• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Simpang Limun Medan yang merupakan salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Pasar Simpang Limun yang berlokasi di Jalan Kemiri 1, Sudirejo II, Medan Kota, Sumatera Utara dengan Kode Pos 20216. Salah satu keistimewaan pasar ini adalah nuansa pasar yang tampak multikultural. Di pasar ini kita akan menemukan para pedagang dan pembeli yang beradu kepiawaian dalam menawar barang-barang yang hendak dibeli. Alasan peneliti memilih Pasar Simpang Limun Medan karena pasar merupakan tempat dimana terdapat interaksi antara berbagai macam penutur bahasa. Pasar ini juga berlokasi di tempat padat penduduk, strategis, dan mudah dijangkau serta mudah diteliti.

(2)

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, pembuatan, atau keadaan berada atau berlangsung (Sugono, 2008:1554). Waktu yang digunakan peneliti untuk melaksanakan penelitian terhadap objek sekitar sebulan mulai disetujui proposal.

3.2 Data dan Sumber Data

Data adalah keterangan yang benar dan nyata, keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian(analisis atau kesimpulan) (Sugono, 2008:296). Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data verbal atau percakapan yang terjadi antara penjual dan pembeli yang ada di Pasar Simpang Limun Medan.

Sumber data adalah asal dari data penelitian itu diperoleh. Dari sumber itu penulis memperoleh data yang diinginkan. Data sebagai objek penelitian secara umum adalah informasi atau bahasa yang dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti.Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yaitu penjual dan pembeli di Pasar Simpang Limun Medan. Pasar terdiri dari satu lantai, ada di bagian luar dan di bagian dalam. Di bagian luar pasar terdapat bangunan lebar seperti lapak untuk pedagang basah seperti ikan, sayur dan daging. Sementara di bagian dalam pasar terdapat para pedagang sembako, pakaian, perhiasan dan perabotan. Di dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel 15 penjual dan 20 pembeli secara acak yang ada di Pasar Simpang Limun Medan untuk diteliti.

(3)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak (pengamatan/observasi). Disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak. Metode simak adalah metode yang digunakan peneliti untuk menyimak pembicara yang dituturkan oleh narasumber atau penutur bahasa. Metode simak dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 2015:203). Metode simak memiliki teknik dasar yang disebut teknik sadap.

Berdasarkan jenis datanya, maka teknik dasar yang dipakai dalam pengumpulan data adalah teknik sadap, yang bertujuan untuk menyadap pembicara penutur dengan teliti dan cermat, peneliti juga menggunakan teknik lanjutan yang pertama yaitu teknik simak libat bebas cakap (SLBC), dimana si peneliti tidak ikut serta atau tidak terlibat langsung di dalam percakapan atau dialog (Sudaryanto, 2015:130). Dalam teknik simak dilakukan penyimakan terhadap tuturan interaksi pedagang di Pasar Simpang Limun Medan saat penjual dan pembeli melakukan aktivitas.

Teknik lanjutan kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan cara mencatat data-data yang diperoleh dari percakapan atau dialog, sedangkan teknik lanjutan ketiga yang digunakan peneliti adalah teknik rekam yaitu pengumpulan data dengan cara merekam dengan telepon seluler (HPbermerek Oppo F1S).

(4)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian akan dianalisis dengan teknik atau metode yang sesuai. Dalam penelitianini penulis menggunakan metode padan yaitu alat penentunya di luar atau terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Teknik dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik pilah unsur penentu. Dengan tekik pilah maka setiap kata yang telah dipadankan tersebut dipilah- pilah dari bahasa pertamanya. Daya pilah sebagai pembeda referen digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis, maka pembedaan referen yang ditunjuk oleh kata itu harus diketahui lebih dahulu (Sudaryanto, 2015:21)

Campur kode yang terdapat pada transaski jual beli di Pasar Simpang Limun Medan akan diketahui dari daya pilah yang digunakan peneliti. Analisis datadapat dilihat pada campur kode dalam transasksi jual beli di bawah ini :

(1) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Minang Lokasi : Pasar Simpang Limun Medan

Bahasa : Indonesia dan Minang Pembeli : Suku Minang

Penjual : Suku Minang

Waktu : Minggu, 26 Maret 2017, pukul 13.00 WIB Penutur : Pembeli dan penjual

(5)

Percakapan

Pembeli : berapa dagiangnya sekilo? ‘berapa dagingnya sekilo?’ Penjual : seratuih duo puluah.

‘seratus dua puluh.’

Campur kode yang terdapat pada transaski jual beli di atas merupakan campur kode yang merupakan penyisipan unsur-unsur yang berupa kata dengan bahasa pertama (B1) yaitu bahasa Indonesia. Dalam hal ini bahasa Indonesia sebagai bahasa dasar dan bahasa Minang sebagai bahasa yang dipadankan. Dengan metode padan dari contoh di atas dapat dilihat bahwa campur kode antara bahasa Indonesia(B1) dan bahasa Minang (B2) dapat dipadankan dalam satu kalimat. Dengan teknik pilah maka setiap kata yang dipadankan dapat dipilah dari bahasa pertamanya. Dengan daya pilah peneliti juga menentukan jenis kata dari bahasa yang menyisip terhadap bahasa pertama. Disini terdapat kata yang disebut jenis kata yaitu kata dagiang ‘daging’ termasuk kata benda dan seratuih duo puluh ‘seratus dua puluh’ yang termasuk kata bilangan.

(2) Campur kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa Lokasi : Pasar Simpang Limun Medan Bahasa : Indonesia dan Jawa

Penjual : Suku Jawa Pembeli : Suku Jawa

(6)

Waktu : Minggu, 26 Maret 2017, pukul 13.30 WIB Penutur : Pembeli dan Penjual

Topik : Membeli tas Percakapan

Pembeli : piro tasnya Dek? ‘berapa tasnya Dek?’ Penjual : tujuh puluh ribu

Pembeli : kalau yang warna hitam ada? Penjual : entek

‘habis’

Campur kode yang terdapat pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode yang merupakan penyisipan unsur- unsur yang berupa kata dengan bahasa pertama (B1) yaitu bahasa Indonesia. Kata piro dan entek memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini bahasa Indonesia sebagai bahasa dasar dan bahasa Jawa sebagai bahasa yang dipadankan. Dengan metode padan dari contoh di atas dapat dilihat bahwa campur kode antara bahasa Indonesia (B1) dan bahasa Karo (B2) dapat dipadankan dalam satu kalimat. Dengan teknik pilah maka setiap kata yang dipadankan dapat dipilah dari bahasa pertamanya.Dengan daya pilah peneliti juga menentukan jenis kata dari bahasa yang menyisip terhadap bahasa pertama. Disini terdapat kata yang disebut jenis kata yaitu piro yang artinya

(7)

‘berapa’ yang termasuk kata benda (nomina) dan entek yang artinya ‘habis’ yang termasuk kata kerja.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian campur kode dalam wacana interaksi jual beli di Pasar Simpang Limun Medan ini disajikan dengan menggunakan metode sajian informal. Metode sajian informal dimaksudkan sebagai cara penyajian hasil kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Dengan demikian, sajian hasil analisis data dalam penelitian ini tidak memanfaatkan berbagai lambang, tanda, singkatan, seperti yang biasa digunakan dalam metode penyajian hasil analisis data secara formal. Metode sajian informal digunakan dalam menuangkan hasil analisis pada tulisan ini karena pada dasarnya penelitian ini tidak memerlukan notasi formal.

(8)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Campur Kode pada Transaksi Jual Beli

Kegiatan aktifitas jual beli di Pasar Simpang Limun Medan, para penjual melakukan transaksi dengan pembeli. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi para penjual dan pembeli. Sering sekali terjadi penyisipan kata dalam bahasa daerah dan bahasa asing ke bahasa utama yaitu bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan karena adanya status sosial yang berbeda–beda atau minimnya ilmu pengetahuan tentang bahasa yang dikuasai. Oleh sebab itu, dalam transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli adalah terjadi campur kode.

Hasil penelitian yang dikemukakan dalam pembahasan ini mengenai bagaimana campur kode pada transaki jual beli di pasar Simpang Limun Medan. Penelitian dilakukan pada penjual dan pembeli yang berada di pasar tersebut. Data 1

Penjual : Suku Padang Pembeli : Suku Padang

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli daging.

Percakapan

(9)

‘daging berapa Bang?’ (2) Penjual : seratuih Dek

‘seratus Dek’

(3) Pembeli : enggak kurang lagi Bang? (4) Penjual : enggak Dek ini sudah murah (5) Pembeli : ya sudah buatlah satu kilo Bang

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (2) seratuih Dek. Kata seratuih ‘seratus’ dari bahasa Padang termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (4) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (1) dagiang berapa Bang?. Kata dagiang ‘daging’dari bahasa Padang termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (3) dan (5) dari dialog pembeli, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual

(10)

beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Padang yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 2

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli sayur sawi.

Percakapan

(1) Pembeli : berapa sawinya satu ikat? (2) Penjual : delapan ribu aja

(3) Pembeli : gak kurang lagi?

(4) Penjual : enggak Dek. Mau ambil berapa kam rupanya? ‘ enggak Dek. Mau ambil berapa kamu rupanya?’ (5) Pembeli : ambil telu ikat

‘ ambil tiga ikat’

(6) Penjual : ya sudah ambillah dua puluh ribu.

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (4)enggak Dek . Mau ambil berapa kam rupanya?. Kata kam ‘kamu’ dari bahasa Karo termasuk

(11)

kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dan (6) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (5)ambil telu ikat. Kata telu ‘tiga’dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1) dan (3) dari dialog pembeli, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 3

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli bawang.

Percakapan

(1) Pembeli : bawang berapa? (2) Penjual : delapan ribu saja

(12)

(3) Pembeli : enggak kurang lagi?

(4) Penjual : enggak Dek. Cantik itu enggak nyesal kam nanti ‘ enggak Dek. Cantik itu enggak nyesal kamu nanti (5) Pembeli :ya sudah buatlah

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (4) enggak Dek. Cantik itu gak nyesal kam nanti. Kata kam ‘kamu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia. Begitu juga pada dialog pembeli dari kalimat (1),(3), dan (5) tidak ada terjadi campur kode.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 4

Penjual : Suku Jawa Pembeli : Suku Jawa

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli baju sekolah.

(13)

Percakapan

(1) Pembeli : ini bajunya berapa Bu ? (2) Penjual : lima puluh ribu aja Nak.

(3) Pembeli : masak larang tenan Bu harganya ‘masak mahal sekali Bu harganya’ (4) Penjual : itu sing alus bahannya Nak

‘itu yang halus bahannya Nak’ (5) Pembeli : ahhh.. kuranglah

(6) Penjual : empat puluh lima ribulah uda murah kali itu Nak kalau mau ambillah

(7) Pembeli : ya suda Buk satu yah. SuwonBuk

‘terima kasih Bu’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (4)itu sing alus bahannya Nak. Kata sing alus ‘yang halus’ dari bahasa Jawa termasuk frasa adjectiva. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dan (6) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

(14)

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (3) masak larang tenan Bu harganya. Kata larang tenan ‘mahal sekali’ dari bahasa Jawa termasuk frasa adjectiva.Pada kalimat (7)suwon Buk. Kata suwon ‘terima kasih’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1) dan (5) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Jawa yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 5

Penjual : Suku Jawa Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli ayam.

Percakapan

(1) Pembeli : manok berapa sekilo bang ? ‘ayam berapa sekilo bang?’ (2) Penjual : dua puluh lima ribu aja

(15)

(3) Pembeli : buat sekilo ya (4) Penjual : ya

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Pembeli melakukan campur kode seperti pada kalimat (1) manok berapa sekilo bang ?. Kata manok ‘ayam’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (3) pada dialog pembeli tidak ada terjadi campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia. Begitu juga pada dialog penjual dari kalimat (2) dan (4) tidak ada terjadi campur kode.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar. Adapun perbedaan suku pada penjual dan pembeli tetap terjalin komunikasi yang baik. Dengan demikian, peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 6

Penjual : Suku Padang Pembeli : Suku Jawa

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli emas.

(16)

Percakapan

(1) Pembeli : piro emas satu gram sekarang bang? ‘berapa emas satu gram sekarang bang?’ (2) Penjual : tiga ratus lima puluh ribu buk

(3) Pembeli : cincin yang tiga gram aja eneng bang? ‘cincin yang tiga gram aja ada bang?’ (4) Penjual : ada buk, ini cincinnya

(5) Pembeli : berapa jadinya kalo tiga gram bang?. Kurangkanlah! (6) Penjual : potong dua puluh ribu buk. Mau?

(7) Pembeli : ya sudahlah bang

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Pembeli melakukan campur kode seperti pada kalimat (1) piro emas satu gram sekarang bang?. Kata piro ‘berapa’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Pada kalimat (3) cincin yang tiga gram aja eneng bang?. Kata eneng ‘ada’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (5) dan (7) pada dialog pembeli tidak ada terjadi campur kode. Begitu juga pada dialog penjual dari kalimat (2), (4) dan (6) tidak ada terjadi campur kode.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar. Adapun perbedaan suku

(17)

pada penjual dan pembeli tetap terjalin komunikasi yang baik. Dengan demikian, peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Jawa yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 7

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Padang

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli ikan.

Percakapan

(1) Pembeli : berapa dencis sekilo bu? (2) Penjual : dua puluh lima ribu saja (3) Pembeli : agiahsekilo lah bu

‘kasih sekilo lah bu’ (4) Penjual : sekilo saja?

(5) Pembeli : ia bu

tambahlah ciek lagi ‘tambahlah satu lagi’

(18)

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Pembeli melakukan campur kode seperti pada kalimat (3) agiah sekilo lah bu. Kata agiah ‘kasih’ dari bahasa Padang termasuk kata dasar. Pada kalimat (5)tambahlah ciek lagi. Kata ciek ‘satu’ dari bahasa Padang termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1)pada dialog pembeli tidak ada terjadi campur kode. Begitu juga pada dialog penjual dari kalimat (2), (4) dan (6) tidak ada terjadi campur kode.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar. Adapun perbedaan suku pada penjual dan pembeli tetap terjalin komunikasi yang baik. Dengan demikian, peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Padang yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 8

Penjual : Suku Jawa Pembeli : Suku Jawa

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli sepatu

Percakapan

(19)

(2) Penjual : ada. Kelas berapa Buk ? (3) Pembeli : kelas tiga SD

(4) Penjual : ini Buk

(5) Pembeli : gak usah pake tali bang (6) Penjual : bentar Buk

(7) Pembeli : eneng Bang ? ‘ada Bang?’ (8) Penjual : eneng Buk

‘ada Buk?’

(9) Pembeli : yasudah ini saja lah, piro? ‘yasudah ini sajalah, berapa? (10) Penjual : harga pas buk tiga puluh lima ribu (11) Pembeli : ya sudahlah

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (8) eneng Bang ?. Kata eneng ‘ada’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2), (4), (6), dan (10) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

(20)

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (7) eneng Bang?. Kata eneng ‘ada’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Pada kalimat (9) yasudah ini saja lah, piro?. Kata piro ‘berapa’ dari bahasa Jawa termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1), (3), (5), dan (11) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Jawa yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 9

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli kentang.

Percakapan

(1) Pembeli : Nande berapa kentang sekilo? ‘ibu berapa kentang sekilo?’ (2) Penjual : tigabelas ribu

(21)

(3) Pembeli : mahalnya

(4) Penjual : pigakilokam mau? ‘berapa kilo kamu mau ?’ (5) Pembeli : sebelas ribu saja yah (6) Penjual :buat

‘ambil’ (7) Pembeli : bujur

‘Terima kasih’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (4) pigakilokam mau?. Kata piga ‘berapa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan kam ‘kamu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (6) buat ‘ambil’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (1)Nande berapa kentang sekilo?. Kata Nande ‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar.Pada kalimat (7) bujur ‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi

(22)

campur kode. Pada kalimat (3) dan (5) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 10

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli baju tidur

Percakapan

(1) Penjual : apa kam cari? ‘apa kamu cari?’ (2) Pembeli : ada baju tidur Bik?

‘ada baju tidur Tante?’ (3) Penjual : mau warna kai Dek?

‘mau warna apa Dek?’

(23)

‘biru-biru muda yang cantik ya Tante’ (5) Penjual : cantik karina ini Dek

‘cantik semua ini Dek’ (6) Pembeli : kalau yang ini sekai Bik?

‘kalau yang ini berapa Tante?’ (7) Penjual : lima puluh ribu Dek

(8) Pembeli : gak kurang?

tiga puluh lima ribu ya (9) Penjual : ya suda ambillah sama mu (10) Pembeli : bujur ya Bik

‘terima kasih ya Tante’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (1) apa kam cari ?.Kata kam‘kamu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar, pada kalimat (3) mau warna kai Dek?. Kata kai ‘apa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar, dan pada kalimat (5) cantik kerina ini Dek. Kata kerina ‘semua’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (7) dan (9) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

(24)

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (6)kalau yang ini sekai Bik?. Kata sekai‘berapa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan Bik ‘Tante’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar.Pada kalimat (10) bujurya Bik. Kata bujur‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan Bik ‘Tante’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2), (4), dan (8) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 11

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli tas

Percakapan

(1) Pembeli : ada tas untuk ke pesta? (2) Penjual : ada masuklah Nde

(25)

‘ada masuklah Bu’

(3) Pembeli : buat yang bagus yah ‘ambil yang bagus yah’

(4) Penjual : bagus kerina ini bahannya Nde ‘bagus semua ini bahannya Bu’ (5) Pembeli : lit Dek?

‘ada Dek? (6) Penjual : ada Nde

‘ada Bu’

(7) Pembeli : sekai yang hitam ini? ‘berapa yang hitam ini?’

(8) Penjual : erga pasna saja ya seratus ribu ‘harga pasnya saja yah seratus ribu (9) Pembeli : yasudah bungkuslah

(10) Penjual : bujur ya Nde ‘terima kasih ya Bu’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (2)ada masuklah Nde. Kata Nde‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (4) bagus

(26)

kerina ini bahannya Nde. Kata kerina ‘semua’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan Nde ‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (6) ada Nde. Kata Nde ‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (8) erga pasna saja ya seratus ribu. Kata erga ‘harga’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (10) bujur ya Nde. Kata bujur ‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan Nde ‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (3)buat yang bagus yah. Kata buat‘ambil’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (5)lit Dek?. Kata lit ‘ada’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (7)sekai yang hitam ini?. Kata sekai ‘berapa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1) dan (9) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia

Data 12

(27)

Pembeli : Suku Karo

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli jeruk

Percakapan

(1) Penjual : mau beli apaNde? ‘mau beli apa Bu?’ (2) Pembeli : sekai jeruknya?

‘berapa jeruknya?’ (3) Penjual : dua belas ribu Nde

‘dua belas ribu Bu’ (4) Pembeli : banlah sekilo jeruknya

‘buatlah sekilo jeruknya’ (5) Penjual : ada lagi?

(6) Pembeli : mangga setengah ya, sekai kerina? ‘mangga setengah, berapa semua?’ (7) Penjual :lima belas ribu

(8) Pembeli : ini uangnya, bujur ya ‘ini uangnya, terima kasih ya

(28)

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (1)mau beli apa Nde?. Kata Nde‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (3)dua belas ribu Nde. Kata Nde ‘Ibu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (5) dan (7) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (2)sekai jeruknya ?.Kata sekai‘berapa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (4)banlah sekilo jeruknya. Kata banlah‘buatlah’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (6) sekai kerina ?. Katasekai kerina‘berapa semua’ dari bahasa Karo termasuk frasa adjectiva. Pada kalimat (8) ini uangnya, bujur ya. Kata bujur ‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia

Data 13

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

(29)

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli kopi

Percakapan

(1) Penjual : mau beli apa? (2) Pembeli : kopi

(3) Penjual : lit, mau berapa Dek? ‘ada, mau berapa Dek? (4) Pembeli : ban sebungkus aja

‘buat sebungkus aja’ (5) Penjual : delapan ribu Dek (6) Pembeli : bujur ya Bang

‘terima kasih ya bang’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (3) lit mau berapa Dek?. Kata lit‘ada’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (1) dan (5) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (4)ban sebungkus aja.Kata ban‘buat’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada

(30)

kalimat (6) bujurya bang. Kata bujur ‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 14

Penjual : Suku Jawa Pembeli : Suku Inggris

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli rempah-rempah

Percakapan

(1) Penjual :mau beli apaMadam? ‘mau beli apa Nyonya?’ (2) Pembeli : mau cari rempah-rempah (3) Penjual : mau yang mana?

(31)

(5) Penjual : ada mau?

(6) Pembeli : ya, satu bungkus (7) Penjual :one

‘satu’ (8) Pembeli ya one saja

‘ya satu saja’ (9) Penjual : ada lagi? (10) Pembeli : how many?

‘berapa?’

(11) Penjual : two thousand rupiah ‘dua ribu rupiah’ (12) Pembeli : ohhh thank you ‘ohh terima kasih’ (13) Penjual : you are welcome

‘sama-sama’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (1) mau beli apa Madam?. Kata Madam‘Nyonya’ dari bahasa Inggris termasuk kata dasar. Pada kalimat (7) one‘satu’ dari bahasa Inggris termasuk kata dasar. Pada kalimat (11)

(32)

two thousand rupiah ‘dua ribu rupiah’ dari bahasa Inggris termasuk frasa adjectiva. Pada kalimat (13) you are welcome ‘sama-sama’ dari bahsa Inggris termasuk frasa adjectiva. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (3), (5), dan (9) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (8)ya one saja?. Kataone‘satu’ dari bahasa Inggris termasuk kata dasar. Pada kalimat (10) how many? ‘berapa’dari bahasa Inggris termasuk kata dasar. Pada kalimat (12) ohhh thank you. Kata thank you ‘terima kasih’ dari bahasa Inggris termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2), (4), dan (6) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar. Adapun perbedaan suku pada penjual dan pembeli tetap terjalin komunikasi yang baik. Dengan demikian, peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode ke luar (outher code-mixing), berupa bahasa Inggris yang menyisip pada bahasa Indonesia.

Data 15

Penjual : Suku Karo Pembeli : Suku Karo

(33)

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli kelapa

Percakapan

(1) Penjual : apa cari?

(2) Pembeli : kelapa berapa satu?

(3) Penjual : lima ribu, mau ambil berapa kam Dek? ‘lima ribu , mau ambil berapa kamu Dek?’ (4) Pembeli : buat dualah enggo parutkan?

‘buat dualah sudah parutkan?’ (5) Penjual : sudah bentar diparut dulu (6) Pembeli :sekaikerina?

‘berapa semua?’ (7) Penjual : dua belas ribu saja (8) Pembeli : bujur ya

‘terima kasih ya’

Pada percakapan di atas, terjadi campur kode yakni pada penjual dan pembeli. Penjual melakukan campur kode seperti pada kalimat (3) lima ribu, mau ambil berapa Kam Dek?. Kata Kam‘kamu’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur

(34)

kode. Pada kalimat (1), (5), dan (7) dari dialog penjual, tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa campur kode juga terjadi pada pembeli seperti pada kalimat (4)buat dualah enggo parutkan?. Kata enggo ‘sudah’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (6) sekai kerina?. Kata sekai ‘berapa’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar dan kerina ‘semua’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Pada kalimat (8) bujur ya. Kata bujur‘terima kasih’ dari bahasa Karo termasuk kata dasar. Kata-kata ini disisipkan ke dalam seluruh struktur kalimat, sehingga terjadi campur kode. Pada kalimat (2) dari dialog pembeli tidak terlihat adanya campur kode karena keseluruhan kata menggunakan bahasa Indonesia.

Pada wacana transaksi jual beli di atas penjual dan pembeli melakukan campur kode agar dapat berkomunikasi dengan lancar, berharap agar suasana menjadi lebih akrab. Peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Karo yang menyisip pada bahasa Indonesia.

4.2 Jenis Kata dalam Campur Kode Transasksi Jual Beli

Dalam penelitian ini peneliti meneliti penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Sebuah kata dari unsur bahasa lain menyusup ke dalam bahasa inti, yaitu bahasa Indonesia. Adapun bahasa yang digunakan saat campur kode yaitu bahasa Indonesia, bahasa Karo, bahasa Jawa, bahasa Padang, dan bahasa Inggris. Hal itu disebabkan karena adanya status sosial yang berbeda-beda atau minimnya ilmu pengetahuan tentang bahasa yang dipelajari.

(35)

Oleh sebab itu, dalam transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dalam menawarkan dagangannya sudah terjadi penyisipan bahasa yaitu yang disebut campur kode. Dalam berbicara antar masyarakat juga sering menyisipkan bahasa satu ke bahasa lainnya seperti bahasa Karo yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya. Jenis kata dalam transaksi jual beli di pasar Simpang Limun Medan, yaitu kata benda ( nomina), kata kerja ( verba), kata sifat (adjectiva), dan kata tugas. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata tersebut dapat dilihat pada datavdi bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Jenis Kata

No. Jenis Kata Jumlah

1. Kata benda (nomina) 15

2. Kata kerja (verba) 5

3. Kata sifat (adjectiva) 9

4. Kata tugas 2

Dari tabel di atas dapat dilihat dan disimpulkan bahwa, saat terjadinya transaksi jual beli di Pasar Simpang Limun Medan jenis kata yang sering muncul adalah pertama kata benda (nomina), kedua kata sifat (adjectiva), ketiga kata kerja (verba) dan keempat kata tugas. Dapat dilihat jenis kata yang sering muncul pada data di atas adalah jenis kata benda (nomina).

(36)

4.2.1 Kata Benda (Nomina)

Tabel 2. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Karo

NO Bahasa Karo Glos Data

1. kam kamu 5

2. manok ayam 1

3. nande ibu 7

4. piga berapa 1

5. bujur terima kasih 6

6. bik tante 4

7. sekai berapa 5

8. erga harga 1

Dari daftar tabel kata benda (nomina) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Karo terdapat 8 kata. Kata kata kersebut adalah kata kam ‘kamu’, manok ‘ayam’, nande ‘ ibu’, piga ‘berapa’, bujur ‘terima kasih’, bik ‘tante’, sekai ‘berapa’, erga ‘harga’.

(37)

Tabel 3. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Jawa

No Bahasa Jawa Glos Data

1. suwon terima kasih 1

2. tenan kali 1

3. piro berapa 2

Dari daftar tabel kata benda (nomina) di atas dapat dilhat bahwa bahasa Jawa terdapat 3 kata. Kata-kata tersebut adalah kata suwon ‘terima kasih’, tenan ‘kali’, piro ‘berapa’.

Tabel 4. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Padang

No Bahasa Padang Glos Data

1. dagiang daging 1

Dari daftar tabel kata benda (nomina) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Padang terdapat 1 kata. Kata tersebut adalah dagiang ‘daging’.

Tabel 5. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Inggris

No Bahasa Inggris Glos Data

1. madam nyonya 1

2. how many berapa 1

(38)

Dari daftar tabel kata benda (nomina) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Inggris terdapat 3 kata. Kata-kata tersebut adalah kata madam ‘nyonya’, how many ‘berapa’, thank you ‘terima kasih’.

4.2.2 Kata Kerja (Verba)

Tabel 6. Daftar Kata Kerja dalam Bahasa Karo

No. Bahasa Karo Glos Data

1. buat ambil 2

2. lit ada 2

3. ban buat 2

Dari daftar tabel kata kerja (verba) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Karo terdapat 3 kata. Kata-kata tersebut adalah buat ‘ambil’, lit ‘ada’, ban ‘buat’.

Tabel 7. Daftar Kata Kerja dalam Bahasa Jawa

No Bahasa Jawa Glos Data

1. eneng ada 2

Dari daftar tabel kata kerja (verba) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Jawa terdapat 1 kata. Kata tersebut adalah eneng ‘ada’.

(39)

Tabel 8. Daftar Kata Kerja dalam Bahasa Padang

No. Bahasa Padang Glos Data

1. agiah kasih 1

Dari daftar tabel kata kerja (verba) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Padang terdapat 1 kata. Kata tersebut adalah kata agiah ‘kasih’.

Tabel 9. Daftar Kata Kerja dalam Bahasa Inggris

No Bahasa Inggris Glos Data

1. - - 0

Dari daftar tabel kata kerja (verba) di atas tidak terdapat kata yang merupakan kata kerja dalam bahasa Inggris.

4.2.3 Kata Sifat (Adjectiva)

Tabel 10. Daftar Kata Sifat dalam Bahasa Karo

No. Bahasa Karo Glos Data

1. kerina semua 4

2. telu tiga 1

Dari daftar tabel kata sifat (adjectiva) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Karo terdapat 2 kata. Kata-kata tersebut adalah kata kerina ‘semua’, telu ‘tiga’.

(40)

Tabel 11. Daftar Kata Sifat dalam Bahasa jawa

No. Bahasa Jawa Glos Data

1. larang mahal 1

2. alus halus 1

Dari daftar tabel kata sifat (adjectiva) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Jawa terdapat 2 kata. Kata-kata tersebut adalah larang ‘mahal’, alus ‘halus’.

Tabel 12. Daftar Kata Sifat dalam Bahasa Padang

No. Bahasa Padang Glos Data

1. seratuih seratus 1

2. ciek satu 1

Dari daftar tabel kata sifat (adjectiva) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Padang terdapat 2 kata. Kata-kata tersebut adalah seratuih ’seratus’, ciek ‘satu’.

Tabel 13. Daftar Kata Sifat dalam Bahasa Inggris

No. Bahasa Inggris Glos Data

1. one satu 2

2. two thausand rupiah dua ribu rupiah 1

(41)

Dari daftar tabel kata sifat (adjectiva) di atas dapat dilihat bahwa bahasa Inggris terdapat 3 kata. Kata-kata tersebut adalah one ‘satu’, two thausand rupiah ‘dua ribu rupiah’, dan you are welcome ‘sama-sama’.

4.2.4 Kata Tugas

Tabel 14. Daftar Kata Tugas dalam Bahasa Karo

No. Bahasa Karo Glos Data

1. enggo sudah 1

Dari daftar tabel kata tugas di atas dapat dilihat bahwa bahasa Karo terdapat1 kata. Kata tersebut adalah enggo ‘sudah’.

Tabel 15. Daftar Kata Tugas dalam Bahasa Jawa

No. Bahasa Jawa Glos Data

1. sing yang 1

Dari daftar tabel kata tugas di atas dapat dilihat bahwa bahasa Jawa terdapat 1 kata. Kata tersebut adalah sing ‘yang’.

Tabel 16. Daftar Kata Tugas dalam Bahasa Padang

No. Bahasa Padang Glos Data

(42)

Dari daftar tabel kata tugas di atas tidak terdapat kata yang merupakan kata tugas dalam bahasa Padang.

Tabel 17. Daftar Kata Tugas dalam Bahasa Inggris

No. Bahasa Inggris Glos Data

1. - - 0

Dari daftar tabel kata tugas di atas tidak terdapat kata yang merupakan kata tugas dalam bahasa Inggris.

(43)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis terhadap campur kode pada transaksi jual beli di Pasar Simpang limun Medan yang telah di uraikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Campur kode yang terjadi pada transaksi jual beli di pasar Simpang Limun Medan yaitu tedapat kata dan frasa. Pada peristiwa campur kode trrjadi campur kode ke dalam (inner code-mixing) berupa bahasa daerah yang menyisip pada bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia dan campur kode ke luar (outher code-mixing) berupa bahasa asing yang menyisip pada bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia .

2. Jenis kata menurut Keraf dibagi menjadi empat bagian yaitu: kata benda (nomina) berjumlah 15, kata kerja (verba) berjumlah 5, kata sifat (adjectiva) bejumlah 9, kata tugas berjumlah 2, dan yang sering muncul adalah kata benda (nomina).

5.2 Saran

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat komunikasi berupa bahasa. Bahasa merupakan alat yang ampuh untuk berhubungan dan kerja sama dengan orang lain seperti contoh di pasar. Beragam dialek akan ditemui saat proses jual beli terjadi. Hal ini dimaksudkan agar penutur (penjual) maupun mitra tutur (pembeli) dapat saling memahami apa yang dimaksud oleh kedua belah

(44)

pihak dan tidak menimbulkan salah pengertian. Adanya campur kode selama percakapan berlangsung merupakan hal yang wajar dipakai penjual dan pembeli saat melakukan transaksi.

Gambar

Gambar 2.1 Denah Pasar Simpang Limun Medan
Tabel 1. Perbandingan Jumlah Jenis Kata
Tabel 2. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Karo
Tabel 3. Daftar Kata Benda dalam Bahasa Jawa
+6

Referensi

Dokumen terkait

Agar kemampuan siswa dalam hal menggambar teknik lebih meningkat, perlu kiranya diadakan program Peningkatan Kemampuan Menggambar Teknik Siswa SMK menggunakan Software

Diazepam merupakan obat golongan benzodiazepin yang digunakan untuk mengatasi gejala Diazepam merupakan obat golongan benzodiazepin yang digunakan untuk mengatasi gejala

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Produk Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal. Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Untuk menentukan apakah uang kertas tersebut asli atau palsu maka ditetapkan sebuah konstanta (up = 12000000 ) nilai dasar kemiripan / matching yang pas dengan uang asli,

Kalau pun terjadi sedikit pergeseran di Baduy Luar, namun Suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadat di era digital saat ini, karena

Untuk memediasi ketidakkonsistenan penelitian terdahulu dan mengembangakan penelitian terdahulu agar hasilnya lebih akurat digunakan variabel intervening yaitu kinerja

Jadi komunikasi organisasi dalam pengelolaan isu juga perlu dilakukan sebagai penyampaian atau penerima suatu pesan atau hubungan timbal balik yang dilakukan seseorang

Horizontal shores (also known as joists) range from small units 1,8 m, to large members 9,0 m, used to carry much heavier loads, usually manufactured from wood or