• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitin Kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kitin Kitosan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI

STRATEGI PENGEMBANGANPENGEMBANGAN

INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA

DENA SISMARAINI DENA SISMARAINI

SEKOLAH PASCASARJANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR BOGOR

2015 2015

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada  perguruan tinggi mana pu

 perguruan tinggi mana pun. Sumber infn. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karyaormasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir t

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir t hesis ini.hesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Bogor, Desember 2015  Dena Sismaraini  Dena Sismaraini  NIM F35113706  NIM F3511370611

(5)

RINGKASAN

DENA SISMARAINI. Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN.

Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan kitosan yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang Crustaceae. Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya perikanan khususnya udang dan memiliki banyak industri pengolahan udang yang dalam  proses produksinya akan menghasilkan produk samping berupa cangkang, ekor dan kepala udang. Persebaran industri pengolahan udang di Indonesia mengindikasikan tingginya persebaran produk samping yang merupakan bahan  baku utama industri kitin dan kitosan. Hal ini tentu menjadi peluang tumbuhnya industri kitin dan kitosan di banyak daerah di Indonesia, walaupun pada kenyataannya industri belum banyak tumbuh dan industri eksisting hanya tersentralisasi di Pulau Jawa. Melihat kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik salah satu industri kitin dan kitosan yang merupakan leading industry di Indonesia , mengetahui faktor internal dan eksternal terkait industri kitin dan kitosan dan pada akhirnya memformulasikan strategi untuk mengembangkan industri kitin dan kitosan berdasarkan identifikasi karakteristik, faktor internal dan faktor eksternal yang diketahui.

Terdapat beberapa tahapan metode penelitian yang dilakukan berdasarkan wawancara mendalam kepada beberapa responden. Hasil wawancara berupa data kualitatif dan kuantitatif dianalisis menggunakan 4 teknik yang saling terintegrasi yaitu analisis matriks evaluasi faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE), analisis matriks internal dan eksternal (IE), analisis matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats  (SWOT) dan penetapan strategi dengan metode  Analytical Hierarchy Process  (AHP). Hasil analisis matriks IE menentukan strategi berdasarkan posisi industri yang kemudian dibandingkan dengan hasil  penetapan strategi dengan AHP sehingga dapat diformulasikan strategi yang tepat  bagi industri kitin dan kitosan.

Hasil penelitian menunjukkan industri kitin dan kitosan merupakan industri yang menghasilkan produk biopolimer seperti kitin dan kitosan yang tergolong  pada produk antara (intermediate)  dengan segmen pasar yaitu ekspor untuk industri pengguna. Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor internal yaitu penerapan kontrol kualitas produk yang selalu dipertahankan dan penerapan efisiensi biaya produksi yang belum terlaksana dengan baik, serta faktor eksternal yaitu potensi pasar ekspor yang  perlu dimanfaatkan dan persaingan penjualan dengan negara lain yang perlu diantisipasi. Diperlukan tiga alternatif strategi pengembangan bagi industri kitin dan kitosan yaitu, meningkatkan pemasaran produknya dengan pemilihan target  pasar internasional, mengembangkan akuisisi atau  joint ventures  internasional,

dan menguatkan bisnis melalui penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan terkait.

(6)

SUMMARY

EMILIA FATMAWATI. The Development Strategy for Chitin and Chitosan Industry in Indonesia. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and SUPRIHATIN.

Chitin and chitosan industry is an industry that produce chitin and chitosan which are known as renewable source of Crustacean shell based polymer. The development of this industry is supported by Indonesia’s characteristic as an islands country that rich of fisheries resources especially shrimp and also having many shrimp processing industry that generates by products such as shrimp shells, tails and heads. The spreading of shrimp processing industries in almost all islands in Indonesia indicates the spreading of its by products which are utilized as main raw material for chitin and chitosan industry. This condition becomes the opportunity for the growth of chitin and chitosan industry in many areas in Indonesia, in fact, the industry have not growing fast and the existing industries are still centralized in Java Island. Then, research was conducted to find out the  problem by analyzing characteristic of chitin and chitosan industry based on the

case study in one leading industry for chitin and chitosan industry in Indonesia, to analyse internal and external factors related to chitin and chitosan industry and at the end to formulate the strategy to develop chitin and chitosan industry based on identification of characteristic and also its internal and external factors.

Several research methods was conducted. Qualitative and quantitative data were collected through in-depth interview to respondents, and then analyzed by 4 integrated methods: Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor Evaluation (EFE) analysis, Internal External (IE) analysis, SWOT analysis and strategy selection by AHP method. The results of IE analysis determined the suit strategy based on industry position and then compared to the results of strategy selection by AHP so the best strategy can be formulated.

The results of this research shows that chitin and chitosan industry is industry that is producing bioplymer products such as chitin and chitosan, kind of intermediate products with export for industrial use as its market segment. The development of chitin and chitosan industry is influenced by several internal factors such as quality control implementation and inefficiency production cost, and also external factors such as the potency of export market and competition with other foreign industry. There are three recommendation alternative strategies for chitin and chitosan industry, which are accelerating product marketing with international market as main target, development of acquisition and joint ventures, and the last is business strengthening by collaboration among related stakeholders to guarantee raw material supply and increase promotion.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,  penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan  IPB

 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

 pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(9)
(10)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia  Nama : Dena Sismaraini

 NIM : F351137061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti Ketua

Prof. Dr. Ir. Suprihatin Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam  penelitian ialah strategi pengembangan industri, dengan judul Strategi

Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di I ndonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Eka Linggadjaja, Ibu Linawati Hardjito, Ibu Pipih Suptijah, Bapak Yapisman, serta Bapak Jef Rinaldi, yang telah membantu selama  pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, Fadel, mama, papa, teteh serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, motivasi dan doa yang terus diberikan. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih Pusdiklat Kementerian Perindustrian atas beasiswa yang diberikan serta kepada semua teman program  Double Degree  Kementerian Perindustrian atas  pengalaman-pengalaman berharga yang tidak dapat penulis lupakan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kitin dan Kitosan 4

Karakteristik 4

Sumber 6

Proses Produksi Kitin dan Kitosan 7

Produk Aplikasi 7

Strategi Pengembangan Agroindustri 8

Penyusunan Perencanaan Strategis 10

3 METODE PENELITIAN 14

Kerangka Pemikiran Penelitian 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Teknik Pengumpulan Data 15

Analisis Strategi Pengembangan Industri 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Produksi Udang di Indonesia 22

Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia 24

Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman 27

Analisis Matriks IFE 33

Analisis Matriks EFE 34

Analisis Matriks IE 35

Analisis Matriks SWOT 36

Analisis Pemilihan Alternatif Strategi 41

Formulasi Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan 46

Implikasi Praktis 48

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(13)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Fisikokimia Kitosan 5

Tabel 2 Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai

Aplikasi 9

Tabel 3 Data Responden 16

Tabel 4 Penilaian Bobot Faktor Strategis dengan Metode Matriks

Perbandingan Berpasangan 17

Tabel 5 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal 18 Tabel 6 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal 19 Tabel 7 Skala Perbandingan pada AHP (Marimin 2013) 20 Tabel 8 Total dan Volume Ekspor dan Impor Cangkang Udang 23

Tabel 9 Nilai Ekspor Produk (HS 3913909000) 24

Tabel 10 Konsumsi Kitosan Dunia Berdasarkan Aplikasi (t), 2010, 2015 30 Tabel 11 Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan 34 Tabel 12 Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan 35 Tabel 13 Matriks SWOT Alternatif Strategi Pengembangan Industri

Kitin dan Kitosan 40

Tabel 14 Nilai Eigen Kriteria untuk Pemillihan Strategi 44 Tabel 15 Nilai Eigen Aktor untuk Pemilihan Strategi

Tabel 16 Nilai Eigen Tujuan untuk Pemilihan Strategi 45 Tabel 17 Hasil Penilaian Hirarki Level 4 (Alternatif Strategi) 46

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Cangkang Udang 6

Gambar 2 Cangkang Kepiting 6

Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014) 11

Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014) 12

Gambar 5 Alur Proses Pelaksanaan Penelitian 14

Gambar 6 Pengembangan Produk Berbasis Udang 23

Gambar 7 Pohon Industri Udang 24

Gambar 8 Produk Anti Jamur dari Kitin dan Kitosan 25

Gambar 9 Produk Bahan Tambahan Makanan dari Kitin dan Kitosan 26 Gambar 10 Berbagai Produk Kecantikan dari Kitin dan Kitosan 26

Gambar 11 Hasil Analisa Matriks IE 36

Gambar 12 Hierarki Pemilihan Strategi 41

Gambar 13 Tampilan Hirarki AHP Strategi Pengembangan Industri Kitin

dan Kitosan (Expert Choice 2000) 43

Gambar 14 Hierarki Proses Penentuan Strategi Pengembangan Industri

(14)

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh Perhitungan Faktor Strategis Internal 52 Lampiran 2 Contoh Perhitungan AHP Expert Choice 2000 56

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agroindustri adalah suatu usaha di bidang pertanian yang berorientasi pada komersial dan tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki beberapa subsistem, yaitu  pengadaan agroinput termasuk sarana produksi, yaitu pengadaan bahan baku,

teknologi proses, pemanfaatan dan pengolahan limbah, pemasaran, transportasi, fasilitas kelembagaan ekonomi dan non ekonomi (Soekartawi 2000 dalam Erlina 2011). Sektor agroindustri merupakan bagian dari sektor manufaktur yang memproses bahan baku dan produk antara yang dihasilkan dari pertanian,  perikanan dan kehutanan, sehingga lingkup dari agroindustri mencakup manufaktur makanan, minuman, rokok, tekstil dan pakaian, produk kayu dan furnitur, kertas, produk kertas dan percetakan dan juga karet dan produk karet (Henson and Cranfield 2009).

Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan kitosan yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang crustaceae  dan memiliki potensi yang besar untuk digunakan pada sektor industri biomedis, kimia dan makanan (Tharanathan et al., 2003 di dalam Vargas dan Martinez 2010). Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya  perikanan khususnya udang. Indonesia juga memiliki sekitar 170 unit industri  pengolahan udang dengan kapasitas produksi mencapai 500000 ton per tahun (Indrasti 2012). Tingginya tingkat produksi udang dan ekspor udang dalam bentuk olahan dapat mempengaruhi tingginya produk samping berupa cangkang ataupun kepala udang. Chasanah (1994) menemukan bahwa 40% bagian dari udang yang dapat dikonsumsi dan sisanya adalah cangkang dan kepala. Sehingga dapat diestimasikan dari total unit pengolahan udang, sekitar 300000 ton limbah udang yang akan dihasilkan. Jumlah cangkang udang yang sangat besar inilah yang menjadi peluang pengembangan industri kitin dan kitosan jika dilihat dari aspek ketersediaan bahan baku.

Cangkang dan kepala udang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi jika dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kitin dan kitosan namun selama ini limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan baku terasi, petis dan kerupuk udang. Data BPS menyebutkan bahwa dalam 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2012 hingga 2014, rata-rata kitosan yang diekspor sebesar 341 ton dengan nilai ekspor yang cenderung meningkat dan mencapai US$ 14 /ton kitosan pada tahun 2014.

Selain Jepang dan Amerika, kitin dan kitosan juga diproduksi secara komersial di India, Polandia, Norwegia, Australia (Dutta 2004), dan China yang merupakan produsen kitin terbesar di dunia (Hayes 2012). Secara global,  permintaan kitin dan produk turunannya meningkat cukup signifikan. Hal ini telah diproyeksikan bahwa pada tahun 2015 konsumsi kitosan dunia akan mencapai 26.379 ton dengan aplikasi pada pengolahan air memberikan kontribusi paling  besar yaitu sebesar 11436 ton. Global Industry Analysts, Inc  mengumumkan  bahwa pasar global untuk kitin dan derivatifnya diproyeksi akan mencapai US$

(16)

 pada tahun 2015. Jepang mewakili negara dengan pasar paling besar bagi kitin dan kitosan, dengan aplikasi di biomedis seperti material penyembuh luka dan sebagai bahan benang operasi sebagai pengguna terbesar (GIA 2012).

Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia juga didukung oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No 28 tahun 2008 mengenai Kebijakan Industri Nasional, yang menyatakan bahwa pemanfaatan limbah  produk perikanan untuk aplikasi yang memberikan nilai tambah seper ti kitin dan kitosan harus ditingkatkan. Hal tersebut juga tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 41 Tahun 2010 mengenai Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon 1 Kementerian Perindustrian,  bahwa salah satu target pengembangan klaster industri berbasis agro adalah meningkatkan penggunaan limbah produk laut untuk dijadikan bahan makanan dan famasi/suplemen seperti kitin dan kitosan. Dukungan pemerintah lain juga dapat dilihat berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Non Konsumsi No 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Registrasi Unit Penanganan, Pengolahan Hasil Perikanan Non Konsumsi bahwa kitin dan kitosan adalah salah satu produk non konsumsi yang menjadi salah satu fokus yang akan dikembangkan.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor strategis internal dan eksternal yang menjadi pendukung dan penghambat  pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia serta memformulasikan strategi pengembangan industri kitin dan kitosan untuk mengatasi masalah tersebut.

Perumusan Masalah

Industri kitin dan kitosan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh potensi bahan baku dari cangkang udang dan permintaan kitin dan kitosan yang turut meningkat. Keberlangsungan industri kitin dan kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi internal industri kitin dan kitosan dalam menjalankan bisnisnya, yaitu kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kitin dan kitosan dan tidak dapat dikendalikan oleh pelaku industri, yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan ilustrasi di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakeristik industri kitin dan kitosan di Indonesia?

2. Faktor internal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin dan kitosan?

3. Faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin dan kitosan?

4. Bagaimana bentuk strategi yang tepat dalam pengembangan industri kitin dan kitosan?

(17)

Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi dan karakteristik industri kitin dan kitosan

2. Mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal industri kitin dan kitosan 3. Memformulasikan strategi terbaik dalam hal pengembangan industri kitin dan

kitosan

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bagi praktisi di sektor industri kitin dan kitosan maupun yang terkait untuk menerapkan strategi  pengembangan yang diformulasikan berdasarkan kondisi internal dan eksternal yang terjadi pada industri kitin dan kitosan. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi acuan untuk membuat kebijakan yang dapat mendukung pengembangan industri kitin dan kitosan. Sedangkan bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian tentang kitin dan kitosan selanjutnya khususnya yang terkait dengan pengembangan industri yang lebih teknis, mendetail dan aplikatif.

Ruang Lingkup Penelitian

Penentuan strategi dibatasi ke dalam penentuan strategi umum berdasarkan kondisi yang terjadi pada industri kitin dan kitosan dari sudut pandang akademisi,  pelaku industri dan pemerintah yang terkait.

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kitin dan Kitosan

Kitin adalah biopolimer alami yang dapat diperoleh di laut dan daratan. Kitin (C8H13 NO5) merupakan polisakarida yang paling melimpah kedua setelah

selulosa, berbentuk padatan amorf atau kristal berwarna putih, dapat terurai secara hayati (biodegradable). Perbedaan utama antara selulosa dan kitin adalah sumber kedua material tersebut diambil. Selulosa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan sedangkan kitin diambil dari invertebrata laut dan jamur (Rout 2001). Kitin  bersifat tidak larut dalam air, asam organik encer, asam organik, alkali pekat dan  pelarut organik tapi larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, dan asam fosfat (Junianto 2008). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan  protein, mineral dan berbagai macam pigmen. Kitin dapat ditemukan dari jenis kelompok Crustaceae  yang memiliki kerangka eksternal keras, seperti udang, lobster dan kepiting, sayap lalat, serta dinding sel pada beberapa kelompok jamur. Kitin yang saat ini banyak diproduksi berasal dari kelompok crustacea dengan alasan ketersediaannya di pasaran. Data menunjukkan bahwa kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3  dan 15-20% kitin (Altschul 1976

dalam Purwatiningsih 2009).

Kitin dapat ditransformasi menjadi kitosan yaitu produk biopolimer yang memiliki aplikasi lebih luas di dunia industri karena sifatnya yang alami, dapat terdegradasi secara biologis, biocompatible dan tidak beracun. Kitosan adalah  jenis polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang memilliki rumus molekul C6H11 NO4. Kitosan produk turunan kitin yang diperoleh melalui

deasetilasi secara kimiawi menggunakan basa atau deasetilasi secara enzimatik menggunakan enzim lipase dan fosfolipase (Vargaz dan Martinez 2010). Dengan demikian, kitin dan kitosan merupakan jenis polimer yang sama namun dengan derajat deasetilasi (DD) yang berbeda. Istilah kitosan digunakan apabila derajat deasetilasi yang terukur lebih besar dari 40%. Telah diteliti sebelumnya bahwa  biodegradasi menurun tajam saar derajat deasetilasi lebih dari 70% (Abbas 2010). DD dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan suhu atau kekuatan dari larutan alkali.

Pendorong utama penelitian mengenai kitosan diberikan melalui Konferensi Internasional Kitin dan Kitosan yang pertama kali dilaksanakan di Boston pada Mei 1977 (Robert 2008). Setelah itu, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui manfaat kitosan, dan seluruh penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa kitosan memiliki banyak aplikasi dalam berbagai penggunaan. Kitosan memiliki potensi yang besar pada penggunaan biomedis, kimia dan industri makanan (Tharanathan, 2003 dalam Vargas and Martinez 2010). Di Amerika Serikat, kitosan digunakan pada sektor pertanian dan industri kosmetik (Anon, 1995 dalam Teftal 2000).

Karakteristik

Konsistensi pada aspek fisikokimia merupakan faktor penting bagi produk kitin dan kitosan untuk diaplikasikan di sektor industri. Karakteristik fisikokimia

(19)

kitosan diantaranya adalah derajat deasetilasi, berat molekul, viskositas, bulk density, kelarutan, kandungan nitrogen, kapasitas pengikat air, kapasitas pengikat lemak dan kestabilan (Tabel 1). Terdapat dua faktor penting yang menentukan karakteristik fisikokimia yaitu derajat deasetilasi dan berat molekul, yang dipengaruhi oleh konsentrasi basa, waktu dan temperatur proses. Derajat deasetilasi dan berat molekul memberikan pengaruh besar pada kitosan dalam hal kelarutan dalam larutan asam, viskositas dan aktivitas biologis (Vargas dan Martinez 2010). Pada umumnya, DD lebih besar dari 40% akan larut dalam larutan asam. Saat DD lebih kecil dari 40%, ikatan kitosan akan menjadi tidak larut dalam air. Berat molekul (BM) kitosan memiliki dampak yang signifikan terkait dengan keefektifannya pada beberapa aplikasi. Hal ini terlihat dari keefektifan kitosan untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, koagulan,  penurunan tingkat kolesterol dalam darah, mengontrol viskositas yang semuanya diketahui memiliki kergantungan pada berat molekul. Sebagai contoh, kitosan dengan BM 9,3 kDa dapat menghambat pertumbuhan bakteria Eschericia coli, namun kitosan dengan BM 2,2 kD justru dapat meningkatkan pertumbuhannya (Abbas 2010). Sehingga penting sekali untuk mengontrol berat molekul kitosan agar dapat sesuai dengan berbagai aplikasi dan produk hasil yang diharapkan. Tabel 1 Karakteristik Fisikokimia Kitosan

 No Karakteristik Keterangan

1 Tampilan (bubuk atau

] flakes)

Putih atau Kuning (Bansal et al, 2011) 2 Derajat Deasetilasi

(DDA)

Berkisar antara 70-95% (Kurita, 2001; Cheba, 2011)

3 Berat Molekul 100-1,200,000 Daltons (Li et al, 1992, Rout, 2001)

4 Viskositas Kurang dari 5cps (Bansal et al, 2011)

5 Densitas Antara 1,35 to 1,4 g/cm3 (Bansal et al, 2011)

6 Kelarutan Tidak larut dalam air, alkali dan pelarut organik, namun larut dalam larutan asam orgnaik dengan pH kurang dari 6 (Rout, 2001).

7 Kandungan Nitrogen Bervariasi untuk beberapa jenis Crustaceans, 7,2%  pada kepiting (Shepherd et al, 1997; Rout, 2001)

and 7% pada udang (Cho et al, 1998; Rout, 2001) 8 Kapasitas pengikat air Bervariasi antara 581 to 1150% (Rout, 2001)

9 Kestabilan Stabil pada larutan basa terkonsentrasi pada

temperatur tinggi (Cheba, 2011)

Hingga saat ini banyak ketertarikan secara komersial terhadap penggunaan kitosan karena karakteristik biologisnya seperi alami, biodegradable, biocompatible, tidak memiliki rasa dan tidak beracun (Muzzarelli, 1996 dalam Dyahningtyas 2010). Karakteristik biologis ini yang menjadikan kitosan sebagai  pilihan yang unggul sebagai komponen natural zat aditif makanan, material untuk farmasi, biomedis serta aplikasi industri (Shahidi et al.  2002, Rafaat and Sahl 2009 dalam Dyahningtyas 2010). Biodegradability  memiliki pengertian bahwa kitosan adalah produk ramah lingkungan karena merupakan polimer alami, aman dan tidak beracun atau menyebabkan alergi. Toksisitas kitosan jika dibandingkan dengan polisakarida lainnya tergolong rendah, sehingga daya tarik kitosan untuk aplikasi makanan sangat tinggi. Keamanan kitosan telah ditunjukkan melalui studi

(20)

in vivo. Sifat biocompatible yang dimiliki kitosan disebabkan karena kitosan tidak memiliki zat antigen. Biocompatibility  memiliki pengertian kemampuan material untuk menunjukkan fungsi yang diharapkan khususnya pada terapi medis, tanpa memunculkan efek lokal atau sistemik yang tidak diharapkan pada penerima terapi medis, namun menghasilkan respon yang baik dari sel atau jaringan dan mengoptimalkan kinerja secara klinis atas terapi tersebut (Williams 2008). Kitosan sangat ditoleransi dengan baik oleh jaringan hidup, termasuk kulit, membran okular dan epitel hidung dan sudah teruji bermanfaat bagi aplikasi  biomedis (Kumar et al., 2004 dalam Dyahningtyas 2010).

Dilaporkan juga bahwa kitosan memiliki karakteristik bioaktivitas seperti  bakteriostatis, hemostatis, imunologis, analgesik, cicatrizant, antiulcer , antikolik,

anti inflamatori, hypourouricemic,hypocholesteroloemic, free radical scavenging activity, antikoagulan ,  anti-gastritis, anti-thrombogenic, antiviral , antibakteri, antijamur, anti-tumor, and spermicidal (Okamoto et al., 2002; No et al., 2002;  Nagahama; 2008 dalam Cheba 2011)

Sumber

Kandungan kitin banyak terdapat di hewan tak bertulang belakang, serangga, diatom laut, alga, jamur dan Crustaceae seperti kepiting, udang dan lobster (Synowiecki and Al-khateeb, 2003 dalam Bolatet al. 2010). Di alam, kitin terdapat pada beberapa spesies jamur seperti zygomycetes  dan mucorales seperti  Absidia coerulae  (Muzarelly et al., 1995 dalam Cheba 2011). Semua sumber (kecuali Crustaceae) tidak tersedia secara komesial di pasar, sehingga cangkang Crustacea  adalah sumber yang digunakan sebagai bahan baku produksi pada industri kitin dan kitosan. Bentuk cangkang udang dan kepiting yang biasa digunakan sebagai bahan baku kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Cangkang Udang Gambar 2 Cangkang Kepiting

Produsen kitin dan kitosan lebih banyak menggunakan cangkang dari Crustaceae  sebagai bahan baku dikarenakan ketersediaanya di pasaran. Penggunaan cangkang udang lebih dapat diandalkan karena adanya produksi dari tambak udang yang memberikan suplai bahan baku secara berkelanjutan. Hal ini  juga seiring dengan meningkatnya konsumsi udang, khususnya di Asia dan Timur Tengah (Roberts 2008). Di samping itu, meningkatnya pertumbuhan industri seafood yang menghasilkan produk samping olahan udang berpotensi sebagai sumber bahan baku untuk industri kitin dan kitosan.

(21)

Proses Produksi Kitin dan Kitosan

Produksi kitin dan kitosan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara kimiawi yaitu proses yang dilakukan menggunakan beberapa bahan kimia dan  proses enzimatis yaitu proses yang dilakukan menggunakan katalis dari beberapa  jenis enzim. Pada penelitian ini, pembahasan proses produksi difokuskan pada  proses kimiawi. Terdapat 4 tahapan penting yang perlu dilakukan untuk memproduksi kitosan secara kimiawi, yaitu deproteinisasi, demineralisasi,  penghilangan warna dan deasetilasi. Dua tahapan pertama (deproteinisasi dan demineralisasi) tidak harus dilakukan secara berurutan, namun dapat dilakukan  berkebalikan (Rout 2001).

1. Deproteinisasi

Cangkang Crustacea mengandung kitin yang terikat dengan mineral CaCO3 dan protein (Austin, 1988 dalam Purwatiningsih et al.  2009). Dalam satu cangkang udang terdapat sekitar 30-40% protein (Johnson and Peniston, 1982 dalam Purwatiningsih et al.  2009). Deproteinisasi dapat dilakukan dengan cara mengencerkan cangkang udang pada larutan NaOH pada temperatur yang ditingkatkan, sehingga protein yang ada dalam cangkang udang dapat melarut (Rout 2001). Deproteinisasi juga dapat dilakukan dengan melakukan  pengenceran pada larutan potasium hidroksida (KOH) (Shahidi and

Synowiecki, 1991 di dalam Rout 2001). 2. Demineralisasi

Demineralisasi adalah proses penghilangan kandungan mineral dalam cangkang. Cangkang Crustacea  umumnya mengandung 30-50% mineral dalam basis kering dengan kalsium karbonat (CaCO3) sebagai komponen

utamanya. Demineralisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan ekstraksi dengan larutan asam klorida (HCl) pada temperatur ruang dengan  pengadukan sehingga CaCO3  dapat melarut menjadi kalsium klorida (CaCl)

(Rout 2001).

3. Penghilangan warna

Untuk kepentingan komersial, kitin yang diterima di pasaran adalah kitin yang berwarna putih. Proses yang melibatkan cairan asam dan basa pada  proses sebelumnya akan menimbulkan warna pada produk kitin, sehingga  proses penghilangan warna diperlukan. Pelarut yang umumnya digunakan

adalah aseton (Rout 2001). 4. Deasetilasi

Kitosan didapatkan melalui proses pengilangan gugus asetil-N. Deasetilasi dapat dilakukan melalui perlakuan dengan konsentrasi NaOH atau KOH 40-50% pada temperatur 100oC atau lebih tinggi selama 30 menit (Muzarelli, 1977 dalam Rout 2001). Proses deasetilasi perlu dilakukan untuk mempersiapkan kitosan yang tidak dapat terdegradasi dan larut pada larutan asam dalam waktu singkat (Rout 2001).

Produk Aplikasi

Melalui proses kimiawi dan enzimatis, kitin dan kitosan dapat diproses menjadi berbagai produk dengan nilai tambah cukup tinggi yang dapat

(22)

diaplikasikan pada berbagai industri. Pada pengolahan air dan air limbah, kitosan memiliki fungsi sebagai flokulan untuk menjernihkan air (air minum dan kolam renang), menghilangkan ion logam dan mengurangi bau. Pada tahun 1981,  penggunaan kitosan sebagai penjernih air telah disetujui oleh United States Environmental Protection Agency (USEPA) hingga level maksimum 10 mg/L (Hahn et al. 2004). Pada aplikasi di makanan, kitosan memiliki beberapa aplikasi diantaranya sebagai serat makanan, pengikat lemak yang dapat menurunkan kolesterol, pengawet alami, pengental dan stabilisator untuk saus dan sebagai edible coating  pada buah, daging atau ikan. Kitosan berbasis udang mendapatkan notifikasi Generally Recognize as Safe  (GRAS) dari  Food and Drug  Administration  (FDA). Pada aplikasi di dunia medis, kitosan memiliki fungsi untuk mempertahankan kelembaban kulit, mengobati jerawat, meningkatkan kelembutan rambut, mengurangi listrik statis pada rambut, mengencangkan kulit dan sebagai perawatan mulut (pasta gigi dan permen karet). Sementara itu, pada aplikasi di biomedis, kitosan dapat diaplikasikan sebagai bahan benang operasi, kulit artifisial, material enkapsulasi (penghilang luka, antibakteri, antivirus dan antijamur). Pada aplikasi di bidang pertanian, kitosan berfungsi sebagai stimulan  pertumbuhan tanaman, mekanisme pertahanan pada tanaman,coating  pada benih,

dan nutrien bagi tanah.

Menurut Morrisey (2003) terdapat tingkatan nilai tambah yang berbeda- beda pada beberapa aplikasi produk kitin dan kitosan untuk industri. Secara  berurutan aplikasi kitin dan kitosan pada biomedik dan farmasi memiliki nilai tambah tertinggi dengan volume pemakaian sedikit, lalu diikuti oleh aplikasi pada teknologi kimia, kosmetika, teknologi pangan, penjernih air, pertanian, dan tekstil. Sedangkan aplikasi yang memiliki nilai tambah terendah dengan volume  pemakaian besar adalah pada teknologi kertas (Junianto 2008). Manfaat kitin dan kitosan yang dapat diaplikasikan secara luas ini telah dibuktikan secara ilmiah oleh beberapa peneliti. Tabel 2 menunjukkan alasan ilmiah yang mendasari  penggunaan kitin dan kitosan pada berbagai aplikasi.

Strategi Pengembangan Agroindustri

Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya (Chandler 1962 di dalam Rangkuti 2014). Erlina (2011) menjelaskan bahwa strategi adalah suatu pola atau perencanaan yang mampu mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi secara kohesi. Agroindustri adalah suatu model yang cocok untuk dikembangkan mengingat agroindustri memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang. Keterkaitan ke depan memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memberi  peluang lapangan kerja bagi unskilled   sampai  skilled labour , sedangkan ke  belakang memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memacu pertumbuhan  perekonomian daerah dan dapat mengurangi arus urbanisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi pengembangan agroindustri adalah suatu pola  pengembangan agroindustri yang mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi usaha secara terpadu sehingga menjadi lebih baik, dalam arti terciptanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya (Erlina 2011).

(23)

Tabel 2 Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai Aplikasi

 No Aplikasi Alasan Ilmiah

1 Pertanian: bahan mempercepat  pertumbuhan

tanaman

Kandungan gula amino, ß-D-glukosamin yang berfungsi untuk :

- menstimulasi sintesis agen pelindung,

- meningkatkan kemampuan tanaman dalam

menyerap air,

- menjaga air dengan cara menutup stomata dan menurunkan laju penguapan

(Burrows et al. 2007)

2 Antimikroba dan

antijamur

Kandungan grup amino yang menunjukkan ion positif (derajat deasetilasi) dapat berinteraksi dengan dinding sel mikroba/jamur, merubah permeabilitasnya yang diikuti keluarnya sitoplasma sehingga berakhir pada kematian sel.

(Vargaz & Martinez 2010); (Jung & Kim 1999); (Cuero RG 1999)

3 Antioksidan Hidroksil aktif dan grup amino akan bereaksi dengan senyawa radikal bebas dan membentuk makroradikal yang stabil. Semakin tinggi derajat deasetilasi menunjukkan keefektifan kitosan dalam aktivitas antioksidan, menangkap radikal hidroksil dan kemampuan  berikatan dengan ion besi.

(Yen et al. 2008); (Xing et al. 2007) 4  Flocculating  dan

Clarifying Agent 

Karakteristik kimia menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap ion logam berat seperti kromium, timbal, merkuri, tembaga dan kadmium karena kitosan memiliki kapasitas penyerapan lebih tinggi daripada karbon aktif atau pelarut organik yang secara tradisional digunakan untuk mereduksi kontaminan air limbah.

(Synowiecki et al. 2003); (Shaidi et al. 1999)

5  Dietary fibre Kriteria yang menyerupai serat untuk diet, yaitu tidak dapat dicerna, polimer alami, dan memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi. Kondisi perut yang asam dapat memicu kitosan untuk larut dan bereaksi dengan asam lemak dan mengikat lipid karena adanya interaksi hidrofobik (trigliserid, lemak dan asam empedu, kolesterol dan sterol lainnya) untuk kemudian diekskresikan dari tubuh.

(Muzzarelli RAA. 1999) 6  Edible Film dan

Coating

Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk suatu selaput ( film) sebagai lapisan semipermeabel yang dapat dimakan sehingga dapat memperpanjang umur hidup  buah-buahan olahan atau segar, produk daging dan  seafood.

( Vargaz & Martinez 2010)

Berdasarkan Grand Strategy Pengembangan Agroindustri yang telah disusun oleh Deptan (2005), program pengembangan agroindustri diarahkan pada hal-hal  berikut:

(24)

1.

1. Mengembangkan klaster industri, yaitu industri pengolahan yang terintegrasiMengembangkan klaster industri, yaitu industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.

dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya. 2.

2. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yangMengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.

didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar. 3.

3. Mengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggiMengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pengembangan agroindustri memerlukan suatu perencanaan strategi yang Pengembangan agroindustri memerlukan suatu perencanaan strategi yang  baik sehingga dapat

 baik sehingga dapat terus berkembang daterus berkembang dan mencapai keunggun mencapai keunggulan bersaing. Tujualan bersaing. Tujuann utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif mengenai kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat diantisipasi mengenai kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat diantisipasi  perubahan

 perubahan lingkungan lingkungan yang yang ada. ada. Sehingga Sehingga dapat dapat ditekankan ditekankan bahwa bahwa perencanaaperencanaann strategis sangat penting untuk perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing strategis sangat penting untuk perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, dengan dukungan dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2014). Terdapat sembilan elemen optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2014). Terdapat sembilan elemen kunci ekoefisiensi yang dapat diadaptasi untuk bagi perencanaan strategi kunci ekoefisiensi yang dapat diadaptasi untuk bagi perencanaan strategi agroindustri dalam meningkatkan daya saingnya yaitu (1) aspek kepemimpinan, agroindustri dalam meningkatkan daya saingnya yaitu (1) aspek kepemimpinan, (2) kemampuan meninjau ke depan, (3) budaya perusahaan atau bisnis yang (2) kemampuan meninjau ke depan, (3) budaya perusahaan atau bisnis yang mendukung, (4) teknik manajemen, (5) daur hidup manajemen, (6) riset dan mendukung, (4) teknik manajemen, (5) daur hidup manajemen, (6) riset dan  pengembangan,

 pengembangan, (7) (7) proses proses produksi produksi dan dan operasi, operasi, (8) (8) aspek aspek pemasaran, pemasaran, serta serta (9)(9) layanan purna jual

layanan purna jualdan pemanfaatan kembali limbah (Sa’id 2010).dan pemanfaatan kembali limbah (Sa’id 2010).

Penyusunan Perencanaan Strategis Penyusunan Perencanaan Strategis Analisis

Analisis Strengths, Weaknesses, OpportunitiesStrengths, Weaknesses, Opportunities  dan  dan ThreatsThreats  (SWOT)  (SWOT) merupakan analisis yang paling banyak dipertimbangkan dan merupakan alat merupakan analisis yang paling banyak dipertimbangkan dan merupakan alat yang lazim digunakan untuk perencanaan strategis (Glaister dan Falshaw 1999). yang lazim digunakan untuk perencanaan strategis (Glaister dan Falshaw 1999). Perencanaan strategi seringkali merupakan proses yang rumit yang perlu Perencanaan strategi seringkali merupakan proses yang rumit yang perlu mengadopsi suatu pendekatan sistem untuk mendiagnosa faktor eksternal dan mengadopsi suatu pendekatan sistem untuk mendiagnosa faktor eksternal dan menyesuaikan dengan kemampuan internal yang ada dalam suatu organisasi menyesuaikan dengan kemampuan internal yang ada dalam suatu organisasi (Wehrich 1982 di dalam Koo

(Wehrich 1982 di dalam Kooet al.et al. 2011). Analisis SWOT didasarkan pada logika 2011). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada (Rangkuti 2014).

meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada (Rangkuti 2014).

Proses penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis Proses penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis SWOT ini dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu (1) tahap pengumpulan data, SWOT ini dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan.

(2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan.

Tahap Pengumpulan Data Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekadar kegiatan Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekadar kegiatan  pengumpulan

 pengumpulan data, data, melainkan melainkan juga juga merupakan merupakan suatu suatu kegiatan kegiatan pengklasifikasiapengklasifikasiann dan pra analisis. Dalam melakukan analisis SWOT diperlukan data eksternal dan dan pra analisis. Dalam melakukan analisis SWOT diperlukan data eksternal dan data internal. Beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai data eksternal dapat data internal. Beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan seperti: analisis pasar, komunitas, diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan seperti: analisis pasar, komunitas,  pemasok,

 pemasok, pemerintah pemerintah dan dan analisis analisis kelompok kelompok kepentingan kepentingan tertentu. tertentu. Sebaliknya,Sebaliknya, data internal dapat diperoleh dari dalam perusahaan seperti: laporan keuangan data internal dapat diperoleh dari dalam perusahaan seperti: laporan keuangan (neraca, laba rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan sumber kegiatan (neraca, laba rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan sumber kegiatan sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji, sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji,

(25)

 perputaran

 perputaran tenaga tenaga kerja), kerja), laporan laporan kegiatan kegiatan operasional, operasional, laporan laporan kegiatankegiatan  pemasaran, dan lain-la

 pemasaran, dan lain-lain (Erlina 2011).in (Erlina 2011).

Model yang dapat dipakai pada tahap pengumpulan data diantaranya adalah Model yang dapat dipakai pada tahap pengumpulan data diantaranya adalah model Matriks Faktor Strategi Eksternal (Matriks EFAS), dan Matriks Faktor model Matriks Faktor Strategi Eksternal (Matriks EFAS), dan Matriks Faktor Strategi Internal (Matriks IFAS). Matriks EFAS adalah matriks yang digunakan Strategi Internal (Matriks IFAS). Matriks EFAS adalah matriks yang digunakan untuk menganalisis faktor eksternal yang mencakup peluang dan ancaman. untuk menganalisis faktor eksternal yang mencakup peluang dan ancaman. Sedangkan matriks IFAS adalah matrik yang digunakan untuk menganalisis faktor Sedangkan matriks IFAS adalah matrik yang digunakan untuk menganalisis faktor internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan.

internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan.

Tahap Analisis Tahap Analisis

Tahap analisis merupakan tahapan yang dilakukan setelah semua Tahap analisis merupakan tahapan yang dilakukan setelah semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri dikumpulkan, untuk informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri dikumpulkan, untuk kemudian dimanfaatkan dalam suatu model kuantitatif perumusan strategis. kemudian dimanfaatkan dalam suatu model kuantitatif perumusan strategis. Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) merupakan salah satu metode analisis Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) merupakan salah satu metode analisis dalam suatu perencanaan strategis. Gabungan kedua kondisi internal dan eksternal dalam suatu perencanaan strategis. Gabungan kedua kondisi internal dan eksternal yang telah diketahui nilainya selanjutnya dimasukkan ke dalam (Matriks IE) yang yang telah diketahui nilainya selanjutnya dimasukkan ke dalam (Matriks IE) yang ditunjukkan pada Gambar 3 . Hasil yang didapatkan pada matriks IE dapat ditunjukkan pada Gambar 3 . Hasil yang didapatkan pada matriks IE dapat digunakan untuk menentukan posisi industri, sehingga dapat diketahui arah digunakan untuk menentukan posisi industri, sehingga dapat diketahui arah strategi yang

strategi yang akan diterapkan. akan diterapkan. Total skor Total skor strategis istrategis internal menunjukkan kekuatannternal menunjukkan kekuatan  bisnis

 bisnis suatu suatu industri, industri, sedangkan sedangkan total total skor skor strategis strategis eksternal eksternal menunjukkan menunjukkan dayadaya tarik industri.

tarik industri.

Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014) Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)

Berdasarkan matriks IE sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3, dapat Berdasarkan matriks IE sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3, dapat diidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, yang pada prinsipnya kesembilan sel diidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, yang pada prinsipnya kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:

tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: a.

a. Growth StrategyGrowth Strategy  yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri atau  yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri atau upaya diversifikasi

upaya diversifikasi  b.

 b. Stability strategyStability strategy yaitu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yaitu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan

(26)

c.

c.  Retrenchment strategy Retrenchment strategy yaitu usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang yaitu usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan.

dilakukan.

Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana  peluang

 peluang dan dan ancaman ancaman yang yang dihadapi dihadapi perusahaan perusahaan dapat dapat disesuaikan disesuaikan dengandengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2014). Keunggulan matriks kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2014). Keunggulan matriks SWOT ini adalah dapat dengan mudah memformulasikan strategi yang diperoleh SWOT ini adalah dapat dengan mudah memformulasikan strategi yang diperoleh dari gabungan faktor internal dan eksternal berdasarkan hasil analisis matriks dari gabungan faktor internal dan eksternal berdasarkan hasil analisis matriks IFAS dan EFAS. Terdapat 4 alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan IFAS dan EFAS. Terdapat 4 alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan matriks SWOT (Tabel 4), yaitu:

matriks SWOT (Tabel 4), yaitu: 1.

1. Strategi SO, yaitu strategi yang dibuat dengan menggunakan seluruhStrategi SO, yaitu strategi yang dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang

kekuatan untuk memanfaatkan peluang 2.

2. Strategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untukStrategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman

mengatasi ancaman 3.

3. Strategi WO, yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluangStrategi WO, yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada 4.

4. Strategi WT, yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifatStrategi WT, yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.

Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014) Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)

Tahap Pengambilan Keputusan Tahap Pengambilan Keputusan

Untuk mengetahui alternatif strategi yang paling efektif diterapkan untuk Untuk mengetahui alternatif strategi yang paling efektif diterapkan untuk  pengembangan

 pengembangan industri industri diperlukan diperlukan suatu suatu teknik teknik pengambilan pengambilan keputusan keputusan yangyang didasari atas pertimbangan para ahli di bidangnya. Proses Hierarki Analitik didasari atas pertimbangan para ahli di bidangnya. Proses Hierarki Analitik (( Analytical  Analytical Hierarchy Hierarchy ProcessProcess-AHP) merupakan suatu teknik pengambilan-AHP) merupakan suatu teknik pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an keputusan yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang disukai (Marimin 2013). AHP adalah penyederhanaan suatu situasi kompleks dan disukai (Marimin 2013). AHP adalah penyederhanaan suatu situasi kompleks dan tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada  pertimbangan

(27)

 berbagai pertimbangan tersebut untuk menetapkan variabel mana yang memiliki  prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi

tersebut (Saaty, 1993 di dalam Erlina 2011).

Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki) yang dimulai dengan sasaran ( goal ) lalu kriteria level pertama, subkriteria dan alternatif (Marimin 2013). AHP memungkinkan  pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif, yaitu dengan melakukan  perbandingan berpasangan ( pairwise comparison).

(28)

3

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Industri kitin dan kitosan adalah industri potensial yang baru berkembang di Indonesia dan memiliki beberapa kendala yang perlu disiasati dengan strategi yang tepat sehingga dapat berkembang dan memiliki daya saing. Dalam mengembangkan industri kitin dan kitosan diperlukan analisis mendalam untuk mengetahui kondisi eksisting industri kitin dan kitosan, faktor-faktor eksternal dan internal yang berpengaruh dalam perumusan strategi pengembangan industri kitin dan kitosan.

Gambar 5 Alur Proses Pelaksanaan Penelitian

Gambar 5 menunjukkan beberapa tahapan dan metode yang dilakukan untuk mendukung dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang diperlukan untuk menyusun strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan adalah mengidentifikasi kondisi eksisting tentang industri kitin dan kitosan. Tahapan selanjutnya adalah analisis faktor internal dan eksternal dengan metode matriks IFE dan EFE, yang diikuti secara paralel oleh analisis SWOT yang dilanjutkan dengan penetapan strategi pilihan dengan metode AHP dan analisis matriks internal dan eksternal. Analisis matriks internal dan eksternal serta analisis  penetapan strategi pilihan dengan AHP menghasilkan dua kelompok strategi yang kemudian dianalisis keterkaitannya dan diformulasikan kedalam suatu strategi  pengembangan industri kitin dan kitosan.

(29)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa lokasi berbeda sesuai dengan lokasi kerja expert atau pemangku kepentingan yang terkait. Lokasi pengumpulan data dan informasi terkait dengan industri kitin dan kitosan dilakukan di beberapa tempat, yaitu (1) Industri kitin kitosan PT. X yang berlokasi di Kota Cirebon –  Provinsi Jawa Barat (2) Kantor Asosiasi Pengusaha Pengolahan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) yang berlokasi di Jakarta dan (3) CV. Ocean Fresh yang berlokasi di Kabupaten Bogor (4) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen. P2HP), Kementerian Kelautan dan Perikanan, (5) Direktorat Jenderal Industri Agro (Ditjen IA)Kementerian Perindustrian, (6) Departemen Teknologi Hasil Perikanan (Dept. THP), Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan lokasi sebagaimana disebutkan diatas dilakukan secara sengaja ( purposive), yang didasarkan pada pertimbangan: (1) PT. X merupakan industri kitin dan kitosan terbesar di Indonesia, yang memiliki teknologi yang terbaik dalam memproduksi kitin kitosan dan turunannya (2) AP5I merupakan representasi industri pengolahan udang yang tersebar di seluruh Indonesia (3) CV. Ocean Fresh merupakan unit usaha yang bergerak di bidang kitin kitosan, produk turunan dan produk aplikasi di bidang kosmetika (4) Dirjen P2HP merupakan instansi pemerintah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan  pengembangan industri kitin dan kitosan (5) Ditjen. IA adalah pembina teknis industri pertanian yang salah satunya adalah industri pengolahan udang (6) Dept. THP merupakan salah satu program studi yang memiliki fokus khusus pada  pengembangan kitin dan kitosan.

Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan April sampai Juli 2015. Sedangkan tahap pengolahan data hingga penyelesaian akhir laporan  penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Juli –  September 2015.

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari observasi pada salah satu industri kitin dan kitosan, wawancara mendalam dan  pengisian kuesioner kepada para pelaku industri, pakar dari Perguruan Tinggi, da n  para pengambil kebijakan di instansi pemerintah yang terkait dengan  pengembangan kitin dan kitosan. Data sekunder didapatkan dari buku-buku,  publikasi dari instansi pemerintah (Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan), jurnal nasional maupun  jurnal internasional, laporan penelitian yang terkait dengan strategi  pengembangan agroindustri serta dokumen-dokumen lain yang relevan.

Pemilihan responden dalam penelitian ini didasari atas konsep Triple Helix, dimana interaksi antara akademisi, pelaku bisnis dan pemerintahan merupakan hal yang penting dalam penentuan strategi secara umum (Etzkowitz 2007) dan khususnya dalam strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Metode yang digunakan dalam penentuan responden adalah metode snowball sampling , yaitu melakukan kontak dengan responden pertama, kemudian mengidentifikasi

(30)

responden selanjutnya berdasarkan informasi dari responden pertama. Lee (1993) menyebutkan bahwa responden yang cenderung mengidentifikasi responden  potensial lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan dirinya akan berujung  pada sampel yang homogen.

Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dan kondisi eksisting industri kitin kitosan di Indonesia. Kuesioner digunakan sebagai alat untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait dengan strategi  pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, yaitu faktor-faktor kunci  pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, faktor eksternal dan faktor internal yang berpengaruh serta masukan lain yang berguna dalam merumuskan strategi  pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Tabel 3 menunjukkan responden

yang terlibat pada penelitian ini. Tabel 3 Data Responden

Lingkup Responden

Perguruan Tinggi

1. Pakar teknologi kitin dan kitosan (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor)

Industri 1. Manajer Produksi (PT X), representasi atas produsen kitin dan kitosan

2. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perkanan Indonesia (AP5I), representasi dari industri pengolahan udang selaku penyuplai bahan baku kitin kitosan

3. Pemilik CV. X, representasi atas pengguna kitin dan kitosan Instansi

Pemerintah

1. Pejabat Es IV Direktorat Pengembangan Produk Non Konsumsi, Ditjen. P2HP- Kementerian Kelautan dan Perikanan

2. Pejabat Es IV Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Ditjen. Industri Agro, Kementerian Perindustrian

Analisis Strategi Pengembangan Industri

Analisis strategi pengembangan industri kitin kitosan dilakukan melalui identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh. Faktor-faktor tersebut diketahui  berdasarkan masukan para pakar atau pihak yang terkait dengan pengembangan

industri kitin dan kitosan melalui teknik wawancara mendalam. Analisis Matriks IFE-EFE

Data internal dan eksternal yang telah diidentifikasi kemudian akan dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation  (IFE) dan External  Factor Evaluation  (EFE). Identifikasi faktor internal dan eksternal dapat digunakan untuk menciptakan strategi yang efektif bagi pengembangan industri kitin kitosan. Matriks IFE dan EFE dapat diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut.

A. Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Matriks EFE digunakan untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki oleh industri serta mengetahui ancaman terbesar dan terkecil yang memiliki pengaruh terhadap industri kitin kitosan. Dalam suatu perencanaan strategis, lingkungan eksternal perlu dianalisis guna mengetahui berbagai peluang

(31)

dan ancaman yang mempengaruhi industri di masa yang akan datang. Rangkuti (2013) menjelaskan beberapa tahapan penentuan strategi eksternal, yaitu:

1. Susunlah dalam kolom 1 berupa faktor-faktor yang menjadi peluang dan kelemahan industri kitin dan kitosan

2. Pada kolom 2, berikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan  pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategi industri. Semua bobot

yang telah dijumlahkan tidak boleh melebihi skor total (1,00). Pemberian  bobot berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis  perusahaan. Penentuan bobot dilakukan dengan metode perbandingan  berpasangan ( pairwise comparison) yaitu memberikan bobot numerik dan

membandingkan antara satu peubah dengan peubah lainnya (Tabel 4). Skala 1, 2 dan 3 digunakan dalam menentukan bobot setiap peubah. Penjelasan skala yang digunakan adalah sebagai berikut:

1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Tabel 4 Penilaian Bobot Faktor Strategis dengan Metode Matriks Perbandingan

Berpasangan

Faktor Strategik Internal/Eksternal A B C ... Bobot

A B C ...

Total

3. Pada kolom 3, hitung rating untuk setiap faktor dengan pemberian skala mulai dari 4 (outstanding ) sampai dengan 1 ( poor ) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi industri yang bersangkutan. Variabel yang  bersifat positif (variabel peluang) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat besar). Sedangkan untuk variabel yang bersifat negatif yaitu ancaman adalah kebalikannya. Misalnya jika nilai ancamannya besar, ratingnya adalah 1, namun jika ancamannya sedikit maka ratingnya bernilai 4.

4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya mulai dari 4,0 (outstanding ) sampai dengan 1,0 ( poor )

5. Jumlahkan skor pembobotan (kolom 4) untuk memperoleh total skor  pembobotan. Nilai total menunjukkan bagaimana suatu industri bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Tabel 5 menunjukkan bentuk matriks EFE sebagaimana telah dijelaskan pada tahap penetapan faktor strategis eksternal no 1 hingga no 5.

(32)

Tabel 5 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal

Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot (a) Rating (b) Skor (c = a x b) I. Peluang 1. 2. Jumlah (A) II. Ancaman 1. 2. Jumlah (B) Total (A+B)

Berdasarkan matriks EFE, total nilai skor untuk faktor eksternal menunjukkan semakin nilai mendekati 1, maka semakin banyak ancamannya dibandingkan  peluangnya. Sedangkan apabila total nilai skor mendekati 4, artinya semakin  banyak peluang dibandingkan ancamannya.

B. Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Analisis faktor stratetgis internal perlu dilakukan setelah mengetahui faktor strategis eksternal yang dimiliki suatu perusahaan/organisasi Matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan terbesar dan terkecil serta kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki oleh industri kitin dan kitosan. Terdapat  beberapa cara untuk menentukan faktor – faktor strategis internal (Rangkuti 2013):

1. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan  pada kolom 1

2. Pada kolom 2, berikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1 (paling penting) sampai O (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategi industri. Semua bobot yang telah dijumlahkan tidak boleh melebihi skor total (1,00). Penentuan bobot dilakukan sama dengan penentuan bobot pada matriks EFE.

3. Pada kolom 3, hitung rating untuk setiap faktor dengan pemberian skala mulai dari 4 (outstanding ) sampai dengan 1 ( poor ) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi industri yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (variabel kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik). Sedangkan untuk variabel yang bersifat negatif, kebalikannya.

4. Kalikan bobot (kolom 2) dengan rating (kolom 3) untuk memperoleh faktor  pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan (kolom 4) untuk masing-masing faktor yang nilainya mulai dari 4,0 (outstanding ) sampai dengan 1,0 ( poor )

5. Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total menunjukkan bagaimana suatu industri bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Tabel 6 menunjukkan bentuk matriks IFE sebagaimana telah dijelaskan pada tahap enetapan faktor strategis internak No. 1 hingga  No. 5.

Berdasarkan matriks IFE, total nilai skor untuk faktor internal menunjukkan  bahwa smakin dekat nilai mendekati 1, maka semakin banyak kelemahan internal

(33)

dibandingkan kekuatannya. Kebalikannya, apabila smakin nilai mendekati 4, maka semakin banyak kekuatan dibandingkan kelemahannya.

Tabel 6 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal Faktor-Faktor Strategis Internal Bobot

(a) Rating (b) Skor (c = a x b) I. Peluang 1. 2. Jumlah (A) II. Ancaman 1. 2. Jumlah (B) Total (A+B)

Analisis Matriks Internal Eksternal

Analisis Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) merupakan analisis yang dibuat berdasarkan nilai yang didapat dari gabungan kedua kondisi eksternal dan internal industri kitin dan kitosan. Pada matriks IE (sebagaimana dapat dilihat  pada Gambar 3), diketahui nilai pada sumbu X menunjukkan nilai faktor strategi internal, sedangkan pada sumbu Y menunjukkan nilai faktor strategis eksternal. Berdasarkan analisis EFE dan IFE, didapatkan nilai total skor pembobotan untuk setiap faktor eksternal dan internal. Nilai yang didapatkan kemudian diplotkan ke dalam sumbu X dan sumbu Y pada tabel matrik IE sehingga dapat diketahui  posisi sel strategi industri yang menggambarkan kondisi industri kitin dan kitosan.

Analisis Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah matriks yang menggambarkan secara jelas  bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dengan menggunakan tabel EFE dan IFE, transfer peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan ke dalam sel yang sesuai dengan matriks SWOT sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4. Rangkuti (2013) menjelaskan beberapa tahapan dalam analisis matriks SWOT, yaitu:

1. Dalam sel Opportunities  (O), buatlah 5-10 peluang eksternal yang dihadapi industri.

2. Dalam sel Threats (T), buatlah 5-10 ancaman eksternal yang dihadapi industri.

3. Dalam sel Strengths (S), buatlah 5-10 kekuatan internal baik yang dimiliki sekarang maupun yang akan datang.

4. Dalam selWeaknesses (W), buatlah 5-10 kelemahan yang dimiliki industri. 5. Buat kemungkinan strategis berdasarkan pertimbangan kombinasi empat set

faktor strategis tersebut. a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang

(34)

Strategi ini dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan cara menghindari ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Model Penetapan Strategi Pilihan

Penetapan strategi pilihan untuk pengembangan industri kitin dan kitosan dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Marimin (2014), menyatakan terdapat 4 (empat) prinsip dasar kerja AHP, yaitu:

1. Penyusunan Hierarki

Penyusunan hirarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari  permasalahan yang kompleks diuraikan menjadi elemen pokoknya, kemudian elemen pokok tersebut diuraikan ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki.

2. Penilaian setiap level hirarki

Penilaian setiap level hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan ( pairwise comparison). Marimin (2014) yang mengutip Saaty (1983), menjelaskan bahwa penggunaan skala 1-9 adalah yang terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala  perbandingan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Skala Perbandingan pada AHP (Marimin 2013)

 Nilai Definisi

1 Faktor Vertikal Sama penting dengan Faktor horizontal

3 Faktor Vertikal Lebih penting dari Faktor horizontal

5 Faktor Vertikal Jelas Lebih penting dari Faktor horizontal

7 Faktor Vertikal Sangat Jelas Lebih penting dari Faktor horizontal

9 Faktor Vertikal Mutlak lebih penting dari Faktor horizontal

2,3,4,6 Apabila ada keraguan antara dua elemen yang berdekatan Kebalikan

(1/(2-9))

Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

3. Penentuan Prioritas

Untuk setiap level hierarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan ( pairwise comparison) untuk menentukan prioritas. Sepasang elemen dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas  preferensi antarelemen. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hierarki baik kuantitatif atau kualitatif dapat dibandingkan sesuai dengan  judgement   yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dapat dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui  penyelesaian persamaan matematik.

(35)

4. Konsistensi Logis

Penilaian yang memiliki konsistensi tinggi sangat diperlukan untuk  pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat. Konsistensi sampai  batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang, jika tidak memenuhi maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.

Gambar

Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)
Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014) Tahap Pengambilan Keputusan
Gambar 5 Alur Proses Pelaksanaan Penelitian
Tabel 5 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error. 3)

Ketiga adalah strategi merangkul yang beranggapan bahwa hanya satu agama saja yang paling benar namun kebenaran ini sudah terpencar ke berbagai macam agama yang ada sehingga jika

Termasuk di dalamnya Mahkamah dapat menyatakan suatu Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan tidak mengikat (termasuk bertentangan secara bersyarat)

Data minimum ialah minimum ialah data data yang paling yang paling sederhana yang sederhana yang masih masih dapat mengenal dapat mengenal suatu kasus kanker yang

Eceng gondok atau bahan organik lainnya dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik selama kandungan logam berat yang dihasilkan masih memenuhi standar mutu

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat

1. Mempunyai daya pemanasan yang tinggi karena mempunyai nilai kalori yangrelatif lebih tinggi per-satuan beratnya dibanding bahan bakar lain untukkegunaan yang

Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata ; Jibril as. datang kepada Nabi SAW lalu berkata kepadanya ; Bangunlah lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat zuhur dikala