• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. KERANGKA TEORI. 12 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. KERANGKA TEORI. 12 Universitas Kristen Petra"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2. KERANGKA TEORI

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Humor

2.1.1.1. Definisi Humor

Sejumlah peneliti telah merumuskan definisi humor yang berbeda-beda, tetapi memiliki poin-poin penting yang serupa:

"Humor itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri kita (sense of humor); bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita. Bila dihadapkan pada humor, kita bisa langsung tertawa lepas atau cenderung tertawa saja; misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk tertawa, bukan rangsangan fisik seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa geli namun bukan akibat humor" (Setiawan dalam Rahmanadji, 2007, p.216)

Lippman dan Dunn (2000) menyatakan bahwa humor adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan rangsangan dan mengarahkan pada perasaan senang dan nyaman. Humor adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan respon tertawa (Provine, 2000). Yang dimaksud disini adalah bahwa humor adalah sesuatu yang merangsang seseorang untuk tertawa namun bukan berupa rangsangan fisik yang nyata melainkan merangsang perasaan seseorang.

Menurut Ross (1999), humor adalah sesuatu yang membuat orang tertawa atau tersenyum dan digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian. Richman (2000) berpendapat bahwa humor ialah sesuatu yang menimbulkan kesenangan dan ketertarikan bagi banyak orang.

A standard definition for humor is hard to find. Martin and Lefcourt (1984) said that humor is “the frequency with which the individual smiles,

(2)

laughs, and otherwise displays amusement in a variety of situations” (Whisonant, 1998, p.1).

Definisi standar tentang humor sulit untuk ditemukan. Martin dan Lefcourt (1984) mengatakan bahwa “humor adalah "frekuensi individu tersenyum, tertawa, dan menampilkan hiburan dalam berbagai situasi".

The Oxford English Dictionary defines humor as “that quality of action, speech, or writing which excites amusement; oddity, jocularity, facetiousness, comicality, fun.” (Simpson and Weiner, 1989, p. 486). It is evident from these definitions that humor is a broad term that refers to anything that people say or do that is perceived as funny and tends to make others laugh, as well as the mental processes that go into both creating and perceiving such an amusing stimulus, and also the affective response involved in the enjoyment of it (Martin, 2006, p.5).

The Oxford English Dictionary mendefinisikan humor sebagai "kualitas tindakan, ucapan, atau menulis yang menimbulkan hiburan, keanehan, kelucuan, kejenakaan, dan menyenangkan" (Simpson dan Weiner, 1989, p. 486). Jelaslah dari definisi tersebut, humor merupakan istilah luas yang mengacu pada sesuatu yang orang katakan atau lakukan yang dianggap lucu dan cenderung membuat orang lain tertawa, serta proses mental yang masuk ke kedua stimulus tersebut menciptakan dan mengamati sisi yang menarik, dan juga respon afektif terlibat dalam kenikmatan itu (Martin, 2006, p.5)

Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa definisi humor adalah sesuatu yang memunculkan tawa pada individu karena adanya rangsangan dari dalam (bukan rangsangan fisik) yang dimunculkan dari apa yang dilakukan atau dikatakan orang lain.

(3)

2.1.1.2. Teknik-teknik Humor

Shade (1996) menyarankan lima elemen yang berhubungan dengan humor, humor apresiasi, identifikasi humor, pemahaman humor, respon humor keceriaan, dan produksi humor. Apresiasi humor mengacu pada domain afektif setelah unsur-unsur humor telah dipahami. Identifikasi humor adalah mengakui empat bentuk humor, yang figural, verbal, visual, dan pendengaran. Pemahaman humor adalah tuntutan kognitif pemahaman lelucon. Humor respon kegembiraan mengacu pada refleks fisik spontan terhadap rangsangan humor, biasanya dalam bentuk tersenyum dan / atau tawa. Produksi humor adalah kemampuan individu untuk menciptakan humor (Whisonant, 1998, p5).

Menurut Berger, teknik-teknik humor yang dikemukakannya, akan memberi kita cara mengambil berbagai macam contoh humor (kapanpun, dalam bentuk dan media apapun) dan menunjukkan apa yang mendorong terjadinya humor itu dan seringkali menimbulkan tawa, atau keadaan apapun yang dirasakan ketika berhadapan dengan sesuatu yang mengandung humor.

If subject or theme wasn’t all important, then, I concluded, technique was and I so elicited as many techniques of humor as I could find, not asking why something was funny (we may never really know) but what was it that generated the humor (Berger, 1998, p. 16).

Ketika subjek atau tema tidak menjadi yang paling penting, saya menyimpulkan bahwa tekniklah yang terpenting, dan saya kemudian akan menarik sebanyak mungkin teknik humor yang saya temukan, tanpa menanyakan kenapa sesuatu itu lucu (dimana kita tidak akan pernah benar-benar mengetahuinya), tetapi menanyakan apa yang membangkitkan humor tersebut.

(4)

Analisis humor seharusnya meliputi beberapa langkah berikut:

1. Memilah-milah contoh humor yang digunakan dalam elemen atau komponen pokok, yaitu, memisah-misahkan bermacam teknik yang digunakan untuk membangkitkan humor

2. Mengurutkan atau mengklasifikasikan teknik-menentukan manakah yang termasuk teknik dasar dan mana yang sekunder.

Ini didasarkan pada anggapan bahwa humor mempunyai proses dimana pemilahan bagian pembagian dan analisa dapat dilakukan. Contoh-contoh humor yang diberikan “membungkus” berbagai macam teknik yang membangkitkan humor, dan pada analisa tahap akhir, sesuatu yang lucu dan mengandung humor tidak disebabkan oleh subjek pembicaraan atau tema, tetapi karena teknik yang diterapkan oleh pencipta humor tersebut. Ada 4 kategori dasar dimana semua teknik humor yang Berger temukan dapat dikelompokkan:

1. Bahasa. Humor itu verbal. Pada kategori ini, humor dimunculkan melalui kata-kata, cara berbicara, makna kata, atau akibat dari kata-kata.

2. Logika. Humor itu ideasional. Pada kategori ini, humor dimunculkan melalui hasil pemikiran.

3. Identitas. Humor itu eksistensial. Pada kategori ini, humor dimunculkan melalui identitas diri pemain atau komedian.

4. Aksi. Humor itu fisikal atau nonverbal. Pada kategori ini, humor dimunculkan atau ditimbulkan melalui tindakan fisik atau komunikasi nonverbal seperti gerakan tangan atau kaki, aksi, atau ekspresi.

Kategori-kategori ini sangatlah berguna dalam memberikan pengertian tentang humor apa yang sedang diciptakan, tapi teknik adalah hal yang sangat esensial dalam memahami analisa humor (Berger, 1998, p.17).

2.1.2. Teknik-teknik Humor dalam Media Audiovisual menurut Berger

Menurut Berger (1998, p.17), teknik-teknik humor yang dikemukakannya, akan memberi kita cara mengambil berbagai macam contoh humor (kapanpun, dalam bentuk dan media apapun) dan menunjukkan apa yang mendorong

(5)

terjadinya humor itu dan seringkali menimbulkan tawa, atau keadaan apapun yang dirasakan ketika berhadapan dengan sesuatu yang mengandung humor.

Ini didasarkan pada anggapan bahwa humor mempunyai proses dimana pemilahan bagian pembagian dan analisa dapat dilakukan. Contoh-contoh humor yang diberikan “membungkus” berbagai macam teknik yang membangkitkan humor, dan pada analisa tahap akhir, sesuatu yang lucu dan mengandung humor tidak disebabkan oleh subjek pembicaraan atau tema, tetapi karena teknik yang diterapkan oleh pencipta humor tersebut. Ada 4 kategori dasar dimana semua teknik humor yang ditemukan dapat dikelompokkan:

1. Language. The humor is verbal.

Dalam kategori ini, humor diciptakan atau dimunculkan melalui kata-kata, cara berbicara, makna kata-kata, atau akibat dari kata-kata. Berger membagi kategori ini menjadi 11 teknik, yaitu:

Bombast: Talking in a high-flown, grandiloquent, or rhetorical

manner (berbicara dengan cara muluk, muluk-muluk, atau retoris).

Infantilism: Playing with the sound of words (bermain dengan bunyi

kata-kata).

Irony: Saying one thing and meaning something else or exactly the

opposite of what you’re saying (mengatakan sesuatu yang bermakna sesuatu yang lain atau kebalikan dari apa yang dikatakan),

Misunderstanding: Misinterpreting situation (salah menafsirkan

situasi).

Pun: Playing with the meaning of words (permainan makna

kata-kata).Repartee: Verbal banter, usually in a witty dialogue (mengolok secara verbal, biasanya dalam dialog cerdas).

Ridicule: Making a fool of someone, verbally or nonverbally

(membuat orang lain menjadi terlihat bodoh secara verbal atau nonverbal).

Sarcasm: Biting remark made with a hostile tone; sarcasm is always a

verbal put-down (komentar menggigit dengan nada yang tajam; sarkasme secara verbal).

(6)

Satire: Making a fool of or poking fun at well-known things, situation,

or public figures (mempermalukan suatu hal, situasi, atau tokoh masyarakat/artis).

Sexual allusion: Making a reference or insinuation to sexual or

naughty matters (Membuat referensi atau sindiran yang ditujukan kepada hal-hal seksual atau nakal),.

Outwitting: Outsmarting someone or the establishment by retort,

response, or comeback (Mengalah kepintaran seseorang dengan melontarkan pertanyaan atas penyataannya).

2. Logic. The humor is ideational.

Pada kategori ini, humor diciptakan atau dimunculkan melalui hasil pemikiran. Misalnya, menjadikan seseorang sebagai objek humor dengan cara mengolok-oloknya, atau perubahan konsep cerita. Berger membagi kategori ini menjadi 9 teknik, yaitu:

Irreverent behavior: Lacking proper respect for authority or the

prevailing standards (Tidak menghormati otoritas atau standar yang berlaku).

Malicious pleasure: Taking pleasure in other people’s misfortune;

victim humor (Menertawai kemalangan orang lain, menjadikan orang lain sebagai korban humor.

Absurdity: Nonsense, a situation that goes against all logical rules

(Omong kosong, situasi yang bertentangan dengan semua aturan logika).

Coincidence: A coincidental and unexpected occurence (Kejadian

yang kebetulan dan tak terduga).

Conceptual surprise: Misleading the audience by means of a sudden

unexpected change of concept (Mengelabui penonton dengan suatu perubahan konsep yang tak terduga atau tiba-tiba).

Dissapointment: A situation that leads to (minor) dissapointment

(7)

Ignorance: Someone acts or behaves in a foolish, naive, gullible, or

childish manner (Seseorang yang bertindak atau berperilaku dengan cara yang bodoh naif, lugu, atau kekanak-kanakan).

Repetition: Repetition or replay of the same situation (Pengulangan

dari situasi yang sama).

Ridigity: Someone who thinks along staight lines, who is conservative

and inflexible (Seseorang yang berpikir konservatif dan tidak fleksibel).

3. Identity. The humor is existensial.

Pada kategori ini, humor diciptakan atau dimunculkan melalui identitas diri pemain. Misalnya karakter yang diperankan atau penampilan yang digunakan. Berger membagi kategori ini menjadi 11 teknik, yaitu:

Anthropomorphism: Objects or animals with human features (Benda

atau binatang dengan ciri-ciri manusia).

Eccentricity: Someone who deviates from the norms, an odd character

(Seseorang yang menyimpang dari norma, sebuah karakter aneh).

Embarrassment: An awkward situation in which someone gets a sense

of discomfort, uneasiness, or shame (Situasi yang canggung di mana seseorang merasa tidak nyaman, gelisah, atau malu).

Grotesque appereance: Someone who has bizzare or monstrous

appereance with striking features (Seseorang yang memiliki penampakkan aneh, mengerikan, atau mencolok).

Imitation: Mimicking or copying someone’s appereance or movements

while keeping one’s own identity at the same time (Meniru penampilan seseorang atau gerakan sambil tetap menjaga identitasnya sendiri pada saat yang sama).

Impersonation: Taking on the identity of another person, intentionally

or unintentionally (Mengambil identitas orang lain, sengaja atau tidak sengaja).

(8)

Parody: Imitating a style or a genre of literature or other media

(Meniru gaya atau genre sastra atau media lainnya).

Scale: Very large or small sizes of objects that surpass people’s

logical expectations (Objek yang berukuran sangat besar atau kecil, diluar logika manusia).

Stereotype: Stereotyped or generalized way of depicting members of a

certain nation, gender, or other group (Stereotip atau generalisasi).

Transformation: Someone or something takes on another form or

undergoes a metamorphosis; before/after (Seseorang atau sesuatu yang mengambil bentuk lain atau mengalami metamorfosis).

Visual surprise: A sudden unexpected visual/phisycal change

(Perubahan visual atau fisik yang tidak terduga).

4. Action. The humor is physical or nonverbal

Pada kategori ini, humor dimunculkan atau ditimbulkan melalui tindakan fisik/komunikasi nonverbal seperti gerakan tangan atau kaki, aksi, atau ekspresi. Berger membagi kategori ini menjadi 10 teknik, yaitu:

Clownish behaviour: Making vigorous arm and leg movements or

demonstrating exaggerated irregular physical behaviour (Membuat gerakan yang kuat menggunakan lengan /kaki atau menunjukkan perilaku fisik berlebihan dan tidak teratur).

Clumsiness: Lacking dexterity or grace (Sikap

canggung/kikuk/kaku).

Chase: A pursuit or chase of someone or something (Mengejar

seseorang atau sesuatu).

Exaggeration: Making an exaggeration or overstatement; reacting in

an exaggerated way; exaggerating the qualities of a person or product (Bereaksi dengan cara yang berlebihan; melebih-lebihkan).

Peculiar face: Making a funny face, grimace (Membuat ekspresi

(9)

Peculiar music: Funny, unusual music (Musik yang tidak biasa/lucu). Peculiar sound: Funny sound, unexpected sound, as in cartoons

(Bunyi yang tidak biasa, seperti di kartun).

Peculiar voice: Funny, unusual voice (Suara yang tidak biasa/lucu), Slapstick: Physical pie-in-the-face humor often involving degradation

of someone’s status (lelucon yang kasar secara fisik.

Speed: Talking or moving in very fast or slow motion (Berbicara atau

bergerak dengan sangat cepat atau sangat lambat). (Berger, 1998, p. 17.)

Berikut ini adalah teknik-teknik humor berdasarkan kategori humor menurut Berger. Berger mengemukakan teknik-teknik humor ini berdasarkan program-program komedi di Amerika dan dalam konteks budaya Amerika.

Language Logic Identity Action

Bombast Irreverent behavior Anthropomorphism Clownish behaviour Infantilism Malicious pleasure Eccentricity Clumsiness

Irony Absurdity Embarrassment Chase

Misunderstanding Coincidence Grotesque appereance

Exaggeration

Pun Conceptual

surprise

Imitation Peculiar face

Repartee Dissapointment Impersonation Peculiar music

Ridicule Ignorance Parody Peculiar sound

Sarcasm Repetition Scale Peculiar voice

Satire Ridigity Stereotype Slapstick

Sexual allusion Transformation Speed

Outwitting Visual surprise

Tabel 3.1. Humor Techniques Sumber: Berger, 1998, p.18

(10)

2.1.3. Program Televisi

Kata “program” berasal dari bahasa Inggris programme yang berarti acara atau rencana. Undang-Undang Penyiaran Indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia daripada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Dengan demikian, program memiliki pengertian yang luas.

Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini audien dan pemasang iklan. Dengan demikian, program adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan penonton (Morissan, 2008, p.199).

Program yang baik, dapat dilihat dari format acaranya. Definisi format acara menurut Bignell (2004, p.307) adalah “the blueprint for a programme, including it’s setting, main character, genre, form and main themes”. Artinya, format acara adalah gambaran dari sebuah program yang meliputi latar belakang program, karakter utama, tipe program, bentuk, dan tema utama program. Sebuah definisi lain menyebutkan bahwa “format acara televisi adalah sebuah perencanaan dasar dari suatu konsep acara televisi yang akan menjadi landasan kreatifitas dan desain produksi yang akan terbagi dalam berbagai kriteria utama yang disesuaikan dengan tujuan dan target pemirsa acara tersebut“ (Naratama, 2004, p.63).

Menurut Willis dan Aldridge, kategori program acara televisi terdiri dari: (1) Program drama, (2) Program komedi dan variety show, (3) Program olahraga, (4) Program kuis dan permainan, (5) Program musik, (6) Program talk show, (7)

(11)

Sedangkan Nielsen Media Research membuat kategori program acara televisi berdasarkan: (1) Seri (series) terdiri dari drama, action/adventure, horror/mystery, sitcom/comedy, (2) film (movie) terdiri dari drama, action/adventure, horror/mystery, sitcom/comedy, animation/puppet (3) hiburan (entertainment) terdiri dari traditional, light entertainment, music, variety show, quiz, game show, reality show, comedy, (4) anak-anak (children) terdiri dari series, series animation/puppet, light entertainment, music/variety, quiz/game show, infotainment/edutainment, (5) informasi (information) terdiri dari talkshow, documentary, infotainment, informecial, tv magazine, education, skill/hobbies; (6) berita (news) terdiri dari special news, hard news, talkshow, feature, (7) agama (religious) terdiri dari preach, special event, variety show, (8) olah raga (sport) terdiri dari journal/highlights, match, exercise, special event (9) khusus (special) terdiri dari special event, (10) pengisi jeda (filler) terdiri dari news, public announcement, music, quiz, others (Sunarto, 2009, p.104).

2.1.3.1. Program Televisi Komedi/Humor

Ada banyak sekali jenis tayangan humor, namun secara garis besar terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Humor Program Non-drama: Komedi Sketsa, Reality Show Komedi, Stage Comedy (lenong, ludruk, ketoprak humor, pentas musik komedi), biasanya menggunakan panggung yang dibuat dalam sebuah studio.

2. Humor Program Drama: Situasi Komedi, Sinetron berbumbu komedi (Set, 2008, p109).

Penelitian ini, peneliti juga memasukkan talk show komedi sebagai salah satu jenis program komedi. Dengan alasan, talk show tersebut menggunakan perspektif komedi, yaitu dengan menempatkan pelawak sebagai host atau presenternya, sehingga kesan komedi itu dimunculkan dari host-nya, sehingga konten acara tersebut dapat dijadikan sebagai komedi.

(12)

Sebenarnya tidak ada ukuran yang pas untuk menelusuri jenis-jenis humor yang beredar di masyarakat. Namun kita coba perhatikan trik-trik humor yang sering diperagakan di layar kaca:

 Humor yang mengandalkan pelecehan secara fisik: Ini jenis humor yang banyak dibawakan pelawak Indonesia, bahkan juga seluruh pelawak di dunia. Caranya dengan melecehkan dengan dialog atas fisik lawan main yang menurut “kaca mata keindahan” tidak proporsional. Humor ini biasanya dibawakan orang-orang dengan penampilan yang sengaja dibuat untuk ditertawakan (gendut, buruk, dekil, jelek, kurus, pendek). Humor ini banyak beredar di masyarakat bawah, ditampilkan di berbagai macam tayangan televisi dengan dialog spontan yang cenderung melecehkan.  Humor sex: humor jenis ini dikembangkan dalam bentuk dialog ataupun

menggunakan (maaf) tampilan seksi seorang wanita/aktor pemain sebagai “pemancing” terbentuknya sebuah adegan yang menjurus. Humor jenis ini sering menggunakan objek wanita sebagai “sasaran tembaknya”.

 Humor pekerjaan: Humor ini berasal dari cerita kelas pekerja yang mempunyai masalah dalam hubungan atasan-bawahan, sebagai kontemplasi dan wacana terhadap suasana kerja yang sering menekan seseorang yang langsung atau tidak langsung “merasa tertindas” akibat perilaku atasan atau teman sekerjanya.

 Humor ideologis dan politis: Humor ini terbentuk dalam sebuah tatanan masyarakat yang telah mampu melakukan otokritik terhadap kinerja pemerintahnya. Humor ini biasanya menggunakan simbol-simbol sindiran terhadap hubungan rakyat dan pemimpinnya.

 Humor anak-anak: hal yang paling mengherankan adalah pembuatan humor untuk anak. Apabila anda membuat scene humor untuk anak-anak di bawah usia 10 tahun, anda dapat menampilkan adegan lucu berkali-kali dengan format dan cerita yang sama tanpa menimbulkan kebosanan terhadap mereka.

Humor slapstick: humor ini menjungir-balikkan kenyataan sehingga menjadi sesuatu yang absurd walau pada kenyataannya sangat disukai.

(13)

 Humor situasi komedi: ini adalah seni mencipta humor yang cukup sulit. Situasilah yang berperan penting dalam menentukan sebuah adegan humor yang representatif. Seluruh dialog ditata secara serius dan diucapkan untuk menimbulkan kejutan humor. Bukan sebuah wacana yang dibuat-buat seolah lucu, tetapi suasanalah yang membangun sebuah kelucuan.

 Humor pada tayangan drama komedi: Jenis humor yang menggabungkan dramatika adegan, situasi dan dialog (Set, 2008, p.114).

2.1.3.2. Rating dan Share

Menurut Morissan (2008, p.342), salah satu tolok ukur kesuksesan suatu program adalah melalui rating dan share. Rating merupakan hal yang penting karena pemasang iklan selalu mencari stasiun penyiaran atau program siaran yang paling banyak ditonton atau didengar. Pengelola stasiun penyiaran pada umumnya sangat peduli dengan peringkat atau rating dari suatu program yang ditayangkan di stasiun penyiarannya. Rating yang tinggi berarti penonton yang lebih banyak dan jumlah pemasang iklan yang lebih besar. Sydney Head dan Christoper Sterling mendefinisikan rating sebagai: “A comparative estimate of set tuning in any given market,” yaitu perkiraan komparatif dari jumlah pesawat televisi yang sedang digunakan pada suatu wilayah siaran tertentu. Dulu rating lebih disukai dan dijadikan sebagai tolok ukur. Namun karena perhitungan konsep rating yaitu dengan membagi jumlah rumah tangga yang tengah menonton suatu program tertentu dengan jumlah keseluruhan rumah tangga yang memiliki televisi di suatu wilayah siaran, maka saat ini stasiun televisi lebih menggunakan share sebagai tolok ukur dan menjadi bahan perbandingan antar stasiun televisi.

Share dari suatu stasiun televisi, diperoleh dengan cara membagi jumlah penonton yang menyaksikan acara televisi dengan keseluruhan rumah tangga yang betul-betul menyaksikan televisi. Hasil perhitungan audience share ini biasanya lebih disukai pengelola stasiun televisi untuk menarik pemasang iklan daripada rating, selain karena angkanya yang lebih tinggi daripada rating, juga karena audience share memberikan informasi kepada pemasang iklan secara lebih real mengenai posisi suatu stasiun televisi terhadap televisi lainnya (Morissan, 2008, p.348).

(14)

Dalam penelitian ini, share merupakan tolok ukur dalam menentukan program komedi yang diteliti. Karena seperti yang telah dikemukakan di atas, share lebih dipercaya oleh para praktisi dunia pertelevisian karena penonton yang tersedia pada pagi, siang, atau malam berbeda dari segi jumlah sehingga sistem rating tidak dapat menjadi tolok ukur. Dan share juga dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antar stsiun televisi. Seperti yang telah peneliti jelaskan di bab 1, sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa produser program komedi, maka standar angka share yang dianggap bagus adalah 15.0.

2.1.4. Analisis Isi

Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi: surat kabar, buku, puisi, lagu, cerita rakyat, lukisan, pidato, surat, peraturan, undang-undang, musik, teater, dan sebagainya (Rakhmat, 2002, p.89).

Menurut Krippendorff, analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Krippendroff, 1991, p. 15). Sedangkan Berelson mendefinisikannya sebagai “teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara obyektif, sistematik, dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak (manifest)”. Secara umum, analisis isi kuantitatif dapat didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi. Analisis isi ditujukan untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak (manifest), dan dilakukan secara objektif, valid, reliabel, dan dapat direplikasi (Eriyanto, 2007, p. 15).

Menurut Ashadi Siregar (2006, p. 15) asumsi tentang analisis isi:

Kajian isi media disebut objektif jika ketentuan-ketentuan dalam instrumen yang digunakan dirumuskan dengan kriteria yang dapat menhindari multi interpretasi, sehingga pengkaji berbeda dengan menjalankan instrumen yang sama atas obyek yang sama akan memperoleh data dan kesimpulan yang sama, dengan derajat error yang rendah. Dengan kata lain, melalui kriteria kerja, interpretasi subyektif

(15)

pengertian sistematik merupakan seleksi dan analisis data didasarkan pada langkah-langkah yang terencana dan tidak bias. Sementara unsur kuantitatif yang menjadi ciri kajian analisis isi terlihat dari hasilnya yang diwujudkan dalam angka, dapat berupa distribusi frekuensi, tabel kontingensi, koefisien korelasi, atau lainnya. Sedangkan analisis isi kualitatif yang tidak hanya mampu mengidentifikasikan pesan-pesan manifest (tampak), melainkan juga lantent messages dari sebuah dokumen yang diteliti. Artinya, analisis isi kualitatif lebih mendalam dan detail dalam memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi. Hal ini dikarenakan “penelitian kualitatif selalu melihat pesan-pesan media sebagai kumpulan simbol dan lambang representasi budaya dalam konteks masyarakat” (Bungin, 2004, p.144).

Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya yang khas. Pertama, dengan metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab peneliti tidak bisa mempengaruhi objek yang dihadapinya. Perhatian peneliti hanya pada pesan yang sudah lepas dari penyampainya, karenanya kehadiran peneliti tidak mengganggu atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan pesannya. Dengan kata lain, penyampai pada saat mengeluarkan pesan, tidak ada hubungannya dengan sang peneliti. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan atas percakapan yang berlangsung dalam komunikasi antar perorangan, peneliti sebagai orang luar yang sama sekali tidak mencampuri mekanisme percakapan yang sedang berlangsung. Ia hanya perlu merekam percakapan tersebut, dan menganalisisnya setelah berpisah dari pihak-pihak yang bercakap-cakap.

Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima, tanpa si penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si peneliti. Bandingkanlah dengan metode survai misalnya, dengan responden “dipaksa” untuk memberikan informasi sesuai dengan struktur materi data yang diinginkan oleh peneliti. Dengan metode analisis isi, penyampai telah mengeluarkan pernyataannya sesuai dengan strukturnya sendiri. Si penelitilah yang harus menyesuaikan diri dengan struktur pesan si penyampai, meskipun tidak sesuai dengan struktur metodenya dalam penelitian yang sedang dijalankannya.

(16)

Peneliti menggunakan metode analisis isi karena pada penelitian ini peneliti akan meneliti program televisi dan metode analisis isi bersifat objektif dan dapat digunakan untuk mendeskripsikan isi komunikasi yang nampak.

Inti dari kegiatan penelitian dengan metode analisis isi terletak pada kerja peneliti dalam mencermati setiap unit yang dianalisisnya. Unit analisis menjadi suatu acuan manifes yang memagari peneliti untuk tidak menerka-nerka hal-hal yang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam unit yang dianalisis. Unit analisis pada penelitian ini adalah segmen dalam masing-masing program komedi. Pemilihan segmen sebagai unit analisis karena teknik humor tidak dapat diteliti per scene atau per kalimat, karena tidak mencakup keutuhan dari teknik humor.

Pertama, unit paling kecil yang menjadi fokus kajian peneliti disebut dengan unit pencatatan (recording unit)., sedangkan unit terbesar dari yang diteliti disebut dengan unit isi (content unit). Kedua, satuan unit pencatatan yang sudah ditentukan kemudian dikaji peneliti berdasar hal-hal yang akan diukur di dalam isi pesan. Wawasan dan ketrampilan membuat klasifikasi sangat diperlukan agar peneliti dapat mencermati sesuatunya secara mendalam. Hal-hal yang diklasifikasikan di sini menjadi suatu unit of classification, yang bila dipecah-pecah lagi untuk keperluan perhitungan (frekuensi, durasi, luas) disebut dengan unit of numeration atau unit of category (Prajarto, 2010, p. 49).

2.2. Nisbah Antar Konsep

Program-program acara dalam televisi nasional di Indonesia telah menyajikan konten yang genre komedi. Humor dalam program-program ber-genre komedi yang ditayangkan bertujuan untuk menghibur penonton di rumah.

Jenis program komedi (subgenres) yang ditayangkan pun mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dan tetap diminati penonton, tidak kalah dengan jenis program unggulan lain, misalnya sinetron. Karena program komedi pun berhasil mendapat rating dan share yang tinggi.

Karena share adalah salah satu tolok ukur kesuksesan suatu program, dan lebih dipercayai dibanding rating, maka dengan persaingan antar stasiun televisi saat ini, para praktisi dunia televisi berusaha membuat program yang diharapkan

(17)

program komedi. Untuk menghasilkan program komedi yang dapat memancing tawa dan diminati penonton, maka konten dari program tersebut pastinya harus berisi teknik-teknik humor.

Untuk melihat itu, peneliti menggunakan metode analisis isi untuk menghasilkan data yang dicari, yaitu teknik-teknik humor dalam program komedi di televisi swasta Indonesia. Pada akhir penelitian akan dilakukan analisis dari data yang didapat, lalu ditarik kesimpulan.

(18)

2.3. Kerangka Pemikiran

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Olahan Peneliti, 2012

Munculnya program-program komedi di media televisi

Program-program komedi dengan share tinggi

Teknik-teknik humor yang digunakan dalam program-program komedi dengan share tinggi

Teknik-teknik humor menurut Berger

Language Logic Identity Action

Bombast Irreverent behavior Anthropomorphism Clownish behaviour

Infantilism Malicious pleasure Eccentricity Clumsiness Irony Absurdity Embarrassment Chase Misunderstanding Coincidence Grotesque

appereance

Exaggeration

Pun Conceptual surprise Imitation Peculiar face Repartee Dissapointment Impersonation Peculiar music Ridicule Ignorance Parody Peculiar sound Sarcasm Repetition Scale Peculiar voice Satire Ridigity Stereotype Slapstick Sexual allusion Transformation Speed

Gambar

Tabel 3.1. Humor Techniques  Sumber: Berger, 1998, p.18

Referensi

Dokumen terkait

permasalahan kepada setiap kelompok dengan permasalahan menyajikan kurang(selisih) suatu himpunan dari himpunan lainnya dengan diagram Venn  Memahami permasalahan,

Terkait dengan rumusan masalah bagaimana menerapkan KMS pada organisasi, penelitian ini juga ditujukan untuk merancang arsitektur KMS sebagai landasan penerapan dan

Dari beberapa definisi resiliensi yang telah dipaparkan diatas, peneliti menarik kesimpulan terkait definisi resiliensi adalah kemampuan individu atau kapasitas

Pada percobaan kali ini untuk menentukan diagram terner, sistem zat cair tiga komponen. Metode yang digunakan adalah metode

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (STUDI KASUS JALAN SOEKARNO-HATTA BANDAR

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10

Pendekatan uses and gratification mempersoalkan apa yang dilakukan orang pada media, yakni menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya. Umumnya kita lebih tertarik bukan pada apa

Informasi akuntansi akan lebih bermanfaat jika dapat dibandingkan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam satu industri (perbandingan horizontal) atau