• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UMUR INDUK TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG PUYUH SKRIPSI. Oleh : SYAHRIL HAMZAH I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UMUR INDUK TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG PUYUH SKRIPSI. Oleh : SYAHRIL HAMZAH I"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR INDUK TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG PUYUH

Oleh :

SYAHRIL HAMZAH I111 10 102

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017 SKRIPSI

(2)

ii

PENGARUH UMUR INDUK TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG PUYUH

SKRIPSI

Oleh:

SYAHRIL HAMZAH I111 10 102

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Syahril Hamzah

NIM : I 111 10 102

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sepenuhnya.

Makassar, Agustus 2017

TTD

(4)
(5)

v

ABSTRAK

SYAHRIL HAMZAH (I11110102). Pengaruh Umur Induk Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Berat Tetas Telur Burung Puyuh. Dibimbing oleh Wempie Pakiding sebagai Pembimbing Utama dan Muhammad Yusuf sebagai Pembimbing Anggota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur induk terhadap tingkat fertilitas, daya tetas, dan berat tetas telur burung puyuh. Penelitian ini menggunakan telur burung puyuh sebanyak 216 butir dibagi menjadi tiga kelompok umur dan tiga mesin tetas yang sebelumnya sudah di setting dengan suhu 1000F. Penelitian dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 mesin tetas sebagai ulangan. Perlakuan umur induk yang diterapkan terdiri atas: U1 = 4 bulan, U2 = 6

bulan and U3 = 8 bulan. Hasil hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa tidak

ada pengaruh nyata antara umur induk terhadap fertilitas, daya tetas, dan berat tetas telur burung puyuh.

(6)

vi

ABSTRACT

SYAHRIL HAMZAH (I11110102). Effect of Age of Quail Hen on Fertility, Hatchability and Haching Weight. Under quidance by Wempie Pakiding as Supervisor and Muhammad Yusuf as Co-Supervisor.

The aim of the study was to investigate fertility, hatchability, and hatching weight of quail eggs in different age of quail hen. The experiment used 216 quail eggs and three incubator machines setting in 100oF of temperature. The experiment was conducted experimentaly using the basic design of randomized block design (RAK), with 3 treatments and 3 machines as replication. The treatments applied were the age of quail hen consisting of U1 = 4 months, U2 = 6

months and U3 = 8 months. The results of this study indicated that the fertility,

hatchability and hatching weight of quail eggs were not affected by age of quail hen.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Skripsi dengan judul “pengaruh umur induk terhadap fertilitas, daya tetas dan berat tetas telur burung puyuh” Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan dengan penuh rasa hormat kepada :

1. Kedua orang tua yang memberikan bantuan dan dukungan bagi penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan

2. Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku pembimbing anggota yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini.

3. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku Penasehat Akademik yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan, Bapak Wakil Dekan I, II, III dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

(8)

viii

5. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak beserta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Semua Dosen-Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah memberi ilmunya kepada penulis.

7. Kepada Dinita Nurul jannah SE & Keluarga yang telah mencurahkan segenap tenaga dan perhatiannya selama ini.

8. Sahabat-sahabat ”LION” Renal coy, Nurmi, Inna, Uci, Lili, Weny, Rahmi, Cecenk, Ifha, Dhian, Putri, Risna, Linda, Vivi, Maya, Kiki, Evi, Alam, Aidil, Ryan, Ichwan, Irsan, Dafid, Aldes, Yogi, Farid, Herman, April, Ibnu, Yafet, Joe, Nawir, Sudirman, Harianto, Rony, Teguh, Lukman, Jaya, Anto, Haikal, Imam, Fida, abdha, Niar, Wana, Keke, Nana, Evi fatmala, dan Radinda Dwi Coirunnisa. terima kasih atas segala kebaikan dan kebersamaan yang kalian berikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas

bantunnya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, Juni 2017

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tinjauan Umum Burung Puyuh(Coturnix Coturnix Japonica) ... 4

Pengaruh Umur Induk Terhadap Fertilitas, Daya Tetas, dan Berat Tetas Burung Puyuh ... 8

Pelaksanaan Penetasan ... 8

Pemilihan Telur Tetas ... 8

Penetasan dengan Mesin Tetas ... 9

Temperatur Mesin Tetas ... 9

(10)

x

Fertilitas ... 10

Daya Tetas ... 11

Berat Tetas ... 11

METODE PENELITIAN ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Materi Penelitian ... 13

Rancangan Penelitian... 13

Prosedur Penelitian ... 14

Parameter yang diukur ... 15

Analisa Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Fertilitas ... 17

Daya Tetas ... 18

Berat Tetas ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

LAMPIRAN ... 26 RIWAYAT HIDUP

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman 1 Pengaruh Umur Induk Terhadap Fertilitas Telur Burung Puyuh 17 2 Pengaruh Umur Induk Terhadap Daya Tetas Telur Burung Puyuh 18 3 Pengaruh Umur Induk Terhadap Berat Tetas Telur Burung Puyuh 19

(12)

xii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Pengaturan Temperatur dan Waktu Pembalikan Pada Beberapa

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Teks

1. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap fertilitas

telur burung puyuh ... 28 1. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap daya tetas

telur burung puyuh ... 32 2. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap berat tetas

(14)

1

PENDAHULUAN

Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu komoditas ternak unggas yang memiliki potensi sebagai sumber protein hewani dalam bentuk produk telur dan daging. Burung puyuh dapat bertelur mencapai 300 butir selama masa produksinya (Setiawan, 2006). Sebagai bahan pangan, telur burung puyuh mempunyai kualitas lebih baik karena memiliki kandungan protein, fosfor, dan sengyang relatif lebih tinggi untuk setiap butir telur dibandingkan telur lainnya (Anonimus, 2012).

Produksi telur burung puyuh setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014) produksi telur burung puyuh di Indonesia Tahun 2011 - 2014 masing - masing mencapai 8.2 ton, 15.8 ton, 18.9 ton 19.1 ton. Berdasarkan data tersebut terlihat telah terjadi peningkatan sebesar 10,9 ton dari Tahun 2011 sampai 2014. Hal tersebut dikarnakan kesadaran masyarakat terhadap manfaat protein hewani khususnya telur burung puyuh meningkat.

Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan telur tersebut dilakukan peningkatan populasi puyuh betina untuk meningkatkan produksi telur.Perusahaan pembibitan puyuh memegang peranan penting dalam upaya pengembangan puyuh penghasil telur.Walaupun dalam hal manajemen tatalaksana pemeliharaan puyuh petelur telah dipahami, namun masih banyak kendala dalam menghasilkan (Day Old Quail) DOQ dengan performa terbaik.

Usaha pembibitan burung puyuh sangat penting dalam menghasilkan burung puyuh yang memiliki sifat unggul.Umumnya peternak burung puyuh

(15)

2

menghendaki burung puyuh yang menetas sehat, berbobot besar dan berjenis kelamin betina.Disamping itu, peternak juga membutuhkan telur dengan fertilitas dan daya tetas yang tinggi agar dapat mengefisienkan biaya dan waktu penetasan.Berkaitan dengan hal tersebut maka, perlu dilakukan seleksi sedini mungkin terhadap telur burung puyuh untuk mendapatkan performa yang baik.

Induk telur puyuh memiliki masa produksi yang relatif lebih lama (kurang lebih 2 tahun) dan secara umum peternak menggunakan telur tersebut untuk ditetaskan. Namun disinyalir bahwa variasi umur induk yang berbeda menjadi salah satu penyebab rendahnya fertilitas, daya tetas dan berat tetas telur yang umum didapati pada penetasan ayam ras komersil. Untuk itu perlu suatu kajian untuk mengetahui fertilitas, daya tetas dan berat tetastelur burung puyuh yang bersumber dari induk dengan umur yang berbeda.

Burung puyuh yang umum dikembangkan telah kehilangan kemampuan untuk mengerami telurnya sehingga proses regenerasi hanya dimungkinkan melalui penetasan buatan dengan menggunakan mesin tetas. Telur yang ditetaskan bersumber dari induk yang memiliki lama peneluran yang panjang sehingga telur yang ditetaskan bersumber dari umur induk yang beragam. Untuk itu perlu diamati apakah umur induk dapat mempengaruhi fertilitas, daya tetas dan berat tetas yang ditetaskan secara buatan.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh umur induk terhadap tingkat fertilitas, daya tetas dan berat tetas. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan referensi kepada para peternak dan akademisi

(16)

3

tentang pengaruh berat telur terhadap keberhasilan dalam melakukan penetasan menggunakan mesin tetas.

(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bahasa Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, tahun 1979. Dan dikembangkan ke penjuru dunia, sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternakkan semenjak akhir tahun 1987 kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia ( Nugroho dan Mayun, 1986).

Ciri khas burung puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki panjang badan ±19 cm, badannya bulat,ekor pendek, dan kuat, jari kaki empat buah, warna bulu coklat kehitaman, alis betina agak putih sedang panggul dan dada memiliki garis (Nugroho dan Mayun,1986).

Burung Puyuh Coturnix coturnix japonica memiliki klasifikasi menurut Pappas ( 2002 ) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class : Aves Ordo : Gallivormes Subordo : Phasianoidea Famili : Phasianidae Sub-famili : Phasianinae

(18)

5

Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix coturnix japonica

Jenis burung Puyuh yang biasa diternakkan berasal dari jenis Coturnix-coturnix japonica. Produktifitas telur burung Puyuh ini mencapai 250-300 butir per tahun dengan rata-rata 10 gram perbutir. Betinanya mulai bertelur pada umur 6 minggu. Burung Puyuh sangat baik untuk diternakkan karena dapat menghasilkan lebih dari 4 generasi per tahun. Telurnya berwarna cokelat tua, biru dan putih dengan bintik-bintik hitam, coklat dan biru. Faktor makanan mempunyai pengaruh yang cukup besar. Bila makanan yang diberikan tidak baik kualitasnya atau jumlah yang diberikan tidak cukup, maka hampir dapat dipastikan burung puyuh tidak akan bertelur banyak (Rasyaf 1991;Listiyowati dan Roospitasari,2000; Hartono, 2004).

Kandungan protein dan lemak telur buyung Puyuh cukup baik bila dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah sehingga sangat baik untuk kesehatan. Anak burung Puyuh yang baru menetas dari telur disebut(Day Old Quail) DOQ. Day old quail ini besarnya seukuran jari dengan berat 8-10 gram dan berbulu jarum halus. Day old quail yang sehat berbulu kuning mengembang, gerakan lincah, biasanya seragam dan aktif mencari makan atau minum. Dalam dunia peternakan, periode pembesaran DOQ disebut dengan masa stater-grower (stagro) hingga anak burung Puyuh berumur 8 minggu (Sugiharto, 2005).

(19)

6

Pengaruh Umur Induk Terhadap Fertilitas, Daya Tetas, dan Berat Tetas Burung Puyuh.

Burung puyuh adalah ternak yang relatif cepat menghasilkan telur yaitu pada umur 6 minggu dan mampu berproduksi sebanyak 200-300 butir telur dalam setahun. Burung puyuh sudah sejak lama dikenal sebagai hewan percobaan yang efisien karena biaya pemeliharaannya relatif murah. Penampilan (fenotipe)burung puyuhditentukan oleh genotipenya dan faktor lingkungan dimana ternak itu dipelihara.

Fertilisasi dan daya tetas merupakan dua sifat yang mempunyai nilai ekonomis penting pada program pembibitan puyuh disamping karakter produksi telur, umur induk juga memiliki faktor penting Pramono (2004) menyatakan bahwa rata-rata fertilitas dan daya tetas telur puyuh di peternakan Kota Bengkulu masing-masing 61% dan 67,2% di samping itu ditemukan juga seitar 20% puyuh yang berkaki pengkor.

Telur fertil adalah telur yang digunakan pada saat seleksi telur dengan dilakukannya peneropongan. Menurut (Sudaryani, dkk., 2005) Fertilitas adalah persentase telur fertil dari sejumlah telur yang digunakan dalam satuan persentas

Daya tetas dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah seluruh telur yang fertil. Semakin tinggi jumlah telur yang fertil dari jumlah telur yang ditetaskan akan dihasilkan persentase daya tetas yang tinggi pula. Menurut North (1980), fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan daya tetas yang tinggi.salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas telur ialah rasio seks pejantan dan induk betina.

(20)

7

Daya tetas dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain factor genetic, fertilitas, lama dan suhu penyimpanan telur, suhu dan kelembapan mesin tetas, kebersihan telur, umur induk, nutrisi, penyakit serta keseragaman bentuk dan ukuran telur (North dan bell, 1990; Ensminger, 1992).

Rendahnya daya tetas bukan hanya disebabkan oleh tata laksana pemeliharaan, akan tetapi umur induk dan tehnik penetasan sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan dalam usaha penetasan. Hal ini dapat terjadi ketika proses penetasan berlangsung sumber panas yang dibutuhkan tidak mencukupi karena matinya listrik. Listiowati (2003) menyatakan, jika sumber panas ini terlalu lama mati akan menyebabkan perubahan suhu yang dapat mematikan benih dalam telur. Anonim (2009) menyatakan, temperature yang terlalu rendah dapat menghambat perkembangan embrio, pada suhu penetasan 90 0F (32 0C) untuk waktu tiga samapai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio ayam di dalam telur.

Bobot tetas adalah bobot DOQ setelah menetas yang bulu badannya telah kering dan sebelum diberi makan atau minum untuk pertama kalinya. Kaharuddin (1989) Menyatakan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi bobot tetas yaitu umur induk. Anonim (2012) menyatakan, selaim dari umur induk, bobot telur tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi bobot tetas, selanjutnya dikatakan bobot tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bias dkatakan belum berhasil.

(21)

8

Pelaksanaan Penetasan Pemilihan Telur Tetas

Agromedia (2002) menyatakan bahwa telur tetas adalah suatu bentuk penimbunan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, energi, vitamin, mineral dan air yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio selama penetasan untuk dapat ditetaskan telur-telur burung Puyuh harus diseleksi. Memilih telur burung Puyuh yang akan ditetaskan harus teliti, beberapa cara memilih telur burung Puyuh yang baik untuk ditetaskan yaitu : 1) Memilih telur yang bersih, halus dan rata; 2) Memilih telur yang warnanya tidak terlalu pekat; 3) Bintik kulit telur harus jelas; 4) kulit telur tidak retak; 5) memilih telur yang baru, bukan telur yang sudah disimpan lebih dari 7 hari; 6) Jika mau dijadikan khusus sebagai telur setelah keluar dari burung Puyuh, telur segera diambil dan dibersihkan.

Sebaiknya telur yang ditetaskan berukuran normal yang beratnya 11-13 gram per butir. Ukuran normal tersebut dapat dicapai setelah induknya berumur 2,5 bulan. Dengan demikian pengambilan telur tetas burung Puyuh dilaksanakan sejak induk berumur 2,5-8 bulan (Sugiharto, 2005).

Lama penyimpanan telur dapat mempengaruhi daya tetas telur burung Puyuh. Abidin (2003) menyatakan bahwa daya tetas telur disimpan selama 6 hari lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas disimpan 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, bisa menyebabkan penurunan berat telur dan kantung udaranya semakin berkurang (Andrianto, 2005).

(22)

9

Penetasan Dengan Mesin Tetas

Telur burung Puyuh dapat ditetaskan dengan mesin penetas telur ayam dan waktu yang diperlukan ialah 17 hari. Selama ditetaskan telur tadi diputar 900 dan paling sedikit sehari diputar 4-6 kali.Menetaskan telur burung Puyuh tidak berbeda dengan telur ayam. Minggu pertama : 38,30C (1010 F). Minggu kedua sampai menetas : 390C (1030 F). Suhunya diusahakan jangan lebih dari 39,40 C (1030 F). Termometer yang mengukur suhu mesin tetas, supaya diletakkan sejajar dengan ujung telur, dengan maksud supaya termometer tersebut menunjukkan suhu telur-telur yang ditetaskan. Temperatur kelembapannya tidak boleh kurang dari 60% (tabung basah pada hygrometer) 30,60 C (870 F) sampai hari ke 14 setelah itu dinaikkan 32,20 C (900 F) sampai proses penetasan selesai (Nugroho dan Mayun, 1986).

Temperatur Mesin Tetas

Dalam prakteknya temperatur mesin tetas sering dibuat stabil sekitar 1030F (39,40C) untuk semua penetasan telur unggas. Kelembapan mesin tetas untuk penetasan telur berbagai jenis unggas relatif sama, yaitu sekitar 60-79% RH. Selama persiapan ventilasi atas mesin tetas ditutup sampai hari penetasan ketiga (Suprijatna et al., 2005).

Pemutaran Telur

Membalik atau memutar letaknya telur pada hari-hari tertentu selama periode penetasan perlu sekali dikerjakan. Gunanya adalah supaya mendapatkan panas yang merata. Selain itu juga untuk menjaga agar bibit tidak menempel pada kulit dalam fase permulaan penetasan dan untuk mencegah zat kuning telur dengan

(23)

10

tetenun selaput pembungkus anak (allanthois) pada fase-fase berikutnya. Membalik telur dilakukan setiap hari mulai hari ketiga atau keempat sampai dua hari sebelum telur-telur menetas. Pemutarantelur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 3 kali atau lebih baik pula diputar sampai 5 atau 6 kali sehari setengah putaran (Djanah, 1984).

Fertilitas

Nuryati et al (2000) menyatakan bahwa agar telur dapat menetas jadi anak, telur tersebut harus dalam keadaan fertil yang disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan. Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh tekur yang digunakan dalam suatu penetasan.

Mineral utama yang terlibat dalam proses metabolisme embrional yaitu Calsium. Sumber mineral ini utamanya adalah Calsium yang terdapat dalam kerabang telur. Pada telur infertil tidak terjadi peningkatan kadar Calsium selama periode penetasan. Adanya peningkatan kadar Calsium pada telur fertil yang dieramkan ini hanya mungkin diperoleh karena adanya transfer dari kerabang telur melalui membran kerabang. Apabila pakan induk defisiensi akan mineral maka berdampak pada fertilitas dari telur yang ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada pembentukan embrio (Suprijatna et al., 2005).

Fertilitas burung Puyuh juga dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1) Sperma; 2) Pakan; 3) Umur pembibit; 4) Musim atau suhu; 5) Sifat kawin pejantan; 6) Waktu perkawinan; 7) Produksi telur (Agromedia, 2002).

(24)

11

Daya Tetas

Persentase telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil disebut daya tetas (Card and Leslie, 1993). Rasyaf (1993) menyatakan bahwa untuk menghasilkan daya tetas yang baik tidak hanya dibutuhkan protein dan energi tetapi juga keseimbangan vitamin dan mineral. Semua itu bertujuan untuk mendukung pertumbuhan embrio saat telur ditetaskan.

Heuser (1975) menyatakan Calsium dan Phosphor dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pembentukan tulang dan kerabang telur. Daya tetas telur berkerabang tipis akan rendah dan telur mudah pecah (Nugroho dan Manyun, 1982).

Daya tetas juga akan menurun apabila telur disimpan terlalu lama. Telur-telur yang disimpan daya tetasnya akan menurun, kira-kira 3% tiap tambahan sehari. Telur yang disimpan dalam kantng plastik PVC (polyvinylidene chloride) dapat tahan lebih lama, kira-kira 13-21 hari dibandingkan telur yang tidak disimpan dalam kantung plastik PVC. Biasanya telur yang disimpan dalam kantung plastik ini daya tetasnya juga lebih tinggi daripada telur yang disimpan dalam ruangan terbuka (Nugroho dan Manyun, 1986).

Berat Tetas

Berat tetas merupakan berat yang diperoleh melalui penimbangan pada saat telur menetas. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur dengan mesin tetas adalah bobot telur tetas, karena bobot telur tidak hanya berpengaruh terhadap daya tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap

(25)

12

bobot tetas. Bobot telur tetas yang baik untuk burung puyuh berkisar antara 9-10 gram. Butcher, Gary and Richard (2004) dalam Mahi, M dkk (2013) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya. Menurut penelitian Mahi, M dkk (2013) melaporkan bahwa bentuk telur berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap jenis kelamin, sedang faktor bobot telur berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jenis kelamin. Hermawan (2000) bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Berbeda dengan pendapat Dewanti dkk. (2014) yang menyatakan bahwa bobot telur tidak berpengaruh terhadap fertilitas dan daya tetas tetapi berpengaruh terhdap bobot tetas.

Keberhasilan penetasan dapat ditentukan dengan seleksi telur sebelum ditetaskan. Adapun penyeleksian telur berdasarkan bobot telur yang terbagi yaitu ringan, sedang, dan berat. Umumnya peternak burung puyuh menghendaki telur yang menetas sehat, berbobot tetas tinggi dan berjenis kelamin betina. Selain itu peternak juga menghendaki telur dengan fertilitas dan daya tetas tinggi supaya lebih menghemat biaya Nugraha M.F dkk (2016)

(26)

13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2017 di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tiga unit mesin tetas manual, berbentuk kotak dengan kapasitas sekitar 300 butir, timbangan dan sumber energi listrik.

Bahan yang digunakan adalah telur puyuh sebanyak 216 butir yang bersumber dara tiga umur induk yang berbeda dan bahan fumigasi (formalin). Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 mesin tetas sebagai kelompok. Sebagai perlakuan yaitu umur induk yang terdiri atas:

U1 = Induk yang berumur 4 bulan

U2 = Induk yang berumur 6 bulan

(27)

14

Prosedur Penelitian 1. Penyiapan Telur Tetas

Telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari burung puyuh produktif yang dipelihara secara intensif dengan sex ratio 1:1 dan umur telur kurang dari 3 hari. Telur dibagi kedalam 3 kategori (perlakuan) sesuai dengan umur induk yang menghasilkan telur, yang terdiri dari kategori muda (4 bulan), sedang (6 bulan), dan tua (8 bulan). Setiap perlakuan terdiri atas 72 butir telur yang dibagi kedalam 3 kelompok mesin tetas (24 butir untuk setiap kelompok). Sehingga total telur yang digunakan adalah sebanyak 216 butir. Sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas, telur terlebih dahulu dibersihkan menggunakan air hangat yang dibilas dengan kain halus.

2. Persiapan Mesin Tetas

Mesin yang digunakan dicucihamakan (fumigasi) dengan menggunakan formalin dan disetting pada temperatur 100oF dengan kelembaban sekitar 70%. Pengaturan kelembaban dilakukan dengan meletakkan talenan berisi air pada bagian bawah tempat telur. Temperatur dan kelembaban diamati selama 1 x 24 jam dan setelah menunjukkan kestabilan, maka telur disusun pada rak penetasan.

3. Pengeraman telur

Telur yang telah dimasukkan kedalam mesin tetas kemudian dieramkan selama 17 hari. Pembalikan dan pengaturan temperatur selama penetasan dilakukan sesuai pada Table 1 berikut ini.

(28)

15

Tabel 1. Pengaturan temperatur dan waktu pembalikan pada beberapa kelompok umur penetasan

Umur pengeraman(hari)

Temperatur (OF) Pembalikan Telur Pagi Sore 1 sampai 2 100 100 100 100 Tidak dilakukan pembalikan Dilakukan pembalikan telur

(pagi dan sore) Tidak dilakukan

pembalikan 3 Sampai 14 100

15 sampai 17 100

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah: 1. Fertilitas Telur

Pada akhir penetasan, dilakukan penghitungan presentasi telur yang fertil, dengan cara memecahkan telur yang tidak menetas kemudian menghitung jumlah telur yang mengalami pembuahan. Telur yang mengalami pembuahan ditandai dengan terdapat embrio didalam telur. Persentase fertilitas dihitung dengan menggunakan rumus menurut North and Bell (1990) sebagai berikut:

2. Daya Tetas Telur

Penghitungan daya tetas dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang berhasil menetas dari jumlah telur yang fertil. Persentase daya tetas dihitung dengan menggunakan rumus menurut North and Bell (1990) sebagai berikut:

(29)

16

3. Berat Tetas

Berat tetas di ukur dengan menimbang anak puyuh yang baru menetas kemudian mencatat data pengukuran dan mencari nilai rata-rata berat tetas dari setiap kelompok.

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 kelompok. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + ßj+€ij Dimana: i = 1,2,3

j = 1,2,3 Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari perlakuan ke – ij

µ = Nilai tengah sampel αi = Pengaruh perlakuan ke-i ßj =Pengaruh kelompok ke-j

€ij = Galat percobaan dari perlakuan ke –i dan kelompok ke - j

Apabila analisis ragam menunjukan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) (Gaspersz,1991).

(30)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN Fertilitas

Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan. King’ori (2011) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi gagalnya telur fertil untuk menetas faktor tersebut diantaranya adalah nutrien di dalam telur dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk perkembangan embrio. Hasil penelitian terhadap rata-rata fertilitas telur yang ditetaskan dengan umur yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan: U1 = Umur 4 bulan, U2 = Umur 6 bulan, U3 = Umur 8 bulan.

Gambar 1. Pengaruh umur Induk terhadap fertilitas telur burung puyuh.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pengaruh umur telur terhadap fertilitas telur burung puyuh tertinggi pada umur tua dengan kisaran 90,28 %, kemudian umur muda 88,89 %, dan paling rendah pada umur sedang 81,94%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas telur puyuh (P>0.05). Hal ini berbanding terbalik dari

(31)

18 76.41 82.97 65.60 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Muda Sedang Tua

Da

ya

T

et

a

s

(%)

Umur Induk

hasil penelitian Othman et al. (2014) yang melaporkan bahwa umur burung puyuh Jepang yang optimum dalam hal fertilitas adalah umur induk sedang dengan (≥5 - <8 bulan).

Daya Tetas

Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil. Daya tetas telur merupakan salah satu indikator di dalam menentukan keberhasilan suatu penetasan (Wibowo dan Jafendi, 1994). Hasil penelitian terhadap rata-rata daya tetas telur yang ditetaskan dengan umur yang berbeda disajikan pada Gambar 2.

Keterangan: U1 = Umur 4 bulan, U2 = Umur 6 bulan, U3 = Umur 8 bulan. Gambar 2. Pengaruh umur Induk terhadap daya tetas telur burung puyuh.

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pengaruh umur terhadap daya tetas pada penelitian ini tertinggi pada umur sedang dengan rata rata daya tetas burung puyuh berkisar antara 82,97%, kemudian umur muda 76,41%, dan yang

(32)

19

terendah pada umur tua dengan daya tetas 65,60 %. Hal ini diduga karena pada umur sedang berada di puncak produksi.

Berdasarkan hasil analisis ragam, variasi umur yang berbeda baik pada umur muda, sedang, dan tua tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya tetas telur burung puyuh (P>0.05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Seker. I et al (2004) yang menyatakan bahwa umur 10 dan 20 minggu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tetas burung puyung Jepang. Lebih lanjut Santos et al. (2015) menunjukkan bahwa Pengaruh umur (85, 140, dan 270 hari) umur telur burung puyuh Eropa terhadap kualitas telur dan penetasan, kesuburan dan kinerja progeni dievaluasi. Umur yang terbaik dari penelitian tersebut yaitu umur sedang yang berpengaruh terhadap fertilitas dan daya tetas. Sebagai kesimpulan, peternak puyuh Eropa dengan umur 140 hari memiliki kualitas telur, penetasan dan pemuliaan telur yang lebih baik. Selain itu, Faktor yang diduga mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerabang, ruang udara didalam telur, dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan, sirkulasi udaran dan pemutaran telur).

(33)

20 6.87 6.91 7.24 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Muda Sedang Tua

B

e

ra

t

Te

ta

s

(g

/e

ko

r)

Umur Induk

Berat Tetas

Berat tetas merupakan berat anak sesaat setelah menetas (Septiwan,2007). Hasil penelitian terhadap rata-rata berat tetas telur yang ditetaskan dengan umur yang berbeda disajikan pada Gambar 3.

Keterangan: U1 = Umur 4 bulan, U2 = Umur 6 bulan, U3 = Umur 8 bulan. Gambar 3. Pengaruh umur Induk terhadap berat tetas telur burung puyuh.

Pada gambar diatas terlihat bahwa pengaruh umur induk terhadap berat tetas pada telur burung puyuh tertinggi diperoleh rata-rata pada umur tua dengan kisaran 7,24 g/ekor, kemudian umur sedang 6,91 g/ekor, dan terendah pada umur muda dengan tingkat daya tetas burung puyuh sebesar 6,87 g/ekor. Berdasarkan Laporan dari Tserveni‐Gousi (1987) mengatakan bahwa ada hubungan antara berat telur dengan umur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica).

Berdasarkan hasil analisis ragam variasi umur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat tetas burung puyuh (P>0.05). berdasarkan penelitian yang

(34)

21

dilakukan oleh Santos.T.C, et al (2015) menunjukkan bahwa pengaruh umur pejantan tidak mempengaruhi berat tetas pada burung puyuh, tetapi umur betina memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat tetas burung puyuh. Lebih lanjut peneliti ini mengatakan bahwa pada umur 140 hari menghasilkan berat tetas burung puyuh yang tertinggi.

Santos et al. (2009), hal ini dapat dijelaskan oleh transformasi yang terjadi pada kulit, kutikula dan membran telur dengan usia lanjut peternak yang, dalam hal ini, mungkin telah mempengaruhi kehilangan air selama inkubasi, menyebabkan burung puyuh lebih ringan menetas, Bila berasal dari ayam yang lebih tua. Berat telur mempengaruhi berat badan ayam pada penetasan. Berat tetas burung puyuh berumur satu tahun dapat mempengaruhi performa saat dilakukan pemotongan, karena hubungan antara berat telur dan berat tetas sangat berkaitan (Wilson, 1991). Dalam proses penetasan sebaiknya dilakukan pengelompokan telur berdasarkan beratnya sebelum ditetaskan, karena terlihat adanya korelasi yang positif antara berat telur dengan berat tetas.

(35)

22

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa umur induk tidak berpengaruh terhadap fertilitas, daya tetas, dan berat tetas telur burung puyuh yang ditetaskan secara buatan. \

Saran

Penetasan telur burung puyuh dapat dilakukan dengan menggunakan telur tetas yang bersumber dari induk dengan variasi umur yang berbeda.

(36)

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. ttp://animalscience.Keanekaragaman Sumberdaya Hayati, diakses mei 2017.

Andrianto, T.T. 2005. Panduan Praktis Beternak Burung Puyuh, Absolut,Yogyakarta.

Butcher, D.Gary and R.D. Miles. 2004. Egg Specific Gravity – Designing a Monitoring Program. University of Florida.

Card, L. E and Leslie. 1993. Poultry Production. Lea and Febriger, Philadelphia. Dewanti, R., Yuhan, dan Sudiyono. 2014. Pengaruh bobot dan frekuensi

pemutaran telur terhadap fertilitas, Daya tetas, dan bobot tetas itik lokal. king’ori, A. M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10: 483-492. [09 Juli 2016]. Djanah, D.J. 1984.Beternak Ayam dan Itik, Jasaguna, Jakarta.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit Amrico. Bandung. Hartono, T. 2004. Permasalahan Burung Puyuh dan Solusinya. Penebar

Swadaya,Jakarta.

Hermawan, A. 2000. Pengaruh Bobot dan Indeks Telur terhadap Jenis Kelamin Anak Ayam Kampung pada Saat Menetas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heuser, G.F. 1975. Feeding Poultry.2 Ed. Jhon Willey and Son’s. New York. Kaharudin, D. 1989. Pengaruh bobot telur tetas terhadap boot tetas, daya tetas,

pertambahan berat badan dan angka kematian sampai umur 4 minggu pada telur. Laporan penelitian. Universitas Bengkulu.

Listiyowati, E., dan K. Roospitasari.2000. Burung Puyuh tata Laksana Budidaya Secara Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mahi, M., Achmanu, A., & Muharlien, M. 2013. Pengaruh bentuk telur dan bobot telur terhadap jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas burung puyuh (Coturnix-coturnix Japonica). Jurnal Ternak Tropika, Hal. 29-37.

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990.Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed. Avi Book, Nostrand Reinhold, New York.

(37)

24

Nugraha M,F, Somanjaya R, Widianingrum D. 2016. Performa telur tetas burung puyuh jepang (coturnix coturnix japonica) berdasarkan perbedaan bobot telur. Hal.75-83.

Nugroho, dan I.G.T. Manyun.1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offest, Semarang.

Nuryati, L., K. Sutarto dan S.P. Hardjosworo. 2000. Sukses Menetaskan Telur, Penebar Swadaya, Jakarta.

Othman, R. A., Amin, M. R., & Rahman, S. 2014. Effect of egg size, age of hen and storage period on fertility, hatchability, embryo mortality and chick malformations in eggs of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science, 7(1), 101-106.

Permono, Erwin Adi. 2004. Karakteristik Telur Tetas Ayam Arab Betina Hasil IB Buatan Dengan Pejantan Ayab Arab, Pelung Dan Wareng Tangerang. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Rasyaf, M. 1991. Memelihara Burung Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta. Santos JEC, Gomes FS, Borges GLFN, Silva L, Campos EJ, Fernandes EA,

Guimaraes E. 2009. Efeito da linhagem e da idade das matrizes na perda de peso dos ovos e no peso embrionário durante a incubação artificial. Bioscience Journal 2009;25:163-169.

Santos, T. C., Murakami, A. E., Oliveira, C. A. L., Moraes, G. V., Stefanello, C., Carneiro, T. V. & Kaneko, I. N. 2015. Influence of european quail breeders age on egg quality, incubation, fertility and progeny performance.Revista Brasileira de Ciência Avícola, 17(1), 49-56.

Seker, I., Kul, S., & Bayraktar, M. 2004. Effects of parental age and hatching egg weight of Japanese quails on hatchability and chick weight. Int. J. Poult. Sci, 3(4), 159-265.

Septiwan, R. 2007. Respon Produktivitas dan Reproduktivitas Ayam Kampung dengan Umur Induk yang Berbeda. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Sudaryani, T.H, dan Santoso. 2005. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugiharto, R.E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka, Jakarta.

(38)

25

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tserveni‐Gousi, A. S. 1987. Relationship between parental age, egg weight and hatching weight of Japanese quail. British poultry science, 28(4), 749-752. Wibowo, Y.T dan Jafendi. 1994. Penentuan Daya Tetas dengan Menggunakan

Metode Gravitasi Spesifik Pada Tingkat Berat Inisial Ayam Kampung yang Berbeda. Buletin Peternakan.

Wilson HR. 1991. Interrelationships of egg size, chick size, post hatching growth and hatchability. World's Poultry Science Journal 1991;47:5-20.

(39)

26

Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap fertilitas telur burung puyuh. Between-Subjects Factors N Perlakuan 1,00 3 2,00 3 3,00 3 kelompok 1,00 3 2,00 3 3,00 3 Descriptive Statistics

Dependent Variable: Fertilitas

Perlakuan kelompok Mean Std. Deviation N

1,00 1,00 87,5000 . 1 2,00 91,6667 . 1 3,00 87,5000 . 1 Total 88,8889 2,40563 3 2,00 1,00 66,6667 . 1 2,00 87,5000 . 1 3,00 91,6667 . 1 Total 81,9444 13,39396 3 3,00 1,00 83,3333 . 1 2,00 91,6667 . 1 3,00 95,8333 . 1 Total 90,2778 6,36469 3 Total 1,00 79,1667 11,02396 3 2,00 90,2778 2,40563 3 3,00 91,6667 4,16667 3 Total 87,0370 8,44828 9

(40)

27 Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Fertilitas

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 68580,247a 5 13716,049 323,200 ,000

Perlakuan 119,599 2 59,799 1,409 ,344

kelompok 281,636 2 140,818 3,318 ,141

Error 169,753 4 42,438

Total 68750,000 9

(41)

28

Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap daya tetas telur burung puyuh. Between-Subjects Factors N Perlakuan 1 3 2 3 3 3 Kelompok 1 3 2 3 3 3 Descriptive Statistics

Dependent Variable: Daya_tetas

Perlakuan Kelompok Mean Std. Deviation N

1 1 80,95 . 1 2 86,36 . 1 3 61,90 . 1 Total 76,41 12,847 3 2 1 100,00 . 1 2 76,19 . 1 3 72,73 . 1 Total 82,97 14,847 3 3 1 80,00 . 1 2 86,36 . 1 3 30,43 . 1 Total 65,60 30,619 3 Total 1 86,98 11,282 3 2 82,97 5,873 3 3 55,02 21,970 3 Total 74,99 19,710 9

(42)

29 Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Daya_tetas

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 52896,149a 5 10579,230 51,156 ,001

Perlakuan 461,734 2 230,867 1,116 ,412

Kelompok 1818,872 2 909,436 4,398 ,098

Error 827,215 4 206,804

Total 53723,364 9

(43)

30

Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh umur induk terhadap berat tetas burung puyuh. Between-Subjects Factors N Perlakuan 1,00 3 2,00 3 3,00 3 kelompok 1,00 3 2,00 3 3,00 3 Descriptive Statistics

Dependent Variable: Berat_tetas

Perlakuan kelompok Mean Std. Deviation N

1,00 1,00 6,6300 . 1 2,00 7,1700 . 1 3,00 6,8000 . 1 Total 6,8667 ,27610 3 2,00 1,00 6,7100 . 1 2,00 6,5700 . 1 3,00 7,4600 . 1 Total 6,9133 ,47857 3 3,00 1,00 7,1200 . 1 2,00 7,3600 . 1 3,00 7,2200 . 1 Total 7,2333 ,12055 3 Total 1,00 6,8200 ,26287 3 2,00 7,0333 ,41235 3 3,00 7,1600 ,33407 3 Total 7,0044 ,33140 9

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Berat_tetas

Source

Type III Sum of

(44)

31 Corrected Model ,416a 4 ,104 ,900 ,539 Intercept 441,560 1 441,560 3819,358 ,000 Perlakuan ,239 2 ,120 1,034 ,435 kelompok ,177 2 ,089 ,766 ,523 Error ,462 4 ,116 Total 442,439 9 Corrected Total ,879 8

(45)

32

RIWAYAT HIDUP

SYAHRIL HAMZAH. Lahir di Pinrang pada tanggal 18 April 1992. Peneliti merupakan anak ke empat dari empat orang bersaudara, dari pasangan suami istri Hamzah Usman dengan Hj Rosmini. Jenjang pendidikan peneliti menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Mamajang III Makassar pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP YP PGRI di Samakan Makassar 2007,dan Sekolah MenengahAtasSMK DH PEPABRI MAKASSAR tahun 2010. Pada tahun 2010, Peneliti diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Selama menjadi mahasiswa, peneliti aktif diberbagai kegiatan seperti organisasi intra maupun eksta kampus.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh umur Induk terhadap fertilitas telur burung puyuh.
Gambar 2. Pengaruh umur Induk terhadap daya tetas telur burung puyuh.
Gambar 3. Pengaruh umur Induk terhadap berat tetas telur burung puyuh.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah siswa-siswi melakukan treatment yang telah diberikan peneliti dan peneliti melakukan tes kedua ( posttest ) siswa-siswi telah menunjukkan perubahan atau peningkatan

Tidak ada, guru menggunakan metode pada umumnya seperti metode klasikal, setoran individual Proses pembentukan karakter religius, disiplin, dan tanggung jawab siswa melalui

Tujuan:    Setelah Setelah melaksanakan melaksanakan PI/PKL PI/PKL mahasiswa mahasiswa memahami tentang manajemen perusahaan/dunia industri memahami tentang manajemen

Dari definisi di atas, selain memberikan pengampunan untuk sanksi administrasi, tax amnesty juga dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana, serta tax amnesty juga

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kuliah sambil bekerja paruh waktu memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap prestasi nilai

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap paling terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan

3.. mendapatkan nomer HP Singapura pada semua toko 7-Eleven disana. Dapatkan layanan jelajah / roaming agar anda dapat mengangkat telepon tersebut dari Malaysia / Indonesia,

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik guna memperoleh