• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam. Menurut Guyton, Arthur C.,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam. Menurut Guyton, Arthur C.,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu 2.1.1 Suhu tubuh normal

Normalnya, suhu yang mengatur bagian dalam tubuh (suhu inti), berada pada suhu konstan yaitu sekitar 0,60C dari hari ke hari, namun terdapat pengecualian yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam. Menurut Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006), tidak ada ketetapan mengenai suhu inti normal karena pengukuran suhu tubuh pada orang dalam keadaan sehat menunjukkan rentang suhu yang berkisar dari dibawah 360C sampai lebih dari 370C melalui pengukuran per oral, dan lebih tinggi kira-kira 0,60C bila diukur per rektal.

2.1.2 Pembentukan panas

Pembentukan panas merupakan hasil utama dari proses metabolisme. Faktor-faktor yang memengaruhi laju pembentukan panas atau yang disebut dengan laju metabolisme antara lain: (1) laju metabolisme basal sel tubuh, (2) laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin terhadap sel, (4) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel, (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri (terutama bila suhu di dalam sel meningkat), (6) metabolisme tambahan yang diperlukan untuk

(2)

pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).

2.1.3 Kehilangan panas

Laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu kecepatan panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit, dan seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006). Seperti halnya arus listrik yang memiliki insulator sebagai material yang menghambat konduksi listrik, tubuhpun memiliki insulator (penyekat) terhadap aliran panas sehingga suhu internal tubuh dapat dipertahankan. Dalam hal ini kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja secara bersama-sama sebagai insulator panas tubuh. Daya penyekatan yang terletak dibawah kulit merupakan alat yang efektif untuk mempertahankan suhu inti tetap normal, meskipun dapat juga memungkinkan agar suhu kulit dapat mendekati suhu lingkungan.

Penyalur panas yang efektif dalam tubuh adalah darah, dalam hal ini aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah. Bagian penting dalam penyaluran panas ini adalah pleksus venosus yang mendapatkan suplai dari aliran darah kapiler kulit. Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus venosus bervariasi dari beberapa persen di atas nol sampai dengan 30% dari total curah jantung (cardiac output). Efisiensi dari konduksi panas berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah pada kulit. Dengan kata lain, semakin cepat aliran darah, maka akan semakin efisien pula

(3)

konduksi panas dari inti tubuh. Namun hal inipun tetap memiliki batas. Dapat dikatakan bahwa kulit merupakan pengatur radiator panas, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyaluran panas dari inti tubuh yang efektif, sebagaimana dituliskan oleh Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006). Aliran darah ini kemudian diatur lagi oleh vasokonstriksi yang hampir seluruhnya diatur oleh saraf simpatis.

Panas yang sudah disalurkan ke kulit kemudian dialirkan lagi ke lingkungan. Mekanisme pengaliran panas ini dijelaskan melalui mekanisme fisika dasar yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya tanpa kontak langsung antara keduanya. Panas pada 85% area luas permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan. Panas dapat dihilangkan melalui radiasi dengan membuka baju atau selimut. Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara dua objek. Benda padat, cair, dan gas mengonduksi panas melalui kontak. Penggunaan bungkusan es atau memandikan klien dengan kain dingin akan meningkatkan kehilangan panas konduktif. Konveksi adalah transfer panas melalui gerakan udara, contohnya adalah penggunaan kipas angin. Kehilangan panas konvektif meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang bergerak. Evaporasi adalah transfer energi panas saat cairan berubah menjadi gas (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).

(4)

2.1.4 Pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).

2.1.5 Konsep “Set-Point” untuk pengaturan suhu

Berdasarkan studi yang ada, ditemukan bahwa pada suhu tertentu, akan terjadi perubahan kecepatan dan perbandingan antara pembentukan dan kehilangan panas. Contohnya, pada suhu di atas 37,10C, panas akan lebih cepat menghilang dari pada terbentuk. Pada kasus ini 37,10C disebut suhu kritis, atau pada topik kali ini disebut set-point pada mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme di sini adalah segala segala bentuk mekanisme pengaturan suhu tubuh agar kembali mendekati

set-point.

Jika dihubungkan dengan fisiologis tubuh,mekanisme ini terkait dengan umpan balik negatif. Dalam hal pengaturan suhu tubuh, suhu inti tubuh dijaga agar perubahan suhu inti seminimal mungkin walaupun suhu lingkungan berubah. Studi menemukan bahwa suhu tubuh manusia berubah 10C untuk setiap perubahan 250C sampai 300C suhu lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).

Set-point ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Ia juga ditentukan oleh

(5)

suhu kulit tinggi, maka pengeluaran keringat akan dimulai pada set-point yang lebih rendah. Karena itulah, saat suhu kulit tinggi, maka set-point akan turun dan sebaliknya.

2.1.6 Suhu Tubuh Abnormal

Suhu tubuh memiliki tingkat abnormalitasnya sendiri, baik terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Demam adalah kondisi di mana suhu tubuh menjadi lebih tinggi, dan disebabkan baik oleh kesalahan pengaturan di otak, ataupun adanya infiltrasi toksik yang mempengaruhi suhu tubuh. Demam dapat disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan heatstroke sebagai puncaknya karena adanya pajanan dari lingkungan, di mana suhu tubuh mencapai 1050F-1080F. Gejala yang paling sering adalah pusing, mual muntah, delirium, dan bahkan kehilangan kesadaran. Efek lanjut dari peningkatan suhu tubuh adalah kerusakan parenkimatosa sel, terutama di otak. Jika hal ini terjadi, sel tersebut sulit bahkan tidak bisa digantikan.

Sementara pada kondisi di mana tubuh terpapar pada suhu dingin, dapat terjadi henti jantung atau fibrilasi. Pengaturan suhu juga dapat terganggu apabila kecepatan pembentukan panas turun sampai dua kali lipat atau lebih. Apabila suhu tubuh sudah terlalu rendah atau terpajan suhu yang terlalu rendah, maka akan tercipta kristal es di dalam dan menyebabkan frostbite. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sirkulasi permanen (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).

(6)

2.2 Konsep Demam 2.2.1 Definisi demam

Demam atau yang disebut juga hipertermia adalah gejala medis yang umum ditemukan yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas batas normal (suhu normal adalah 36,50C-37,50C) yang berhubungan dengan peningkatan set point pusat pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set point akan memicu kenaikan tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti dengan perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru tercapai. Demam merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, dan demam pada anak umumnya disebabkan oleh mikroba yang dapat dikenali dan demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat (Avner JR, 2009).

2.2.2 Epidemiologi demam

Demam merupakan salah satu keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua saat membawa anaknya ke tenaga kesehatan. Terlepas dari penyakit utamanya, demam biasanya muncul sebagai manifestasi awal suatu penyakit, terutama penyakit infeksi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Salah satu studi menyebutkan bahwa angka kejadian demam bervariasi dari 19% hingga 30%. (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sendiri ditemukan bahwa angka kejadian demam adalah sekitar 2% (Bakry B, Tumbelaka A, Chair I; 2008).

(7)

Studi terkait epidemiologi demam memang masih sangat bervariasi karena demam dianggap sebagai temuan biasa, dan bukanlah sebuah temuan spesifik. Namun studi lebih dalam mengenai angka kejadian demam dilakukan oleh Limper M et. al (2011) selama setahun pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) slama satu tahun di Slotervaart Hospital. Dibahas bahwa demam adalah kejadian ketiga paling banyak saat pasien memasuki IGD. Pada bagian non-bedah, angka konsultasi karena demam mencapai angka 30%. Studi yang mereka lakukan adalah menggunakan seluruh pasien yang datang dengan keluhan demam. Pada studi mereka, ditemukan bahwa terdapat 213 pasien yang datang dengan keluhan demam dalam setahun. 87,8% di antaranya dirawat di RS, 4,2% meninggal setelah 30 hari follow-up, dan 8,5% pasien diadmisikan ke Intensive Care Unit (ICU) (Limper M et. al, 2011).

Untuk di Indonesia sendiri, belum ditemukan angka pasti mengenai kejadian demam, namun dapat dilihat berdasarkan penyakit-penyakit yang memberikan investasi klinis berupa demam. Misalnya saja pada demam dengue, angka demam yang dapat terjadi karenanya mencapai angka 112.511 pasien dalam setahun (Kemenkes, 2014)

2.2.3 Etiologi demam

Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa tubuh melakukan perlawanan terhadap suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah infeksi. Penelitian di RSCM menemukan bahwa angka kejadian

(8)

demam yang diakibatkan oleh infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskular sebanyak 6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri mencakup tuberkulosis, bakteremia, demam tifoid, dan infeksi saluran kemih (ISK) sebagai penyebab tertinggi (Bakry B, Tumberlaka A, Chair I; 2008).

Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka mendapatkan temuan yang sama seperti studi yang dilakukan di RSCM. Ditemukan bahwa infeksi merupakan penyebab demam terbanyak. Hal ini sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan bahwa bakteri yang ditemukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi saluran pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri gram-negatif sendiri lebih cenderung menyebabkan bakteremia, atau dengan kata lain memberikan infeksi sistemik. Hanya satu dari dua puluh pasien yang ditemukan dengan demam selain karena infeksi (Limper M et. al, 2011). Penyebab demam paling non-infeksi yang dapat ditemukan adalah demam karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan transfusi darah (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).

2.2.4 Mekanisme terjadinya demam

Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan demam. Pemecahan protein dan beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang dilepaskan dari sel membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan set-point meningkat. Segala sesuatu yang menyebabkan kenaikan set-point ini kemudian dikenal dengan sebutan pyrogen. Saat set-point jadi lebih tinggi dari normal, tubuh akan

(9)

mengeluarkan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi panas dan produksi panas. Dalam hitungan jam, suhu tubuh akan mendekati

set-point.

Awal mula pyrogen dilepaskan adalah saat terjadi pemecahan bekateri di jaringan atau di darah melalui mekanisme pagositosis oleh leukosit, makrofag, dan large

granular killer lymphocytes. Ketiga sel tersebut akan melepaskan sitokin setelah

melakukan pencernaan. Sitokin adalah sekelompok peptide signalling molecule. Sitokin yang paling berperan dalam menyebabkan demam adalah interleukin-1 (IL-1) atau disebut juga endogenous pyrogen. IL-1 dilepaskan oleh makrofag, dan sesaat setelah mencapai hyphothalamus, mereka akan mengaktivasi proses yang menyebabkan demam (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).

Cyclooxigenase-2 (COX-2) adalah enzim yang membantu mekanisme kerja

pirogen endogen untuk membentuk prostaglandin E2 (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006). COX-2 dianggap sebagai sitokin proinflamatori. Prostaglandin bekerja dengan mengaktivasi termoregulasi neuron hypothalamic anterior dan menaikkan suhu tubuh. Rute utama dari sitokin untuk mempengaruhi

hyphothalamus adalah melalui rute vagal. Saat set-point meningkat, maka akan

terjadi dua hal yang menginduksi demam. Yang pertama adalah konservasi panas yang terjadi melalui vasokonstriksi, dan yang kedua adalah produksi panas melalui kontraksi otot secara involunter (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).

(10)

2.2.5 Klasifikasi demam

Demam dapat diklasifikasikan melalui dua hal. Pertama adalah demam berdasarkan penyebabnya, dan kedua adalah demam berdasarkan polanya. Kedua cara pengklasifikasian ini tidak hanya terbatas pada demam anak, namun juga demam pada umumnya. Berdasarkan penyebabnya, demam dapat diklasifikasikan sebagai demam karena infeksi bakteri, demam karena virus, dan karena adanya parasit (Jupiter Infomedia, 2014). Sementara demam berdasarkan polanya dapat dibagi menjadi demam demam remiten, demam intermiten, demam rekuren, demam undulan, demam septik, demam pel ebstein, dan demam tingkat rendah (Singh A, 2008).

Ciri dari demam karena infeksi bakteri adalah suhu yang tinggi kemudian diikuti oleh adanya sputum. Pada infeksi saluran pernapasan, dapat terlihat pula adanya kesulitan bernafas, sedangkan infeksi pada saluran perkemihan dapat menyebabkan demam tinggi dan menggigil. Demam yang disebabkan oleh virus memiliki penyebab yang bermacam tergantung penyebabnya seperti dengue, chikunguniya, dan typhoid (Jupiter Infomedia, 2014).

Demam yang diklasifikasikan berdasarkan polanya lebih berfokus pada waktu awitan, fluktuasi suhu, dan durasi demam. Pada demam remiten, suhu tubuh berfluktuasi lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya, sementara demam berkepenjangan adalah lawan dari remiten di mana demam berfluktuasi tidak lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya. Jika suhu tubuh turun dan kembali menjadi normal maka dia disebut demam intermiten (Singh A, 2008).

(11)

Ada kalanya di mana demam datang dan pergi, atau ada pola bergantian antara demam dan tidak demam. Demam seperti ini disebut demam rekuren. Kombinasi dari demam berkepanjangan dan rekurensi disebut demam undulan. Pada demam ini, akan terdapat periode di mana pasien mengalami demam, kemudian hilang, kemudian demam muncul kembali (Singh A, 2008).

2.2.6 Penanganan demam

Demam adalah suatu gejala yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Karena itulah penanganan demam diperlukan. Penanganan demam dapat dilakukan dengan jalan medikamentosa, maupun melalui cara fisik, di mana pengobatan dapat pula mengarah ke arah kausatif ataupun simtomatis. Obat-obatan yang dipilih untuk menurunkan demam adalah obat yang memiliki efek antipiretik (menurunkan panas) dan biasanya disertai efek analgesic (menurunkan nyeri) (Susanti N, 2012).

2.3 Konsep Anak 2.3.1 Definisi anak

Pengertian anak telah ditegaskan pada UU RI Nomer 23 tahun 2002, bab I pasal I, dimana dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini senada dengan yang tertulis pada artikel nomer satu Convention on The Rights of Child (CRC) yang diadakan oleh United Nation Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 1989 yang

(12)

mendefinisikan anak sebagai seseorang di bawah 18 tahun kecuali diatur berbeda pada masing-masing negara (UNICEF, 1989).

2.3.2 Ciri-ciri anak

Anak-anak memiliki perbedaan dari orang dewasa dari fungsi fisiologis, anatomi, dan kebutuhan-kebutuhannya. Pada dasarnya anak memiliki kebutuhan yang lebih spesifik dan kompleks untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Selain itu mereka memiliki anatomi dan fungsi fisiologis yang belum berkembang sepenuhnya. Berkaitan dengan penelitian penulis, hal yang perlu digaris bawahi dan dikaji lebih jauh adalah kebutuhan anak yaitu kebutuhan untuk mengatur suhu tubuh dengan tepat. Individu yang tinggal di daerah dengan suhu rendah tanpa dilindungi oleh pakaian hangat tidak akan tumbuh dengan baik dikarenakan energi yang mereka peroleh dari makanan dikonversikan menjadi panas, sehingga hanya menyisakan sedikit kalori untuk pertumbuhan jaringan.

Nilai set point normal pada anak merefleksikan basal metabollic rate (BMR) yang berkurang seiring dengan pertumbuhan anak. Suhu tubuh anak lebih tinggi saat dia berusia tiga bulan (37,50C) dibandingkan ketika mereka sudah berusia 13 tahun (36,60C). Anak juga memiliki mudah mengalami fluktuasi temperatur karena tingginya produksi panas per kilogram BB (berat badan) mereka. Dibandingkan orang dewasa, paparan infeksi pada anak menyebabkan peningkatan panas yang lebih tinggi dan cepat. Semakin kecil seorang anak, semakin besar luas permukan untuk kehilangan panas sehubungan dengan panas tubuh. Mereka akan lebih mudah kedinginan dibandingkan anak seusianya yang

(13)

lebih memiliki lemak sebagai insulasi di lapisan bawah kulit mereka (MacGregor J, 2008).

2.3.3 Penyakit yang sering dialami anak

Walaupun banyak penyakit anak yang besifat genetik ataupun kongeital, penyakit yang paling sering dialami anak adalah communicable disease. Masa anak-anak disebut sebagai masa bermain. Ketika anak bermain dalam grup inilah, terdapat kemungkinan untuk perpindahan penyakit dari satu anak ke yang lainnya. Secara jumlah, sebenarnya ada hampir 30 penyakit yang sering dialami anak. Namun jika digolongkan dalam kelompok besar, penyakit yang sering dialami anak dapat dibagi menjadi: a) disebarkan dari kontak orang ke orang, b) infeksi gastrointestinal (GI), dan c) kelainan kulit.

Penyakit yang umum ditemukan pada anak karena adanya kontak dari orang ke orang adalah cacar air, yang juga menunjukkan demam pada prosesnya. Penyakit menular dari orang ke orang lainnya yang sering dialami anak adalah influenza. Dari bagian infeksi GI, yang paling sering menyerang adalah diare yang disebabkan oleh escherichia coli (e. coli) di mana anak juga menunjukkan demam. Anak yang juga sering jajan sembarangan juga memiliki resiko untuk terserang bakteri salmonella. Untuk kelainan kulit, jarang ada yang menunjukan manifestasi demam (British Columbia Ministry of Health, 2001).

(14)

2.3.4 Efek dari demam pada anak

Kecilnya permukaan tubuh pada anak dibandingkan orang dewasa menyebabkan peningkatan suhu tubuh dapat berpengaruh pada fisiologis organ tubuhnya. Selain itu karena belum matangnya mekanisme pengaturan suhu tubuh anak sehingga perubahan suhu dapat terjadi dengan drastis. Peningkatan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kegawatdaruratan berupa dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan, asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang dapat mengacam kelangsungan hidup anak (Bardu TY, 2014).

Ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 390C meningkatkan produksi sel darah putih sehingga akan menambah sistem imunitas. Peningkatan suhu tubuh pada akhirnya juga dapat menekan pertumbuhan bakteri. Meskipun demam adalah pertanda baik dari tubuh, namun orang tua juga sering kali takut ketika anak mengalami demam (Nelson WE, 2011).

2.4 Tepid Sponging 2.4.1 Definisi

Tepid sponge adalah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik

kompres blok pada pembuluh darah besarsuperficial dengan teknik seka. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunan suhu tubuh, tetapi juga mampu mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakit (Wong DL & Wilson D, 1995).

(15)

2.4.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada anak yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.

2.4.3 Teknik tepid sponging

Teknik yang digunakan dalam tepid sponging dibagi menjadi dua yaitu persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan. Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju mandi (jika ada), perlak,

handschoen, termometer aksila, termometer rektal, dan mangkuk yang berisi air

hangat.

Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengkaji kembali kondisi klien, menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien, membawa peralatan ke dekat klien, mencuci tangan, menjaga privacy klien, mengatur posisi klien, menempatkan perlak dibawah klien, memakai sarung tangan, membuka pakaian atas klien dengan hati-hati, mengisi baskom dengan air hangat (suhu 280C-320C), memasukkan handuk atau sapu tangan ke dalam bak yang berisi air hangat, memeras handuk atau sapu tangan dan menempatkannya di leher, ketiak, dan selangkangan. Langkah selanjutnya adalah mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit dan kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit.

(16)

Lakukan monitor respon klien selama tindakan. Setelah selesai, ganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti sprai (bila diperlukan), dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama proses (Hamid MA, 2011).

2.4.4 Mekanisme kerja

Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada penyaluran sinyal ke

hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh

besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).

2.4.5 Prosedur kerja 1. Pakai sarung tangan

2. Bantu klien untuk membuka pakaian

3. Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 280C-320C)

4. Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom, kemudian peras.

5. Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan selangkangan klien, tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu pada handuk atau saputangan menurun), lakukan selama tiga periode.

(17)

6. Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan dilakukan dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung) 7. Monitor respon klien selama dilakukan tindakan

8. Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah menyerap keringat.

9. Ganti sprei (bila diperlukan)

10. Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan (Hamid MA, 2011)

2.5 Plester Kompres 2.5.1 Definisi

Alternatif lain dalam melakukan metode fisik untuk menurunkan demam adalah dengan menggunakan kompres plester yang banyak dijual di minimarket dan apotek. Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel on

polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk mempercepat

proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter juga memiliki kandungan paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).

2.5.2 Mekanisme kerja

Pada dasarnya, mekanisme kerja kompres plester tidaklah terlalu berbeda dengan kompres hangat atau tepid sponging. Titik-titik penempelan kompres plester dengan tepid sponging adalah sama yaitu titik di mana dapat ditemukan pembuluh

(18)

darah besar seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres plester juga dapat membantu untuk vasodilatasi pembuluh darah perifer dan membuka pori-pori sehingga panas dapat ditransmisikan (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).

2.5.3 Prosedur kerja

1. Memakai sarung tangan

2. Bersihkan bagian tubuh klien yang akan ditempelkan plester kompres 3. Buka kemasan plester kompres

4. Potong plester kompres dengan gunting sesuai ukuran yang diperlukan 5. Lepaskan lapisan transparan

6. Tempelkan plester kompres (daerah yang melekat) pada bagian tubuh klien (dahi)

7. Rapikan alat-alat yang digunakan

(Hisamitsu Pharmaceutical Co., Inc. Japan Saga Tosu)

2.6 Antipiretik 2.6.1 Definisi

Antipiretik merupakan obat penurun suhu tubuh dimana antipiretik dibagi menjadi dua golongan, yaitu nonsteroid dan steroid. Obat nonsteroid seperti asetaminofen, dan ketorolac mampu menurunkan suhu tubuh dengan cara meningkatkan kehilangan panas. Sedangkan obat steroid menurunkan demam dengan memodifikasi sistem imun dan menyembunyikan tanda infeksi. Sehingga penanganan demam menggunakan steroid tidak disarankan, namun dapat

(19)

diberikan untuk menekan demam yang terjadi akibat pirogen (Potter, P.A., Perry, A.G, 2010).

2.6.2 Mekanisme Kerja

Terdapat berbagai macam pilihat obat dengan efek antipiretik yang dapat diberikan untuk pasien demam. Asetaminofen, yang merupakan metabolit aktif fenasetin, memiliki efek analgesik dan juga supresi enzim. Enzim yang disupresi adalah COX-1 (cyclooksigenase-1) dan COX-2. Namun demikian obat ini hanya memberikan inhibisi lemah tanpa efek anti-inflamasi yang signifikan (Katzung, 2006). Obat ini rata-rata memiliki half-life 1-4 jam (Macintry PE, Schug SA, Scott DA, Visser EJ, Walker SM; 2010).

Karena lemahnya efek anti-inflamasi dari asetaminofen, obat ini tidak disarankan untuk obat-obat seperti rheumatoid arthritis, walaupun masih dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan obat lain sebagai analgesik.

2.7 Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Kompres

Studi yang menunjukkan efektifitas penggunaan tepid sponging tunggal adalah studi oleh Purwanti S dan Winarsih NA (2008) di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Moewardi Surakarta. Studi mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penurunan suhu tubuh dengan pemberian tepid sponging. Pada penelitian mereka, rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan intervensi adalah 38,90C, sedangkan setelah diberikan intervensi, rata-rata suhu tubuh sample

(20)

adalah 37,90C atau mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 10C. Terdapat rentang waktu tertentu di mana tepid sponging memberikan penurunan suhu yang paling efektif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik kerja tepid sponging adalah selama 15-30 menit awal pemberian, dalam tiga kali pergantian handuk yang digunakan dalam tepid sponging (Thomas S, Vijaykumar C, Moses PD, Bantonisamy. 2009; Alves J, Camara N, Camara C. 2008).

Walaupun memiliki mekanisme yang sama seperti tepid sponging, namun demikian studi terdahulu oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013) menunjukkan bahwa kompres plester masih lebih inferior dibandingkan dengan kompres hangat. Penurunan panas dengan menggunakan kompres plester menunjukkan angka 0,130C.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Penelitian: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.. “Yoga and Yantra: Their Interelation and Their

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi campuran bubuk keramik lantai sebesar 5 % merupakan variasi campuran optimum dati pengaruh penggantian sebagian semen dengan

Teknologi pengolahan air dari air baku air hujan yang ditampung dalam sub reservoir bawah tanah. Prinsip teknologi adalah air baku diolah menggunakan sistem ultrafiltrasi dan air

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKJiP) Kecamatan Anggana tahun 2019 disusun sebagai media untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

Kesadaran beliau untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa pandang bulu yang didapatkanya dari ajaran sapta darmo membuatnya menjadi orang yang lebih baik dan

3abel adalah sebuah alat untuk menampilkan informasi dalam bentuk matrik. 3ampilan data atau informasi yang ada dalam tabel dibuat dalam bentuk baris dan kolom. 3abel

Dalam hal ini dibuatlah sebuah sistem pengambilan keputusan penentuan operator kartu seluler terbaik menggunakan metode ahp yang didalamnya terdapat beberapa

Pemanfaatan limbah dari sisa pengolahan tepung aren yang berupa kulit kayu dan ampas (serat) kayu aren, serta karet ban bekas diperkirakan dapat meningkatkan kualitas