BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan sistem lambang baik berupa lisan maupun tulisan yang
dimiliki oleh manusia, berfungsi sebagai sarana menyampaikan pesan secara utuh
atau informasi satu sama lain sebagai makhluk sosial (Kooij, 1994:5). Dalam
pandangan linguistik, satuan bahasa yang dapat dijadikan sarana penyampaian
pesan secara utuh ini disebut kalimat. Untuk pembagian peran secara lebih
spesifik dalam linguistik, maka muncullah sintaksis sebagai sub-bidang linguistik
yang bertugas menganalisis kalimat ini sebagai bidang kajiannya (Parera, 2009 :
5). Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan ataupun tulisan,
tersusun dari kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap dan utuh
(Chaer, 2003: 240).
Dalam sintaksis kemudian muncul analisis bahasa atau kalimat yang
dikenal dengan struktur sintaksis. Struktur sintaksis mengkaji kalimat dari segi
fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis, yang dibicarakan dan
dianalisis (Chaer, 2003: 207). Dari aspek struktur sintaksis ini kemudian
setidaknya muncul susunan atau rumusan fungsi : subjek (S), predikat (P), objek
(O), dan keterangan (K). Istilah-istilah tersebut dikenal dengan fungsi sintaksis,
yang masing-masing diisi oleh satuan bahasa berupa kata atau frase, sebagai
konstituen, yang berbeda-beda sesuai dengan bagiannya masing-masing. Subjek
misalnya, diisi oleh kategori nomina (isim), predikat diisi oleh verba (fi’il) atau
kata sifat, objek diisi oleh nomina dan keterangan biasanya di dahului oleh kata
depan (Verhaar, 1981: 70-71). Misalnya kalimat :
(1) Ari(S) mempelajari (P) bahasa Arab (O) di KTT-UGM (K).
Formulasi kalimat semacam ini (S-P-O-K) dalam sintaksis dikenal dengan
kalimat tunggal (simple sentence), yaitu kalimat yang hanya terdiri dari satu
klausa (Putrayasa, 2009: 1), atau kalimat yang hanya memiliki satu subjek dan
satu predikat (Arifin dan Junaiyah, 2008: 56). Konsepsi kalimat ini kemudian
dipakai untuk menganalisis realitas kebahasaan terutama dalam penggunaan
kalimat, atau juga dipakai sebagai kerangka struktural untuk penyusunan kalimat.
Dalam bahasa Arab, misalnya :
(2)
ﻞﺼﻔﻟا ﻲﻓ ﺔﻟﺎﺳر ﺪﻤﺤﻣ ﺐﺘﻛ
Kataba
muchammadun
risālah
fi
al-fashli
Menulis
Muhamad
surat
di dalam
kelas
V.perf.P
N.nom.S
N.ak.O
prep
N.def.gen
P (fi’il)
S (fā’il)
O (maf’ūl bih)
Ket.
‘Muhamad menulis surat di dalam kelas’
Kalimat (2) di atas juga merupakan kalimat tunggal, terdiri dari satu klausa
atau terdiri dari satu unsur predikasi. Namun kenyataannya, manusia sebagai
pengguna dan pemilik bahasa tidak selalu merasa cukup dalam menyampaikan
pesannya hanya dengan sarana kalimat tunggal atau satu klausa dengan
unsur-unsur pengisinya sebagaimana tersebut Struktur kalimat tunggal kemudian tidak
selalu cukup mewakili semua pesan-pesan yang ingin disampaikan yang menuntut
dengan cara lebih dari satu klausa. Pada aspek lain, rumusan kalimat tunggal ini
belum cukup untuk dipakai sebagai alat pandang guna melihat realitas
kebahasaan, yaitu pemakaian kalimat yang komponennya atau polanya melebihi
susunan satu klausa (kalimat tunggal). Maka, dalam Sintaksis, muncul lah konsep
bentuk kalimat yang lebih kompleks dari sekedar kalimat tunggal yaitu dikenal
dengan kalimat majemuk. Menurut Markhamah (2009: 56) kalimat majemuk
meupakan kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih.
Dalam bahasa Arab pun, sebagai sebuah realitas kebahasaan universal
yang pasti ada di semua bahasa, konsepsi dan sistematisasi kalimat majemuk
dengan sendirinya juga harus ada. Adanya entitas kalimat majemuk dalam bahasa
Arab tidak dapat dipungkiri. Contoh :
(3)
ﻢﯿﻘﯾ ﺎﮭﺟوز نﺎﻛ ﻦﯾأ ﺔﺟوﺰﻟا ﺖﻓﺮﻋ
‘Arafat
az-zaujah
aina
kāna zauju
hā
yuqīmu (RJLAM : 261)
Mengetahui
istri
di mana
suami
nya
tinggal
V.III.fem.P
N.def.nom.S N.inf
V.inc N.nom.S Pron.gen V.III.mask.P
P (fi’il)
S (fā’il)
O (maf’ūl bih)
‘Istri itu mengetahui di mana suaminya tinggal’.
Kalimat (3) di atas, terdiri dari dua klausa, yaitu (1) ‘Arafat
az-zaujah
‘istri
mengetahui
’ dan (2) aina kāna
zaujuhā yuqīmu
‘di mana suaminya tinggal’.
(4)
ﻞﯿﻔﻟا بﺎﺤﺻﺄﺑ ﻚﺑر ﻞﻌﻓ ﻒﯿﻛ ﺮﺗ ﻢﻟأ
Alam
tara
kaifa
fa’ala
rabbuka
Apakah tidak
memperhatikan bagaimana bertindak
tuhan kamu
part.int.part.neg V.imp.II.tg.P
N.int
V.perf.tg.P N.def.nom.S.pron .gen.
P (fi’il)
O (maf’ūl bih)
bi
ashchābi
al-fīli
terhadap teman-teman gajah
‘Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana tuhanmu bertindak terhadap
tentara bergajah?’(QS: Al-Fil [105]: 1)
Kalimat (4) di atas, terdiri dari dua klausa, yaitu (1) alam tara
‘apakah
kamu tidak memperhatikan
’ dan (2) kaifa fa’ala rabbuka biashchābi al-fīli
‘bagaimana tuhanmu bertindak terhadap tentara bergajah?’
Dalam linguistik, kedua kalimat majemuk tersebut dikenal dengan kalimat
majemuk bertingkat atau kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk
yang antar klausanya dihubungkan secara fungsional, berarti klausa yang satu
yaitu klausa bawahan (klausa subordinatif) merupakan bagian fungsional bagi
klausa yang lainnya, yaitu klausa atasannya (klausa supraordinatif) (Kridalaksana,
2008: 105).
Pada kalimat (3) di atas diketahui bahwa klausa (2) aina kāna zaujuhā
yuqīmu
‘di mana suaminya tinggal’ sebagai klausa subordinatif, mengisi fungsi
objek (maf’ūl bih) bagi klausa (1), sebagai klausa supraordinatifnya. Demikian
juga, pada kalimat (4) di atas terlihat bahwa klausa (2) kaifa fa’ala rabbuka
biashchābi al-fīli
‘bagaimana tuhanmu bertindak terhadap tentara bergajah?’
sebagai klausa subordinatif menduduki fungsi sintaksis sebagai objek atau dalam
bahasa Arab dikenal maf’ūl bih bagi klausa (1) sebagai klausa supraordinatif.
Dengan demikian, kalimat majemuk subordinatif ini mengisyaratkan
bahwa fungsi-fungsi sintaksis tidak hanya diisi oleh kata atau frase, tetapi juga
bisa jadi diisi oleh klausa. Konsekuensinya, sebagai pengsisi suatu fungsi, suatu
klausa yaitu klausa subordinatif akan berhubungan erat dengan kategori klausa
tersebut untuk bisa mengisi fungsi-fungsi sintaksis, sebagaimana kata atau frase
yang terdiri dari kategori tertentu untuk mengisi fungsi tertentu, sebagaimana
dikonsepsikan oleh Verhar di atas.
Selain itu, satu klausa dengan klausa yang lainnya dalam kalimat majemuk
subordinatif dihubungkan oleh konjungsi (penyambung) yang dikenal dengan
konjungsi subordinatif, yang menurut Kridalaksana (2008: 131), merupakan
konjungsi yang dipakai untuk mengawali klausa terikat (klausa subordinatif)
untuk menyambungkannya dengan klausa utamanya (klasua supraordianatif).
Hanya saja, pada kalimat (3) di atas tidak nampak konjungsi (formal) subordinatif
yang menyambungkan antara klausa bawahan dengan klausa atasan. Kasus seperti
kalimat (3) kalau dalam konsepsi Al-Aziz (2003: 257) antar klausanya yaitu
klausa (1) dan klausa (2) dihubungkan secara konteks kalimat (siyāqu al-kalām),
yaitu bahwa klausa (1) sebagai klausa yang mengandung verba
ﺮﺗ/tar
ā
‘mengetahui/memperhatikan’ butuh pada objek, bisa jadi objeknya adalah berupa
klausa, dan keduanya dihubungkan dengan tanpa konjungtor formal melainkan
hanya dengan konteks kalimat. Ini menjadi menarik, di saat Kridalaksana (2008:
131), mendefinisikan kon
jungsi sebagai ‘partikel’ yang dipergunakan untuk
menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa,
kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf. Dengan kata lain,
konjungsi yang menghungkan atar klausa dalam kalimat majemuk subordinatif
bahasa Arab tidak hanya berupa ‘partikel’.
Melihat fenomena-fenomena di atas, penulis memandang perlu untuk
mengkaji kalimat majemuk dalam bahasa Arab. Hanya saja, karena cakupan
kalimat majemuk cukup luas, maka penulis akan fokus pada kalimat majemuk
subordinatif, yaitu hubungan antar klausa dalam kalimat majemuk subordinatif
dengan memakai tinjauan Sintaksis.
Dalam Sintaksis Arab, penulis belum menemukan istilah kalimat majemuk
subordinatif yang baku, sehingga dalam penulisan tesis ini hanya digunakan
istilah kalimat majemuk subordinatif, sebagaimana digunakan dalam istilah
linguistik.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini berkisar pada kajian kalimat majemuk subordinatif bahasa
Arab, yaitu analisis tentang hubungan antar klausa pembentuknya. Di dalam
kalimat majemuk subordinatif tersebut terdapat klausa subordinatif yang
diasumsikan akan mengisi fungsi-fungsi sintaksis, dengan kategori klausa
tertentu, serta dihubungkan dengan klausa utamanya oleh suatu konjungsi
subordinatif yang memiliki perilaku sintaksis, dan antara klausa subordinatif
dengan klausa utamanya akan terdapat pola urutan tertentu dalam susunan kalimat
majemuk subordinaatif .
Untuk mengarahkan pada pembahasan,
penulis dapat rumuskan
permasalahan-permasalahan penelitian sebagaimana berikut :
1.
Apa saja fungsi sintaksis yang diduduki oleh klausa subordinatif dalam
kalimat majemuk subordinatif bahasa Arab ?
2.
Apa saja kategori klausa dari pada klausa subordinatif bahasa Arab yang
mengisi fungsi sintaksis tersebut?
3.
Apa saja konjungsi subordinatif yang menghubungkan klausa subordinatif
dengan klausa utamanya dalam kalimat majemuk subordinatif bahasa
Arab?
4.
Bagaimana perilaku sintaksis konjungsi subordinatif tersebut?
5.