• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR PERSETUJUAN HUBUNGAN FREKUENSI STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBAR PERSETUJUAN HUBUNGAN FREKUENSI STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN FREKUENSI STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK

DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO

JURNAL

Oleh

SRI WAHYUNITA ISMAIL NIM: 8414 11 054

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN FREKUENSI STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK

DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO

JURNAL

Oleh

SRI WAHYUNITA ISMAIL NIM: 8414 11 054

Hari/Tanggal : Senin, 06 Juli 2015 Waktu : 13.00 – 14.00 WITA

(3)

ABSTRAK

Sri Wahyunita Ismail, 2015. Hubungan Frekuensi Stroke Dengan Gangguan Kognitif Pasien Stroke Non-Hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu

Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I

Rini F. Zees, S.Kep. Ns., M.Kep dan Pembimbing II dr. Sitti Rahma, M.Kes.

Stroke Non-Hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat obstruksi pada arteri besar di otak, sehingga mengakibatkan kerusakan hingga kematian sel otak dan menimbulkan kecacatan fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Penelitian ini bersifat analisis observasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pada tanggal 19 Mei – 09 Juni 2015, yang berjumlah 26 orang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 23 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik accidental sampling. Untuk analisa univariat dan bivariat menggunakan uji fisher’s exact test dengan derajat kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65.2% mengalami stroke pertama, 56.5% tidak mengalami gangguan kognitif, serta terdapat hubungan antara frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo (p value = 0,039 < α = 0,05). Saran kepada pihak RS untuk meningkatkan penyediaan layanan pemeriksaan fungsi kognitif bagi pasien stroke dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan fungsi kognitif pasien.

Kata Kunci : Frekuensi Stroke, Gangguan Kognitif, Stroke Non-hemoragik

(4)
(5)

HUBUNGAN FREKUENSI STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PASIEN STROKE NON-HEMORAGIK

DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO

Sri Wahyunita Ismail

NIM. 8414 11 054

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Stroke Non-Hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat obstruksi pada arteri besar di otak, sehingga mengakibatkan kerusakan hingga kematian sel otak dan menimbulkan kecacatan fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Penelitian ini bersifat analisis observasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pada tanggal 19 Mei – 09 Juni 2015, yang berjumlah 26 orang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 23 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik accidental sampling. Untuk analisa univariat dan bivariat menggunakan uji fisher’s exact test dengan derajat kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65.2% mengalami stroke pertama, 56.5% tidak mengalami gangguan kognitif, serta terdapat hubungan antara frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo (p value = 0,039 < α = 0,05). Saran kepada pihak RS untuk meningkatkan penyediaan layanan pemeriksaan fungsi kognitif bagi pasien stroke dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan fungsi kognitif pasien.

(6)

PENDAHULUAN

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008)1.

Di negara-negara maju, penyebab kematian tersering adalah penyakit jantung, kanker, serta stroke berada diurutan ketiga (Goldszmidt MD dan Caplan MD, 2013)2. Rata-rata satu kejadian stroke terjadi setiap 40 detik dan setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke.

Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas (2007)3 stroke merupakan penyebab kematian utama untuk semua umur dengan proporsi kematian 15,4%. Pada Riskesdas (2013)4 prevalensi penderita stroke sebesar 7,0‰. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2007 dengan prevalensi sebesar 6,0‰. Sedangkan prevalensi stroke di Provinsi Gorontalo (2013)5

sebesar 8,3‰, dan wilayah Kota Gorontalo menempati urutan pertama prevalensi stroke di Provinsi Gorontalo, yakni sebesar 15,0‰.

Stroke non-hemoragik dapat mengakibatkan kerusakan bahkan sampai kematian sel otak (Yudawijaya, dkk. 2011)6. Kerusakan sel-sel otak dapat menyebabkan kecacatan fungsi sensorik, motorik maupun kognitif (Harsono, 2008)7. American Heart Association (AHA) menyatakan gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa, serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantic (kata-kata) dan pemecahan masalah (dalam Rahayu, dkk. 2014)8. Risiko terjadinya gangguan kognitif pada pasien post stroke akan semakin meningkat bila pasien tersebut juga memiliki beberapa faktor risiko yang salah

1

Arif Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, Salemba Medika, 2008. 2

Goldszmidt MD dan Caplan MD, Stroke Esensial, Edisi Kedua, Jakarta, PT Indeks, 2013. 3

Depkes RI, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2007.

4

Depkes RI, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, Jakarta, Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013. 5

Depkes RI, Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Gorontalo 2013, Jakarta, Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013. 6

Agus Yudawijaya. dkk., Homosistein Plasma dan Perubahan Skor Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca Stroke Iskemik, Media Medika Indonesiana 45(1): 8-15, 2011.

7

Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2008. 8

Sri Rahayu. dkk., Hubungan Frekuensi Stroke Dengan Fungsi Kognitif Di RSUD Arifin Achmad. JOM PSIK 1(2): 1-10, 2014. 2

(7)

satunya pernah mengalami stroke sebelumnya dan stroke pertama kali saat usia lebih dari 50 tahun (Arfa, 2013)9.

Stroke berulang adalah terjadinya defisit neurologi fokal mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam, dan terjadi setiap saat setelah 1 minggu dari serangan stroke sebelumnya (Ratnasari, 2010)10. Stroke berulang sering terjadi karena penderita masih belum serius mengelola faktor resiko dan mengubah gaya hidupnya. Stroke berulang sering kali lebih berat daripada stroke pertama, baik cara serangan maupun akibatnya. Disamping kerusakan pada stroke pertama belum benar-benar pulih, faktor resiko terjadinya kecacatan dan kematian akan terus meningkat setiap stroke berulang terjadi. Salah satu akibat dari stroke berulang adalah penderita mengalami gangguan kognitif yang parah, misalnya benar-benar banyak lupa tentang hidupnya, dan hal ini jarang pulih sempurna bahkan justru bisa bertambah buruk seiring dengan waktu (Damayanti, 2011)11.

Pada penelitian yang dilakukan Hasra, dkk (2014)12 mengenai prevalensi gangguan fungsi kognitif dan depresi pada pasien stroke di Irina F BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado diketahui bahwa hasil pemeriksaan fungsi kognitif pada 37 responden didapatkan 32,4% masih dalam rentang normal, dan 67,5% mengalami gangguan fungsi kognitif, dengan 27% gangguan kognitif ringan, 40,5% gangguan kognitif sedang serta tidak terdapat gangguan kognitif berat. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2010)13 tentang perbedaan skor fungsi kognitif stroke iskemik pertama dengan iskemik berulang dengan lesi hemisfer kiri didapatkan ada perbedaan bermakna skor fungsi kognitif stroke iskemik pertama dan stroke iskemik berulang dengan lesi hemisfer kiri, dimana skor stroke iskemik berulang lebih rendah daripada skor stroke iskemik pertama (p value = 0,004).

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo merupakan rumah sakit terbesar di Provinsi Gorontalo. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe B, yang dijadikan sebagai rumah sakit rujukan di Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2014 tercatat ±223 pasien stroke, dimana 92,38% adalah stroke non-hemoragik. Sedangkan pada tahun 2015, periode Januari - Februari sudah tercatat 42 pasien stroke, dengan 90.5% adalah stroke non-hemoragik.

9

Ratih Kusuma Dewi Arfa, Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke, http://id.scribd.com/doc/190174854/Gangguan-Fungsi-Luhur-Pada-Stroke#scribd, 22 April 2015 (16:30), 2013.

10

Dewi Ratnasari, Perbedaan Skor Fungsi Kognitif Stroke Iskemik Pertama Dengan Iskemik Berulang Dengan Lesi Hemisfer Kiri, Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2010.

11

Christie Damayanti, Bagaimana Aku Mengatasi ‘Kesulitan Berpikir (Kognitif)’ Sebagai Penderita Pasca Stroke?,

http://m.kompasiana.com/post/read/420148/1/bagaimana-aku-mengatasi-kesulitan-berpikir-kognitif-sebagai-penderita-pasca-stroke.html, 01 Mei 2015 (16.51), 2011.

12

Indha Wardhani P.L Hasra. dkk., Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi Pada Pasien Stroke Di Irina F BLU RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Manado, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 2014. 13

Dewi Ratnasari, Perbedaan Skor Fungsi Kognitif Stroke Iskemik Pertama Dengan Iskemik Berulang Dengan Lesi Hemisfer Kiri, Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2010.

(8)

Berdasarkan survey awal dan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 26 - 27 Februari 2015 pada salah satu perawat di ruang G2 Neurologi RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dikatakan bahwa pengkajian yang dilakukan pada pasien-pasien stroke adalah pengkajian yang dilakukan secara menyeluruh termasuk pengkajian fungsi kognitif. Akan tetapi pengkajian fungsi kognitif tersebut tidak dilakukan secara mendetail. Dari pengkajian tersebut diketahui terdapat pasien stroke yang mengalami disorientasi dan gangguan fungsi bahasa seperti dapat berbicara namun kalimatnya tidak jelas atau tidak dapat dimengerti.

Berkaitan dengan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Frekuensi Stroke dengan Gangguan Kognitif Pasien Stroke Non-Hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo”.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. aloei Saboe Kota Gorontalo.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pada tanggal 19 Mei – 09 Juni 2015, dengan menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo selama waktu penelitian yang berjumlah 26 orang. Dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 23 orang, yang diambil dengan teknik accidental sampling dan telah memenuhi kriteria sampel, yang meliputi pasien dengan perawatan hari ke 4-7, mampu membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, serta pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui frekuensi stroke adalah lembar observasi, dan untuk menilai gangguan kognitif responden menggunakan kuesioner Mini Mental

State Examination (MMSE) versi Ginsberg (2007)14.

Penelitian ini dilakukan analisis univariat untuk mengetahui frekuensi dan distribusi karakteristik responden, frekuensi stroke dan gangguan kognitif, serta analisis bivariat dengan menggunakan uji statistic Fisher’s exact test dengan α = 0,05.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden 14

Lionel Ginsberg, Lecture Notes Neurologi, Edisi Kedelapan, Jakarta, Erlangga, 2007.

(9)

Tabel 1: Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden yang diteliti distribusi tertinggi terdapat pada kelompok umur 56-65 tahun sebanyak 10 responden (43.5%).

Tabel 2: Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

N % Laki-laki Perempuan 9 14 39.1 60.9 Total 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden yang diteliti responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 3: Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah N % Perguruan Tinggi SMA SMP SD 3 8 7 5 13.0 34.8 30.4 21.7 Total 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden untuk tingkat pendidikan distribusi tertinggi terdapat pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 8 responden (34.8%).

Tabel 4: Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah

n % Tidak Bekerja/IRT PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta Pedagang Wiraswasta 11 2 1 2 7 47.8 8.7 4.3 8.7 30.4 Total 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden distribusi tertinggi terdapat pada kelompok yang tidak bekerja/IRT yaitu sebanyak 11 responden (47.8%)

Umur (Tahun) Jumlah

N % 36 – 45 46 – 55 56 – 65 > 65 2 9 10 2 8.7 39.1 43.5 8.7 Total 23 100

(10)

.

Tabel 5: Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Stroke

Frekuensi Stroke Jumlah

N % Stroke Pertama Stroke Berulang 15 8 65.2 34.8 Total 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden, jumlah responden yang mengalami stroke pertama lebih besar dari responden yang mengalami stroke berulang.

Tabel 6: Distribusi Responden Berdasarkan Gangguan Kognitif

Gangguan Kognitif Jumlah

N %

Tidak ada gangguan Ada gangguan 13 10 56.5 43.5 Total 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 23 responden yang tidak ada gangguan kognitif lebih banyak daripada yang ada gangguan kognitif.

Tabel 7: Hubungan frekuensi stroke dengan gangguan kognitif

Frekuensi Stroke Gangguan Kognitif Total p value Normal Gangguan kognitif n % n % n % Stroke Pertama Stroke Berulang 11 2 47.8 8.7 4 6 17.4 26.1 15 8 65.2 34.8 0,039 Total 13 56.5 10 43.5 23 100

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Fisher’s exact test diperoleh p value = 0,039 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

PEMBAHASAN 1. Frekuensi Stroke

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 23 orang responden didapatkan bahwa jumlah responden yang mengalami stroke pertama lebih banyak daripada stroke berulang, yaitu sebanyak 15 responden (65.2%). Hal ini menunjukkan bahwa ternyata selama waktu penelitian banyak penderita stroke baru.

(11)

Banyaknya responden yang mengalami stroke pertama atau sebagai penderita stroke baru terjadi karena adanya faktor risiko yang tidak dapat di kontrol pada diri seseorang seperti faktor usia antara 40-70 tahun, serta faktor risiko yang dapat dikontrol seperti merokok, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan obesitas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya stroke. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian ini dimana sebagian besar responden berusia antara 40-70 tahun, dengan distribusi tertinggi berada pada kelompok umur 56-65 tahun. Selain dari itu berdasarkan hasil observasi serta wawancara pada responden dan keluarga, terdapat beberapa responden yang memiliki kebiasaan merokok, memiliki riwayat diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, serta obesitas.

Hal ini pun tidak jauh berbeda untuk stroke berulang. Adanya faktor-faktor risiko tersebut pada orang yang memiliki riwayat stroke sebelumnya yang tidak dikontrol dengan baik akan meningkatkan terjadinya stroke berulang. Selain dari faktor-faktor resiko tersebut, stroke berulang terjadi akibat dari tidak taatnya responden dalam menjalani pengobatan setelah keluar dari rumah sakit.

Stroke tidak mempunyai penyebab tunggal, melainkan banyak penyebab (multifactorial causes) sehingga seseorang dapat mengalami stroke. Faktor risiko terjadinya stroke terdiri atas faktor risiko yang tidak dapat dikontrol (Iskandar dalam Hernanta, 2013)15, dan faktor yang dapat dikontrol (Smeltzer and Bare, 2013)16.

Dari hasil penelitian Rau dan Koto (2011)17 tentang faktor risiko stroke di RSUD Undata Palu tahun 2011 menunjukkan bahwa hiperkolestrolemia, hipertensi dan penyakit jantung merupakan faktor risiko stroke. Hasil penelitian lain yang dilakukan Siswanto (2005)18 tentang beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang (studi kasus di RS Dr. Kariadi Semarang) menunjukkan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl, kelainan jantung, dan ketidak teraturan berobat.

Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa terjadinya stroke pertama dan stroke berulang dikarenakan adanya faktor resiko yang tidak dapat dikontrol seperti usia antara 40-70 tahun, dan faktor yang dapat dikontrol seperti merokok, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan ketidak teraturan dalam berobat.

15

Iyan Hernanta, Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains, Jogjakarta, D-Medika, 2013. 16

Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2013.

17

Muhammad Jusman Rau dan Firdaus Koto, Faktor Risiko Kejadian Stroke di RSUD Undata Palu Tahun 2011, Palu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako, 2011.

18

Yuliaji Siswanto, Beberapa Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi

(12)

2. Gangguan Kognitif

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 23 orang responden didapatkan bahwa sebagian besar tidak ada gangguan kognitif (normal), yaitu sebanyak 13 responden (56.5%) dan 10 responden (43.5%) ada gangguan kognitif.

Peneliti berasumsi hal ini dikarenakan masih banyaknya penderita stroke pertama, sehingga hasil yang didapatkan sebagian besar responden tidak ada gangguan kognitif (normal). Akan tetapi responden-responden yang dikategorikan tidak ada gangguan kognitif (normal) tersebut tidak normal secara sempurna, melainkan sudah terdapat gejala dimana responden tersebut mengalami penurunan fungsi kognitif.

Selain itu, gangguan kognitif yang dialami responden dapat disebabkan karena adanya beberapa kondisi fisik maupun penyakit yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya gangguan kognitif. Misalnya seperti usia, adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan merokok. Gangguan kognitif yang dialami responden bervariasi, baik dalam domain orientasi, registrasi, atensi, mengingat kembali, bahasa maupun meniru.

Gangguan kognitif adalah suatu gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual (Hikmah, 2008)19. Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak (Hasra. dkk, 2014)20. Menurut Wreksoatmodjo (2014)21 ada beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan faktor resiko gangguan fungsi kognitif, yaitu usia, jenis kelamin, ras, genetik, tekanan darah, penyakit jantung, diabetes mellitus, kadar lipid dan kolesterol, obesitas, nutrisi, alkohol, merokok dan trauma.

Stroke meningkatkan risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 3 kali (Arfa, 2013)22. Sehingga penurunan atau gangguan kognitif merupakan efek yang biasa terjadi pada stroke. Gangguan kognitif yang umum timbul pada stroke adalah gangguan perhatian, bahasa, masalah memori, persepsi, pembuatan keputusan, disfungsi eksekutif sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menganalisis, menafsirkan, merencanakan, mengatur dan melaksanakan informasi yang kompleks (Hasra, dkk., 2014)23.

19

Nur Hikmah, Pengaruh Masa Pemberian Terapi Terhadap Perubahan Skor Mini Mental State Examination Pada Pemderita

Stroke Iskemik Akut, Makassar, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, 2008. 20

Indha Wardhani P.L.Hasra, dkk., Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi Pada Pasien Stroke Di Irina F BLU RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Manado, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 2014. 21

Budi Riyanto Wreksoatmodjo, Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif, CDK-212 41(1): 25-32, 2014.

22

Ratih Kusuma Dewi Arfa, Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke, http://id.scribd.com/doc/190174854/Gangguan-Fungsi-Luhur-Pada-Stroke#scribd, 22 April 2015 (16:30), 2013.

23

Indha Wardhani P.L.Hasra, dkk., Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi Pada Pasien Stroke Di Irina F BLU RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Manado, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 2014.

(13)

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2014)24 yang mendapatkan hasil dari 33 responden yang diteliti, 25 orang responden (75,8%) tidak mengalami demensia (normal).

Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa stroke dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kognitif, seperti gangguan orientasi, atensi, memori dan bahasa. Oleh karenanya untuk mengetahui adanya gangguan kognitif pasca stroke, perawat perlu melakukan tes fungsi kognitif pada pasien stroke dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan fungsi kognitif pasien.

3. Hubungan Frekuensi Stroke dengan Gangguan Kognitif Pasien Stroke Non-Hemoragik

Hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Fisher’s exact test diperoleh p value = 0,039 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Dari 23 responden yang diteliti, didapatkan 15 responden dengan stroke pertama sebagian besar tidak ada gangguan kognitif (normal), yaitu sebanyak 11 responden (47.8%), dan sisanya 4 responden (17.4%) ada gangguan kognitif.

Peneliti berasumsi adanya 4 responden yang mengalami gangguan kognitif pada stroke pertama dikarenakan adanya kerusakan sel-sel otak akibat stroke. Letak dan luas area kerusakan/infark turut berpengaruh terhadap gangguan kognitif ini, akan tetapi 2 hal tersebut tidak menjadi variabel dalam penelitian ini. Selain karena kerusakan sel-sel otak akibat stroke itu sendiri, adanya beberapa faktor resiko pada pasien dapat meningkatkan terjadi gangguan kognitif. Misalnya seperti faktor usia, adanya 4 responden dengan riwayat hipertensi, 1 responden dengan diabetes mellitus, dan 2 responden dengan kebiasaan merokok.

Ratnasari (2010)25 menyatakan bahwa penurunan atau gangguan kognitif merupakan efek yang biasa terjadi pada stroke. Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak (Hasra. dkk, 2014)26. Kerusakan sel-sel otak pasca stroke menyebabkan kecacatan fungsi kognitif, sensorik, maupun motorik (Arfa,

24

Sri Rahayu. Dkk., Hubungan Frekuensi Stroke Dengan Fungsi Kognitif Di RSUD Arifin Achmad. JOM PSIK 1(2): 1-10, 2014. 25

Dewi Ratnasari, Perbedaan Skor Fungsi Kognitif Stroke Iskemik Pertama Dengan Iskemik Berulang Dengan Lesi Hemisfer Kiri, Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2010.

26

Indha Wardhani P.L.Hasra, dkk., Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi Pada Pasien Stroke Di Irina F BLU RSUP

(14)

2013)27. Selain karena kerusakan sel otak akibat stroke, ada beberapa kondisi fisik maupun penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif.

Selain itu terdapat 8 responden dengan stroke berulang yang sebagian besar responden mengalami gangguan kognitif, yaitu sebanyak 6 responden (26.1%), dan 2 responden (8.7%) tidak mengalami gangguan kognitif (normal).

Peneliti berasumsi banyaknya responden stroke berulang yang mengalami gangguan kognitif dikarenakan adanya kerusakan sel-sel otak terutama pada area fungsi kognitif akibat serangan stroke sebelumnya dan bertambah akibat stroke yang berulang. Selain itu faktor usia, hipertensi, obesitas dan kurangnya aktifitas dapat mempengaruhi dan meningkatkan terjadinya gangguan kognitif.

Frekuensi serangan ulang pada area vaskuler yang berbeda karena oklusi mendadak pada pembuluh darah yang sebelumnya normal pada serangan pertama, menyebabkan manifestasi klinis stroke semakin memburuk (Arfa, 2013). Disamping kerusakan pada stroke pertama belum benar-benar pulih, faktor resiko terjadinya kecacatan dan kematian akan terus meningkat setiap stroke berulang terjadi. Salah satu akibat dari stroke berulang adalah penderita mengalami gangguan kognitif yang parah, misalnya benar-benar banyak lupa tentang hidupnya,dan hal ini jarang pulih sempurna bahkan justru bisa bertambah buruk seiring dengan waktu (Damayanti, 2011)28.

Risiko terjadinya gangguan kognitif pada pasien post stroke akan semakin meningkat bila pasien tersebut juga dibarengi risiko seperti hipertensi, hiperlipidemia, aterosklerosis, homosisteinemia, diabetes mellitus, sakit jantung, hipotensi, inaktivitas fisik, obesitas, koagulopati, riwayat merokok, konsumsi alkohol, serta pernah mengalami stroke sebelumnya dan stroke pertama kali saat usia lebih dari 50 tahun (Arfa, 2013).

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 23 responden tentang hubungan frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, maka dapat disimpulkan bahwa:

1) Frekuensi stroke pada pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo sebagian besar merupakan stroke pertama yaitu sebesar 65.2%.

27

Ratih Kusuma Dewi Arfa, Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke, http://id.scribd.com/doc/190174854/Gangguan-Fungsi-Luhur-Pada-Stroke#scribd, 22 April 2015 (16:30), 2013.

28

Christie Damayanti, Bagaimana Aku Mengatasi ‘Kesulitan Berpikir (Kognitif)’ Sebagai Penderita Pasca Stroke?,

http://m.kompasiana.com/post/read/420148/1/bagaimana-aku-mengatasi-kesulitan-berpikir-kognitif-sebagai-penderita-pasca-stroke.html, 01 Mei 2015 (16.51), 2011.

(15)

2) Gangguan kognitif pada pasien stroke non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo sebagian besar adalah yang tidak mengalami gangguan kognitif yaitu sebesar 56.5%. 3) Terdapat hubungan antara frekuensi stroke dengan gangguan kognitif pasien stroke

non-hemoragik di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

2. Saran

1) Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat memasukan pengkajian atau evaluasi fungsi kognitif ke dalam kurikulum pembelajaran mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan mahasiswa tentang gangguan serta evaluasi fungsi kognitif.

2) Untuk pihak RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, guna meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan penyediaan layanan pemeriksaan fungsi kognitif bagi pasien stroke.

3) Untuk perawat, guna untuk meningkatkan pemberian asuhan keperawatan diharapkan dapat melakukan pengkajian fungsi kognitif pada pasien stroke agar asuhan keperawatan yang diberikan dapat disesuaikan dengan fungsi kognitif pasien.

4) Bagi responden diharapakan dapat memperhatikan serta mengontrol faktor-faktor resiko yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan terjadinya stroke berulang serta gangguan kognitif atau demensia pasca stroke.

5) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan dapat menambahkan variabel lain seperti letak lesi, luas area lesi, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi fungsi kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

Arfa, Ratih Kusuma Dewi. 2013. Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke.

http://id.scribd.com/doc/190174854/Gangguan-Fungsi-Luhur-Pada-Stroke#scribd. 22 April 2015 (16:30)

Damayanti, Christie. 2011. Bagaimana Aku Mengatasi ‘Kesulitan Berpikir (Kognitif)’ Sebagai

Penderita Pasca Stroke?. http://m.kompasiana.com/post/read/420148/1/bagaimana-aku-mengatasi-kesulitan-berpikir-kognitif-sebagai-penderita-pasca-stroke.html. 01 Mei 2015 (16.51)

Depkes RI. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Gorontalo 2013. Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes. Jakarta

. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(16)

. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes. Jakarta

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi, Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta Goldszmidt MD dan Caplan MD. 2013. Stroke Esensial, Edisi Kedua. PT Indeks. Jakarta

Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Hasra, Indha Wardhani P.L. dkk. 2014. Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif dan Depresi Pada

Pasien Stroke Di Irina F BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado

Hernanta, Iyan. 2013. Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. D-Medika. Jogjakarta Hikmah, Nur. 2008. Pengaruh Masa Pemberian Terapi Terhadap Perubahan Skor Mini Mental

State Examination Pada Pemderita Stroke Iskemik Akut. Tesis. Program Pasca Sarjana

Universitas Hasanudin. Makassar

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Salemba Medika. Jakarta

Rahayu, Sri. dkk. 2014. Hubungan Frekuensi Stroke Dengan Fungsi Kognitif Di RSUD Arifin

Achmad. JOM PSIK 1(2): 1-10

Ratnasari, Dewi. 2010. Perbedaan Skor Fungsi Kognitif Stroke Iskemik Pertama Dengan Iskemik

Berulang Dengan Lesi Hemisfer Kiri. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret. Surakarta

Rau, Muhammad Jusman. Koto, Firdaus. 2011. Faktor Risiko Kejadian Stroke di RSUD Undata

Palu Tahun 2011. _. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako. Palu

Siswanto, Yuliaji. 2005. Beberapa Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang

(Studi Kasus di RS Dr. Kariadi Semarang). Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro. Semarang

Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth, Edisi 8. EGC. Jakarta

Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2014. Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan

Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif. CDK-212 41(1): 25-32

Yudawijaya, Agus. dkk. 2011. Homosistein Plasma dan Perubahan Skor Fungsi Kognitif pada

Pasien Pasca Stroke Iskemik. Media Medika Indonesiana 45(1): 8-15

Gambar

Tabel 1: Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 6: Distribusi Responden Berdasarkan Gangguan Kognitif

Referensi

Dokumen terkait

Artinya variable Bukti Fisik, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati secara simultan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian pada pengguna jasa warnet di

Prinsip utama metode distilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih dari masing- Prinsip utama metode distilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih dari

Formulir permohonan visa, salinan/fotokopi semua halaman paspor yang masih berlaku, kecuali halaman yang kosong tidak perlu difotokopi, hanya halaman yang berisi nama (biodata pemilik

Terbukti dalam pengujian IV yang menunjukkan bahwa minyak goreng “B” memiliki IV yang lebih tinggi dibandingkan minyak goreng “A”, sehingga kandungan asam lemak tak

diperlukan dengan beberapa alasan, yaitu : sanksi diberikan setelah semua cara lain yang digunakan tidak mampu merubah perilaku buruk siswa, pemberian sanksi harus hati-hati,

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah umur ayam kampung (Gallus gallus domesticus), maka semakin panjang ukuran folikel bursa

Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut : a) Mengidentifikasi pihak pengambil keputusan. Pihak pengambil keputusan ini terdiri dari Manager PPIC, Manager