• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF

KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN

HASIL SELEKSI IN VITRO

Abstrak

Kultur jaringan yang melibatkan fase kalus dapat menginduksi variasi somaklonal, yang intensitasnya antara lain dipengaruhi oleh penambahan bahan selektif dalam media kultur. Keragaman karakter variasi somaklonal pada tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro menggunakan bahan selektif PEG belum diketahui. Penelitian bertujuan 1) mengidentifikasi varian kualitatif pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro, 2) menduga faktor pengendali varian kualitatif, 3) mengidentifikasi varian

kuantitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro, 4) mengidentifikasi galur yang mempunyai varian kuantitatif positif. Embrio

somatik varian kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dengan dan tanpa seleksi in vitro dikecambahkan dan diregenerasikan menjadi plantlet. Plantlet kemudian

diaklimatisasi menjadi tanaman R0 dan dipelihara di rumah kaca. Dari galur R0 yang fertil diperoleh sejumlah turunan R1 dan R2. Tanaman kacang tanah yang ditumbuhkan dari benih dipelihara sebagai tanaman standar. Hasil penelitian menunjukkan 1) varian kualitatif pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro berupa percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun

pentafoliat, steril partial dan steril total, sedangkan varian pada tanaman hasil kultur in vitro lebih beragam, yaitu percabangan melebar, percabangan

berlebihan, daun pentafoliat, steril partial, steril total, daun roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat, 2) varian kualitatif yang diduga dikendalikan secara genetik oleh gen dominan adalah percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, daun hexafoliat, daun oktafoliat dan steril partial; yang diduga dikendalikan oleh gen resesif adalah daun hexafoliat, oktafoliat dan steril partial (pada populasi hasil seleksi in vitro);

dan yang diduga bersifat epigenetik adalah daun roset, varigata dan ujung daun meruncing, 3) terdapat varian kuantitatif positif pada karakter bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot polong bernas, dan 4) galur tanaman yang mempunyai varian bobot kering akar positif adalah galur nomor K0-8, K0-30.2, K15-1 dan K15-2; sedangkan untuk bobot polong bernas adalah K0-2, K0-4, dan K15-4.

Kata kunci : varian somaklonal, karakter kualitatif, karakter kuantitatif, seleksi in vitro, kultur in vitro

(2)

Abstract

Tissue culture that passed callus phase can induce somaclonal variation, of which intensity was influenced by adding selective agent to culture media. Somaclonal variation of peanut plant regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo using PEG not yet understood. The objectives of

this research were to 1) identify qualitative variant of Kelinci cultivar of peanut plant regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo

using PEG and their progenies, 2) estimate the control factors of qualitative variant, 3) identify quantitative variant of Kelinci cultivar of peanut plant regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo using

PEG and their progenies, 4) identify somaclonal variant line which have certain positive characters and can be addressed for further uses. Non selected and selected (PEG insensitive) variant somatic embryo of peanut were germinated and regenerated into plantlets. The plantlets were then acclimatized and transferred to polybags and were grown to mature in the glass-house. From fertile R0 lines, sufficient a number of R1 and R2 progenies were grown for evaluation. Peanut plant were also grown from seeds and used for standar control lines to somaclonal lines. The results showed that phenotypic variation on both qualitative and quantitative characters were observed among R0, R1 and R2 generation of somaclonal lines. Variant phenotype on qualitative characters observed included, wide branching, excessive branching, leaf variegation, leaflet number abnormality, leaf pointed tip, ‘rosette’ leaf, complete sterility and male sterility. Variant phenotype of quantitative characters included plants with significantly higher plant dry weight, plant height, root dry weight and fertile pod weight. The data indicated that wide branch, excessive branch, leaflet number abnormality, male sterility and total sterility were genetically controlled, while variant phenotype ‘rosette‘ leaf, leaf variegation, and leaf pointed tip were epigenetically controlled. There were four lines with significantly higher root dry weight, those are K0-8, K0-30.2, K15-1, K15-2 and three lines with significantly higher fertile pod weight, those are K0-2, K0-4, and K15-4.

Key words: somaclonal variant, qualitative characters, quantitative character, in vitro selection, in vitro culture

(3)

Pendahuluan

Penggunaan teknik in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah dengan

karakter unggul baru memerlukan tersedianya teknik kultur jaringan yang efektif dan bahan penyeleksi yang tepat (Hammerschlag 1988). Teknik kultur jaringan diperlukan untuk menghasilkan embrio somatik (ES), menginduksi variasi somaklonal dan meregenerasikan ES varian menjadi tanaman dalam jumlah banyak. Bahan penyeleksi yang tepat diperlukan untuk menapis ES varian dengan karakter unggul yang diinginkan di antara ES varian dengan karakter yang tidak diinginkan.

Teknik kultur jaringan, terutama yang melibatkan fase kalus, dapat menginduksi terjadinya variasi somaklonal, yaitu perubahan yang terjadi pada tanaman yang diregenerasikan dari kultur in vitro, pada umumnya bersifat heritable. Variasi somaklonal dapat diketahui dengan menganalisis fenotipe,

protein, jumlah dan struktur khromosom, serta DNA (de Klerk 1990, Maraschin

et al. 2002). Selain variasi somaklonal, sumber variasi lain yang dapat diamati

pada tanaman regeneran adalah variasi epigenetik yang merupakan modifikasi ekspresi genetik, biasanya bersifat reversibel (Henikoff and Matzke 1997). Tipe dan intensitas variasi sering berbeda antar spesies atau kultivar maupun antar perlakuan. Dalam suatu percobaan mungkin terjadi perubahan yang sangat besar sehingga tanaman tampak abnormal, namun mungkin pula hanya sebagian kecil sedangkan sebagian besar karakter lain tetap menyerupai induknya (Hawbaker et al. 1993, Duncan et al. 1995).

Kultur jaringan kacang tanah yang menginduksi terbentuknya ES dan variasi somaklonal, serta meregenerasikan tanaman varian secara efisien telah dibakukan. Teknik yang dikembangkan terbukti mampu menginduksi keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif serta toleransi terhadap toksin yang disekresikan cendawan Sclerotium rolfsii (Yusnita et al. 2005). Keragaman di antara kultur ES

kacang tanah diduga juga berpotensi untuk menghasilkan varian ES dengan karakter toleran terhadap cekaman kekeringan. Dari penelitian sebelumnya telah dikembangkan metode baku seleksi in vitro menggunakan PEG- 6000 yang

dapat digunakan untuk mengisolasi jaringan kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan (Rahayu 2005).

Penambahan bahan seleksi dalam media kultur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas variasi somaklonal (Skirvin et al. 1994).

(4)

terhadap kekeringan (Rahayu 2005) diduga juga mampu menapis sifat-sifat lain yang berkait dengan karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan. Dalam jaringan varian kacang tanah yang mampu hidup dalam media seleksi yang mengandung PEG diduga terjadi hambatan pada ekspresi gen yang menentukan sifat peka atau sifat lain yang berkaitan dengan kepekaan terhadap cekaman kekeringan. Sebaliknya, hambatan tersebut tidak terjadi pada jaringan varian yang berkembang dalam media kultur in vitro non-selektif. Oleh karena itu

diduga ada perbedaan keragaman antara varian yang melewati tahap seleksi in vitro dengan yang tidak melewati tahap tersebut.

Keragaman karakter akibat variasi somaklonal pada tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro menggunakan PEG belum diketahui sehingga perlu

dievaluasi. Dalam penelitian ini tanaman hasil kultur in vitro adalah tanaman yang

diregenerasikan dari ES yang berkembang dalam media in vitro (media MS +

picloram 16 μΜ), sedang tanaman hasil seleksi in vitro diregenerasikan dari ES

yang berkembang dalam media selektif (media MS + pikloram 16 μΜ + PEG- 6000 15%). Penelitian bertujuan 1) mengidentifikasi varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro, 2) menduga

faktor pengendali varian kualitatif, 3) mengidentifikasi varian kuantitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro, 4) mengidentifikasi galur yang mempunyai varian kuantitatif positif.

Bahan dan Metode Bahan Tanaman dan Induksi Variasi Somaklonal

Dalam penelitian ini digunakan kalus embriogen dengan ES sekunder kacang tanah cv. Kelinci dan Singa yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Kalus embriogen yang berumur satu bulan di sub-kultur setiap bulan selama enam bulan dalam media MS-P16 padat untuk menginduksi terjadinya variasi somaklonal.

Pertumbuhan ES Varian dalam Media Kultur dan Media Selektif serta Regenerasinya menjadi Tanaman R0

Pada sebagian percobaan kalus embriogen dengan ES varian diseleksi dalam media selektif yang mengandung PEG-6000 15%. Identifikasi ES varian yang insensitif terhadap cekaman PEG dan regenerasinya menjadi tanaman R0 telah dilakukan pada percobaan sebelumnya.

(5)

Pada sebagian percobaan yang lain kalus embriogen dengan ES varian ditumbuhkan dalam media kultur non-selektif, yaitu MS-P16 cair tanpa penambahan PEG. Pada awal percobaan ditanam 500 kalus embriogen, masing-masing dengan 8–10 ES sehingga jumlah total ES yang ditumbuhkan mencapai 4000–5000 ES. Kalus embriogen (lima eksplan per botol) ditanam dalam media kultur dan disub-kultur setiap bulan ke dalam media kultur yang masih segar, dalam kondisi gelap 24 jam. Setelah tiga bulan, ES yang masih hidup diisolasi dan ditanam dalam media MS-P16 padat selama dua bulan agar terjadi proliferasi. ES hasil proliferasi kemudian diregenerasikan menjadi tanaman R-0 melalui tahap-tahap yang sama dengan regenerasi ES hasil seleksi

in vitro.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman R0, R1 dan R2

Benih R0:1 yang dihasilkan oleh tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro dalam media PEG 15% (yang selanjutnya disebut populasi

R0-K15) dan yang diregenerasikan dari ES hasil kultur in vitro tanpa seleksi PEG

(yang selanjutnya disebut populasi R0-K0) ditanam untuk memperoleh tanaman generasi R1. Masing-masing nomor tanaman R0 ditumbuhkan 5 – 10 tanaman R1 tergantung pada jumlah polong bernas yang dihasilkan. Tanaman R1 ditumbuhkan dalam polybag berukuran 45 x 45 cm yang diisi 10 kg media tanam campuran tanah kebun, kompos dan pasir dengan perbandingan 2:1:1 (v/v) dan dipelihara di rumah kaca di Balitbiogen, Bogor. Pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian gulma dan hama dilakukan seperti dijelaskan sebelumnya. Tanaman R1 dipelihara hingga panen, benih R1-2 dipanen secara terpisah dari setiap nomor.

Benih R1-2 yang berasal dari nomor tanaman R1 terpilih, yaitu beberapa nomor yang menghasilkan polong bernas paling banyak, ditanam untuk memperoleh tanaman generasi R2. Masing-masing nomor R1 terpilih tersebut ditanam 10 benih R1-2. Tanaman R2 ditumbuhkan dalam polybag yang berisi

media tanam dengan komposisi dan jumlah yang sama serta dipelihara dalam kondisi yang sama seperti penanaman R1. Pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian gulma dan hama dilakukan seperti dijelaskan sebelumnya. Tanaman R2 dipelihara hingga panen, benih R2-3 dipanen secara terpisah dari setiap nomor. Sebagai kontrol adalah tanaman kacang tanah kultivar Kelinci yang ditumbuhkan dari benih yang diperoleh dari Balitbiogen, Bogor. Tanaman tersebut ditanam dan dipelihara dengan cara yang sama dengan tanaman yang berasal dari kultur.

(6)

Penentuan Varian

Karakter yang diamati meliputi karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif yang diamati adalah pola percabangan, intensitas percabangan, filotaksis (jumlah daun yang tumbuh pada satu buku), jumlah leaflet (anak daun) dalam satu daun majemuk, bentuk ujung daun, dan fertilitas. Pola percabangan dibedakan berdasarkan sudut antara batang dengan cabang primer menjadi tiga yaitu pola melebar (> 60o), medium (30o – 60o) dan meninggi (< 30o) (Setiawan

1998; Gambar 8). Intensitas percabangan ditentukan berdasarkan jumlah cabang primer yang tumbuh pada batang, jika ≥ 8 dinyatakan sebagai percabangan berlebihan. Filotaksis ditentukan berdasarkan jumlah daun majemuk yang tumbuh per buku pada sebagian besar buku yang terdapat pada suatu tanaman. Jika pada satu buku tumbuh lebih dari satu daun majemuk disebut daun roset. Jumlah anak daun ditentukan dengan menghitung jumlah anak daun dalam setiap daun majemuk, yang dalam satu individu mungkin tidak seragam. Bentuk ujung daun dibedakan menjadi dua macam, yaitu membulat dan meruncing. Dalam penelitian ini fertilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu fertil (membentuk lebih dari lima polong per tanaman), steril partial (membentuk polong 1 – 5 per tanaman) dan steril total (tidak membentuk bunga atau polong sama sekali).

Karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah buku pada cabang utama, jumlah buku total, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar pokok, jumlah akar cabang primer, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas. Tajuk kering atau akar kering diperoleh dengan memanaskan tajuk atau akar dalam oven dengan suhu 80oC selama tiga hari.

Gambar 8. Pola percabangan pada tanaman kacang tanah yang diregenerasikan dari ES hasil kultur dan seleksi in vitro. a. pola percabangan melebar,

b. pola medium, c. pola meninggi

(7)

Keberadaan varian kualitatif ditentukan dengan mengamati suatu karakter pada tanaman hasil kultur atau seleksi in vitro dan membandingkannya dengan

karakter sejenis pada tanaman standar yang berasal dari benih. Karakter pada tanaman hasil kultur atau seleksi in vitro yang berbeda dengan karakter pada

tanaman standar ditetapkan sebagai varian, kemudian dihitung frekuensinya. Keberadaan varian kuantitatif ditentukan dengan mengukur suatu karakter pada semua individu dari semua populasi, menentukan kisaran nilai kemudian mengelompokkan kisaran tersebut menjadi lima kelas. Dari setiap kelas dibuat distribusi frekuensi untuk masing-masing populasi. Tanaman hasil kultur atau seleksi in vitro yang mempunyai nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari

kisaran tanaman standar ditetapkan sebagai varian somaklonal.

Varian yang teramati pada generasi R0 dicatat dan diamati kembali pada generasi R1 dan R2 turunannya. Bila suatu varian muncul pada generasi R0 tetapi tidak muncul lagi pada generasi R1 maupun R2, maka varian tersebut diduga dikendalikan secara epigenetik. Sebaliknya bila suatu varian selalu tampak pada generasi R0, R1 dan R2 turunannya, atau tidak muncul pada R0 tetapi muncul pada R1 dan R2 diduga merupakan karakter genetik.

Hasil Tanaman R0, R1 dan R2

Hasil regenerasi ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro tidak

menghasilkan tanaman yang fertil, sehingga tidak dapat diamati lebih lanjut. Regenerasi ES kacang tanah cv. Kelinci menghasilkan 38 tanaman hasil kultur

in vitro (tanaman R0-K0) dan 24 tanaman hasil seleksi in vitro (tanaman R0-K15) yang mencapai umur reproduktif. Sepuluh tanaman R0-K0 tidak menghasilkan bunga, delapan tanaman membentuk benih yang tidak viabel, sehingga hanya zuriat dari 20 tanaman R0-K0 yang dievaluasi lebih lanjut. Pada R0-K15, hanya sembilan tanaman yang dapat membentuk benih yang viabel, sedangkan delapan tanaman tidak berbunga dan tujuh tanaman menghasilkan bunga namun biji tidak viabel. Zuriat dari sembilan tanaman tersebut dievaluasi lebih lanjut. Varian Kualitatif

Tanaman standar yang ditumbuhkan dari benih mempunyai pola percabangan medium; percabangan normal (3-5 cabang primer); filotaksis tersebar (dalam satu buku tumbuh satu daun majemuk), daun majemuk tetrafoliat (empat anak daun), ujung daun membulat, dan fertil.

(8)

Karakter-karakter kualitatif pada populasi R0-K15 yang berbeda dengan tanaman standar meliputi percabangan melebar (Gambar 8.a), percabangan berlebihan (Gambar 9.j), daun pentafoliat (Gambar 9.e, 9.f), steril partial dan steril total. Pada populasi R0-K0, selain beberapa karakter tersebut teridentifikasi pula daun roset (Gambar 9.a dan 9.b), varigata (Gambar 9.c) dan ujung daun meruncing (Gambar 9d). Karakter kualitatif pada populasi R1-K15 yang berbeda dengan tanaman standar meliputi percabangan melebar, daun pentafoliat dan steril partial.

Pada populasi R1-K0, selain ketiga karakter tersebut teramati pula percabangan berlebihan dan daun hexafoliat atau oktafoliat (Gambar 9.g dan 9.h). Pada generasi berikutnya variasi kualitatif yang muncul pada populasi R2-K15 hanyalah percabangan melebar dan daun pentafoliat, sedangkan pada populasi R2-K0 tampak daun hexafoliat dan steril parsial. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan varian somaklonal.

Tabel 9. Jenis, frekuensi dan persentase varian kualitatif pada tanaman hasil kultur in vitro (K0) dan seleksi in vitro (K15) generasi R0, R1 zuriat R0

dan R2 zuriat R1

Jenis Varian Popula

si Frekuensi dan persentase varian pada generasi

R0 R1 R2 Percabangan melebar K0 38/38 (100) 16/20 80) 2/20 (10)

Percabangan berlebihan 27/38 (71) 1/20 (5) 0/20 (0) Filotaksis daun roset 4 / 38 (10) 0/20 (0) 0/20 (0) Daun pentafoliat 10 / 38 (26) 10/20 50) 5/20 (25) Daun hexafoliat atau lebih 0 / 38 (0) 7/20 (35) 5/20 (25) Ujung daun meruncing 6 / 38 (16) 0/20 (0) 0/20 (0) Varigata pada ujung daun 3/38 (8) 0/20 (0) 0/20 (0) Steril partial 8 / 38 (21) 4/20 (20) 4/20 (20) Steril total 10 / 38 (26) 0/20 (0) 0/20 (0) Percabangan melebar K15 24 / 24 100) 8/9 (88) 1/9 (11) Percabangan berlebihan 18/24 (75) 0/9 (0) 0/9 (0) Filotaksis daun roset 0 / 24 (0) 0/9 (0) 0/9 (0) Daun pentafoliat 10 / 24 (42) 7/9 (77) 4/9 (44) Daun hexafoliat atau lebih 0 / 24 (0) 0/9 (0) 0/9 (0) Ujung daun meruncing 0 / 24 (0) 0/9 (0) 0/9 (0) Varigata pada ujung daun 0/24 (0) 0/9 (0) 0/9 (0) Steril partial 7 / 24 (29) 1/9 (11) 0/9 (0) Steril total 8 / 24 (33) 0/9 (0) 0/9 (0) Keterangan:

Frekuensi dan persentase varian x/y (z) : x menunjukkan banyaknya nomor tanaman R0/R1/R2 yang mempunyai karakter varian, y menunjukkan banyaknya nomor tanaman R0/R1/R2 total yang dievaluasi, z merupakan angka persentase (x/y x 100%)

(9)

Gambar 9. Varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur dan seleksi

in vitro. a. Daun roset (pada satu buku tumbuh ≥2 daun majemuk), b.

daun roset (pada satu buku tumbuh dua daun majemuk), c. varigata pada tepi ujung daun, d. bentuk ujung daun meruncing, e. daun majemuk dengan lima leaflet; ukuran leaflet sama , f. ukuran leaflet tidak sama, g. daun majemuk dengan enam leaflet, h. daun majemuk dengan 8 leaflet, i. daun majemuk dengan 4, 5, dan 6 leaflet pada yang tumbuh pada satu ranting, j. percabangan berlebihan

Persentase keberadaan varian suatu karakter berbeda antar populasi dan antar generasi. Pada umumnya persentase varian berkurang dari satu generasi ke generasi berikutnya, kecuali varian daun hexafoliat pada populasi K-0. Varian percabangan melebar dan daun pentafoliat muncul pada generasi R0, R1 dan R2 baik pada populasi tanaman hasil kultur maupun hasil seleksi in vitro. Varian

percabangan berlebihan teridentifikasi dalam persentase yang cukup tinggi pada generasi R0, pada populasi tanaman hasil kultur sebesar 71% dan hasil seleksi

in vitro sebesar 75%. Pada generasi selanjutnya (R1) varian tersebut hanya muncul pada tanaman hasil kultur in vitro sebesar 5% (Tabel 9).

Varian filotaksis daun roset, ujung daun meruncing, dan daun varigata hanya tampak pada populasi tanaman hasil kultur in vitro generasi R0,

masing-masing sebesar 10%, 16% dan 8%. Pada generasi selanjutnya dan pada populasi tanaman hasil seleksi in vitro varian tersebut tidak terdeteksi. Pada

tanaman hasil kultur in vitro, varian daun hexafoliat tidak teridentifikasi pada

generasi R0, namun muncul pada R1 (35%) dan R2 (25%). Pada populasi tanaman hasil seleksi in vitro, tidak ada satupun tanaman yang menunjukkan

varian tersebut (Tabel 9).

a b c

d

e

f

g

h

i

(10)

Evaluasi keragaman varian kualitatif juga menunjukkan bahwa varian steril partial muncul pada generasi R0, R1 dan R2 pada populasi tanaman hasil kultur

in vitro, sedangkan pada tanaman hasil seleksi in vitro hanya muncul pada

generasi R1 dan R2. Varian steril total hanya terdeteksi pada generasi R0 pada dua populasi yang dievaluasi (Tabel 9).

Varian Kuantitatif

Pertumbuhan tajuk tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil kultur in vitro (populasi R0-K0) yang ditunjukkan oleh rataan tinggi, jumlah cabang primer,

jumlah buku pada batang utama, jumlah buku total, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk, nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar. Pada populasi R1-K0 dan R2-K0 nilai rataan semua peubah pertumbuhan tajuk menurun sehingga tidak berbeda nyata atau lebih rendah dibandingkan tanaman standar. Pada tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (populasi R0-K15)

pertumbuhan tajuk relatif lebih tinggi dibanding tanaman standar. Pada populasi R1-K15 dan R2-K15 rataan nilai pertumbuhan tajuk menurun sehingga nyata lebih rendah dibanding tanaman standar, kecuali karakter jumlah cabang primer (Tabel 10).

Tabel 10. Rataan nilai dan ragam karakter kuantitatif pertumbuhan tajuk pada populasi tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro generasi R0, R1 zuriat

R0 dan R2 zuriat R1 Karak

-ter Tan. standar R0-K0 R1-K0 R2-K0 R0-K15 Rataan nilai dan ragam pada populasi R1-K15 R2-K15 TT 68,53 b 101,05 a 60,47 b 37,17 c 70,00 b 35,10 c 36,7 c (156,25) (132,86) (131,56 (67,40) (711,29) (154,75) (85,56) JCP 3,05 b 11,31 a 4,31 b 3,89 b 11,46 a 4,40 b 3,77 b (0,05) (28,72) (0,96) (0,20) (15,76) (0,83) (22,09) JBCU 20,84 b 26,10 a 18,38 b 12,59 c 22,21 ab 14,64 c 12,57 c (5,81) (66,25) (11,28) (3,65) (36,36) (14,28) (5,34) JBT 83,10 b 158,76 a 75,19 b 51,41 d 147,29 a 63,64 c 48,84 d (127,23) (744,94) (702,78) (143,04) (2170,63) (503,10) (109,83) BTB 109,66 c 279,13 a 88,13 c 36,85 e 186,22 b 60,76 d 35,21 e (78,51) (2504,93) (454,11) (39,40) (1946,58) (796,37) (240,87) BTK 25,39 c 76,87 a 21,33 c 13,18 d 45,48 b 15,94 d 11,33 d (39,19) (2470,09) (57,45) (30,47) (1218,01) (55,50) (17,72) Keterangan:

TT : tinggi tanaman; JCP: jumlah cabang primer; JBCU: jumlah buku pada cabang utama; JBT: jumlah buku total; BTB: bobot tajuk basah; BTK: bobot tajuk kering. Angka dalam satu baris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% berdasarkan uji DMRT.

(11)

Pada populasi tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro, nilai ragam

peubah-peubah pertumbuhan tajuk, kecuali peubah-peubah tinggi tanaman, pada generasi R0 dan R1 pada umumnya jauh di atas tanaman standar. Pada generasi R2 nilai ragam menurun sehingga lebih rendah dibanding tanaman standar (Tabel 10).

Pertumbuhan akar tanaman populasi R0-K0 secara umum tidak berbeda nyata dengan tanaman standar, sebaliknya pada populasi R1-K0 dan R2-K0, pertumbuhan akar nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Pada tanaman hasil seleksi in vitro semua generasi rataan semua peubah pertumbuhan akar

nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Nilai ragam peubah-peubah pertumbuhan akar pada generasi R0 dan R1 ada yang lebih tinggi ada pula yang lebih rendah dibanding tanaman standar, tetapi pada generasi R2 secara umum lebih rendah dibanding tanaman standar. Jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong bernas pada populasi K0 dan K15 semua generasi nyata lebih rendah, sebaliknya nilai ragam peubah-peubah tersebut pada semua generasi lebih tinggi dibanding tanaman standar (Tabel 11).

Tabel 11. Rataan nilai dan ragam karakter kuantitatif pertumbuhan akar dan hasil pada populasi tanaman hasil kultur dan hasil seleksi in vitro generasi R0,

R1 zuriat R0, dan R2 zuriat R1 pada kacang tanah kultivar Kelinci Karak-

ter Tan. standar R0-K0 R1-K0 Rataan nilai dan ragam pada populasi R2-K0 R0-K15 R1-K15 R2-K15 PAP 22,74 a 19,63 b 20,19 b 23,87 a 16,75 b 18,45 b 18,03 b (33,79) (37,94) (46,64) (153,26) (46,64) (20,43) (54,76) JACP 31,89 a 10,08 c 17,35 b 14,35 b 7,33 c 12,51 b 14,61 b (29,26) (22,96) (20,61) (19,01) (12,81) (16,24) (15,76) BAB 4,19 a 4,01 a 1,56 c 1,12 c 2,67 b 1,71 c 1,05 c (1,21) (5,15) (0,84) (0,34) (4,16) (0,39) (0,35) BAK 1,04 a 1,11 a 0,53 b 0,37 c 0,79 ab 0,47 c 0,32 c (0,07) (1,32) (0,14) (0,04) (0,47) (0,03) (0,03) JPT 22,47 a 12,79 b 13,84 b 12,38 b 11,46 b 11,67 b 9,77 b (32,26) (148,11) (38,19) (32,03) (136,65) (28,72) (36,48) JPB 14,21 a 7,13 c 8,64 b 6,64 cd 6,75 c 9,40 b 5,73 d (12,39) (55,20) (24,80) (15,21) (51,41) (22,46) (25,00) BPK 20,45 a 11,76 b 12,49 b 8,59 c 7,32 c 15,25 b 8,24 c (23,20) (166,15) (46,65) (34,10) (86,30) (58,36) (30,33) Keterangan :

PAP: panjang akar pokok; JACP: jumlah akar cabang primer; BAB: bobot akar basah; BAK: bobot akar kering; JPT: jumlah polong total; JPB: jumlah polong bernas; BPK: bobot polong kering. Angka dalam satu baris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.

(12)

Untuk bobot kering tajuk, masing-masing 28, dua dan sembilan galur dari populasi R0-K0, R1-K0 dan R0-K15 mempunyai bobot kering tajuk lebih besar dibanding tanaman standar. Tidak ada galur dengan bobot kering tajuk yang lebih kecil dibanding tanaman standar. Populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15, dan R2-K15 masing-masing mempunyai lima, 15, 59, delapan, 33, dan 43 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih rendah, sedangkan 20 dan dua galur dari populasi R0K0 dan R0-K15 mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibanding tanaman standar (Gambar 10).

0 15 4 0 0 3 10 15 5 15 65 3 0 0 5 0 0 0 8 6 8 2 0 33 6 0 0 0 43 5 0 0 0 5 59

0

20

40

60

80

A

B

C

D

E

kisaran tinggi tanaman (cm)

jum

lah gal

ur

19 0 0 0 0 10 12 6 6 4 81 2 0 0 0 64 0 0 0 0 15 3 6 0 0 39 0 0 0 0 38 0 0 0 0 0 20 40 60 80 100 A B C D E

kisaran bobot kering tajuk (g)

ju m la h g alu r

Gambar 10. Distribusi frekuensi tinggi tanaman dan bobot kering tajuk kacang tanah populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro. Tanaman standar (■), R0-K0 ( ), R1-K0 (□), R2-K0 ( ), R0-K15 ( ), R1-R0-K15 ( ) dan R2-R0-K15 ( ). Kisaran tinggi tanaman A (x<47,4), B (47,4≤x<76,8), C (76,8≤x<106,2), D (106,2≤x<135,6), E (135,6≤x<165); kisaran bobot kering tajuk A (x<38,4), B (38,4≤x<75,0), C (75,0≤x<111,7), D (111,7≤x<148,3), E (148,3≤x<185). Tanda anak panah menunjukkan nilai terendah dan tertinggi populasi tanaman standar

(13)

Sebagian besar galur dalam populasi R0-K0, K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15 dan R2-R1-K15, masing-masing sebanyak 36, 72, 58, 24, 37, dan 35 galur mempunyai jumlah akar cabang lebih sedikit dibandingkan tanaman standar, dan tidak ada satupun galur yang mempunyai jumlah akar cabang lebih banyak daripada tanaman standar (Gambar 11).

Untuk karakter bobot kering akar, masing-masing dua, satu dan satu galur dari populasi R0-K0, R1-K0 dan R0-K15 mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibanding bobot kering akar tanaman standar, dan tidak ada satupun galur yang mempunyai bobot kering akar yang lebih kecil dibanding tanaman standar (Gambar 11). 0 0 5 10 4 27 9 2 0 0 22 11 0 0 22 36 6 0 0 20 4 0 0 0 18 19 2 0 0 7 28 3 0 0 50

0

20

40

60

A

B

C

D

E

kisaran jumlah akar cabang primer

jum

lah ga

lur

38 14 2 0 0 21 7 1 1 69 11 2 1 0 62 2 0 0 0 15 32 40 20 00 37 1 0 0 0 37 0 20 40 60 80 100 A B C D E

kisaran bobot kering akar (g)

ju m la h g alu r

Gambar 11. Distribusi frekuensi jumlah akar cabang primer dan bobot kering akar tanaman standar serta tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro. Tanaman standar (■), R0-K0 ( ), R1-K0 (□), R2-K0 ( ),

R0-K15 ( ), R1-K15 ( ) dan R2-K15 ( ). Kisaran jumlah akar cabang primer A (x<11,2), B (11,2≤x<19,4), C (18,4≤x<27,6), D (27,6≤x<35,8), E (35,8≤x<44,0); kisaran bobot kering akar A (x<0,72), B (0,72≤x<1,34), C (1,34≤x<1,96), D (1,96≤x<2,58), E (2,58≤x<3,20). Tanda anak panah menunjukkan nilai terendah dan tertinggi populasi tanaman standar

(14)

0 4 7 7 1 20 5 7 4 2 22 31 17 9 1 24 27 12 1 0 15 2 3 2 2 7 17 11 4 0 23 8 5 2 0 0 10 20 30 40 A B C D E

kisaran jumlah polong bernas

jum lah galu r 0 6 11 2 0 9 3 4 3 25 37 19 2 0 29 30 3 2 0 17 2 4 0 0 7 20 7 5 0 26 18 4 0 0 19 0 10 20 30 40 50 A B C D E

kisaran bobot polong bernas (g)

ju m lah ga lu r

Gambar 12. Distribusi frekuensi jumlah polong bernas dan bobot polong bernas tanaman standar serta tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro.

Tanaman standar (■), R0-K0 ( ), R1-K0 (□), R2-K0 ( ), R0-K15 ( ), R1-K15 ( ) dan R2-K15 ( ). Kisaran jumlah polong bernas A (x<5,2), B (5,2≤x<10,4), C (10,4≤x<15,6), D (15,6≤x<20,8), E (20,8≤x<26,0); kisaran bobot polong bernas A (x<8,44), B (8,44≤x<16,88), C (16,88≤x<25,32), D (25,32≤x<33,75), E (33,75≤x<42,20). Tanda anak panah menunjukkan nilai terendah dan tertinggi populasi tanaman standar

Untuk karakter jumlah polong bernas, dari populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15 dan R2-K15 terdapat masing-masing 20, 22, 24, lima, tujuh dan 23 galur yang mempunyai jumlah polong bernas lebih sedikit dibanding tanaman standar. Tidak ada satupun galur yang mempunyai jumlah polong lebih besar daripada tanaman standar (Gambar 12).

Di antara galur-galur pada populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15 dan R2-K15 masing-masing terdapat 19, 25, 29, 17, tujuh, 26 dan tiga galur yang mempunyai bobot polong bernas lebih kecil daripada tanaman standar. Terdapat tiga galur dari populasi R0-K0 yang mempunyai bobot polong bernas lebih besar dibandingkan tanaman standar (Gambar 12).

(15)

Pembahasan

Varian kualitatif yang muncul pada tanaman hasil seleksi in vitro dalam

media dengan PEG 15% (populasi K15) lebih rendah tingkat keragamannya dibanding yang muncul pada tanaman hasil kultur in vitro (populasi K0). Pada

populasi K15 muncul varian berupa percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, steril partial dan steril total; sedangkan pada populasi K0, selain lima karakter tersebut teridentifikasi pula munculnya daun roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat.

Perbedaan intensitas variasi tersebut diduga sebagai akibat perbedaan perlakuan yang dialami embrio somatik (ES) yang menghasilkan tanaman K0 dan K15. ES yang diregenerasikan menjadi tanaman K0 mengalami sub-kultur sebanyak enam kali, sedangkan yang diregenerasikan menjadi tanaman K15 selain mengalami sub-kultur enam kali juga mengalami seleksi dalam media selektif PEG 15% selama tiga bulan dengan tiga kali sub-kultur. Dengan demikian variasi yang muncul pada tanaman K0 terjadi akibat pengaruh sub-kultur berulang terhadap perubahan materi atau ekspresi genetik pada jaringan eksplan atau kalus. Pikloram (asam 4-amino,3.5.6.trikhloropikolinat, suatu herbisida yang dalam konsentrasi rendah berperan sebagai fitohormon auksin) yang ditambahkan dalam media kultur menginduksi pembelahan sel terus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Pembelahan sel yang cepat tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam proses replikasi materi genetik atau pada faktor-faktor pengendali ekspresi genetik, sehingga juga mengakibatkan perubahan pada fenotipe tanaman (Wikipedia 2006). Perubahan yang terjadi bersifat acak pada berbagai karakter.

Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian pada kedelai. Frekuensi variasi somaklonal pada tanaman kedelai antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi auksin dalam media tumbuh. Pada media dengan 22,5 μM 2.4.D terbentuk varian sebesar 40%, sedangkan dengan 18 μM terbentuk 3 % dari tanaman regeneran (Shoemaker et al. 1991).

Variasi yang muncul pada populasi K15 terjadi bukan hanya akibat pengaruh sub-kultur seperti di atas, melainkan juga pengaruh tekanan seleksi dari bahan penyeleksi PEG. Oleh karena itu variasi yang muncul akibat pengaruh sub-kultur ada kemungkinan tereliminasi oleh tekanan seleksi, sehingga

(16)

keragaman yang muncul pada tanaman hasil seleksi lebih rendah dibandingkan tanaman hasil kultur in vitro (Skirvin et al. 1994)

Pada umumnya persentase munculnya varian kualitatif berkurang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Varian percabangan berlebihan teridentifikasi dalam persentase yang cukup tinggi pada generasi R0, namun menurun tajam pada generasi R1. Varian filotaksis daun roset, ujung daun meruncing, dan daun varigata hanya tampak pada populasi tanaman hasil kultur in vitro generasi R0

dengan persentase yang relatif kecil. Pada generasi selanjutnya dan pada populasi tanaman hasil seleksi in vitro varian tersebut tidak terdeteksi.

Persentase varian yang tinggi pada generasi R0 mungkin disebabkan oleh pengaruh kondisi kultur yang mampu mengubah fenotipe tanaman, namun perubahan tersebut tidak permanen atau bersifat epigenetik. Epigenetik merupakan modifikasi dalam ekspresi genetik, tetapi cenderung reversibel akibat perubahan struktur kromatin dan atau metilasi DNA, atau amplifikasi gen (Henikoff dan Matzke 1997, Tremblay et al. 1999, Wikipedia 2006). Pada

generasi lanjut perubahan pada mekanisme epigenetik makin berkurang sehingga keragaan tanaman yang diregenerasikan melalui tahap kultur in vitro

lebih mendekati keragaan tanaman standar (Henikoff dan Matzke 1997). Varian steril total tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak menghasilkan benih.

Varian percabangan melebar dan daun pentafoliat muncul pada generasi R0, R1 dan R2 baik pada populasi tanaman K0 maupun K15. Varian steril partial muncul pada generasi R0, R1 dan R2 untuk populasi tanaman K0. Varian karakter-karakter tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini berarti variasi somaklonal untuk tiga karakter tersebut diduga dikendalikan oleh faktor genetik, yang mungkin diakibatkan oleh perubahan dalam struktur gen-gen yang terlibat pada pola percabangan dan jumlah anak daun dalam satu daun majemuk. Varian genetik juga ditemukan pada tanaman gandum. Pada tanaman regeneran gandum terjadi variasi somaklonal sebesar 5% untuk sifat morfologi dan biokimia. Karakter tersebut, baik yang dikendalikan secara monogenik maupun poligenik, terbukti diturunkan sampai dua generasi (Larkin et al. 1984).

Pada tanaman hasil kultur in vitro, varian daun hexafoliat dan oktafoliat

tidak teridentifikasi pada generasi R0, namun muncul pada R1 dan R2. Pada tanaman hasil seleksi in vitro, varian steril partial juga tidak teridentifikasi pada

(17)

tersebut diduga dikendalikan oleh gen resesif. Semua tanaman generasi R0 diduga mempunyai genotipe heterozigot sehingga fenotipe varian tersebut tidak muncul. Pada generasi selanjutnya mungkin terjadi rekombinasi gen yang mengakibatkan susunan genotipe homozigot dan fenotipe varian muncul pada beberapa tanaman.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa regenerasi tanaman yang melalui tahap kultur in vitro dan penggunaan fitohormon dalam kultur in vitro dapat

menginduksi variasi somaklonal. Pada Picea mariana dan P. glauca yang

diregenerasikan melaui embriogenesis somatik teridentifikasi ada sembilan kelompok varian untuk karakter kualitatif. Beberapa tipe varian terbentuk akibat instabilitas khromosom, khususnya aneuploid. Dalam penelitian tersebut instabilitas khromosom diakibatkan oleh perbedaan klon dan lama waktu dalam kultur (Tremblay et al. 1999). Induksi kalus dengan pikloram dan BA dapat

menghasilkan variasi genetik pada Lycopersicon esculentum Mill. Koefisien

kesamaan genetik menunjukkan bahwa semua tanaman regeneran mempunyai tingkat perbedaan genetik yang bervariasi dengan tanaman induk (Soniya et al.

2001).

Pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro, pertumbuhan tajuk tanaman

generasi R0 lebih tinggi dibanding tanaman standar; tetapi pada generasi R1 dan R2 pertumbuhan tajuk menurun sehingga lebih rendah dibandingkan tanaman standar. Nilai ragam peubah-peubah pertumbuhan tajuk pada generasi R0 dan R1 pada umumnya jauh di atas tanaman standar. Pertumbuhan akar pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro secara umum lebih rendah dibanding tanaman standar untuk semua generasi, namun nilai ragam beberapa peubah pertumbuhan akar tertentu lebih tinggi dibanding tanaman standar. Hasil panen pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro juga lebih rendah dibanding

tanaman standar untuk semua generasi. Walaupun demikian, nilai ragam peubah-peubah tersebut pada semua generasi lebih tinggi dibanding tanaman standar. Nilai ragam yang lebih tinggi pada sejumlah peubah pertumbuhan tajuk, akar dan hasil menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan telah dapat menginduksi variasi somaklonal untuk karakter kuantitatif.

Munculnya varian kuantitatif pada beberapa peubah diperjelas dengan adanya beberapa galur tanaman yang mempunyai nilai peubah yang lebih tinggi dibanding nilai tanaman stándar, atau merupakan varian positif. Dari tiga populasi yang dievaluasi, varian positif untuk peubah bobot kering tajuk

(18)

sebanyak 39 galur, untuk tinggi tanaman sebanyak 22 galur, untuk bobot kering akar sebanyak empat galur, dan untuk bobot polong bernas sebanyak tiga galur.

Varian positif untuk bobot kering tajuk dan tinggi tanaman bukan merupakan varian yang diharapkan dalam pengembangan galur yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Biomassa tajuk yang tinggi akan menurunkan nisbah akar/tajuk, dan hal ini secara teoritis akan menurunkan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan (Blum 1996).

Varian positif untuk bobot kering akar secara potensial mempunyai toleransi terhadap kekeringan yang lebih tinggi dibanding tanaman standar, tetapi toleransi tersebut dicapai melalui mekanisme avoidance dengan membentuk

akar yang intensif. Varian tersebut berasal dari populasi tanaman hasil kultur in vitro sebanyak dua galur, yaitu nomor K0-8 dan K0-30.2, dan dari tanaman hasil

seleksi in vitro sebanyak dua galur, yaitu nomor K-15.1 dan K-15.2. Meskipun

potensial mempunyai toleransi terhadap cekaman kekeringan, namun dalam penelitian ini tidak diharapkan karena mekanisme yang dilakukan merupakan mekanisme avoidance yang dapat menurunkan daya hasil.

Galur dengan varian positif untuk bobot polong bernas merupakan galur yang potensial dikembangkan sebagai galur harapan. Galur-galur tersebut berasal dari populasi tanaman hasil kultur in vitro sebanyak dua galur, yaitu K0-2 dan K0-4, dan dari populasi tanaman hasil seleksi in vitro sebanyak satu galur,

yaitu K15-4.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mengindikasikan bahwa kultur jaringan dapat menginduksi variasi somaklonal khusus yang berperan dalam pengembangan galur baru. Variasi somaklonal terbukti telah dapat diterapkan untuk pengembangan jagung yang toleran aluminium (Moon et al. 1997), peningkatan toleransi terhadap suhu

rendah pada padi (Bertin dan Bouharmont 1997), peningkatan produktivitas pada sorghum (Maralappanavar et al. 2000), peningkatan kualitas hasil dan toleransi

terhadap lingkungan salin pada Distichis spicata (Seliskar dan Gallagher 2000),

peningkatan hasil pada Secale cereale L (Trojanovska 2002), dan gandum yang

toleran terhadap kekeringan (Bajji et al. 2004).

Simpulan

Varian somaklonal kualitatif yang muncul pada tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro berupa percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun

(19)

pentafoliat, steril partial dan steril total. Varian somaklonal yang muncul pada tanaman hasil kultur in vitro lebih beragam, yaitu percabangan melebar,

percabangan berlebihan, daun pentafoliat, steril partial, steril total, daun roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat.

Varian kualitatif yang diduga dikendalikan secara genetik adalah percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, daun hexafoliat, daun oktafoliat dan steril partial. Varian daun hexafoliat, oktafoliat dan steril partial (pada populasi hasil seleksi in vitro) diduga dikendalikan oleh gen

resesif. Varian yang dikendalikan secara epigenetik adalah daun roset, daun varigata dan ujung daun meruncing.

Nilai ragam yang lebih besar dan distribusi frekuensi yang lebih luas untuk sejumlah peubah pertumbuhan pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dibanding pada tanaman stándar mengindikasikan terjadinya variasi somaklonal pada karakter kuantitatif. Varian kuantitatif yang bersifat positif tampak pada karakter bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot polong bernas. Galur tanaman yang mempunyai varian positif untuk bobot kering akar adalah nomor K0-8, K0-30.2, K15-1 dan K15-2; sedangkan yang mempunyai varian positif untuk bobot polong bernas adalah K0-2, K0-4, dan K15-4.

Gambar

Gambar 8. Pola percabangan pada tanaman kacang tanah yang diregenerasikan  dari ES hasil kultur dan seleksi in vitro
Gambar 9. Varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil  kultur dan seleksi  in vitro
Tabel 10.  Rataan nilai dan ragam  karakter kuantitatif pertumbuhan tajuk pada populasi  tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro generasi R0, R1 zuriat  R0 dan R2 zuriat R1
Gambar 10. Distribusi frekuensi tinggi tanaman dan bobot kering tajuk kacang  tanah populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in  vitro
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana respon guru terhadap pengembangan media pembelajaran berbasis Flash pada Tema Tempat Tinggalku Subtema Keunikan Daerah Tempat Tinggalku Pembelajaran 5 di kelas IV

Optoosilator biasanya terdiri dari dua macam yaitu optoisolator yang terintegrasi dengan rangkaian zero crossing detector dan optoisolator yang tidak memiliki

[r]

Kelebihan model CBL dalam meningkatkan keterampilan proses sains yaitu dalam pembelajarannya lebih berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator, karena

Secara teknis, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu air pendingin primer masuk dan ke luar penukar panas, diantaranya membersihkan pelat penukar

yang terlibat tetapi peran UMKM dalam kegiatan e-procurement ini juga dapat diikutsertakan sebagai salah satu faktor pendukung meningkatnya daya saing masyarakatnya

Saya yang bernama Seo Zih Siang adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Ibu

Beberapa kelemahan dari pengukuran kinerja apabila hanya dilihat dari perspektif keuangan saja diantaranya tidak melibatkan peran karyawan, berorientasi jangka pendek dan