Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN PENETAPAN KADAR TANNIN DARI EKSTRAK METANOL ALGA COKLAT (Sargassum polycystum C. Agardh)
Annisa Rahmawati, *Tresna Lestari
Program Studi Farmasi, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, Jl. Cilolohan No 36, Tasikmalaya Corresponding author email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai karakterisasi simplisia dan penetapan kadar
tannin dari ekstrak metanol alga coklat Sargassum polycystum C. Agardh dengan
menggunakan variasi metode ekstraksi (maserasi dan refluks). Hasil uji karakteristik
simplisia diperoleh kadar sari larut air 28,86%; kadar sari larut etanol 19,57%; susut
pengeringan 16,33%; kadar air 5,33%; kadar abu total 6,33%; kadar abu larut air 3,31%;
kadar abu tidak larut asam 2,24%. Hasil pengukuran kadar tannin diperoleh kadar
tannin dalam ekstrak hasil refluks adalah 4,50% sedangkan dalam ekstrak hasil maserasi
adalah 3,33%. Hal ini menunjukan bahwa metode ekstraksi cara panas (refluks) lebih
efektif untuk mengekstraksi tannin karena menghasilkan kadar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode ekstraksi cara dingin (maserasi).
Kata kunci :
Sargassum polycystum C. Agardh, karakteristik simplisia, maserasi,
refluks, tannin
ABSTRACT
Research about characterization of simplicia and tannin level measurement from
methanol extract of brown algae Sargassum polycystum C. Agardh using various
extraction methods (reflux and maceration) has been carried out. Simplicia
characterization result obtained that water soluble extract 28.86%, ethanol soluble
extract 19.57%,
exsiccate drying16.33%, water content 5.33%, total ash content 6.33%,
water soluble ash content 3.31% and acid insoluble ash content 2.24%. Tannin level
measurement result obtained tannin level in extract resulted by reflux method was
4.50%, while in extract resulted by maceration method was 3.33%. This is showed that
extraction with heating method (reflux) is more effective for tannin extraction because it
give higher tannin level compared to extraction without heating (maceration).
Keywords :
Sargassum polycystum C. Agardh, simplicia characterization, maceration,
reflux, tannin.
PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia. Standarisasi diperlukan
agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam dan akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Standarisasi mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI baku harus mempunyai persyaratan tertentu (Khoirani N, 2013).
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumber daya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Salah satu sumberdaya hayati tersebut adalah alga coklat (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005 dan Rasyid, 2010).
Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder. Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, alginat, karaginan dan agar banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit (Reskika A, 2011). Rumput laut coklat Sargassum polycystum tumbuh menempati hampir disepanjang pulau pantai pulau-pulau di Indonesia. Setelah musim ombak pertumbuhan tanaman tersebut dapat membentuk padang rumput laut coklat yang cukup luas terutama pada pantai selatan pulau Jawa (Tri, 2012).
Tanin banyak digunakan dalam industri kulit karena kemampuannya mengikat bermacam-macam protein, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet dan penyamak kulit. Tanin pada dunia farmasi digunakan untuk campuran obat karena diketahui memiliki potensi sebagai adstringensia, antibakteri, antitumor dan antidotum (keracunan alkaloid) (Kristanto A, 2013).
Penetapan kadar tanin dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet visibel. Untuk dapat dibaca serapannya pada daerah panjang gelombang ultraviolet visibel maka tanin harus direaksikan dengan reagen pembentuk warna, yaitu Folin Denis. Pembentukan warnanya berdasarkan reaksi reduksi oksidasi, dimana tanin sebagai reduktor dan Folin Denis sebagai oksidator. Tanin yang teroksidasi akan mengubah fosmolibdat dalam Folin Denis menjadi fosmolibdenim yang berwarna biru yang dapat menyerap sinar pada daerah panjang gelombang ultraviolet visibel (
Ibnu Gholib,
2007 dan
Andriyani, 2010).METODE
Pengumpulan Bahan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga coklat (Sargassum polycystum C. Agardh) yang diperoleh dari pantai Sindangkerta, Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya.
Determinasi Bahan. Determinasi dilakukan di Laboratorium pusat penelitian oseanografi LIPI. Determinasi ini dilakukan terhadap seluruh bagian tumbuhan alga coklat (Sargassum polycystum) yang masih dalam keadaan segar dan utuh.
Pemeriksaan Karakteristik Simplisia. Karakteristik alga coklat dilakukan terhadap beberapa parameter seperti pemeriksaan organoleptik, makroskopik, mikroskopik, skrining fitokimia, pola kromatogram dan penetapan kadar sari yang termasuk ke dalam parameter spesifik dari simpisia. Selain itu dilakukan penetapan kadar air, kadar abu dan susut pengeringan yang merupakan parameter non spesifik dari simplisia (Depkes RI, 1985 dan Depkes RI, 2000).
Pembuatan Ekstrak. Pembuatan ekstrak dari alga colat (Sargassum polycystum C. Agardh) dibuat dengan metode ekstraksi yaitu maserasi untuk mewakili ekstraksi cara dingin dan refluks untuk mewakili ekstraksi cara panas (Elvriani Y. 2010; Istiqomah, 2013 dan Akhyar, 2010).
Skrining Fitokimia. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif adanya metabolit sekunder yang terkandung didalam simplisia dan ekstrak metanol alga coklat (Sargassum polycystum C. Agardh) (Harborne, 1987).
Penetapan Kadar Tanin Total
Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum. Dipipet 1,0 mL larutan standar asam tanat dengan seksama, kemudian dimasukkan dalam wadah berukuran 10 mL yang telah berisi 7,5 mL aquabidestilata. Kemudian ditambahkan 0,5 mL pereaksi Folin Denis dan 0,1 mL larutan Na2CO3 jenuh dan
diencerkan dengan aquabidestilata sampai 10 mL dicampur dengan baik, diukur serapannya pada panjang gelombang antara 400-900 nm. Dibuat spektrogram hubungan antara serapan dengan panjang gelombang, panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana larutan sampel
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI mempunyai serapan maksimum (Andriyani, 2010).
Pembuatan Kurva Baku. Dibuat suatu seri larutan baku dari larutan standar asam tanat 50mg/50 mL (1000 ppm). Diambil dari larutan standar asam tanat dibuat 6 deret konsentrasi. Kemudian di pipet 1,0 mL larutan standar asam tanat dengan seksama, kemudian dimasukkan dalam wadah berukuran 10 mL yang telah berisi 7,5 mL aquabidestilata. Kemudian ditambahkan 0,5 mL pereaksi Folin Denis dan 0,1 mL larutan Na2CO3 jenuh dan
diencerkan dengan aquabidestilata sampai 10 mL dicampur dengan baik. Diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum (Andriyani, 2010).
Penetapan Kadar Tanin. Sebanyak 50 mg ekstrak hasil maserasi dan refluks ditimbang dan dilarutkan dengan aquabidestilata sampai 100 mL (500 ppm). Kemudian dipipet 1,0 mL sampel dengan seksama, dimasukkan kedalam labu ukur berukuran 5 mL yang telah berisi 2,5 mL aquabidestilata. Ditambahkan 0,5 mL pereaksi Folin Denis dan 1,0 mL larutan Na2CO3
jenuh. Dicampur dengan baik, kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang maksimum. Dihitung dengan menggunakan kurva baku yang telah didapat sehingga diketahui konsentrasi dari sampel yang diukur (Andriyani, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Karakteristik Simplisia. Pemeriksaan karakteristik simplisia dilakukan terhadap beberapa parameter mutu spesifik dan non spesifik dari simplisia meliputi karakteristik organoleptik, makroskopik, mikroskopik, skrining fitokimia, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan susut pengeringan.
Pemeriksaan orgnaoleptik dilakukan terhadap parameter bau warna dan rasa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan organoleptik
Parameter Hasil
Bau Bau amis
Warna Hijau kecoklatan Rasa Tidak berasa
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia
terlihat bahwa alga coklat terdapat
kekhususan morfologi yaitu bentuk thallus
silindris berduri-duri kecil merapat,
batang pendek dengan percabangan utama
tumbuh rimbun dibagian ujungnya. daun
kecil, lonjong, panjang 3 cm, lebar 1 cm,
pinggir bergerigi, ujung melengkung rata
atau runcing.
Gambar 1. Sargassum polycystum C. Agardh
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia untuk mengetahui fargmen-fragmen spesifik yang tersapat di dalam simplisia. Hasil pemeriksaan mikroskopik diperoleh seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. (A) epidermis atas, (B) rambut penutup berbentuk bintang, (C) Ca oksalat berbentuk roset dan pecahannya, (D) butir pati.
Untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia maupun ekstrak, maka dilakukan pengujian skrining fitokimia dengan hasil seperti pada Tabel 2. Kandungan senyawa kimia dalam simplisia ataupun ekstrak merupakan parameter spesifik yang dapat memepngaruhi
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI aktivitas farmakologi yang dihasilkan oleh simplisia ataupun ekstrak.
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia dari simplisia dan ekstrak metanol alga coklat (Sargassum polycystum C. Agardh
Golongan Senyawa Simplisia ER EM Alkaloid - - - Flavonoid + + + Polifenolat + + + Tanin + + + Triterpenoid dan Steroid + + + Monoterpenoid dan seskuiterpenoid + + + Kuinon + + + Saponin + - - Keterangan :
ER : Ekstrak hasil refluks EM : Ekstrak hasil maserasi
Hampir semua senyawa yang terdapat di dalam simplisia diperoleh kembali dalam ekstrak hasil refluks maupun maserasi, kecuali senyawa saponin. Berdasarkan hasil skrining fitokimia diketahui baik ekstraksi cara refluks maupun maserasi dapat digunakan untuk menarik senyawa tanin.
Beberapa parameter spesifik dan non spesifik lain yang diperiksa terhadap sampel simplisia adalah kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan susut pengeringan dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengujian karakteristik simplisia
Parameter kadar air perlu ditetapkan terutama terkait dengan keawetan simplisia. Tingginya kadar air dalam simplisia dapat menyebabkan simplisia mudah rusak karena pertumbuhan mikroba maupun terjadinya
reaksi enzimatis yang dapat mengakibatkan perubahan komposisi senyawa kimia dalam simplisia (Depkes RI, 2000).
Parameter kadar abu merupakan parameter non spesifik yang terkait dengan adanya senyawa anorganik dalam simplisia. Jumlah cemaran senyawa anorganik dalam simplisia dinyatakan sebagai parameter kadar abu total atau kadar abu tidak larut asam. Tingginya cemaran anorganik mencerminkan kualitas pengolahan simplisia yang kurang baik sehingga jumlahnya di dalam simplisia harus dibatasi (Depkes RI, 2000 dan Azis dkk, 2011).
Parameter kadar sari merupakan parameter spesifik dari simplisia yang mencerminkan jumlah senyawa yang dapat larut dalam pelarut tertentu, dalam hal ini adalah pelarut air dan etanol seperti yang dipersaratkan oleh Farmakope Herbal Indonesia (Depkes RI, 2000).
Parameter susut pengeringan adalah parameter non spesifik yang menggambarkan jumlah senyawa yang hilang pada saat pengeringan seperti air dan senyawa mudah menguap yang terdapat dalam simplisia misalnya minyak atsiri. Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri maka nilai parameter susut pengeringan dapat identik dengan parameter kadar air (Depkes RI, 2000).
Untuk mengidentifikasi adanya senyawa tannin dalam ekstrak selain dilakukan dengan skrining fitokimia, juga dilakukan pemeriksaan pola kromatografi dengan metode kromatografi lapis tipis. Dengan menyemprotkan penampak bercak FeCl31%.
Senyawa tannin akan bereaksi membentuk senyawa kompleks dengan FeCl3 yang
memberikan warna coklat-hitam (Depkes RI, 2000).
Pada pemeriksaan pola kromatografi lapis tipis digunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak aston : n-heksana(7 : 3). Hasil elusi diperoleh 3 bercak dengan nilai Rf 0,54; 0,72 dan 0,77 untuk ekstrak hasil refluks dan Rf 0,6; 0,8 dan 0,9 untuk ekstrak hasil maserasi. Senyawa yang bereaksi positif tannin adalah senyawa pada bercak 0,72 dan 0,8 masing-masing untuk ekstrak hasil refluks dan maserasi (Gambar. 3)
No. Pengujian Karakteristik Simplisia
Hasil (%)
1 Kadar air 5.3%
2 Kadar abu total 6,3% 3 Kadar abu tidak larut
asam 2,24%
4 Kadar abu larut air 2,99% 5 kadar sari larut air 28,86% 6 Kadar sari larut etanol 19,57% 7 Susut pengeringan 16,33%
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI
Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Metanol
Alga Coklat (A) Metode refluks (B) Metode maserasi: (a). Pada sinar tampak, (b) Dibawah sinar UV ƛ 254nm. (c) Dibawah sinar UV ƛ
356nm, (d) disemprot dengan H2SO410% dalam
metanol, (e) Setelah penyemprotan FeCl31%.
Penetapan Kadar Tanin. Untuk mengukur kadar tanin yang terdapat dalam ekstrak dilakukan pemeriksaan dengan spektrofotometri UV-Visibel menggunakan asam tanat sebagai pembanding. Pada pengukuran kadar tanin ekstrak direaksikan dengan reagen Folin Denis. Tanin yang bersifat sebagai reduktor akan mengubah fosfomolibdat menjadi fosfomolibdenum dalam reagen Folin Denis. Fosfomolibdenum adalah suatu senyawa kompleks yang berwarna biru sehingga dapat menyerap sinar pada daerah UV-Visibel (Andriyani, 2010).
Gambar 4. Kurva Standar Asam Tanat Hasil pengukuran kadar tanin diperoleh nilai 4,50% untuk ekstrak hasil refluks, lebih tinggi dari ekstrak hasil maserasi yaitu 3,33%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa tanin bersifat termostabil dan lebih efektif untuk diekstraksi dengan cara refluks dibandingkan cara maserasi karena dapat menghasilkan kadar dalam jumlah yang lebih tinggi.
KESIMPULAN
Dari hasil penetapan kadar tannin ekstrak metanol alga coklat Sargassum polycystum C. Agardh dengan menggunakan variasi metode ekstraksi yaitu rerfluks dan ekstraksi maserasi, didapatkan kadar tannin 3,33% dengan metode ekstraksi maserasi dan 4,50% dengan metode refluks. Berdasarkan kedua data yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi cara panas (refluks) lebih dan juga dapat lebih banyak menarik senyawa tanin dibandingkan dengan metode ekstraksi cara dingin (maserasi).
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar . 2010. Uji Daya Hambat Dan Analisis KLT Bioautografi Ekstrak Akar Dan Buah Bakau (Rhizophora stylosa Griff.) Terhadap Vibrio harveyi. [Skripsi]. Makasar: Prodi Farmasi Universitas Hasanuddin.
Andriyani D, P Iswati, B Asrining. 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun Rambutan (Nephelium loppaceum.L) Secara Spektrofotometri Ultraviolet Visibel. Pharmacy 07: 1-11
Azis, Saifudin; Rahayu, Viesa; HilwanYuda, 2011.Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Depkes Republik Indonesia; hal 1
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; hal 3.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005 . Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. Elvriani Y. 2010. Ekstraksi Tanin Dari Kulit
Buah Manggis Dengan Variasi Konsentrasi Solven Dan Waktu Ekstraksi. Laporan penelitian. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB; hal 102-104.
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode
Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofractif ructus). [Skripsi]. Jakarta: Prodi Farmasi Universitas Negri Syarif Hidayatullah.
Ibnu Gholib, Abdul Rohman, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Khoirani N, 2013. Standarisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.). [Skripsi]. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh. Jakarta
Kristianto A, 2013. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin Daun Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi L) Pada Pengolahan Air. [Skripsi]. Jember: Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Rasyid A. 2010. Ekstraksi Natrium Alginat Dari Alga Coklat Sargassum echinocarphum. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 36: 393-400
Reskika A, 2011. Evaluasi Potensi RUmput Laut Coklat (Phaeophyceae) dan Rumput Laut Hijau (Chlorophyceae) Asal Perairan Takalar Sebagai Antibakteri Vibrio Spp. [Skripsi]. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin Makasar.
Tri A, AAsnani. 2012. Kajian Sifat Fisiko kimia Rumput Laut Coklat Sargassum duplicatum Menggunakan Berbagai Pelarut Metode Ekstraksi. Agrointek 6: 22-28