• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Bruce Joyce and Weil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Pembelajaran Bruce Joyce and Weil"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN, ICT, & TEFL 1

“Model of Teaching”

ANDI RIZAL SANI

414116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) MUHAMMADIYAH BONE

2016

(2)

A. Model Pembelajaran (Model Of Teaching)

Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. Berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model.

1. Rumpun Model Pengolahan Informasi (The Information Processing

Models).

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan keluarnya serta pengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Kelompok model ini menekankan pada peserta didik agar memilih kemampuan untuk memproses informasi sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses informasi. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat beberapa model pembelajaran, yaitu:

a. Pencapaian Konsep (Concept Attainment)

Model pembelajaran pencapaian konsep dikembangkan oleh Bruner (Joyce, 2010:32). Bruner, Goodnow, dan Austin (1967) dalam Joyce (2010:125) menyatakan bahwa pencapaian konsep merupakan proses menvariasi dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori.

Model pembelajaran pencapaian konsep merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep-konsep.

(3)

Joyce (2010:128) menyatakan bahwa pengajaran konsep menyediakan kemungkinan–kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa dan membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang lebih efektif. Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep menekankan pada proses mengembangkan keterampilan berpikir siswa b. Latihan Penelitian (Inquiry Training)

Model Inquiry Training (Latihan Inkuiri) adal.ah model pembelajaran dimana pengajar melibatkan kemampuan berpikir kritis pembelajaran untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Latihan inkuiri bertolak dari kepercayaan bahwa agar seseorang menjadi mandiri, dituntut metode yang dapat memberi kemudahan pada pembelajar untuk melibatkan diri dalam penelitian ilmiah. Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada keaktifan pembelajar. Jadi bukan pembelajaran yang berpusat pada pengajar. Dalam model pembelajaran ini isi dan proses peyelidikan diajarkan bersama-sama dalam waktu yang bersamaan. Pembelajar melalui proses penyelidikan akhimya sampai kepada isi pengetahuan itu sendiri. Jadi, tujuan umum dan model latihan inlmiri adalah membantu peserta didik mengembangkan keterampi~an intelektual dan keterampilan-keterampilan lrunnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan (mencari) jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka (Sani dan Syihab, 2010:17-18).

Joyce dan Weil (2009) mengemukakan pembelajaran model inquiry training memiliki 5 langkah pokok:

1) Menghadapkan pada masalah: menjelaskan prosedur penelitian, menjelaskan perbedaan- perbedaan.

2) Pengumpulan data (Verifikasi): memverifi- kasi hakikat objek dan kondisinya memve- rifikasi peristi\w. dari keadaan permasalahan.

3) Pengumpulan data (Eksperimentasi): memi- sahkan variabel yang relevan, menghipotesiskan (serta menguji) hubungan kausal.

4) Mengolah, memformulasikan suatu penjelasan: memformulasikan aturan dan penjelasan.

5) Analisis proses penelitian: menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang paling efektif

(4)

Taba dalam Purwanto (2012) model pembelajaran berpikir induktif sebenarnya merupakan pembawaan sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu revolusioner, mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak yang tidak absah dan sering merongrong kapasitas bawaan sejak lahir.

Model belajar berfikir induktif (inductive thinking) sangat diperlukan dalam kegiatan akademik. Berfikir induktif (inductive thinking) adalah kemampuan untuk menganalisa informasi dan membangun konsep umumnya dianggap sebagai keterampilan pemikiran mendasar. Bahkan jika pembelajaran konsep tidak begitu kritis dalam perkembangan pemikiran, organisasi informasi yang begitu fundamental dalam ranah kurikulum. Dengan demikian, pemikiran induktif akan menjadi model yang sangat penting untuk belajar dan mengajar mata pelajaran sekolah.

d. Pemandu Awal (Advance Organizer)

Advance organizer adalah suatu rencana pembelajaran yang digunakan untuk menguatkan struktur kongnitif siswa ketika mempelajari konsep- konsep atau informasi yang baru dan bagaimana sebaiknya pengetahuan itu disusun serta dipahami dengan benar. Advance organizer merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran untuk menyiapkan siswa melihat kebermaknaan konsep yang akan dipelajari dan menghubungkan dengan konsep yang sudah dimiliki (Hansiswany, 2000). Pembelajaran menggunakan advance organizer dapat membuat belajar bersifat hafalan menjadi bermakna dengan cara menjelaskan hubungan konsep baru dengan konsep relevan yang ada dalam struktur kognitif siswa, agar siswa dapat memahami konsep lebih efektif dan efisien. Untuk memahami konsep agar efektif dan efisien diperlukan perencanaan pembelajaran sistematis agar proses pembelajaran menjadi bermakna. Jadi proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, namun berusaha menghubungkan konsep-konsep itu untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan mudah diingat (Rahayu. S, Widodo, A. T, & Supartono, 2015:498).

2. Rumpun Model Personal (Personal Models)

Rumpun model personal bertolak dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan yang memungkinkan seseorang

(5)

dapat memahami diri sendiri dengan baik, sanggup memikul tanggung jawab untuk pendidikan dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Penggunaan model-model pembelajaran dalam rumpun personal ini lebih memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat beberapa model pembelajaran, yaitu:

a. Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)

Menurut John B. Caroll model pembelajaran yang dapat menghasilkan aspek afektif siswa adalah model pembelajaran non directive. Model pembelajaran non-directive adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilisator. Guru membantu siswa menggali ide atau pemikiran mereka tentang materi pembelajaran. Dengan model pembelajaran non directive siswa dapat menemukan pemahaman tentang materi pembelajaran melalui proses diskusi dan tanya jawab yang pada akhirnya siswa memiliki kesadaran diri dan dapat membangun diri kearah yang lebih positif. Senada dengan hal diatas Joyce (1992) menyatakan bahwa model pembelajaran non directive mempunyai nurturant effect/hasil, : kesadarn diri dan konsep diri siswa. Dengan demikian model pembelajaran ini tepat untuk menumbuhkan kesadaran siswa terhadap nilai-nilai akhlak yang mulia. Melihat pendapat Joyce di atas maka dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran non directive dapat meningkatkan aspek afektif siswa terhadap nilai-nilai akhlak yang mulia.

b. Model Sinektik (Synectics Model)

Gordon (dalam Joyce 2011:252) menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus juga menyaingi pandangan-pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, karena kreativitas penting dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, proses kreatif tidak selamanya serius. Ketiga, penemuan yang dianggap inovasi atau kreatif sama rata di semua bidang seni, sains, teknik, dan ditandai oleh proses intelektual yang sama. Keempat, bahwa penemuan (pola pikir kreatif) individu maupun kelompok tidak berbeda. Melalui aktivitas metaforis dalam model sinektetik, kreativitas menjadi proses yang dapat dijalankan secara sadar. Metafora-metafora membangun hubungan

(6)

perumpamaan,perbandingan satu objek atau gagasan dengan objek atau gagasan lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya.

Melalui substitusi ini, proses kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang familiar dengan yang tidak familiar atau membuat gagasan baru dari gagasan-gagasan yang biasa. Terdapat dua strategi atau model pengajaran yang didasarkan pada prosedur-prosedur sinektik. Salah satunya adalah membuat sesuatu yang baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah, gagasan-gagasan, dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan yang lebih kreatif. Sedangkan strategi yang lain yaitu membuat yang asing menjadi familiar (making the strange familiar), dirancang untuk membuat gagasan-gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi bermakna.

c. Latihan Kesadaran (Awareness Training)

Model ini merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. la menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahaman diri individu).

Mengapa demikian? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu: (1) fungsi tubuh, (2) fungsi personal, termasuk di dalamnya akuisisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berpikir logis dan kreatif dan integrasi intelektual, (3) perkembangan interpersonal, dan (4) hubungan individu dengan institusi-institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat.

d. Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)

Model ini diciptakan berdasarkan terapi realitas yang dipelopori oleh William Glasser. Model pertemuan kelas ini bertolak dari pandangan psikologis, yang berasurnsi bahwa kekacauan psikologis yang dialami seseorang karena adanya kegagalan memfungsikan diri dalam lingkungan sosialnya (kegagalan fungsi sosial). Ia percaya bahwa setiap manusia mempunyai dua kebutuhan dasar yaitu cinta dan harga diri. Kebutuhan-kebutuhan vital psikologis manusia yang paling esensial ialah mencintai dan dicintai. Ketidakpuasan dalam hal cinta ini menimbulkan berbagai sindrom seperti gejala takut tanpa alasan, depresi, dan

(7)

sebagainya. Terapi gangguan psikologis ini tidak bisa dilakukan secara individu oleh psikiater, tetapi harus melaului konteks kelompo sosial, seperti di dalam kelas atau sekolah. Di dalam kelas cinta itu menjelma dalam bentuk tanggungjawab sosial, yaitu suatu tanggung jawab untuk membantu individu-individu lainnya. Jadi model pertemuan kelas adalah model pembelajaran yang ditujukan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku positif.

Pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan akan tanggung jawab sosial. Pendidikan untuk tanggung jawab sosial ini mencakup berpikir, pernecahan masalah, dan pengambilan keputusan baik sebagai individu maupun kelompok tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan siswa itu. menurut Glasser terdapat 3 (tiga) tipe perternuanjd kelas itu yakni sebagai berikut: (1) perternuan pemecahan masalah, (2) pertemuan open-ended, (3) perternuan diagnosis pendidikan. Ketiga tipe tersebut di atas masing-masing berbeda fokusnya. tipe pertemuan pernecahan masalah menyangkut diri sendiri dengan masalah tingkahlaku dan masalah social, tetapi dapat pula mengenai persahabatan, kesendirian dan pilihan jurusan.

3. Rumpun Model Interaksi Sosial (Social Models)

Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran rumpun interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatanm-kesepakatan yang diperoleh di dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build-in dan terus menerus. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat beberapa model pembelajaran, yaitu:

a. Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Group Investigation merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan

(8)

kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran (Slavin, 2005). Metode Group Investigation memiliki tiga konsep utama, yaitu: penelitian, pengetahuan, dan dinamika kelompok (Winaputra, 2001). Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation menurut Slavin (2005) meliputi: 1) identifikasi topik dan mengatur murid dalam kelompok, 2) pencanaan tugas yang akan dipelajari, 3) pelaksanaan investigasi, 4) penyiapan laporan akhir, 5) presentasikan laporan akhir, dan 6) evaluasi (Sulastri, 2014:14).

b. Bermain Peran (Role Playing)

Model ini dirancang khususnya untuk membantu siswa mempelajari nilai – nilai sosial moral dan pencerminannya dalam perilaku. Sebagai model belajar, model ini mencoba untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial dan berusaha mencegah dilema–dilema sosial dengan bantuan kelompok. Jika ditelaah dari isinya, model bermain peran lebih menitikberatkan keterlibatan partisipasipan dan pengamat dalam situasi nyata serta berusaha mangatasinya. Shaftel, dalam sebuah buku yang berjudul “Role Playing For Social Studies” yang dibahas kembali oleh sumantri dan permanana (1998/1999) menyarankan 9 langkah penerapan role and playing didalam pembelajaran, yaitu: fase pertama membangkitkan semangat kelomok, fase kedua pemilihan peserta, fase ketiga menentukan area panggung, fase keempat mempersiapkan pengamat, fase kelima pelaksanaan kegiatan, fase keenam berdiskusi dan mengevaluasi, fase ketujuh melakukan lagi bermainperan, fase kedelapan melakukan lagi diskusi, fase kesembilan berbagi pengalaman dan melakukan generalisasi.

c. Latihan Laboratoris (Laboratory Training)

Model pembelajaran laboratoriun training (pelatihan laboratoriun) pertama kali dikembangkan oleh: Joice and Weil. Menurut Joice and Weil (1986) metode laboratory training memiliki dua prinsip utama yaitu:

1) kerja kelompok; dan

2) Menekankan pengembangan empat area kepribadian Empat area penekanan keperibadian tersebut adalah:

a) Intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri suatu individu atau dengan kata lain proses komunikasi dengan diri sendiri. Terjadi proses

(9)

komunikasi disini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap suatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya.

b) Interpersonal (Antar Pribadi) adalah kemampuan untuk mendengarkan dan mengerti orang lain.

c) Dinamisasi kelompok; dan d) Self direction.

d. Inkuiri Sosial (Social Inquiri)

Pada awalnya pembelajaran inkuiri banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam (natural science), kemudian para ahli pendidikan ilmu sosial berusaha mengadopsinya sehingga muncullah pembelajaran inkuiri sosial. Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi diri dan masyarakatnya e. Simulation

Simulasi sebagai salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip sibernetik sebagai salah satu cabang psikologi. Para ahli psikologi sibernetik menganalogikan manusia dengan mesin yang memiliki system kendali yang mampu membangkitkan gerakan dan mengendalikan diri sendiri. Karena itu mereka berpendapat bahwa siswa sebagai subyek yang mampu melakukan dan mengendalikan diri melalui mekanisme umpan balik terhadap dirinya sendiri.

4. Rumpun Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)

Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan manipulalsi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikaksikan keberhasilan. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat beberapa model pembelajaran, yaitu:

(10)

Belajar tuntas (mastery Learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal. Belajar tuntas dilandasi dua asumsi, pertama, bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). John B Carrol (Yamin 2008;215) menyatakan bahwa anak didik apabila didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian siswa diberi pengajaran yang sama dan hasil nilai yang tinggi Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur, maka semua peserta didik (siswa) akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.

Tujuan proses mengajar belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Ini disebut ”mastery learning” atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar.

b. Belajar Kontrol Diri (Learning Self Control)

Model pembelajaran kontrol diri ini termasuk ke dalam rumpun pembelajaran behavioral atau model modifikasi tingkah laku. Nama lain dari model ini adalah Pembelajaran Pengendalian Diri atau "Self Control Model". Dalam proses pendidikan melibatkan tiga faktor di dalamnya, yaitu anak sebagai peserla didik, guru atau orang tua sebagai pendidik, dan lingkungan sebagai tempat pendidikan. Selain rnemberikan pengetahuan, guru juga memperhatikan perilaku siswa dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, dibutuhkan kontrol diri pada dalam diri siswa untuk membentuk tingkah iaku positif dan mengurangi tingkah laku yang negatif. Kontrol diri ini dapat diterapkan pada sebuah model pembelajaran yang dinamakan dengan model pembelajaran kontrol diri (Haryani. M, Jaenudin. R, & Rusmin, 2014:418).

(11)

Assertive training merupakan latihan keterampilan sosial yang diberikan pada individu yang di ganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain mendorong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung (Lutfifauzan). Assertivitas merupakan suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain (Wahyuningsih, dkk). Corey (1995:87) menyatakan bahwa ”asumsi dasar dari pelatihan asertif adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk perasaanya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya degan orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut”.

Maka Assertive Training merupakan salah satu strategi bantuan dari pendekatan terapi perilaku yang digunakan atau direkomendasikan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan kecemasan serta meningkatkan kemempuan interpersonal individu. Latihan asertif dapat diartikan pula sebagai salah satu teknik dalam treatmen ganguan tingkah laku dimana klien diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung untuk bersikap asertif dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman atau kurang menguntungkan bagi dirinya. Menurut Goldstein (1986) latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis dari ketrampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan melatih kemampuan individu untuk menyampaikan dengan terus terang pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri sehingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya (Aruna, N. Y, Suarni, N. K & Antari, N. M, 2014).

B. Continum Model 1. The Audio Tutorial

Audio Tutorial Methods merupakan proses belajar dengan memanfaatkan alat bantu audiovisual sangat membantu mahasiswa untuk memahami pelajaran, dengan peralatan audiovisual dan petunjuk pembelajaran, memungkinkan peserta didik

(12)

bekerja mandiri. Peserta didik melihat video atau mendengarkan tape sambil mengikuti tindakan manual, menjawab pertanyaan sebelum praktik kemudian melakukan ketrampilan praktikum, dan akhirnya melakukan pengkajian terhadap apa saja yang sudah dilakukan (Nursalam, 2007). Audio merupakan sarana untuk menyampaikan informasi tentang esensi persoalan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan melalui multimedia pembelajaran. Selain itu, audio juga merupakan unsur penarik perhatian siswa agar menyimak isi pesan yang dikomunikasikan. Unsur audio dapat dimanfaatkan untuk memperkaya imajinasi dengan cara menghadirkan theatre of mind agar isi materi pelajaran lebih dihayati oleh mahasiswa (Ariasdi, 2008).

2. Personalized Intruction

Personalized Intruction adalah metode pembelajaran yang menggunakan system modular dimana siswa dibantu oleh seorang tutor dapat berupa guru atau teman satu kelas. Model ini semula dikembangkan oleh Keller (1986), tujuan Keller dari metode ini adalah menyediakan siswa untuk belajar dengan bebas, jadi guru dapat berinteraksi dengan iswa lain yang memerlukan bantuan.

Personalized System of Instructions (PSI) merupakan pembelajaran berbasis personal atau individu siswa yang sudah dimodifikasi dengan sistem cooperative learning. PSI merupakan pembelajaran yang menggunakan sistem modular dimana siswa dibantu oleh seorang tutor yang dapat berupa guru atau teman satu kelasnya.

Sistem pengajaran Personalization System of Instruction (PSI) diterapkan pada suatu pelajaran yang lengkap. Pendekatan umumnya berdasarkan pada sebuah buku ajar dengan satuan pelajaran yang terdiri atas bacaan, pertanyaan, dan soal. Setelah mempelajari setiap bagian bahan dan menjalankan seperangkat pertanyaan yang berkaitan atau menyelesaikan berbagai kegiatan, siswa melaporkan kepada pengawas atau tutor bahwa siap untuk diuji tentang bagian tertentu dari bahan ajar.

Personalized System of Instruction (PSI) dalam pelaksanaannya sudah mencerminkan system pembelajaran individual, dengan beberapa modivikasi. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran sangat memperhatikan perbedaan individual.

3. Goal Based Scenario

Pada pembelajaran GBS peserta tanpa dibekali dengan konsep dan teori yang diperlukan, namun diberikan assignment dengan goal tertentu. Dalam menyelesaikan

(13)

peserta harus mencari sendiri konsep dan teori yang diperlukan secara mandiri maupun dengan memanfaatkan expert team yang tersedia.

Rasioanal Goal Based Scenario (GBS) adalah bahwa proses belajar orang dewasa akan lebih efektif ketika terjadi secara aktif dibandingkan secara pasif dan mereka akan lebih menghayati pengetahuan yang diperoleh sendiri dibandingkan bilamana pengetahuan tersebut diterima begitu saja dari orang lain.

4. Case Based Training

Case Based Learning adalah sebuah rancangan model intruksional yang merupakan sebuah varian dari pembelajaran berorientasi project. Case Based Learning popular dalam dunia bisnis dan sekolah-sekolah hukum. Case Based Learning dalam lingkup yang lebih sempit benar-benar serupa dengan problem based learning, namun Case Based Learning lebih terbuka dalam definisi dari project based learning. Menurut Case Based Learning, kasus adalah berita faktual, masalah yang kompleks ditulis untuk menstimulasi diskusi kelas dan analisis kolaborasi. Kasus diajarkan dengan melibatkan siswa agar interaktif, eksplorasi ide berpusat pada siswa dan situasi yang spesifik.

5. Anchored Instruction (AI)

Model pembelajaran AI secara umum mirip dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Namun keduanya tetap memiliki perbedaan, dalam PBL siswa diharapkan melakukan dan mencari sumber informasi yang terkait dalam pembelajaran sendiri. Sedangkan model pembelajaran AI mempunyai tipe menempelkan semua informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah dalam bentuk “anchor” (dapat berupa video atau teknologi multimedia interaktif lain) yang telah disajikan, menekankan pada penggunaan multimedia (terutama yang bersifat visual) dalam penyajian “anchor”, memberikan kemudahan mengatur pembelajaran dengan waktu dan sumber pembelajaran yang terbatas. Model AI juga memungkinkan siswa dan guru untuk saling berbagi perspektif dari suatu pengalaman secara kooperatif. Sehingga model pembelajaran AI merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam lingkungan belajar berbasis masalah.

(14)

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelopmpok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

7.

Problem Based Learning

Problem Based Learning merupakan pembelajaran berangkat dari sebuah kasus tertentu dan kemudian dianalisis lebih lanjut guna ditemukan pemecahan masalahnya. Dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah dapat menjadi kompetensi yang diharapkan dan juga merupakan alat ukur sejauh mana kompetensi individu mampu menyelesaikan persoalan yang ada.

8.

Learning Environment

Model environmental learning merupakan model pembelajaran berbasis lingkungan yang dikembangkan agar siswa memperoleh pengalaman lebih berkaitan dengan lingkungan sekitar. Ali (2010:26) menyatakan bahwa, “Model environmental learning adalah model pembelajaran yang mengedepankan pengalaman siswa dalam hubungannya dengan alam sekitar, sehingga siswa dapat dengan mudah memahami isi materi yang disampaikan”. Artinya, model pembelajaran environmental learning ditujukan agar siswa dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Model environmental learning digunakan dengan tujuan agar siwa dapat dengan mudah berinteraksi dengan bahan pelajaran yang telah disusun dan disesuaikan dengan model pembelajaran. Bahan pembelajaran yang disajikan kepada siswa disusun dengan melibatkan lingkungan sekitar. Artinya, pembelajaran bisa dilakukan tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas dengan tujuan agar siswa lebih nyaman dan aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran berbasis lingkungan ini menerapkan sistem permainan dan belajar di luar kelas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model environmental learning yaitu isi dan prosedur pembelajaran harus sesuai dengan lingkungan pembelajar, pengetahuan yang diberikan harus memberikan jalan keluar dalam menanggapi lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model environmental learning merupakan model pembelajaran berbasis lingkungan yang bertujuan agar siswa dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Penggunaan

(15)

model pembelajaran ini dapat dilakukan dengan sistem belajar di luar kelas agar siswa memiliki pengalaman lebih dan proses pembelajaran bisa menyenangkan.

9.

Free Discovery Learning

Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund “discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001:20).

Sedangkan menurut Jerome Bruner ”penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006:9).

Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.

C. Teori Belajar

Teori belajar merupakan kumpulan prinsip umum yang saling berhubungan dan penjelasan atas sejumlah fakta serta penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

1. Behaviorism

Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik (Dahar, 1988: 24). Para penganut teori ini berpendapat bahwa sudah cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon yang diberi reinforcement apabila ia memberikan respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apa yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat.

(16)

Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya (Syah, 2004: 104) dan menganggap manusia bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini konsep behavioristik memandang bahwa perilaku individu merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar dan didukung dengan berbagai penguatan (reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau hasil belajar yang dikehendaki

(Sanyata, 2012: 3). Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam proses pendidikan. Maka individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya (Rusuli. I, 2014:41).

2. Cognitivism

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan keterampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

(17)

perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.

Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologi kognitif menekankan pada penting proses internal atau proses-proses mental.

3. Humanism

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna kehidupan siswa. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk

(18)

memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka

D. Model Of Teaching

Model Of Teaching Information

Processing

Personal Sosial Behavior System  Concept Attainment  Advance Organizer  Inquiry Training  Inductive Thinking  Non Directive Teaching  Awareness Training  Classroom Meeting  Synectic  Role Playing  Social Inquiry  Group Investigation  Laboratory Training  Simulation  Latihan Assertif (Assertive Training)  Learning Self Control  Mastery Learning Continum Model

Top-down Social Bottom-up

(19)

 Awareness Training  Learning Self Control  Concept Attainment  Inquiri Training  Inductive Thinking Personalized Instruction  Simulation Anchored Instruction  Laboratory Training Learning Environment  Classroom Meeting Goal Based Scenario

 Advance Organizer  Social Inquiri  Assertive Training Cooperative Learning  Group Investigation  Role Playing  Mastery Learning

Free Discovery Learning

 Non Directive Teaching

 Synectic

Behaviorism Cognitivism Humanism  Personalized

Instruction

 Learning Environment

 Cooperative Learning

 The audio tutorial

 Problem based learning  Free discovery learning  Anchored Instruction

 Case based training

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, D. L. 2015. Model Pembelajaran Inovatif “Beradu Pantun” Sebagai Upaya Meningkatkan Kreatifitas Memproduksi Teks Pantun Dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia Sma/ Smk.

Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia. Pp.224-225, ISSN: 2477‐ 636X.

Damanik. E. 2015. Klasifikasi Model Pembelajaran Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil. http://ariplie.blogspot.co.id/2015/03/klasifikasi-model-pembelajaran-menurut.html. Diakses pada tanggal 3 April 2016.

Alfarabi. 2015. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep. http://fisikawansastra.blogspot.co.id/2015/04/model-pembelajaran-pencapaian-konsep.html. Diakses pada tanggal 3 April 2016.

Sani, R. A. & M. Zainul Abidin T. Syihab. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training (Latihan Inkuiri) Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Tanjung Beringin. Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika. Vol. 2, No. 2, Pp. 16-17. ISSN 2085-5281.

Rahayu. S, Widodo, A. T, & Supartono. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. Vol. 4, No. 1, Pp. 498.

Jihan. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Non Directive Aqidah Akhlak Dan Lingkungan Sekolah Terhadap Aspek Afektif Siswa Di Mts. Nurul Huda Munjul Kabupaten Cirebon. Tesis Pendidikan Islam.

Retno. 2013. Model Pembelajaran Inductive Thinking. http://retnoayuse.blogspot.co.id/2013/01/model-pembelajaran-inductive-thinking.html. Diakses pada tanggal 4 April 2016.

Sulastri. 2014. Pembelajaran Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup dengan Model Pembelajaran Group Investigation untuk SMA/MA. Jurnal Pendidikan Sains. Vol. 2, No. 1, Pp. 14, ISSN: 2338-9117.

(21)

Haryani. M, Jaenudin. R, & Rusmin. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kontrol Diri Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Negeri 8 Palembang. Jurnal Forum Sosial. Vol. 7, No. 1, Pp. 418.

Aruna, N. Y, Suarni, N. K & Antari, N. M. 2014. Efektivitas Konseling Behavioral Teknik Assertive Training Untuk Meminimalisasi Perilaku Menyimpang Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling. Vol. 2, No. 1.

Moengil. N. 2008. Manfaat Audio Tutorial.

http://wickreognursing.blogspot.co.id/2008/11/manfaat-audio-tutorial-bagi.html. Diakses pada tanggal 04 April. 2016.

Tan. JR. 2012. Model Environmental Learning.

http://smartcriminal.blogspot.co.id/2012/09/model-environmental-learning.html. Diakses pada tanggal 04 April 2016.

Edu. 2016. Model Pembelajaran Discovery Learning.

https://www.academia.edu/6644958/model_pembelajaran_discovery_learning. Diakses pada tanggal 04 April 2016.

Rusuli. I. 2014. Refleksi Teori Belajar Behavioristik Dalam Perspektif Islam. Jurnal Pencerahan. Vol. 8, No. 1, Pp. 41, ISSN: 1693 – 7775.

Robert. 2012. Konsep Dasar Teori-teori Belajar. http://robert-rober.blogspot.co.id/2012/01/konsep-dasar-teori-teori-belajar.html. Diakses pada tanggal 04 April 2016.

Slavin, R. E. 2010. Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktis). Bandung. ISBN. 979-1305-10-5.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Tarif Pelayanan non kesehatan lainnya sesuai pengembangan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan baru sesuai dengan perkembangan ilmu dan

Karena plastik banyak ditemukan, maka untuk bahan dasar pembuatan PROTANTIK ini tidak perlu mengeluarkan modal yang besar, tetapi setelah

[r]

Dari hasil analisa data dan melihat pola sekuensial, maka dapat disimpulkan bahwa metoda sequence pattern mining memudahkan untuk mencari pola-pola pengetahuan dari

Imam Mahmudi (2016) Analisis Pemasaran Ubi Kayu Pada Anggota Kelompok Tani Makmur Di Desa Pekaja Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.. Pembimbing : Pujiati Utami, S.P.,M.P

Menurut penelitian (Sri Harsini, 2014) kriteria tempat evakuasi banjir ( flood shelter ) memiliki beberapa karakteristik berupa pertama lokasi tempat evakuasi harus

10 Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor Dj.I/151/2011 tentang Petunjuk Teknis Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja