• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan Nasional"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan

Nasional

Hasbullah Thabrany1

Pendahuluan

Pada tahun 1968, ketika asuransi kesehatan untuk pegawai negeri secara formal pertama kali diluncurkan, Menteri Kesehatan Siwabessy waktu itu sudah menancapkan cita-cita terselenggaranya sebuah asuransi kesehatan nasional (AKN) di Indonesia. Pada saat ini, 36 tahun kemudian, cita-cita Menteri yang visioner tersebut belum terwujud. Namun demikian, ada secercah sinar yang mulai tampak di ufuk timur Indonesia yaitu bahwa sebuah RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah disampaikan Presiden Megawati kepada Dewan Perwakilan Rakyat bulan Januari yang lalu. Dalam RUU SJSN tersebut penekanan pada perluasan cakupan asuransi kesehatan tampak cukup menonjol. Meskipun secara eksplisit kita tidak bisa menemukan kata ‘asuransi kesehatan nasional’ dalam RUU tersebut, tampak jelas bahwa ada nuansa perluasan jaminan kesehatan yang nantinya ditujukan pada penyediaan jaminan kesehatan bagi semua penduduk. Sumber pendanaan utama dari penjaminan kesehatan tersebut adalah melalui mekanisme asuransi sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fondasi menuju asuransi kesehatan nasional sudah mulai digambar dan dibahas oleh banyak pihak. Fondasi itu sendiri, belum mulai dibangun karena RUU tersebut belum disetujui menjadi UU. Kita berharap RUU tersebut dapat segera disetujui menjadi UU tanpa banyak perubahan dalam skema jaminan kesehatan.

Mengapa begitu lama cita-cita mewujudkan asuransi kesehatan nasional tidak terlaksana? Harus kita pahami bahwa untuk terselenggaranya sebuah sistem asuransi kesehatan nasional, banyak faktor yang harus dipersiapkan atau diperlukan sebagai prasyarat. Salah satu prasyarat penting adalah kemampuan keuangan negara, pemerintah dan rakyatnya, yang harus cukup memadai untuk membiayai kesehatan. Yang kedua adalah kesediaan fasilitas kesehatan yang cukup memadai jumlah dan kualitasnya. Yang tidak kalah pentinyanya adalah tersedianya tenaga atau sumber daya manusia yang

(2)

memahami dan berdedikasi dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan nasional. Tergantung dari model atau sistem asuransi kesehatan yang akan dipilih, jumlah tenaga yang dibutuhkan bervariasi cukup luas. Semakin liberal sebuah sistem asuransi kesehatan semakin banyak jenis dan jumlah tenaga yang dibutuhkan. Salah satu kendala yang besar peranannya atas lambatnya pencapaian asuransi kesehatan nasional di Indonesia adalah ketiadaan atau kekurangan jumlah dan kualitas tenaga manusianya.

Makalah ini akan membahas suplai sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai pengetahuan yang memadai tentang asuransi kesehatan yang ada saat ini dan diperlukan berdasarkan skenario yang diambil dari RUU SJSN. Makalah ini tidak membahas SDM yang ada pada PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, Perusahaan asuransi dan Bapel JPKM yang sedang beroperasi. Tidak diragukan lagi bahwa di perusahaan-perusahaan tersebut tersedia SDM yang memiliki kompetensi atau pengetahun tentang asuransi kesehatan secara umum maupun yang hanya memiliki pengetahuan tentang asuransi kesehatan yang diselenggarakan di perusahaan tersebut. Di perusahaan-perusahaan tersebut juga tersedia SDM yang memiliki atau telah mendapatkan pendidikan khusus asuransi kesehatan atau pendidikan umum asuransi yang diperolehnya di dalam maupun di luar negeri. Selain di perusahaan asuransi, tenaga di sektor pemerintahan (baik di Departemen Kesehatan maupun di Departemen Keuangan) juga telah tersedia dengan berbagai tingkatan pengetahuan dan pemahaman.

Kebutuhan SDM dalam AKN

Sebuah sistem asuransi kesehatan, apakah itu asuransi sosial maupun komersial, dapat berjalan dengan baik apabila persyaratan tertentu terpenuhi. Kedua jenis asuransi membutuhkan pengumpulan iuran, terkumpulnya iuran yang jumlahnya harus mencukupi untuk membiayai manfaat/benefit, pembelanjaan dana yang terkumpul, pertanggung-jawaban yang memenuhi syarat, dan pengembangan sistem agar tetap berfungsi baik sepanjang masa. Namun demikian, untuk tiap tugas kebutuhan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan SDM berbeda antara asuransi kesehatan sosial dan komersial. Sebagai contoh, dalam rangka pengumpulan iuran atau premi, asuransi sosial lebih bertumpu pada kemampuan menegakkan peraturan dan mengecek kebenaran tingkat upah. Sedangkan pada asuransi komerisal, untuk tugas pengumpulan iuran atau premi dibutuhkan tenaga

(3)

menjual harga premi yang telah ditetapkan kepada target pasar yang sesuai. Kedua sistem sama-sama membutuhkan tenaga yang memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan khusus dalam tugasnya.

Di masa lalu sebuah sistem asuransi kesehatan sosial, yang biasanya menjadi tulang punggung sebuah sistem AKN, barangkali kurang menekankan pada aspek pengetahuan dan keterampilan SDM tertentu. Sebab, pada masa lalu pengelolaan asuransi kesehatan sosial pada umumnya didominasi oleh aparat pemerintah atau sangat melekat pada birokrasi pemerintah. Penyelenggaraanya lebih mengandalkan pada kemampuan administrasi, apalagi keterlibatan pemerintah dalam pendanaan sering cukup besar. Pengelolaan risiko atau kemampuan keuangan jangka panjang kurang mendapat perhatian. Demikian juga analisis ekonomi yang menyangkut tingkat kewajaran biaya pelayanan kesehatan, tingkat solvabilitas dan likuiditas kurang mendapat perhatian. Namun demikian, dengan semakin banyaknya kebutuhan dan deman terhadap pelayanan kesehatan, semakin panjangnya usia harapan hidup, dan semakin canggihnya teknologi kedokteran, maka paradigma pengelolaan AKN kita telah bergeser kepada pengelolaan korporat.

Atas dasar asumsi bahwa AKN di Indonesia akan dikelola sesuai dengan kaedah manajemen korporat, dengan tetap memelihara tujuan asuransi sosial yang benefit maximizer yang berbeda dengan tujuan korporat yang tradisional yaitu profit maximizer, saya mencoba menganalisis kebutuhan dan suplai SDM AKN. Analisis ini tidak mencakup kebutuhan dan suplai SDM asuransi kesehatan komersial yang dimungkinkan tetap berkembang sebagai produk suplemen atau tambahan. Demikian juga asumsi yang digunakan adalah untuk memenuhi kebutuhan SDM dalam rangka memberikan jaminan manfaat asuransi kesehatan yang sifatnya mendasar yaitu pemenuhan kebutuhan pembiayaan pelayanan kesehatan kuratif individual. Sebagai contoh, manfaat berbentuk penggantian penghasilan yang hilang pada waktu sakit (disability income) dan perawatan jangka panjang (long-term care) tidak dijamin SJSN dan karenanya masih terbuka untuk sektor swasta. Kebutuhan SDM untuk itu tidak dikaji disini.

Secara kasar, jenis tenaga yang dibutukan tercantum pada tabel-1. Kebutuhan tenaga tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kebutuhan tenaga internal di dalam badan penyelenggara AKN dan kebutuhan tenaga eksternal atau di luar badan

(4)

penyelenggara. Masing-masing jenis tenaga mempunyai rasio yang berbeda. Sebagai contoh, tenaga aktuaris mungkin hanya dibutuhkan satu orang untuk setiap 1 juta peserta sedangkan tenaga untuk telaah utilisasi atau verifikasi klaim dibutuhkan dengan rasio satu tenaga untuk setiap 50.000 peserta. Tenaga dokter keluarga dibutuhkan satu dokter untuk setiap 3.000 – 4.000 peserta. Dengan asumsi skenario yang telah dialami berbagai badan penyelenggara di dunia, dapat diperhitungkan estimasi kebutuhan SDM tersebut.

Tabel-1

Jenis-jenis SDM yang dibutuhkan untuk AKN

Bidang Kebutuhan Internal Kebutuhan Eksternal

Pengorganisasian pool, mobilisasi peserta dan iuran

Pemasaran sosial Pengawasan, bersama Departemen terkait Keuangan dan Aktuaria

Pengawasan, oleh tenaga pengawas Departemen Pendaftaran dan validasi upah oleh pemberi kerja Penerima iuran di bank Pengorganisasian peserta Sistem informasi

Nomor jaminan sosial Pendaftaran dan mutasi peserta

Komunikasi, sinkronisasi, dan validasi peserta dengan pemberi kerja dan fasilitas kesehatan

Pelayanan peserta: Q&A, keluhan, dsb

Pendaftaran dan mutasi karyawan

Penunjang pengorganisasi peserta: kartu elektronik, cetakan, suplayer dsb

Pemberian manfaat (manajemen pelayanan)

Kredensialing fasilitas Legal spesialist: kontrak & perselisihan

Telaah utilisasi dan Varifikasi klaim Kasir/pembayar

Komunikasi: online transfer Jaga mutu

Analisis biaya/ekonomi

Dokter dan Dokter gigi keluarga

Tenaga ahli di rumah sakit Penunjang: lab, farmasi, dll Spesialis

Pengawas Depkes/Dinkes Analis biaya/tingkat pembayaran

Manajemen umum/lainnya Pengawas internal program Pengawas internal keuangan SDM dan penggajian Logistik/pengadaan Investasi dan manajemen aset

Akuntansi dan pelaporan

Pengawas

(5)

Riset dan pengembangan

Sistem Suplai SDM Saat ini

Suplai SDM dalam bidang asuransi kesehatan pada saat ini dipenuhi dari berbagai sumber pendidikan formal maunpun informal. Yang dimaksudkan pendidikan formal adalah pendidikan tinggi oleh universitas, institut, ataupun sekolah tinggi yang memperoduksi tenaga bergelar akademik strata satu, dua, ataupun tiga. Di luar pendidikan formal, terdapat program pendidikan profesi seperti yang dilakukan oleh PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia) dan HIAA (Health Insurance Association of America) atau NAHU (National Association of Health Underwriter) di Amerika. Dalam bidang pendidikan profesi yang non-spesifik asuransi kesehatan, dengan beberapa topik asuransi atau pelayanan kesehatan, organisasi profesi semerti AMAI (Asosiasi Manajemen Asuransi Indonesia) dan PAI (Perhimpunan Akutuaris Indonesia) juga menyelenggarakan pendidikan asuransi kesehatan.

Pendidikan formal asuransi kesehatan diberikan di Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, mulai dari tingkat Diploma III, S1, S2 (berbentuk ekonomi dan asuransi kesehatan), maupun S3 (dalam bentuk program studi ilmu kesehatan masyarakat). Beberapa fakultas kesehatan masyarakat lain, seperti di UNDIP, URINDO, UNAIR, dan UNHAS juga menawarkan program pendidikan yang sama, baik program dirancang khusus ataupun digabung dengan program lain seperti administrasi dan kebijakan kesehatan. Sedangkan Fakultas Kedokteran yang menawarkan program asuransi kesehatan hanyalah UGM di Yogyakarta. Kemampuan memproduksi tenaga terdidik ini masih sangat terbatas. Di UI misalnya, setiap tahun hanya sekitar 50-60 orang lulusan D3 Askes, 35-40 orang lulusan S1 Askes, dan 20 orang S2 ekonomi dan asuransi kesehatan. Di UGM hanya diproduksi tenaga S2 ekonomi dan asuransi kesehatan yang jumlahnya tidak banyak berbeda dengan yang diluluskan UI. Di luar dua perguruan tinggi ini, jumlah lulusan yang lebih mengkhususkan asuransi kesehatan masih sangat sedikit. Sementara itu, beberapa program pendidikan ilmu ekonomi atau ilmu kesehatan yang memproduksi tenaga yang mempelajari asuransi kesehatan boleh dibilang hampir tidak ada. Jika ada mahasiswa yang mengambil skripsi atau tesis, kemampuan dan pemahaman

(6)

mereka tentang asuransi kesehatan biasanya masih sangat terbatas, karena tidak ada kurikulum khusus atau mata pelajaran khusus yang ditawarkan di perguruan tinggi tersebut.

Sesungguhnya keterbatasan mesin produksi tenaga ahli asuransi kesehatan pada tigkat perguruan tinggi bukan merupakan fenomena khas Indonesia. Di negara lain bahkan keadaanya lebih parah karena program khusus yang ada di Indonesia tidak tersedia di negara lain. Subyek asuransi kesehatan dinilai sebagai sub-materi dari asuransi atau dari kesehatan. Kalaupun ada mahasiswa yang mendalami asuransi kesehatan di tingkat perguruan tinggi, biasanya hal itu dilakukan dengan inisitif mahasiswa. Dengan demikian sering terjadi dimana seorang mahasiswa yang mendalami ilmu administrasi bisnis dengan mendalami asuransi kesehatan biasanya mempunyai pengetahun yang kurang mendalam dalam bidang kesehatannya. Sebaliknya, mahasiswa yang mengambil ilmu kesehatan biasanya tidak memiliki body of knowledge asuransi sehingga pembahasan asuransi kesehatan menjadi superfisial dan bias dari sisi pandangnya sendiri. Banyak diantara program pendidikan formal yang meluluskan tenaga bergelar S1, S2, ataupun S3 di luar negeri banyak membahas asuransi kesehatan dari segi kebijakan, teori risiko, teori ekonomi, dan dampak terhadap status kesehatan. Banyak hasil studi maupun kajian dalam bidang asuransi kesehatan pada akhirnya memproduksi tenaga peneliti yang kurang praktis di lapangan.

Untuk menutupi kebutuhan praktis, yang justeru lebih banyak, maka organisasi profesi atau organisasi bisnis seperti PAMJAKI dan HIAA menyelenggarakan pendidikan profesi. Pendidikan profesi berbeda dengan pendidikan formal akademik karena pendidikan profesi di bidang asuransi tidak mengenal penjenjangan dan persyaratan pengetahuan dasar khusus. Pada pendidikan profesi, penguasaan atau kompetensilah yang menjadi tujuan utama. Oleh karenanya pada pendidikan profesi, tidak ada syarat tingkat pendidikan atau disiplin ilmu khusus yang harus dimiliki seseorang. Persiapan pendidikanpun tidak mempunyai pola yang tertentu, karena pada pendidikan profesi yang diukur adalah outputnya. Proses belajar di universitas dengan kuliah, diskusi, dan penugasan digantikan dengan proses otodidak atau tutorial yang tidak memerlukan prosedur formal. Pendidikan profesi lebih menekankan pada ujian yang

(7)

berisi pengetahuan teori dan praktis dengan bahan bacaan yang terbatas atau disiapkan khusus untuk ujian tersebut.

Di Indonesia ujian profesi mulai ditawarkan oleh PAMJAKI mulai akhir tahun 2001. Usia yang masih sangat muda ini telah menghasilkan lulusan yang cukup berarti. Kini setiap semester lebih dari 300 orang mengambil ujian pendidikan asuransi kesehatan yang diselenggarakan PAMJAKI. Pada tanggal 2 Maret kemarin, PAMJAKI baru saja mewisuda 6 orang Ahli Asuransi Kesehatan (AAK) dan 24 orang Ajun AAK. Dalam usianya yang baru seumur jagung, PAMJAKI telah menghasilkan 10 orang AAK dan 63 orang A3K. Jika diperhatikan kemampuan PAMJAKI untuk mensuplai SDM asuransi kesehatan yang ada sekarang, maka kebutuhan SDM tersebut masih sangat jauh dari memadai. Keuntungan dari ujian profesi adalah jumlah peserta dapat ditingkatkan dengan cepat (produksi masal) tanpa harus mengurangi mutu pendidikan. Selain ujian profesi yang ditawarkan PAMJAKI, mereka yang berminat mendalami asuransi kesehatan juga dapat mengikuti ujian HIAA atau ujian profesi asuransi lain yang ditawarkan AMAI dan PAI.

Di luar pendidikan formal dan pendidikan profesi, kebutuhan SDM asuransi kesehatan masih dapat dipenuhi dengan pendidikan dan atau pelatihan internal badan atau

outsourcing keluar. Pendidikan dan pelatihan rutin, sebagai penyegaran dan updating dalam berbagai bidang manajemen yang terus bekembang akan terus dibutuhkan.

Proyeksi Kebutuhan SDM AKN

Tidak dapat diragukan bahwa jika AKN disetujui dan dapat diselenggarakan segera setelah diundangkan, yang diasumsikan dimulai pada tahun 2005 mendatang, maka kebutuhan tenaga yang memahami asuransi kesehatan akan semakin meningkat. Di bawah ini disajikan simulasi beberapa kebutuhan tenaga yang diperhitungkan berdasarkan kenaikan jumlah peserta dan rasio tenaga dibandingkan dengan jumlah peserta. Tenaga telaah utilisasi, termasuk verifikasi klaim, dan tenaga ekonomi dan akuntansi, termasuk tenaga ahli analisis ekonomi dan biaya merupakan dua tenaga internal yang banyak dibutuhkan di dalam BP. Pada awalnya tenaga yang dibutuhkan untuk telaah utilisasi dan verifikasi klaim diperkirakan mencapai 500 orang. Tenaga jenis

(8)

ini dapat diambil dari tenaga yang kini ada di PT Askes, Jamsostek atau tenaga lain misalnya dokter dan perawat. Namun demikian tenaga tersebut perlu mendapatkan pelatihan khusus. Suplai yang ada sekarang untuk tenaga yang telah dilatih khusus untuk ini sangat tidak memadai. Oleh karenanya perlu dilakukan pelatihan-pelatihan khusus. Selain itu, tenaga ekonomi dan akuntansi, termasuk ahli dalam bidang analisis biaya yang bisa menghitung dengan baik biaya-biaya yang wajar yang dapat dibayarkan oleh BP dibutuhkan sekitar separuh dari tenaga utilisasi dan manajemen klaim. Suplai tenaga inipun masih sangat terbatas. Jika tahun depan dibutuhkan 225 orang, maka suplai yang ada sekarang yang telah mendapatkan pelatihan khusus tidak lebih dari 75 orang. Memang kekurangan tenaga ini tidak dirasakan dengan jelas, akan tetapi kualitas manajemen dan tingkat efisiensi yang bisa dicapai BP tidak akan optimal.

Jumlah tenaga yang relatif tidak begitu banyak dibutuhkan karena sifatnya yang analitis dan manajerial misalnya tenaga aktuaris dan ahli asuransi kesehatan. Dengan memperhitungkan bahwa untuk setiap satu juta peserta dibutuhkan satu aktuaris dan setiap setengah juta peserta dibutuhkan tenaga A2K, maka suplai yang ada sekarang masih dibawah kebutuhannya. Dalam 10-15 tahun kedepan, dibutuhkan sekitar 150 orang tenaga ahli dalam bidang aktuaria dan tenaga ahli dalam bidang manajemen informatika. Pada saat yang sama dibutuhkan lebih dari 300 orang yang berpengetahuan setingkat dengan A2K yang dihasilkan PAMJAKI. Mengapa demikian? Jumlah peserta akan membengkak menjadi lebih dari lima kali lipat dari yang ada sekarang.

Jumlah tenaga yang jauh lebih banyak adalah tenaga di luar BP yang juga harus diperhitungkan dan disiapkan. Asuransi kesehatan akan menurunkan elastisitas deman terhadap pelayanan kesehatan dan karenanya akan meningkatkan deman terhadap pelayanan kesehatan. Oleh karenanya akan dibutuhkan lebih banyak dokter keluarga (DrK) dan dokter spesialis (DrS). Jumlah kebutuhan dokter tersebut akan meningkat dengan pesat, hanya untuk melayani peserta saja. Jumlah dokter keluarga yang dibutuhkan pada kurun waktu 10-15 tahun ke depan dapat mencapai angka diatas 40.000 orang. Yang menjadi masalah besar dalam bidang ini adalah apakah produsen dapat memenuhi suplai sebanyak itu? Pada saat ini jumlah dokter keluarga yang memiliki kualifikasi khusus dan memahami berbagai kebijakan dan aspek administratif asuransi kesehatan masih sangat terbatas. Jumlahnya kurang dari 1.000 orang. Pertanyaannya

(9)

adalah dengan rancang-banguan AKN seperti sekarang, maka dibutuhkan sekitar 40 kali dari yang ada sekarang untuk bisa melayani peserta dengan baik. Bagaimana kita memproduksi dan mempersiapkan tenaga tersebut, agar tidak terjadi guncangan dalam penyelenggaraan AKN di masa datang. Jumlah perawat yang khusus menangani peserta dapat mencapai lebih dari 150.000 orang. Siapkah kita?

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Telaah Util Ekon&Ak 0 50 100 150 200 250 300 350 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Info/Akt A2K 0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 DrK DrS

(10)

Kesimpulan

Indonesia telah jauh ketinggalan dari negara tetangga seperti Filipina dan Muangtai dalam cakupan asuransi kesehatannya. Upaya mewujudkan AKN terganjal pada masalah ekonomi, fasilitas kesehatan, dan tenaga yang memadai. Titik terang mulai tampak dalam kebijakan mempercepat terwujudnya jaminan kesehatan untuk semua penduduk. Namun demikian, titik terang tersebut dapat menjadi gelap atau membutakan kita jika tidak diantisipasi kebutuhan dan suplai tenaga yang dibutuhkan. Tenaga yang dibutuhkan secara internal tampaknya tidak bisa dipenuhi dari pendidikan formal maupun pendidikan profesi apabila percepatan produksi berjalan seperti sekarang. Kebutuhan tenaga eksternal badan penyelenggara, khususnya tenaga di fasilitas kesehatan, akan jauh lebih ketinggalan dari produksi yang ada sekarang, apabila kinerja produsen tenaga tersebut juga masih seperti sekarang. Dibutuhkan upaya percepatan suplai atau produksi tenaga yang memahami berbagai aspek asuransi kesehatan agar UU SJSN dapat diselenggarakan dengan baik dan memuaskan pihak-pihak terkait.

Referensi

Dokumen terkait

Sugai-sungai yang mengalir di Kabupaten Muara Enim bersifat perennial yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi, topografi, sifat tanah yang permiabel, dan akifer

tetap, namun masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Dengan demikian adanya perubahan kebijakan negara, dalam penyelesasian sengketa

Untuk memperoleh gambaran sikap dan perilaku peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan wirausaha agribisnis dalam upaya upaya meningkatkan keterampilan dan sikap

Hasil dari studi pustaka, didapat teori tentang perangkat evaluasi pembelajaran dan teori Excel, data hasil studi lapangan prosentase penyusun perangkat evaluasi

Analisis Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007

Survey yang telah dilakukan yaitu survey inventarisasi jalan, survey panjang antrian dan Survey yang telah dilakukan yaitu survey inventarisasi jalan, survey panjang antrian dan waktu

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hipotesis terkait dengan pengaruh kemampuan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Hotel Puri Bagus

Kesimpulannya adalah pembelajaran dengan menggunakan alat peraga IPA mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap prestasi belajar pada materi pesawat sederhana siswa