• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Gaya pembangunan Indonesia yang urban bias, menyebabkan kondisi sosial ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Gaya pembangunan Indonesia yang urban bias, menyebabkan kondisi sosial ekonomi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam 70 tahun Indonesia merdeka, posisi desa dalam proses pembangunan masih selalu berada dalam posisi tidak beruntung. Masih banyaknya desa yang belum terakses sarana-prasarana mendasar seperti listrik, air bersih, fasilitas kesehatan primer dan juga pendidikan yang berkualitas adalah potret kecil dari ketidakberuntungan desa. Gaya pembangunan Indonesia yang urban bias, menyebabkan kondisi sosial ekonomi

desa dan kota yang selalu timpang. Dampaknya, setidaknya dapat dilihat dari tingkat kemiskinan di desa. Berdasarkan data BPS, dalam 5 semester terakhir saja, jumlah masyarakat miskin desa selalu lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah masyarakat miskin kota (lihat Gambar 1.1.). Misalkan pada laporan bulan september 2015, jumlah masyarakat miskin di desa mencapai 17,8 juta jiwa lebih sedangkan di kota 10,6 juta jiwa. Kemiskinan yang belum terobati di desa, pula telah menyebabkan laju urbanisasi masyarakat meninggalkan desa. Dalam catatan Kementerian Desa, pada

tahun 1980-an sekitar 78 persen jumlah penduduk Indonesia tinggal di pedesaan.

Namun saat ini jumlah penduduk yang tinggal kota dan desa hampir berimbang.

Jumlah penduduk yang tinggal di desa saat ini hanya tinggal 50,2 persen. Sisanya 49,8

persen sudah tinggal di kota.1 Kondisi ini, jika tidak terkelola dengan baik, desa dapat

saja menjadi tempat yang semakin tertinggalkan oleh masyarakat dalam kancah pembangunan di Indonesia sebab tidak lagi menjadi tempat yang menjanjikan bagi mereka untuk mendapat hidup lebih baik.

1 Gumilang, Prima. 2015. Ketimpangan Tinggi, Desa Terancam Ditinggal Penduduk. CNN Indonesia 19

Oktober 2015, diakses dari http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151019122431-20-85775/ketimpangan-tinggi-desa-terancam-ditinggal-penduduk/.

(2)

2

Gambar 1.1. Perbandingan Kemiskinan Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia

Sumber: Diolah dari Data BPS

Disahkannya UU Desa sebagai regulasi dalam kepengaturan desa di Indonesia menjadi angin segar baru bagi desa untuk meminimalisir ketimpangan pembangunan yang telah lama terjadi. Sebab, jika diperhatikan dengan seksama, UU Desa memuat dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah pemberian pengakuan dan kejelasan hukum bagi pemerintah desa sebagai sebuah satuan pemerintahan. Tujuan tersebut dikatakan di dalam UU Desa Pasal 4 Huruf a: “memberikan pengakuan dan penghormatan atas

Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia”; dan Huruf b: “memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi

mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dengan berlandaskan asas rekognisi-subsidiaritas, pemberian pengakuan dan kejelasan status ini adalah bentuk pemberian otonomi kepada desa dalam mengatur jalannya penyelenggaraan

10,6 10,5 10,3 10,6 10,6 17,9 17,7 17,3 17,9 17,8 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15

Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan Jumlah Penduduk Miskin Pedesaan

Ju

ta

(3)

3 pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa. 2

Lebih dari sekadar memberikan otonomi kepada pemerintah desa, tujuan kedua, dan yang utama menurut penulis, dari lahirnya regulasi ini adalah untuk mendorong adanya percepatan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Seperti yang dikatakan di dalam Pasal 4 Huruf d hingga i, regulasi pengaturan desa ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa guna mengatasi kesenjangan pembangunan nasional melalui gerakan pembangun partisipatif. Menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Desa Membangun adalah spirit UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa.3

Dimana spirit inilah yang menjadi landasan UU Desa guna mendorong adanya percepatan pembangunan. Menurut Sutoro Eko, salah satu aktifis penggagas lahirnya UU ini, paradigma Desa Membangun (Village Driven Development) berbeda dengan

paradigma lama Pembangunan Pedesaan (Rural Development). Paradigma lama,

menurutnya adalah model pembangunan desa yang state centric (otokratis, top down,

sentralistik dan hirarkhis) sedangkan dengan paradigma baru ini pembangunan desa dilakukan dengan prinsip society centric (demokratis, bottom up, otonomi, kemandirian,

lokalitas, partisipatif, emansipatoris).4

Dalam banyak studi pembangunan hari ini, telah lama muncul sebuah pandangan yang kuat bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif tidak dapat dilepaskan dari peran modal sosial yang ada masyarakat. Modal sosial yang ada di dalam masyarakat menggambarkan kapasitas masyarakat dalam berkerjasama dan

2

Lihat, Mulyono, Sutrisno Purwohadi. 2014. Sinergitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasca Pemberlakuan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Masalah-Masalah Hukum, Jilid 43 No. 3 Juli 2014, pp. 438-444.

3 Kurniawan, Borni. 2015. Buku Lima: Desa Mandiri, Desa Membangun. Jakarta: Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hlm: 19.

4

Eko, Sutoro, dkk. 2014. Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum Pengembangan Pembaharuan Desa.Hlm: 36-37.

(4)

4 juga berpartisipasi. Sudah sejak dekade 1980-an, para ahli pembangunan telah melihat bahwa terdapat sebuah relasi yang linear antara pembangunan partsipatif dengan modal sosial. Modal sosial yang dilihat sebagai sebuah sumber daya sosial dipandang mampu menggerakkan adanya kerjasama di dalam masyarakat yang dapat mendorong efektifnya pemerintahan dan tercapainya pembangunan berkelanjutan. Dari hasil studi awal kemunculan konsep modal sosial, Robert D. Putnam sebagai salah satu ilmuwan pionir, berdasarkan hasil penelitiannya di Italia mengatakan bahwa modal sosial dapat mendorong adanya civic engagement dalam community affairs yang mampu

mempengaruhi performa pemerintahan.5

Dari beberapa studi baru-baru ini, beberapa hasil penelitian telah menunjukkan arti penting modal sosial dalam mendorong partisipasi masyarakat. Misalkan Bank Dunia yang pada tahun 1999 melaksanakan sebuah proyek Social Capital Initiative

Working Papers, yang dilakukan melalui kajian teoretis maupun empiris dibanyak

negara, dimana terdapat 24 working papers tentang modal sosial, yang kesemuanya

berpandangan sama bahwa modal sosial memiliki pengaruh penting dalam mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pengentasan kemiskinan, penanganan konflik, pendidikan anak, dan isu-isu lainnya.6 Karenanya, bagi Bank Dunia, [s]ocial capital refers to the institutions, relationships, and norms that shape the

quality and quantity of a society's social interactions. Increasing evidence shows that

social cohesion is critical for societies to prosper economically and for development to

be sustainable.7Khususnya dalam isu pembangunan di pedesaan atau rural area, Georg

5 Putnam, Robert D, Leonardi, Robert dan Nanetti, Raffaele. 1993. Making Democracy Work: Civic

Traditions in Modern Italy. Chicester: Princeton University Press.

6 Lihat, Dasgupta, Partha dan Serageldin, Ismail. (ed). 1999. Social Capital: Multifaceted Perspective.

Washington D.C. – USA: The World Bank.

(5)

5 Wiesinger mengatakan bahwa . . .social capital is a precious asset. A "connected

society" that is rich of social capital may promote rural development more easily.8

Modal sosial dapat dipahami sebagai seperangkat sumberdaya sosial yang ada di dalam relasi sosial masyarakat yang dapat menjadi energi sosial masyarakat untuk dapat berkerjasama. Menurut James S. Coleman, modal sosial adalah kumpulan sumber yang

melekat dalam relasi keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas dan yang

bermanfaat untuk perkembangan kognitif dan sosial anak-anak atau pemuda.9 Menurut

Putnam, sebagai salah satu pionir modal sosial yang sangat berpengaruh hari ini, modal

sosial merupakan fitur dari kehidupan sosial – jaringan, norma-norma, dan

kepercayaan, yang memungkinkan para partisipannya untuk beraksi secara

bersama-sama secara efektif untuk mengejar tujuan berbersama-sama.10 Modal sosial, sendiri dapat

ditemukan dalam dimensi struktural dan kognitif masyarakat.11 Karenanya, menurut Pratikno dkk, sebab modal sosial berada di dalam relasi masyarakat, modal sosial dapat ditemukan dalam bentuk nilai-nilai sosial, institusi-institusi sosial dan mekanisme sosial.12

Dalam usaha menyukseskan tujuan utama UU Desa, di desa tidak hanya dibutuhkan pemerintah desa yang profesional namun juga butuh adanya pelibatan dan pemanfaatan modal sosial dalam setiap proses pelaksanaan kewenangan pemerintah desa. Menurut Sutoro Eko, demi terwujudnya tujuan UU Desa, desa harus bertenaga secara sosial.13 Dimana desa yang bertenaga secara sosial adalah desa yang, . . .[masih

memegang] adat istiadat, tetapi mereka telah maju ke depan, dengan memiliki modal

8 Wiesinger, Georg. 2007. The importance of social capital in rural development, networking and

decision-making in rural areas. Journal of Alpine Research, 95-4 (2007), pp. 43-56.

9 Coleman, James S. 2011. Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung: Penerbit Nusa Media. Hlm: 415. 10

Putnam, Robert D. 1995b. Op.Cit. Hlm: 664 – 665.

11 Uphoff, Norman. 1999. Undestanding Social Capital: Learning from The Analysis and Experience of

Participation. Dalam Social Capital: A Multifaceted Perspective. Dasgupta, Partha dan Serageldin,

Ismail. Washington. D.C: The World Bank. Hlm: 220.

12 Pratikno, dkk. 2001. Penyusunan Konsep Perumusan Pengembangan Kebijakan Pelestarian

Nilai-Nilai Kemasyarakatan (Social Capital) Untuk Integrasi Sosial. Yogyakarta: Fisipol UGM. Hlm: 9.

(6)

6

sosial yang lebih kaya, yakni solidaritas sosial, jembatan sosial, jaringan sosial dan

gerakan sosial. Kekayaan sosial ini menjadi modalitas bagi kemandirian desa dan

demokrasi lokal.14 Untuk itu, desa harus dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk

memupuk modal sosial mereka. Pada dasarnya, setiap komunitas maupun masyarakat memiliki modal sosial, tentunya pula masyarakat desa. Akan tetapi, tidak selamanya modal sosial yang ada di masyarakat dapat menjadi suatu modalitas yang baik bagi publik. Modal sosial dapat saja mendatangkan efek negatif di dalam masyarakat maupun negera. Seperti yang dicontohkan oleh Fukuyama, bahwa kelompok mafia jelas memiliki modal sosial, namun modal sosial yang seperti ini bukan modal sosial yang diharapkan dapat dikembangkan dalam pembangunan.15 Hal yang sama juga dikatakan oleh Sutoro dkk, modal sosial yang bersifat parokhial, eksklusif dan menentang norma-noram umum, merupakan modal sosial paling dangkal, yang tidak mampu memfasilitasi pembangunan ekonomi, desa bertenaga secara sosial, dan demokrasi lokal.16

Adanya peluang besar bagi desa-desa di Indonesia untuk semakin berdaya dan maju melalui pembangunan yang partisipatif dengan payung hukum UU Desa perlu diiringi dengan pemahaman tentang bagaimana kapasitas modal sosial di desa. Untuk itu, diperlukan adanya usaha untuk menggali bentuk-bentuk modal sosial yang ada di masyarakat desa yang dapat dikembangkan dan dikelola agar mendatangkan kebermanfaatan bersama. Karenanya, untuk menyukseskan perjalanan implementasi UU Desa agar dapat mencapai tujuan dari adanya regulasi ini, pemetaan dan pemahaman kapasitas modal sosial di Desa merupakan salah satu aspek penting selain dari pemetaan kapasitas pemerintah desa. Pemetaan dan pemahaman kapasitas modal sosial ini merupakan aspek penting dalam proses implementasi untuk memahami

14 Eko, Sutoro, dkk. 2014. Op.Cit. Hlm: 56.

15 Lihat, Fukuyama, Francis. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World

Quarterly, Vol. 22, No. 1 (Feb., 2001), pp. 7-20.

(7)

7 karakteristik kelompok sasaran kebijkan. Seperti yang telah diungkapkan Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, karakteristik sosial masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya implementasi suatu kebijakan.17

Dengan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis ingin melakukan pemetaan kondisi modal sosial masyarakat desa dalam menghadapi implementasi UU Desa, khususnya di Desa Bumi Makmur, di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan. Desa ini merupakan desa eks satuan pemukiman masyarakat transmigrasi. Dilihat dari komposisi sosial-ekonominya, masyarakat desa ini terdiri dari kelompok masyarakat asli daerah, masyarakat eks transmigran dan masyarakat pendatang dari Sumatera maupun Jawa. Dimana mayoritas penduduk desa ini adalah petani perkebunan kelapa sawit dan karet mandiri dan juga buruh perkebunan kelapa sawit swasta. Desa ini menjadi pilihan lokasi penelitian sebab dilihat dari informasi yang tertulis di atas kertas, desa ini telah memiliki bentuk dan tradisi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunannya. Dari data pihak Kecamatan Nibung, Desa Bumi Makmur adalah desa yang berprestasi dalam hal kegotongroyongan masyarakatnya. Beberapa prestasi yang pernah didapatkan oleh desa ini adalah: juara 3 lomba desa tingkat provinsi pada tahun 2007, juara 1 lomba desa tingkat Kabupaten Musi Rawas tahun 2012, juara 1 lomba desa tingkat Provinsi tahun 2012, juara 3 nasional lomba desa tahun 2012. Dalam 2 tahun terakhir, beberapa prestasi juga telah didapatkan oleh desa ini. Pada tahun 2014, juara 2 lomba PKK tingkat Provinsi Sumatera Selatan dan pada tahun 2015 desa ini menjadi juara 2 lomba P2WKSS tingkat Kabupaten Musi Rawas Utara. Dengan berbagai prestasi ini, telah menarik penulis untuk melihat dan mendalami kembali bagaimana modal sosial yang ada di desa ini khususnya dalam menghadapi implementasi UU desa.

17

Purwanto, Erwan Agus dan Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep

(8)

8

1.2. Penelitian tentang UU Desa Sebelumnya

Pada dasarnya, telah ada penelitian yang meneliti tentang UU Desa. Akan tetapi, jika diperhatikan penelitian-penelitian yang telah ada hari ini masih mengangkat isu-isu UU Desa dari sisi kelembagaan pemerintah desa saja. Belum ditemukan oleh penulis penelitian yang mengangkat isu UU Desa yang dilihat dengan spesifik dari kondisi kapasitas masyarakatnya, khususnya dari sisi modal sosial. Penelitian yang sudah ada, misalkan penelitian yang dilakukan oleh Wawan Sutopo, isu UU Desa diangkat olehnya dalam penelitian untuk melihat tentang kesesuaian konten/isi UU dengan prinsip-prinsip good governance.18 Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhammad Abdur R,

hanya meneliti tentang kesiapan tata kelembagaan Pemerintah Desa Catur Tunggal dalam implementasi UU ini.19 Atau penelitian yang dilakukan oleh Antono Herry P.A yang mengangkat isu UU Desa pada masalah kesiapan pemerintah desa dalam pengelolaan fiskal desa yang didapatkan dari APBN.20 Dalam konteks implementasi, setidaknya terdapat satu penelitian yang penulis temukan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indah Ayu Lestari yang meneliti tentang bagaimana proses implementasi UU ini dari sisi pemerintah desa di Kabupaten Blitar.21

1.3. Pertanyaan Penelitian

18 Sutopo, Wawan. 2015. Mewujudkan Good Village Governance: Analisis Isi Prinsip Tranparansi,

Responsivitas, Akuntabilitas, dan Partisipasi Masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa. Tesis tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah

Mada.

19 Abdur R, Muhammad. 2014. Kesiapan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6

tentang Desa Pada Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depaok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.

20 Herry P.A, Antono. 2015. Kesiapan Desa Menghadapi Implementasi Undang-Undang Desa (Tinjauan

Desentralisasi Fiskal dan Peningkatan Potensi Desa). Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 1, Januari 2015, Hlm: 737-751.

21 Lestari, Indah Ayu. 2015. Pemerintah Desa dan Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014: Studi Kasus

Desa Jatitengah, Kabupaten Blitar. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

(9)

9 Dari rumusan masalah yang tergambarkan pada latar belakang di atas, maka penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana bentuk modal sosial

yang ada di Desa Bumi Makmur dalam menghadapi implementasi UU No. 6 Tahun

2014 tentang Desa?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi modal sosial di Desa Bumi Makmur dalam menghadapi implementasi UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat:

Berkontribusi dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang kondisi dinamika sosial di tengah mereka yang diharapkan dapat berguna untuk mengoptimalkan bentuk-bentuk modal sosial yang mereka miliki guna menyukseskan pembanguna desa.

2. Bagi Pemerintah Desa:

Memberikan informasi kepada pemerintah desa guna menciptakan kebijakan-kebijakan desa yang dapat memberikan dan mendorong ruang partisipasi aktif dari masyarakat dengan memanfaatkan modal sosial.

3. Bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat:

Memberikan informasi kepada pemerintah daerah dan pusat tentang kondisi sosial masyarakat desa yang dapat berguna untuk adanya sinkronisasi kebijakan teknis yang dapat mendorong adanya pembangunan yang partisipatif atau berparadigma bottom-up sebenarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Viva Medika | VOLUME 05/NOMOR 08/FEBRUARI/2012 1 EFEK SAMPING KB SUNTIK DEPOMEDROXY PROGESTERONE ACETATE (DMPA) PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DMPA DI DESA TIPAR

Hasil uji BNJ pada perbedaan jenis ikan diperoleh kesimpulan bahwa antara dendeng asap ikan bandeng dan tenggiri tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai kadar

Dalam rangka meningkatkan citra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan untuk memberikan pelayanan prima atas pertanyaan, permintaan keterangan/ pemberian bimbingan

Akan tetapi tahun 2004 dan di tambah lagi dengan banyaknya penambang emas yang keluar masuk ke Nagari Mundam Sakti, perlahan-lahan Nagari tersebut dikenali orang

Kapasitansi spesifik (Csp) untuk masing-masing variasi elektroda sel superkapasitor dari karbon aktif TKKS disajikan dalam kurva siklus voltamogram seperti pada

Značajnost razlike u trajanju studija testiramo Kruskal-Wallis testom koji je dao negativan odgovor- razlika u duljini trajanja preddiplomskog studija između

Stres yang dialami oleh atlet remaja bukan hanya dari tuntutan dan juga perubahan-perubahan itu saja melainkan juga terdapat stres lain yang berasal dari

Model pembelajaran ini menekankan pada empat unsur utama: (1) siswa bekerja dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa, (2) siswa bekerjasama dengan anggota