siswa diharapkan agar mematuhi

aturan yang ada di sekolah. Tidak boleh datang terlambat (bermalas-malasan datang ke sekolah). Berpakaian rapi di lingkungan sekolah.Menjalani tugas dan kewajiban sebagai seorang murid dan harus patuh pada guru.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif.

Jakarta: Prenada Media Group.

Hasbullah.2006. Dasar-Dasar Ilmu

Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hidayat, Rakhmat. 2014. Sosiologi Pendidikan

Emile Durkheim. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Kadir, Abdul, dkk. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan.

Jakarta: PT Grafindo Persada.

Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Pendidikan

Micheal Foucaul. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:Rajawali Pres.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indinesia Edisi

Baru. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI). Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix.

Wirawan. 2013. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga

Paradigma. Jakarta: Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil sidik ragam kadar abu roti tawar substitusi tepung gayam pada taraf uji 5% menunjukkan bahwa perlakuan A0 dan A1 terhadap A2, A3, A4, A5 berpengaruh nyata

Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan terjadi seiring dengan adanya perbaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari meningkatnya indeks

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun proyek akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya untuk memenuhi syarat

[r]

crassifolium memiliki kandungan Na- alginat dengan nilai rata-rata rendemen dan sineresis lebih tinggi pada alat penyaring vibrator sedangkan nilai rata-rata viskositas,

[r]

Merupakan daerah kaki gunungapi yang datar sehingga hampir datar, terletak di kaki timur, utara dan selatan dari gunung Gamalama dan terhampar memanjang sejajar pantai. Dilihat

Kesistematisan penyusunan media buku saku yaitu dari cover , kata pengantar, daftar isi, indikator dan tujuan pembelajaran, cara penggunaan buku saku, pendahuluan,