• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH. Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH. Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH

2.1 Suku Simalungun

Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.

Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar "lungun" yang memiliki makna "sunyi". Nama itu diberikan oleh orang luar karena penduduknya sangat jarang dan tempatnya sangat berjauhan antara yang satu dengan yang lain. Orang Batak Toba menyebutnya "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Batak Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.

2.1.1 Asal-usul suku Simalungun

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.

(2)

1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik. 2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di

sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja -raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Berbicara tentang asal-usul orang Simalungun sering mengundang kontroversi dan beraneka ragam penuturan. Namun yang dapat dipakai sebagai patokan adalah asal-usul yang mengandung bukti-bukti sejarah berdasarkan hasil penelitian. Bukti budaya sebagai fakta otentik hingga kini masih ada ditemui persamaan budaya. Misalnya pemakaian kain perca putih (Simalungun=porsa), yang diikatkan pada kepala seperti slayer pada saat kematian orangtua yang sudah lanjut usia. Juga adanya budaya makan sirih serta meratakan gigi (mangikir ipon). “Mangikir Ipon” adalah tradisi meratakan gigi dengan cara memotongnya dengan alat kikir. Setelah diratakan, untuk menghilangkan rasa ngilu, gigi dioles dengan getah kayu (Simalngun: saloh) sehingga gigi kelihatan berwarna hitam. Budaya ini ditemukan pada semua kelompok keturunan di atas.

(3)

Budaya “Mangikir Ipon” di Simalungun masih ditemukan pada saat kedatangan orang Jawa ke Simalungun. Oleh sebab itu dulu orang Simalungun menyebut orang Jawa dengan sebutan “si bontar ipon” (si gigi putih) karena gigi nya putih atau tidak hitam sebagaimana gigi orang Simalungun (Orang Simalungun 2004: 23-25).

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya

menjadi mayoritas di daerah Simalungun atas.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Simalungun#Kepercayaan). 2.2 Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan ialah hubungan kekeluargaan daripada individu-individu. Kekerabatan timbyl akibat dua hal, yaitu hubungan darah (consaigunal) dan akibat adanya perkawinan (konjugnal). Oleh karena itu kekerabatan (kinship) menyangkut jauh dekat hubungannya seseorang (individu) dan antara seorang dengan sekelompok orang (keluaraga/kerabat) demikian pula sebaliknya.

Untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang diadakan kekerabatan menurut adat istiadat (budaya) Simalungun, criteria yang digunakan ialah menurut garis keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari pihak perempuan). Namun yang paling menentukan ialah garis menurut garis

(4)

keturunan ayah. Hal ini karena etnis Simalungun penganut paham kebapakan (patrilinear discent) bahwa keturunan laki-laki, diman marga ayah sangat dominan. Walaupun demikian dalam menentukan kekerabatan (partuturan) juga dianut oleh paham keibuan (bilibneal discent) karena keluarga ibu/istri menduduki posisi yang sangat penting yaitu sebagai tempat untuk meminta berkat (tuah/pasu-pasu). Maka terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara kelompok ayah/suami dengan kelompok ibu/istri dan begitu juga sebaliknya (Purba 1997:4).

Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?"

Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti Raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), Raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.

(5)

Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

- Tutur manorus (langsung) : Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri

- Tutur holmouan (kelompok) : Melalui tutur holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun.

- Tutur natipak (kehormatan) : Tutur natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.

2.2.1 Struktur Sosial : “Tolu Sahundulan Lima Saodoran”

Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi social yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun. Adapun Tolu Sahundulan itu terdiri dari: Tondong, Sanina, Boru, dan Boru ni Boru (Anak Boru Mintori).

Hubungan kekerabatan di kerajaan-kerajaan Simalungun boleh dikatakan seluruhnya diikat oleh hubungan perkawinan. Hal ini dimungkinkan karena konsep puangbolon (permaisuri) dan puangbona (isteri yang pertama) yang merupakan prasyarat utama dalam menentukan seseorang menjadi pengganti raja sebelumnya. Anakboru sanina yang terdapat pada suku bangsa Simalungun turut mengikat

(6)

hubungan yang lebih erat yang semakin memperkokoh hubungan kekerabatan di antara raja-raja Simalungun.

2.3 Sistem Kepercayaan dan Agama

Masyarakat Batak Simalungun pada umumnya telah dipengaruhi oleh beberapa agama, seperti agam Kristen Protestan, Katholik, Islam dan yang masuk ke daerah Batak sejak permulaan abad XIX (Purba 1996:40).

Sebelum masuknya Misionaris Agama Kristen dari RMG pada tahun 1903, penduduk Simalungun bagian timur pada umumnya sudah banyak menganut agama Islam sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Budha yang menunggangi Gajah (Budha).

Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa, yaitu Dewa di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Dewa di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Dewa di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya

(7)

Pemahaman akan dewa-dewa ini tercermin dalam keyakinan orang Simalungun yang harus hormat kepada makhluk dan benda-benda tertentu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Pada zamannya orang Simalungun banyak yang menyembah batu besar, pohon besar, sungai besar dan lain-lain.

Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang Raja, sebelum pemberitaan Injil masuk Tuan Rajalah yang sangat berpengaruh. Orang Simalungun menganggap bahwa anak Raja itulah Tuhan dan Raja itu sendiri adalah Allah yang kelihatan.

2.4 Sistem Mata Pencaharian

Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. Banyak proses yang harus dilalui ketika mereka membuka ladang baru dan keseluruhannya itu harus diketahui oleh gamut yang merupakan wakil raja daerah. Biasanya, di antara perladangannya didirkan bangunan rumah tempat tinggal (sopou juma) sebagai tempat mereka sementara dan melindungi mereka dari serangan binatang buas. Selain itu juga, ada yang mengolah persawahan (sabah) seperti di Purba Saribu dan Girsang Simpangan Bolon dengan cara-cara tradisional. Untuk memnuhi kebutuhan sandang pangan, mereka menenun pakaian (hiou) yang biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan gadis-gadis. Mereka juga menumbuk padi bersama-sama dengan para pemuda di losung huta. Disni biasanya pada zaman dahulu para pemuda itu akan memilih pasangannya.

(8)

Menurut Guru Jason Saragih, orang Simalungun di hilir (jahe-jahei) juga sudah ada yang berdagang hasil hutan dari Simalungun ke Padang Badagei di dekat pesisir timur bahkan sampai ke Penang di Semenanjung Malaka. Pedagang Aceh, Bugis, Asahan, dan Cina datang dari Bandar Khalipah melayari Sungai Padang ke hulu. Mereka membawa barang-barang dagangan kain, bedil, mesiu, timah, pinggan,pasu, pahar, dondang, garengseng, kuali bahkan candu (opium). Hal ini dibuktikan dengan dipakainya banyak mata uang asing dalam transaksi dagang di Simalungun. (Tole 2003:19-20)

2.5 Kesenian Simalungun

Kesenian merupakan salah satu hasil yang diwarisi secara turun temurun. Begitu juga halnya pada masyarakat Simalungun, kesenian merupakan bagian yang sangata penting dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat Simalungun. Beberapa kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Simalungun antara lain: seni musik, seni tari, seni rupa.

2.5.1 Seni Musik

Di masyarakat Simalungun seni musik terbagi dalam 2 bagian yaitu music vocal (inggou) dan musik instrument (gual).

1. Dalam musik vokal (inggou), jenis nyanyian Simalungun terbagi atas 2 yaitu ilah (nyanyian bersama) dan nyanyian solo (doding).

a. Ilah dinyanyikan secara berama-ramai di halaman luas pada suatu desa dan di nyanyikan oleh muda-mudi pada malam terang bulan ataupun

(9)

pada acara hiburan seperti acara rondang bittang, di nyanyikan sambil menortor. Nyanyian ilah disajikan tanpa iringan musik, sebagai pengatur tempo biasa adalah dengan bertepuk tangan.

b. Doding adalah nanyian solo yang dilakukan oleh seseorang apabila ia sendirian. Doding dapat di nyanyikan dengan iringan musik seperti sulim, husapi, sarunei, dan lainnya.

2. Musik instrument (gual) Simalungun dapat dibagi 2, yaitu: Alat musik yang dimainkan dalam bentuk ensambel dan Alat musik yang dipergunakan dalam permainan tunggal (solo instrument). Alat music yang dimainkan dengan ensambel dapat dibagi 2 yaitu alat music yang terdapat pada ensambel Gondrang Sipitu-pitu dan ensambel gonrang sidua-dua. Alat music yang ada dalam ensambel gondrang sipitu-pitu adalah sarunei bolon, ogung, tujuh buah gondrang sipitu-pitu, mongmongan, dan sitalasayak. Sedangkan alat music ensambel gondrang sidua-dua adalah mongmongan dan ogung. Alat music dalam permainan tunggal seperti arbab, hasapi, sulim, dan sordam.

2.5.2 Seni Tari

Seni tari yang dikenal masyarakat Simalungun disebut tor-tor (tarian). Ada beberapa Tor-tor Simalungun yaitu: Tor-tor adat (tor-tor yang berhubungan dengan kepercayaan), tor-tor pencak, dan tor-tor yang bersifat hiburan atau pertunjukkan. Tor-tor adat biasanya sering kita dilihat di pesta adat, dalam melakukan tariannya dapat dibagi menurut penari dalam adat. Misalnya kelompok penari yang terdapat dalam sistem tolu sahundulan. Tor-tor podang adalah tor-tor yang penarinya memakai pedangterhunu, dilakukan oleh 2 orang pria dambil

(10)

memainkan pedang tersebut dan sambil mengikuti irama musik. Tor-tor turahan yang bersifat tari gotong –royong yang dilakukan sewaktu menarik sebuah balok besar dari hutan, dimana kayu tersebut akan dipergunakan menjadi bahan losung untukbahan membangun rumah. Tor-tor yang bersifat hiburan atau pertunjukkan yaitu: tor muda-mudi, tor pencak, dan tor hiburan lainnya seperti tor-tor balang sahua, tor-tor-tor-tor rondang bittang dan lainnya.

2.5.3` Seni Rupa

Seni rupa pada masyarakat Simalungun terbagi atas 4 yaitu pahat, gorga, ukir-ukiran, dan arsitektur (bangunan). Pahat biasanya terdapat pada batu, topeng-topeng. Gorga termasuk ke dalam lukisan yang condong kepada corak warna yaitu: warna hitam, putih, merah dan lain-lain. hal ini pada panggorga dimasa lampau dapat menempatkan warna pada suatu benda, sehingga kelihatan indah. Sedangkan arsitektur adalah mengenai bangunan-bangunan di Simalungun yaitu pinarmusah, pinarhobou dan lainnya.

2.6 Bahasa

Bahasa ialah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun yang tulisan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain (koentjaraningrat 1986:39).

Masyarakat Simalungun umumnya menggunakan bahasa Simalungun sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini dapat kita lihat baik dalam acara religi (agama) di gereja, acara-acara adat dan dalam kehidupan sehari-hari.

(11)

Bahasa Simalungun terdiri dari beberapa ragam yang dapat dilihat dalam sastra lisan Simalungun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Dep. P dan K) adapun ragam bahas Simalungun tersebut ialah:

1. Ragam bahasa Simalungun sehari-hari yang disebut lapung ni hata yaitu bahasa yang dipakai sesame atau bahasa yang sifatny umum. Contoh: kata ham (tuan, kamu, anda) dipakai kepada orang yang lebih dihormati atau yang lebih tua. Kata ho (engkau) dipakai secara umum atau sebaya. Kata hamma/nasiam (dalam bentuk jamak) dipakai dalam kebiasaan umum.

2. Dalam bahasa Simalungun yang halus yang disebut guruni hata yaitu bahasa yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dengan nama lain yang dianggap lebih halus. Misalnya kata babah (mulut) bahasa halusnya pamangan. Kata ulu (kepala) bahasa halusnya simanjujung. Kata mata (mata) kata halusnya panonggor dan lain-lain.

3. Ragam bahsa Simalungun kasar yang disebut sait ni hata yaitu bahasa yang dipakai pada saat-saat tertentu seperti pada saat seseorang marah, atau untuk menyakiti hati orang lain. Misalnha kata babah (mulut) bahasa kasarnya tursik/lossot.

4. Ragam bahasa yang digunakan oleh para guru/datu yaitu berupa bahasa rahasia atau sandi yang sukar dimengerti oleh kebanyakan orang seperti kata bilangan berikut ini yang dipergunakan pada waktu membaca mantra-mantra. Contoh : sada, sada oi sada lamba-lamba oi langit berarti “satu”. Dua, dua oi dua lumba-lumba ni bumi berarti “dua” (D.Kenan Purba, 1996:37).

(12)

Jika dilihat dari ragam bahasa diatas, maka bahasa Simalungun yang masih sering dipergunakan pada saat sekarang ini adalah bahas biasa dan bahasa halus, namun pada saat seseorang marah ia secara sepontan sering mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar (Purba :6-37).

2.7 Filosofi Simalungun

Ada suatu pemahaman orang yang sangat kental pada keyakinan leluhur orang Simalungun bahwa Naibata itu mahakuasa, maha adil, dan maha benar. Manusia juga dituntut untuk bersikap benar segala sesuatu harus di dasarkan kepada hal yang benar. Inilah perinsip dasal filosofi “Habonaron Do Bona” pada orang Simalungun.

Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi hidup bagi orang Simalungun. Habonaron Do Bona arti harfiahnya adalah “Kebenaran adalah dasar segalam sesuatu” artinya mereka menganut aliran pemikiran dan kepercayaan bahwa segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran, sehingga enak bagi semua pihak. Merka dituntut senantiasa harus menjaga kejujurannya (kebenaran) di hadapan sesame manusia. Filosofi Habonaron Do Bona tercatat pertama kali kurang lebih abad XV dalam pustaka Simalungun “Pustaka Parmungmung Bandar Syah Kuda”. Dalam pustaka ini dijelaskan asal-usul seloka “Habonaron Do Bona”. Para orangtua juga selalu menanamkan prinsip hidup “Habonaron Do Bona”, kepada anak cucunya harus bijaksana dalam bergaul di tengah masyarakat.

Bagi orang Simalungun ada falsafah yang mengatakan “totik mansiatkon diri, marombow bani simbuei”, artinya cermat (bijak) membawa diri dan mengabdi

(13)

kepada halayak umum. Sehingga hidup selalu menyenangkan bagi orang lain. hal inilah yang menjadikan orang Simalungun lebih banyak beradaptasi (menyesuaikan diri) disbanding dengan suku lainnya. Ini juga yang membuat orang Simalungun sering melepaskan identitasnya, hanya unutk menyesuaikan dirinya dengan orang sekitarnya. (Sortaman saragih 2008:144)

2.8 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta - fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi – informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan kejadian - kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita - cerita atau pengalaman - pengalaman selama hidupnya. Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang - orang

(14)

atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,atau karena keberuntungan;

(15)

(h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs : (www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).

2.9 Biografi

Taralamsyah Saragih adalah seorang bangsawan Simalungun yang memiliki kepedulian terhadap seni, budaya dan sejarah Simalungun. Penguasaannya terhadap sejarah seni dan kebudayaan Simalungun khusunya perlu dihargai dan dikenang meskipun beliau telah lam berpulang.

Gambar 2.1

(16)

Dalam catatan yang dibuat oleh putra tertuanya,Eddy Taralamsyah Saragih,beliaupernah menjadi duta budaya Indonesia dalam tour misi kesenian dalam pertukaran budaya Indonesia ke RRC(Beijing) tahun 1954 di mana beliau mementaskan tarian Sitalasari dan Pamuhunan. Ketika menjadi dosen Sejarah di Universitas Sumatera Utara (1968 –1970), bersama mahasiswa USU, beliau mengikuti tour Misi Kesenian Indonesia ke Johor Malaysia pada 1970 dan mementaskan tarian Makkail dan Haroan Bolon.

Sebagai pegawai pemerintah, nampaknya beliau berpindah-pindah, pernah tinggal di Jakarta, Medan, Pematang Siantar dan terakhir di Jambi , sungguh proses kreatif (penciptaan) bukanlah sesuatu yang mudah. Boleh jadi, justru di rantau beliau lebih produktif karena kerinduan yang mendalam akan kampung halamannya.

Beberapa aktivitas berkesenian yang digeluti Taralamsyah Saragih diantaranya:

 menjadi pemimpin kelompok musik Siantar Hawaiian Band di Pematang Siantar.

 Pernah rekaman yang menghasilkan 6 piringan hitam (ODEON), berisikan lagu-lagu daerah Simalungun dan Karo.

 Mendirikan dan memimpin orkes keroncong di Pematang Siantar (1936-1941).

 Menjadi pemimpin musik pada kelompok musik Siantar Geki (1942-1946).  Membantu musik tentara di Kutaraja (1949-1951).

(17)

 Mendirikan Kesenian Simalungun di Medan pada tahun 1952.

Untuk menunjukkan kecintaannya kepada Simalungun,beliaujuga mengadakan siaran berkala lagu-lagu daerah Simalungun di RRI Medan. Pada tahun 1959 ia membentuk Orkes Na Laingan untuk musik Simalungun dan merekam 2 piringan hitam di Lokananta yang berisi lagu-lagu Simalungun dan Karo. Beliau juga melatih rombongan Sabang-Merauke untuk tari Haroan Bolon pada pembukaan Ganefo di Jakarta. Pernah diperbantukan dalam pembinaan kesenian, diantaranya membantu pembinaan kesenian Simalungun di Lubuk Pakam dan Pematang Siantar.

Ia bukan hanya milik orang Simalungun, kiprahnya di pentas seni Nasional ditunjukkan dengan keterlibatannya membantu pembentukan Sekolah Musik Indonesia di Medan. Membantu menyusun tari-tari Melayu seperti Kuala Deli, Mainang, Tanjung Katung, dan lain-lain (1952-1953).

Setahun setelah mengikuti misi kesenian RI yang pertama keluar negeri pada tahun 1954, ia melatih tari Melayu dan tari-tari daerah Sumatera Utara di Medan. Diperbantukan kepada pemerintah daerah Jambi oleh Pangkowilhan Sumatera Utara untuk membina kesenian setempat. Melatih dan membawa kesenian daerah Jambi pada pembukaan Jakarta Fair (1972).

Dua kali membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta, untuk Festival Kesenian Mahasiswa se-Indonesia dan untuk pameran Visuil Pembangunan Indonesia (1973). Membawa rombongan kesenian Jambi ke Singapura (1974) dan ke Jakarta untuk pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (1975).\

Membawa koor ibu mengikuti Festival Koor Ibu se-Indonesia dan memimpin tim penelitian musik dan tari daerah Jambi, proyek P3KD Dep. P dan K (1977), dan

(18)

lain-lain. Bahkan beliau memulai karir nya dengan meneliti seni musik dan tarian daerah Jambi yang diterbitkan menjadi sebuah buku (1978) yang masih berupa manuscript dengan judul “Ensiklopedia Musik dan Tarian daerah Jambi”

Pada catatan yang sama, beliau menciptakan 14 tarian Simalungun dan 36 buah lagu Simalungun. Lahir sebagai keturunan ningrat Raja Raya di lingkungan Rumah Bolon (Istana) di Pamatang Raya Simalungun. Mulai mempelajari tari dan musik tradisi Simalungun pada tahun 1926. Antara tahun 1928-1935, ia mempelajari alat-alat musik barat seperti biola, gitar dan lain-lain.

Taralamsyah Saragih lahir di Pematang Raya, Simalungun pada tanggal 18 Agustus 1918, dari keluarga keturunan Raja Simalungun. Sejak kecil Taralamsyah Saragih telah menunjukkan bakat seni yang dimilikinya, terutama di bidang seni musik dan seni tari.

Ia menyelesaikan pendidikan formal di Holandse Inlandse School (HIS). Sebagai komponis, karya-karyanya beranjak dari tradisi etnik Simalungun dan Melayu hal itu dapat telihat dari karakter melodi dan penggunaan teks bahasa daerah yang khas Simalungun. Di usia yang relatif muda pada tahun 1936 hingga tahun 1941.

Pernah menjadi dosen luar biasa pada mata kuliah sejarah di Univesitas Sumatera Utara (USU) yakni dari tahun 1968 hingga tahun 1970. Di selah kesibukannya berorganisasi, Taralamsyah Saragih banyak menciptakan lagu-lagu atau menggubah lagu rakyat Simalungun serta menciptakan berbagai tari daerah Simalungun.

(19)

Sejak itu, Taralamsyah Saragih sempat tinggal di USI (Universitas Simalungun), menempati salah satu kamar di lantai 2. Disela-sela kegiatannya menulis, pada malam hari beliau berdendang dengan clarinetnya. Masa itulah Taralamsyah Saragih merampungkan bukunya berisi Sejarah Kerajaan Raya dan Silsilah Raja Raya serta penyebaran keturunan Raja Raya.

Nama Taralamsyah Saragih dan nama Ibunya tercantum sebagai generasi ke-15, yang berarti Taralamsyah Saragih generasi ke-16. Lalu, naskahnya tersebut diserahkan kepada seorang penulis agar diterbitkan. Dan akhirnya, oleh penulis diterbitkan di percetakan Tapian Raya, dengan biaya sendiri. Judulnya “Saragih Garingging”. Taralamsyah saragih sangat berharap mendapatkan honor dari penerbitan buku tersebut. Tetapi, hanya sedikit yg Ia dapatkan, karena pengiriman buku tersebut tersendat.

Pada pertengahan tahun 1971 Taralamsyah Saragih hijrah ke Jambi atas permintaan Gubernur Provinsi Jambi yang pada saat itu dijabat oleh RM. Noer Admadibrata untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian masayarakat Jambi.

Website Taman Budaya Jambi menulis, kehadiran Taralamsyah Saragih sejak tahun 1971 telah menambah kasanah bagi perkembangan dunia kesenian Jambi. Menurut Tamjid Wijaya (Komponis Jambi), salah seorang sahabat dan murid terdekatnya (Majalah Sauhur, edisi agustus 2009) mengatakan, Taralamsyah Saragih dapat diumpamakan sebagai ‘besi berani’ yang mengumpulkan dan menyatukan serbuk-serbuk besi yang berserakan di sekitarnya. Beliau juga merupakan figur seorang guru dan sekaligus bapak yang mampu meletakkan porsinya dalam mendidik

(20)

murid-muridnya, mereka semua dianggap seperti anak sendiri. Sehingga tidak hanya mengajarkan ilmu keseniannya, tetapi juga memberikan bekal hidup bagi diri saya secara pribadi.

Pada tahun 1978 , Gubernur Provinsi Jambi pada maasa itu dijabat oleh Jamaluddin Tambunan, pernah menginstruksikan untuk melaksanakan penelitian dan pencatatan seni musik dan tari daerah Jambi yang langsung dipercayakan pada Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim yang beranggotakan:

 Surya Dharma  Tamjid Wijaya  OK. Hundrick

 Marzuki Liazimdan dan M. Syafei Ade

Yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, “Ensiklopedi Musik dan Tari Jambi”.

Saat sebelum revolusi sosoial tahun1946, Taralamsyah Saragih pernah menjelaskan bahwa masih banyak jenis atau ciri khas lagu/musik Simalungun yang dahulu mereka pelajari, namun pada saat revolusi sosial tersebut, sekian banyak peralatan musik Simalungun yang kini tidak ditemukan lagi karena turut terbakar di dalam Istana Kerajaan Raya di Simalungun.

Dalam bidang tari, taralmsyah Saragih banyak menciptakan dan menggubah tari Simalungun antara lain: Tari Sitalasari (1946), Pamuhun, Simodak-odak, haro-haro (1952), Sombah (merupakan penyelarasan atau gubahan dari Tortor Sombah yang telah lahir dari akar budaya leluhur, 1953), Runten Tolo(1954), Makail,

(21)

Manduda (1957), . Demikian halnya, dengan seni musik, Taralamsyah Saragih banyak menggubah serta menciptakan lagu-lagu rakyat simalungun, dimana hasil gubahan dan ciptaannya tersebut ditulis secara manual dengan tulisan tangan.Sebut saja:

 Lagu Eta Mangalop Boru lawei,  Parmaluan,

 Hiranan,

 Inggou Paralajang,  Tarluda,

 Parsonduk Dua,  Padan Naso Suhun,  Tading Maetek,  Pamuhunan,  Paima Na So Saud,  Sihala Sitarontom,  Sanggulung Balunbalun,  Ririd Panonggor,  Marsialop Ari,  Mungutni Namatua,  Pindah-Pindah,  Inggou Mariah,  Uhur Marsirahutan,  Poldung Sirotap Padan,

(22)

 Bujur Jehan,

 Simodak-odak (ciptaan bersama dengan Tuan Jan Kaduk Saragih), serta yang lainnya.

Ada juga beberapa lagu tradisi Simalungun yang ia di gubah kembali, seperti:  Parsirangan,

 Doding Manduda (ilah tradisi dari ilah i losung),  Ilah Nasiholan(gubah bersama Jan Kaduk Saragih),  Marsigumbangi dan

 Ilah Bolon (Na Majetter) (ilah tradisi dari ilah bolon).

Gambar 2.2

(23)

Dalam perkawinannya, Taralamsyah Saragih menikah saat berusia 26 tahun pada sabtu, 25 November 1944 dengan Siti Manyun br. Siregar. Taralamsyah Saragih memiliki 12 orang anak diantaranya 3 laki-laki dan 9 wanita. Pada tahun 1980 Taralamsyah Saragih menyusun buku berjudul, Musik Gondrang, Struktur dan fungsinya di Simalungun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Arlin Dietrich Jansen dalam rangka mendapat gelar Doktor di University of Washington Amerika.

Tepat pada hari Senin, 01 Maret 1993 di Jambi, Taralamsyah Saragih menghembuskan nafas terakhir, disaat sedang menyusun dan ingin merampungkan Kamus Simalungun yang ia susun dari tahun 1960-an dan hingga kini belum diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

purposive dengan pertimbangan keduanya merupakan koran harian terbesar di Kalimantan Timur. Adapun sampel pembaca/pelanggan media cetak diambil 5 dari masing-masing media

As the result above, with 30° angle comparison, the rendering time is faster than without comparison, but in a worst condition, the mesh is corrupted. With 45° angle comparison,

Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kepemimpinan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sudah berhasil melaksanakan pemberdayaan

HARDIANTA SUKATENDEL: Uji Efektifitas Atraktan Terhadap Walang Sangit (Leptocorisa Acuta T.) pada Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)di Rumah Kasa, dibimbing oleh MARHENI dan

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, serta beberapa kajian teori maka kerangka pikir dalam penelitian yaitu untuk konsep

HARDIANTA SUKATENDEL: Uji Efektifitas Atraktan Terhadap Walang Sangit ( Leptocorisa Acuta T.) pada Tanaman Padi ( Oryza Sativa L.)di Rumah Kasa, dibimbing oleh MARHENI dan

Bimtek Bagi Jurnalis dan Guru Geografi Untuk Meningkatkan Pemahaman Mengenai Fenomena Cuaca dan Iklim Indonesia, serta Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat. Di Kantor