• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Metode Pembelajaran. siswa. Menurut Riyanto (2002: 32) dalam Taniredja dkk. (2012: 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Metode Pembelajaran. siswa. Menurut Riyanto (2002: 32) dalam Taniredja dkk. (2012: 1)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Metode Pembelajaran

a. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara yang direncanakan oleh seorang guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga penyajian materi kepada siswa dapat diberikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran. Sejalan dengan itu menurut Maolani (2017: 97) “metode pembelajaran artinya cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa”. Menurut Riyanto (2002: 32) dalam Taniredja dkk. (2012: 1) “metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran”.

Menurut Prawiradilaga (2007) dalam Kusnadi (2018: 13) “metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah dan cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, dapat dikatakan metode pembelajaran yang difokuskan kepada pencapaian tujuan”. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan terciptanya kualitas pembelajaran yang baik.

(2)

b. Kedudukan Metode Pembelajaran

Menurut Maolani (2017: 98) metode pembelajaran memiliki tiga kedudukan yaitu:

1) Metode sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik

Sebagai salah satu komponen pembelajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Maolani (2017: 98) “motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Karena itu metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang”.

Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas, jumlah siswa dan latar belakang siswa. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

2) Metode sebagai Strategi Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua siswa dapat berkonsentrasi dalam waktu yang cukup lama. Daya serap siswa terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang

(3)

siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.

Terhadap perbedaan daya serap siswa sebagaimana tersebut, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok siswa boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok siswa yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau metode eksperimen.

Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa belajar dengan efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3) Metode sebagai Alat untuk Mencapai Tujuan

Tujuan adalah cita-cita yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Tujuan menjadi pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut sekehendaknya sendiri dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Itu sama halnya dengan perbuatan yang

(4)

dengan pergi ke suatu tempat tanpa tujuan seingga sukar untuk menyeleksi mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran. Metode adalah jembatan dalam pembelajaran keterampilan tertentu maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan tujuan jagan bertolak belakang, artinya metode harus menunjang pencapaian tujuan. Bila tidak maka akan sia-sialah perumusan tujuan tersebut. Apalah artinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tanpa mengindahkan tujuan.

Jadi guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

c. Ciri-ciri Umum Metode yang Baik

Kebaikan suatu metode terletak pada ketepatan memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Menurut Mohammad Al-Toumy (2001: 54) dalam Maolani (2017: 103) mengatakan terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang baik untuk pembelajaran, yakni:

(5)

2) Bersifat luwes, fleksibel, dan memiliki daya sesuai dengan watak siswa dan materi.

3) Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.

4) Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya justru mengembangkan materi.

5) Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyarakan pendapatnya. 6) Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam

keseluruhan proses pembelajaran. 2. Metode Eksperimen

a. Pengertian

Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada siswa secara perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan, sehingga siswa dapat menemukan sendiri mengenai fakta yang sedang dipelajari dan juga mengalami secara langsung sehingga siswa belajar dengan lebih bermakna dan diharapkan dapat lebih dipahami oleh siswa. Sejalan dengan itu menurut Maolani (2017: 115) “metode eksperimen adalah metode pembelajaran dengan cara guru dan siswa bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui”.

Menurut Djamarah (2002: 95) dalam Hamdayana (2017: 125) “metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari”. Dari beberapa

(6)

metode pembelajaran yang dilakukan bersama-sama oleh guru dan siswa sebagai latihan praktis dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari.

Dengan metode eksperimen, siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hokum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.

Penggunaan metode ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menentukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Melalui pembelajaran eksperimen, juga siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimen, siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.

Agar penggunaan metode eksperimen itu efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Dalam eksperimen, setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.

(7)

2) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih. 3) Dalam eksperimen, siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati

proses percobaan, maka perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu. 4) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu

adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi pengalaman serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih objek eksperimen itu.

5) Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.

Metode eksperimen dirasa cocok untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. Metode eksperimen dalam pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah dalam mempelajari IPA serta keterampilan proses IPA. Hal ini disebabkan, IPA diperoleh melalui suatu metode ilmiah. Wisudawati dan Sulistyowati (2107: 155) mengatakan bahwa pengetahuan IPA ditemukan dari bahasan “mengapa dan bagaimana” peristiwa yang terjadi di alam, penemuan

(8)

mengkombinasikan pengetahuan, percobaan, perumusan hukum, hipotesis, dan teori dalam kerangka metode ilmiah.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen

Menurut Maolani (2017: 125) metode eksperimen memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya:

1) Kelebihan Metode Eksperimen

a) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan dari sebuah percobaan yang dilakukannya.

b) Menciptakan kreativitas dan inovasi baru dengan penemuan hasil percobaan.

c) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

2) Kelemahan Metode Eksperimen

a) Membutuhkan fasilitas peralatan dan bahan yang tidak mudak diperoleh, bahkan harganya terkadang mahal.

b) Menuntut keuletan dan ketelitian.

c) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan harapan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan.

Menurut Hamdayana (2017: 126) metode eksperimen memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya:

(9)

a) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.

b) Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuan.

c) Dengan metode eksperimen akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

2) Kekurangan Metode Eksperimen

a) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan eksperimen.

b) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.

c) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.

c. Tahap-tahap Metode Eksperimen

Pembelajaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng (2003: 82) dalam Hamdayana (2017: 126), meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

(10)

demonstrasi ini menampilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi fisik yang akan dipelajari.

2) Pengamatan merupakan kegiatan siswa data guru melakukan percobaan siswa diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut. 3) Hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara

berdasarkan hasil pemgamatannya.

4) Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.

5) Aplikasi konsep, setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari.

6) Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan pokok bahasan.

(11)

3. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar di kelas yang merupakan pengejawantahan dari penyusunan kurikulum, pengaturan materi, serta pemberian petunjuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pembelajaran. Sejalan dengan itu menurut Soekamto dalam Shoimin (2014: 23) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Menurut Joyce dan Weil dalam Maolani (2017: 53) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran maupun setting lainnya. Menurut Kusnadi (2018: 1) “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, atau suatu perencanaan yang dapat digunakan untuk mendesain pola mengajar secara tatap muka di kelas, dan untuk menentukan material atau perangkat pembelajaran. Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan oleh guru sebagai acuan pembelajaran di kelas secara tatap muka

(12)

untuk mencapai tujuan tertentu dalam mengorganisasikan pengalaman belajar siswa.

4. Model Pembelajaran Project Based Learning

a. Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning

Model pembelajaran project based learning adalah model pembelajaran yang didalam proses pembelajarannya berbasis proyek. Sejalan dengan itu, menurut Fathurrohman (2015: 117) model pembelajaran project based learning secara bahasa diartikan sebagai model yang menekankan pada pengadaan proyek atau kegiatan penelitian kecil dalam pembelajaran atau dapat disebut dengan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek melibatkan suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh siswa dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk yang hasilnya kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan. Pelaksanaan proyek dilaksanakan secara kolaboratif, inovatif, unik, dan yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa. Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari metode instruksional yang berpuasat pada pembelajar. Model ini sebagai ganti penggunaan suatu model pembelajaran yang masih bersifat teacher centered yang cenderung membuat pembelajar lebih pasif dibandingkan dengan guru. Hal

(13)

tersebut mengakibatkan motivasi belajar siswa menjadi rendah sehingga kinerja ilmiah mereka pun menurun.

Menurut Pratama dan Prastyaningrum Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media pembelajaran dan dinilai sejalan dengan peraturan pemerintah. Siswa dituntut melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran project based learning merupakan model pembelajaran yang menekankan disetiap pembelajarannya menghasilkan sebuah proyek baik secara individu atau kelompok. b. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Project Based Learning

Sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi dalam model pembelajaran project based learning menggunakan proyek sebagai strategi pembelajaran. Menurut Fathurrohman (2015: 121) prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran berpusat pada siswa yang melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.

2) Tugas proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.

(14)

3) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema atau topik yang disusun dalam bentuk produk. 4) Kurikulum. Project Based Learning/Pembelajaran Berbasis Proyek

tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat.

5) Responsibility. Menekankan responsibility dan answerability para siswa ke diri dan panutannya.

6) Realisme. Kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional.

7) Active Learning. Menumbuhkan isu yang berujung pada pernyataan dan keinginan siswa untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga terjadi proses pembelajaran yang mandiri.

8) Umpan balik. Diksusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para siswa menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah pembelajaran berdasarkan pengalaman.

9) Keterampilan umum. Dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self management.

(15)

10) Driving Question. Difokuskan pada pernyataan atau permasalahan yang memicu siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai.

11) Constructive Investigation. Sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para siswa.

12) Autonomy. Proyek menjadikan aktivitas siswa yang penting. c. Kelebihan dan Kekurangan Model Project Based Learning

Menurut Husamah (2013) dalam Lestari (476: 2016) model project

based learning memiliki kelebihan, diantaranya:

1) Pelajar memperoleh pengetahuan dasar (basic science) yang berguna untuk memecahkan masalah yang dijumpainya

2) Pelajar belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student

centered

3) Pelajar mampu berpikir kritis dan mengembangkan inisiatif.

Menurut Thomas (2000) dalam Lestari (476: 2016) model project

based learning memiliki kelemahan, diantaranya:

1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah 2) Memerlukan biaya yang cukup banyak

3) Banyak peralatan yang harus disediakan

4) Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan

(16)

5) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak memahami topik secara keseluruhan.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Project Based Learning Secara umum menurut Fathurrohman (2015: 123) langkah-langkah model pembelajaran project based learning dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Project Based Learning

Berdasarkan bagan di atas, kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah model pembelajaran project based learning adalah sebagai berikut: Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek Penyusunan laporan dan presentasi/publika si hasil proyek Evaluasi proses dan hasil proyek Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring guru Penentuan proyek

(17)

1) Penentuan Proyek

Pada langkah ini, siswa menentukan tema/topik proyek berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Siswa diberi kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang akan dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tugas yang diberikan guru.

2) Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek

Siswa merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan proyek ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung tugas proyek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas proyek, dan kerja sama antar anggota kelompok.

3) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek

Siswa di bawah pendampingan guru melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya, berapa lama proyek itu harus diselesaikan tahap demi tahap.

4) Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring guru

Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek di antaranya adalah dengan 1) membaca, 2) meneliti, 3) observasi, 4) interview, 5) merekam, 6) berkarya seni, 7) mengunjungi objek proyek,

(18)

dalam melakukan tugas proyek mulai proses hingga penyelesaian proyek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang dapat merekam aktivitas siswa dalam menyelesaikan tugas proyek.

5) Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek

Hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan dana tau dipublikaskan kepada siswa yang lain dan guru atau masyarakat dalam bentuk pameran produk pembelajaran.

6) Evaluasi proses dan hasil proyek

Guru dan siswa pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi pada tugas proyek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi, siswa diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas proyek yang berkembang dengan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas proyek. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

5. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata yakni “prestasi” dan “belajar”. Menurut Djamarah (2017: 19) “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok”.

(19)

kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimis dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja.

Meski pencapaian prestasi itu penuh dengan rintangan dan tantangan yang harus dihadapi oleh seseorang, namun seseorang tidak akan pernah menyerah untuk mencapainya. Disinilah nampaknya persaingan dalam mendapatkan prestasi dalam kelompok terjadi secara konsisten dan persisten. Banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan prestasi. Semuanya tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu, kegiatan mana yang akan digeluti untuk mendapatkan prestasi tersebut. Konsekuensinya kegiatan itu harus digeluti secara optimal agar menjadi bagian dari diri secara pribadi.

Dari kegiatan tertentu yang digeluti untuk mendapatkan prestasi, maka munculah berbagai pendapat dari para ahli sesuai keahlian mereka masing-masing untuk memberikan pengertian mengenai kata “prestasi” adalah “hasil” dari suatu kegiatan.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. Sejalan dengan itu, menurut Poerwadarminta dalam Djamarah (2017: 20)

(20)

sebagainya)”. Sedangkan menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar dalam Djamarah (2017: 20) berpendapat bahwa “prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”. Sementara menurut Nasrun Harahap dan kawan-kawan dalam Djamarah (2017: 21) memberikan batasan, bahwa “prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum”.

Belajar adalah aktivitas yang dilakukan secara sadar yang memiliki tujuan akan adanya suatu perubahan dalam diri individu sehingga individu dapat mengambil kesan/pelajaran dari pengalaman tersebut. Sejalan dengan jal itu belajar menurut Djamarah (2017: 21) “belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari”. Hasil dari aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan demikian, belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil.

Belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan dalam arti menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya. Menurut Sardiman A.M dalam Djamarah (2017: 21) mengemukakan suatu rumusan, bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju ke perkembangan

(21)

kognitif, afektif dan psikomotorik. Sebagai hasil dari aktivitas belajar ini akan dapat dilihat dari perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman inilah yang nantinya akan membentuk pribadi individu ke arah kedewasaan. Hal ini telah dikemukakan oleh Cronbach dengan pendapatnya, bahwa learning is show by a change behavior as a result of experience.

Perubahan yang terjadi dalam diri individu sebagai hasil dari pengalaman itu sebenarnya usaha dari individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Interaksi dimaksud tidak lain adalah interaksi edukatif yang memungkinkan terjadinya proses interaksi belajar mengajar. Dalam hubungan ini memang diakui, bahwa belajar tidak selamanya terjadi dalam proses interaksi belajar mengajar, tetapi bisa juga terjadi diluar proses itu. Individu yang belajar sendiri di rumah adalah aktivitas belajar yang terlepas dari proses aktivitas belajar mengajar. Namun bagaimanapun juga belajar tetap merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Slameto dalam Djamarah (2017: 22) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Hakikat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan itu nantinya akan memperngaruhi pola piker individu

(22)

individu dalam belajar. Bila individu telah melakukan aktivitas belajar namun tidak ada sedikit pun kesan yang dapat diserap maka individu itu tidak berhasil mengadakan perubahan dalam dirinya. Aktivitas yang demikian itu adalah suatu aktivitas yang sia-sia. Ini berarti hakikat belajar sebagai inti dari aktivitas belajar tidak mampu diselami. Dengan demikian, individu yang telah menyelesaikan aktivitas belajar dan sebagian besar kesannya tetap setia dalam otak dan sewaktu-waktu bila diperlukan kesan itu akan muncul kea lam sadar, maka individu itu bisa dikatakan telah mampu menyelami hakikat dari aktivitas belajar. Hakikat belajar adalah perubahan, dan perubahan itu sendiri adalah tujuan yang mau dicapai sebagai bagian akhir dari aktivitas belajar. Dengan demikian, belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa-raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian prestasi belajar. Prestasi adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku. Dengan demikian, prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Jika perubahan tingkah laku adalah tujuan yang akan dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang

(23)

dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah.

Kemajuan yang diperoleh itu tidak saja berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga berupa kecakapan atau keterampilan. Semuanya bisa diperoleh dibidang suatu mata pelajaran tertentu. Kemudian untuk mengetahui penguasaan setiap siswa, terhadap mata pelajaran tertentu itu dilaksanakanlah evaluasi. Dari hasil evaluasi itulah akan dapat diketahui kemajuan siswa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan atau keterampilan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian. b. Prestasi Belajar sebagai Hasil Penilaian

Prestasi belajar tidak akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa. Fungsi prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang kebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok.

Penilaian adalah sebagai akivitas dalam menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar. Jika membahas mengenai penilaian maka akan membahas juga mengenai evaluasi, sebab masalah evaluasi merupakan suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu dalam pendidikan. Penilaian itu sendiri adalah terjemahan dari kata “evaluasi” yang berasal dari kata “evaluation” dalam bahasa inggris. Menurut Wand and Brown dalam Djamarah (2017: 25) evaluasi

(24)

sesuatu. Maka evaluasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang menjadi kewajiban bagi setiap guru. Evaluasi diharapkan untuk memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai siswa, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang siswa dapatkan setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Disinilah ketepatan penyusuna strategi evaluasi diperlukan dan menentukan bagaimana intensitas prestasi belajar siswa. Guru yang tidak tepat dalam penyusunan strategi evaluasi akan mendapatkan hasil penilaian yang bias, yang pada gilirannya informasi yang diterimapun tidak akurat. Oleh karena itu, penyusunan strategi evaluasi akan amenentukan ketepatan informasi yanga disampaikan, baik kepada lembaga dimana guru tersebut mengabdi ataupun siswa bersekolah. Hal yang terakhir ini sejalan dengan pendapat Purwanto dalam Djamarah (2017: 26) yang mengatakan bahwa evaluasi pencapaian belajar siswa dalah satu adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru/pengajar. Dikatakan kewajiban karena setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata pelajaran yang telah diberikannya.

(25)

tersebut dapat memperbaiki strategi evaluasinya, yang kemungkinan belum menyentuh materi pelajaran yang telah diberikan, atau perlu meninjau kembali strategi proses interaksi belajar mengajar yang kondusif di masa mendatang. Hal ini sudah tentu akan melibatkan guru dalam menanganinya, sebab dalam penyampaian materi pelajaran dan pelaksanaan evaluasi, gurulah yang lebih banyak bergelut di dalamnya.

Dalam kaitannya dengan masalah standar penilaian maka sebelum dilakukan evaluasi perlu dicari atau disusun konsep-konsep pengukuran, sebab untuk menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa skala pengukuranlah sebagai pedomannya. Kegiatan ini akan terpulang kepada guru, sebab masalah ini merupakan salah satu keahlian dari guru. Demikian juga masalah penilaian, keduanya merupakan bagian yang integral, yang tidak dapat dipisahkan dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam rangka untuk mendapatkan data sebagai bahan informasi guna mempermudah dalam melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan pengajaran, dilaksanakanlah test formatif atau sumatif. Penggunaan test-test ini dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang prestasi belajar para siswa, untuk mengetahui potensi para siswa dan untuk mengetahui keefektifan proses interaksi belajar mengajar. Dengan kata lain, untuk memberikan informasi kepada para siswa tentang prestasi belajar ereka dan kepada guru tentang keberhasilannya dalam kegiatan pengajaran dalam interval waktu tertentu.

(26)

c. Prestasi Belajar sebagai Alat Motivasi

Dalam belajar, motivasi memegang peranan yang penting. Prestasi menjadi pendorong bagi siswa dalam belajar. Siswa yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang dipelajarinya adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai siswa selama belajar. Karena siswa ingin mempunyai tujuan ingin mengetahui sesuatu, maka siswa terdorong untuk mempelajarinya.

Oleh karena itu, motivasi tidak bisa dipisahkan dari aktivitas belajar siswa. Siswa tidak akan mempelajari sesuatu bila hal itu tidak menyentuh kebutuhannya. Kebutuhan dan motivasi adalah dua hal yang saling berhubungan. Sebab manusia hidup pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai kebutuhan. Kebutuhan itulah yang nantinya mendorong manusia untuk senantiasa berbuat dan mencari sesuatu. Menurut Morgan dalam Djamarah (2017: 27) manusia hidup memiliki kebutuhan-kebutuhan, yakni kebutuhan untuk berbuat untuk suatu aktivitas, kebutuhan untuk menyenangkan orang lain, kebutuhan untuk mencapai hasil dan kebutuhan untuk mengatasi kesulitan.

Seluruh aktivitas belajar siswa adalah untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik. Setiap siswa pasti tidak ingin memperoleh prestasi belajar yang jelek. Oleh karena itu, setiap siswa berlomba-lomba untuk mencapainya dengan suatu usaha yang dilakukan seoptimal mungkin. Dalam hal yang demikian maka prestasi belajar bisa dikatakan sebagai kebutuhan yang memunculkan motivasi dari dalam diri siswau untuk selalu belajar. Banyak hal yang bisa dijadikan sebagai alat untuk memotivasi siswa dalam belajar. Meski

(27)

untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini kemungkinan besar ada faktor-faktor lain sebagai kendalanya. Dalam hal ini bisa menyangkut faktor-faktor bahan pelajaran dan lingkungan. Untuk mengatasi hal ini guru bisa mempergunakan pendekatan edukatif lainnya. Ini semua dilakukan dalam usaha untuk memotivasi siswa.

Dalam proses interaksi belajar mengajar, peranan motivasi sangat diperlukan. Motivasi ini akan mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Guru harus bisa membangkitkan semangat belajar siswa dengan cara yang sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi psikologis siswa. Hal ini merupakan usaha untuk memotivasi siswa sehingga siswa memperoleh kemajuan dalam belajarnya disekolah. Oleh karena itu, cukup beralasan jika prestasi belajar dijadikan sebagai salah satu alat untuk memotivasi siswa dalam belajar. d. Tes Prestasi Belajar

Benyamin S. Bloom dkk. dalam Azwar (2016: 8) membagi kawasan belajar yang mereka sebut sebagai tujuan pendidikan menjadi tiga bagian yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif dan kawasan psikomotor. Tes prestasi belajar, secara luas tentu mencakup ketiga kawasan tujuan pendidikan tersebut”. Benyamin S. Bloom membatasi pembahasan secara khusus hanya pada kawasan kogintif saja dengan penekanan pada bentuk tes yang tertulis.

Tes prestasi belajar dibedakan dari tes kemampuan lain bila dilihat dari tujuannya, yaitu mengungkapkan keberhasilan seseorang dalam belajar. Tujuan ini membawa keharusan dalam kontruksinya untuk selalu mengacu pada

(28)

materi pelajaran. Sebagaimana halnya pada bentuk-bentuk tes yang lain, hakikat penyelenggaraan testing sebenarnya adalah usaha menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan tugas seorang tenaga pengajar, tes prestasi belajar merupakan salah satu alat pengukuran di bidang pendidikan yang sangat penting artinya sebagai sumber informasi guna pengambilan keputusan.

Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi. Seorang tenaga pengajar haruslah mengetahui dasar-dasar penyusunan tes prestasi belajar yang baik agar dapat memperoleh hasil ukur yang akurat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel). Dia harus pula mengetahui aspek-aspek penggunaannya yang layak di kelas, mengetahui cara-cara pemberian angka, dan yang paling penting adalah mengetahui pula cara interpretasi hasil pengukuran tersebut.

e. Tes Prestasi Belajar dalam Sistem Pendidikan

Dalam proses pendidikan dan pengajaran setiap saat akan selalu ada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan. Setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan pada suatu ketika akan harus mengambil suatu bentuk keputusan pendidikan, yaitu keputusan-keputusan yang menyangkut berbagai

(29)

dalam sistem pendidikan formal, baik di perguruan tinggi ataupun di tingkat-tingkat pendidikan menengah dasar.

Diantara keputusan-keputusan pendidikan itu, dapat berupa keputusan didaktik yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan pengjaran seperti misalnya keputusan yang menyangkut ketepatan kurikulum yang berlaku. Keputusan pendidikan dapat berupa keputusan administratif guna memenuhi kebutuhan adminitsrasi seperti misalnya keputusan mengenai kelulusan. Keputusan pendidikan dapat pula berupa keputusan bimbingan penyuluhan guna memberikan bimbingan dalam penjurusan dan penentuan karir.

Banyak sekali keputusan pendidikan yang diambil berdasarkan hasil tes prestasi belajar. Sebagai contoh antara lain adalah pemberian nilai suatu mata pelajaran, penentuan lulus tidaknya seorang siswa, perlu tidaknya pengulangan suatu bagian pelajaran tertentu, penempatan mahasiswa pada suatu program.

Berbagai macam keputusan pendidikan itu menempatkan tes prestasi belajar dalam beberapa fungsi yaitu fungsi penempatan, fungsi formatif, fungsi diagnostik dan fungsi sumatif. Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu. Contoh penggunaan fungsi ini adalah penggunaan nilai rapor kelas 4 misalnya untuk menentukan siswa masuk di kelas unggulan atau di kelas reguler.

(30)

suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan balik kemajuan belajar dank arena itu biasanya tes diselenggarakan di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar, bila perlu. Contoh tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester di sekolah tingkat menengah dan dasar. Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera, dan semacamnya.

Fungsi sumatif adalah penggunan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dinyatakan lulus dalam program pendidikan tersebut, atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke program yang lebih tinggi. Tes prestasi sumatif pada program tertentu dapat dipandang sebagai tes yang berfungsi formatif bagi suatu proses pengajaran yang lebih luas yang merupakan rangkaian program-program pengajaran bertahap.

6. Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar, siswa sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis dan

(31)

Kanak atau Raudatul Athfal), daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berhayal, sedangkan pada usia SD/MI daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional.

Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut Piaget dalam Yusuf (2014: 61) masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan benda-benda berdasarkan ciri yang sama; (2) menghubungkan atau menghitung angka-angka atau bilangan; dan (3) memecahkan masalah yang sederhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode eksperimen dalam model project based leraning, yang di dalamnya siswa diberikan pembelajaran yang konkret melalui eksperimen dan pembuatan proyek sederhana.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan model project based learning diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, Ardianti dan Kanzunnudin, yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Kerjasama Melalui Model Project Based

Learning (Pjbl) Berbantuan Metode Edutainment Pada Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan kerjasama melalui model project based kearning berbantuan metode pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Sampel dari penelitian ini adalah

(32)

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel secara random. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah control group post-test design. Penelitian ini terdiri dari atas kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Kelompok ekperimen di kelas IVA dengan menggunakan model project based learning berbantuan metode edutainment, sedangkan kelompok kontrol di kelas IVB dengan model biasa dengan diskusi kelompok. Variabel penelitian ini adalah model peroject based learning berbantuan

metode edutainment sebagai variabel bebas (X) dan peningkatan hasil belajar

sebagai variabel terikat (Y). Teknik pengumpulan data dan instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi: 1) lembar soal pre test dan post test yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya dan 2) lembar observasi untuk mengamati kemampuan kerjasama siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Analisis data statistik yang dilakukan untuk pengukuran hasil penelitian yaitu: 1) uji normalitas untuk melihat normal dan tidaknya data penelitian menggunggunakan chi kuadrat, 2) analisis pengaruh model terhadap kemampuan kerjasama untuk mengetahui perbedaan rerata dari skor kemampuan kerjasama siswa dan 3) analisis pengaruh model terhadap post test siswa. Hasil kemampuan kerjasama siswa ada 4 aspek, hasil rata-rata setiap aspek yaitu: 1) kebersamaan memperoleh rata-rata kelompok eksperimen 2,52 dan kelompok kontrol 2,15; 2) diskusi memperoleh rata-rata kelas eksperimen 1,77 dan kelas kontrol 1,69; 3) bertukar pendapat memperoleh rata-rata kelas eksperimen 2,53 dan kelas kontrol 1,89; 4) kekompakan memperoleh rata-rata kelompok eksperimen 1,88 dan kelompok kontrol 1,79. Hasil rata-rata-rata-rata tersebut

(33)

10 item yang merupakan pengembangan dari 4 aspek tersebut, setiap aspek terdiri dari 2 – 3 item soal. Dari penelitian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil uji-t analisis kemampuan kerjasam menunjukan bahwa nilai t-hitung 3,279 > t-tabel 2,011. Maka terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan kerjasama dan nilai posttest siswa kelompok eksperimen dengan kelompok control. Dengan demikian model project based learning berbantuan metode edutainment dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar siswa kelas IV SD Muhammadiyah Kudus.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, Wayan dan Suharjo, yang berjudul “Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang dibelajarkan dengan model project based learning (PjBL) dan siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional yang ditinjau dari motivasi berprestasi. Penelitian ini dilaksanakan di SD Plus Darul Ulum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan jenis penelitian

quasi experiment. Desain penelitian yang digunakan yaitu Non Equivalent Control Group. Populasi penelitian yaitu siswa kelas IV A dan IV C semester 2 di SD Plus

Darul Ulum Kabupaten Jombang tahun pelajaran 2017/2018 dengan jumlah keseluruhan sebanyak 44 siswa. Penentuan kelas menggunakan teknik Cluster

Random Sampling. Adapun kelas IV A populasi sebanyak 21 siswa sebagai kelas

(34)

dibelajarkan menggunakan model PjBL. Variabel dalam penelitian ini yaitu, (1) model project based learning (PjBL) sebagai variabel independent (bebas), (2) kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai variabel terikat (dependent), dan (3) motivasi berprestasi sebagai variabel moderasi. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu berupa tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dan angket motivasi berprestasi yang sebelumnya sudah di validasi konstruk pada dosen dan guru selain itu juga telah divalidasi empirik pada siswa lain sehingga butir soal sudah dapat dikatakan valid dan reliabel. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif statistik dan analisis multivariat. Uji hipotesis dilakukan dengan

Two Way Analisis of Variat (two way ANAVA) dengan bantuan SPSS 21.0 for Windows. Sebelum melakukan analisis data dan uji hipotesis, data yang diperoleh

perlu diuji asumsinya terlebih dahulu yang dilakukan dengan uji normalitas dan homogenitas varians. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) ada pengaruh yang signifikan model PjBL terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) ada pengaruh motivasi berprestasi terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan (3) model PjBL dan motivasi berprestasi yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi. Keefektifan model pembelajaran dapat diketahui dari hasil rata-rata nilai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Selisih yang diperoleh setelah setiap variabel sudah diketahui perbedaan rata-rata antara nilai posttest dan pretest kemampuan berpikir tingkat tinggi berdasarkan model pembelajaran dan motivasi berprestasi yang berbeda. Perbedaan rata-rata tersebut diasumsikan sebagai pengaruh keefektian model pembelajaran yang diterapkan

(35)

mempunyai selisih rata-rata sebesar 33,47, sedangkan pada kelas kontrol hanya sebesar 27,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata nilai siswa pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil rata-rata pada tabel di atas menunjukkan bahwa penerapan model project based learning (PjBL) dapat memberikan pengaruh dan keefektifan pembelajaran yang lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan oleh guru. Kelas eksperimen, menunjukkan peningkatan rata-rata nilai paling tinggi pada kelompok siswa dengan motivasi berprestasi tinggi sebesar 44,45 dibandingkan dengan kelas kontrol hanya 42,00, sedangkan pada kelompok motivasi berprestasi rendah rendah untuk kelas eksperimen diperoleh nilai sebesar 27,14 dibandingkan dengan kelas kontrol hanya 26,25. Hal tersebut menunjukkan bahwa model project

based learning (PjBL) dan motivasi berprestasi mampu memberikan pengaruh

yang lebih besar terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa hasil perhitungan pada baris model*motivasi diketahui nilai F-hitung = 6,265 dengan Signifikansi menunjukkan 0,017. Hasil F-hitung yang diperoleh dibandingkan dengan F-tabel dengan N = 44 pada taraf signifikansi 5% yaitu 4,067. Hasil F-hitung yang diperoleh lebih besar dari F-tabel (6,265>4,067). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak atau juga dapat dikatakan ada pengaruh model pembelajaran dan motivasi berprestasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

(36)

Negeri Gugus IV Kabupaten Buleleng”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode eksperimen dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode ceramah. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan

post-test only control group design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 6 kelas. Sampel diambil dengan cara random sampling sebanyak 2 kelas, diperoleh siswa kelas IV di SD Negeri 1 Penglatan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV di SD Negeri 3 Penglatan sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah prestasi belajar IPA, bentuk tes prestasi belajar IPA yang digunakan adalah pilihan ganda. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t yang berguna untuk menguji perbedaan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode eksperimen dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode ceramah. Hal ini ditunjukkan oleh (thitung = 28,41 > ttabel = 2,000) dan didukung oleh perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode eksperimen yaitu 23,69 dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode ceramah yaitu 13,8. Berdasarkan temuan di atas, disimpulkan bahwa metode eksperimen berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA pada siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng.

(37)

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa peningkatan kerjasama, kemampuan berpikir tingkat tinggi dari motivasi berprestasi siswa, dan prestasi belajar siswa dapat meningkat dengan menggunakan model project based learning dan metode eksperimen. Maka dari itu penelitian-penelitian di atas memiliki relevansi yang menjadi landasan untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan model project based leraning dan metode eksperimen.

Dalam melakukan penelitian ini akan sama seperti yang terdahulu yakni menggunakan metode eksperimen dalam model project based learning. Perbedaan penelitian terdahulu yakni yang pertama peningkatan kemampuan kerjasama melalui model project based learning (pjbl) berbantuan metode edutainment pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial, yang kedua pengaruh model project based

learning (pjbl) terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi ditinjau dari motivasi

berprestasi siswa kelas IV sekolah dasar, dan yang ketiga pengaruh metode eksperimen terhadap prestasi belajar ipa siswa kelas IV SD Negeri gugus IV Kabupaten Buleleng. Dalam penelitian yang akan dilakukan yakni untuk mengetahui pengaruh metode eksperimen dalam model project based leraning pada materi perpindahan kalor terhadap prestasi belajar siswa kelas 5 SDN Sirnaraja. C. Kerangka Pikir

Pada saat ini masih banyak guru yang menggunakan gaya pembelajaran yang konvensional. Pola pembelajarannya masih berpusat pada guru (teacher

(38)

aktif dalam pembelajaran yang kemudian hal itu berdampak pada prestasi belajar siswa. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa digunakan model

project based learning menggunakan metode eksperimen. Menurut Pratama dan

Prastyaningrum Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media pembelajaran dan dinilai sejalan dengan peraturan pemerintah. Siswa dituntut melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator. Model project based learning adalah model pembelajaran yang diakhir pembelajarannya menghasilkan sebuah produk. Dalam pembelajaran kurikulum 2013 siswa sering diminta untuk membuat sebuah produk dalam setiap akhir pembelajaran. Dengan demikian dengan penggunaan model project based learning dirasa cocok untuk digunakan dalam pembelajaran sehingga siswa dapat berkreasi dan mengembangkan ide kreatifnya dalam sebuah produk. Model pembelajaran ini didukung dengan metode pembelajaran yakni metode eksperimen, dimana metode ini merupakan sebuah metode yang membuat siswa terjun langsung atau mempraktekan secara langsung kegiatan pembelajaran yang meminta siswa untuk menemukan sebuah fakta dari pembelajaran yang sedang dipelajari pada saat itu. Penggunaan model project based learning yang didukung oleh metode eksperimen ini dirasa cocok karena dalam proses pembelajaran siswa mempraktekan secara langsung pembelajaran pada saat itu untuk menemukan sebuah fakta yang kemudian siswa juga membuat sebuah produk dari hasil eksperimen.

(39)

Cara berpikir siswa usia sekolah dasar masih abstrak, sehingga dengan penggunaan model project based learning dengan didukung metode eksperimen siswa dapat melihat secara langsung, melakukan secara langsung dan dapat menemukan sendiri fakta-fakta dari apa yang telah mereka lakukan. Sehingga diharapkan dengan penggunaan model dan metode tersebut dapat mengubah strategi belajar yang konvensional menjadi strategi belajar yang lebih menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas 5, bahwa pemahaman siswa akan materi perpindahan kalor masih rendah karena penggunaan strategi belajar yang masih konvensional, dimana guru hanya memberikan metode ceramah saja dan siswa kurang berperan aktif dalam pembelajaran. Sehingga hal itu berdampak pada prestasi belajar siswa menjadi rendah. Diharapkan dengan penggunaan strategi pembelajaran yang lebih menarik dapat lebih menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan model project based learning menggunakan metode eksperimen siswa dapat secara langsung bereksperimen mengenai hal yang ingin diketahui oleh mereka dari produk yang telah mereka buat sebelumnya. Dengan hal yang demikian diharapkan siswa dapat lebih memahami materi pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(40)

Gambar 2.

Kerangka Pikir Pengaruh Metode Eksperimen dalam Model Project Based

Learning Pada Materi Perpindahan Kalor Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Kelas 5 SDN Sirnaraja D. Hipotesis Penelitian

Menurut Sukmadinata (2012: 316) “hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu masalah yang akan dibuktikan secara statistik”. Berdasarkan

Pembelajaran Konvensional dengan ceramah

Pembelajaran dengan Metode eksperimen dalam model project based learning.

4 kali perlakuan:

1. Eksperimen jenis-jenis perpindahan kalor 2. Eksperimen perpindahan kalor secara

konduksi

3. Eksperimen perpindahan kalor secara konveksi.

4. Eksperimen Perpindahan kalor secara radiasi.

Prestasi Belajar Meningkat Posttest Pretest Kurang Posttest Pretest

Kelas kontrol Kelas eksperimen

Prestasi belajar rendah pada materi perpindahan

kalor

(41)

“metode eksperimen dalam model project based learning pada materi perpindahan kalor berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas 5 SDN Sirnaraja”.

Adapun hipotesis statistik dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh penggunaan metode eksperimen dalam model project

based learning pada materi perpindahan kalor terhadap prestasi belajar

siswa kelas 5 SDN Sirnaraja.

H0 : Tidak terdapat pengaruh penggunaan metode eksperimen dalam model

project based learning pada materi perpindahan kalor terhadap prestasi

Referensi

Dokumen terkait

materi &ang menarik +agi anak. Dengan Dengan memper memperhatika hatikan pro n proe pe e pengem+an ngem+angan pa gan pada pe da pertemua rtemuan ke5.. Kelem

¾ 1D, Linear defects : groups of atoms in irregular positions (e.g. screw and edge dislocations).. ¾ 2D, Planar defects : the

Sampai sekarang BTN dikenal sebagai salah satu bank yang bergerak dibidang keuangan yang terkemuka dibidang pembiayaan perumahan, baik dalam hal penguasaan pasar,

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Berdasarkan pembahasan hasil analisis data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada

Extern : "extern" adalah tipe data modifier yang digunakan untuk memberitahu com- piler bahwa suatu variabel telah dibuat di lain tempat di dalam program. Tipe

Korelasi antara variabel warna dan fisikokimia pada suhu ruang, Lightness berkorelasi sangat nyata terhadap vitamin C dan berkorelasi nyata terhadap berat dan total asam; redness

[r]