• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Produsen material rumah mulai dari tingkat perorangan, home industry, sampai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Produsen material rumah mulai dari tingkat perorangan, home industry, sampai"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rumah memiliki andil besar dalam perkembangan dunia bisnis properti. Produsen material rumah mulai dari tingkat perorangan, home industry, sampai perusahaan besar hidup dan berkembang karena kebutuhan akan rumah selalu meningkat. Hal ini bisa dilihat mulai dari pengumpulan batu, pasir, pengrajin bata merah, pembuat kusen yang dilakukan oleh perorangan sampai perusahaan tertentu.

Rumah sebagai bangunan yang paling banyak dibangun diantara jenis bangunan lainnya sebab rumah merupakan kebutuhan pokok manusia yang memberikan sumber penghidupan. Rumah juga menghidupi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat pekerja bangunan, bagi tenaga ahi bangunan dari arsitektur, bagi para pengembang properti. Bisnis rumah juga merupakan bisnis yang tidak pernah usang, sebab rumah selalu diperlakukan manusia selamanya.1 Rumah juga memberikan peluang kehidupan kepada berbagai lapisan pelaku usaha perumahan mulai dari perorangan sampai perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pihak-pihak untuk berinvetasi untuk berbisnis membangun rumah.

Pembangunan rumah dilakukan dengan berbagai bentuk atau jenis, bentuk atau jenis-jenis tersebut terbagi dari berbagai macam seperti, jenis rumah tunggal; rumah tinggal berbentuk rumah tapak berdiri sendiri atau terpisah dengan rumah lainnya, rumah tinggal kopel; jenis rumah tinggal tunggal yang disekat sama besar

      

1

Fredric Han, Jadi Konglomerat di Bisnis Properti (Jakarta: Pustaka Ananda Srva, 2013) hlm. 2. 

(2)

antara sisi kiri dan kanan rumah, dan biasanya rumah tinggal kopel ini untuk disewakan pemiliknya guna menghemat lahan bangunan, rumah bandar; rumah tapak berbentuk rumah gandeng dengan penambahan tempat parkir di dalam bangunannya, rumah berpekarangan dalam; rumah tapak yang memiliki perkarangan di dalam rumah.2 Jenis-jenis rumah tersebut dibangun berdasarkan selera ataupun kebutuhan dari si pemilik, dan bisa saja jenis-jenis rumah terbaru bermunculan berdasarkan tingkat kebutuhan si pemilik. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman rumah (selanjutnya disebut UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman rumah) terbagi dari beberpa jenis yaitu, rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya, rumah khusus, rumah negara.

Properti adalah semua bangunan yang ada diatas permukaan bumi yang menjulang ke angkasa yang melekat secara permanen baik secara alamiah maupun dengan campur tangan manusia. Properti perumahan termasuk tempat tinggal pribadi.3

Rumah bukan hanya bermanfaat sebagai tempat berlindung dan bernaung bagi penghuninya, tetapi rumah juga merupakan sumber kehidupan bagi pelaku usaha yang berkaitan dengan bahan material, jasa konstruksi dan sebagainya.4 Rumah juga merupakan bagian kebutuhan pokok manusia yang diperlukan selamanya, maka akan memberikan serta merupakan sumber kehidupan berbagai

      

2

R. Serfianto D. Purnomo dan Cita Yustisia Serfiani, Buku Pintar Investasi Properti (Jakarta: Gramedia Purtaka Utama, 2013), hlm. 17-19. 

3

R. Serfianto Dibyo Purnomo, Iswi Hariyani, dan Cita Yustisia Serfiyani, Kitab Hukum

Bisnis Properti (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 7.  

4 Ibid. 

(3)

lapisan pelaku usaha. Oleh karena itu, tidak heran dengan semakin banyaknya orang yang memiliki dana untuk menginvestasikan nya ke bisnis properti.

Properti biasa dihubungkan dengan bangunan, ruko, rumah dan sejenisnya. Potensi pertumbuhan properti lebih disebabkan oleh adanya keinginan dari pada konsumen yang ingin membeli tempat tinggal di tengah kota.5 Bisnis properti semakin marak dan diminati oleh banyak kalangan belakangan ini, hal ini dikarenakan adanya kemanfaatan dari properti itu sendiri.6 Perkembangan sektor properti di Indonesia akhir-akhir kian pesat, sejalan dengan kondisi ekonomi makro yang terus tumbuh, sektor properti pun ikut berkembang. Jika program pengadaan perumahaan dapat direalisasikan, maka efeknya akan lebih menggigit untuk menggerakkan ekonomi nasional. Pemerintah sebenarnya punya alat untuk menggerakkan sektor properti, jika pemerintah dapat merealisasikan target 7,5 juta unit rumah untuk rakyat hingga tahun 2014 maka efeknya tentu akan luar biasa. Demikian pula pihak swasta yang terus mengembangkan kota-kota baru di sekitar kota besar.7

Sektor properti mampu mendorong permintaan sektor bangunan sebesar 55%, begitu juga terhadap sektor industri barang dari logam (6%), perdagangan (5%), pengilangan minyak bumi (3.5%), penambangan dan penggalian lain (3,5%). Demikian juga dengan sektor properti yang mampu menyerap tenaga

      

5

Tanpa nama, “Artikel Properti”, dalam http: // artikel properti. blogspot. com/2012/10/pengertian-properti-definisi-properti.html (diunduh pada tanggal 29 Juni 2014). 

6Supriyadi Amir, Free Properti Dalam 17 Hari (Jakarta: Laskar Aksara, 2013), hlm. 2.  7

Yuliana Rini DY, Mendorong Sektor Properti, Kompas, Senin, 18 Agustus 2014, hlm. 12. 

(4)

kerja. Jika satu unit rumah dikerjakan 10 orang untuk 50,000 unit rumah maka akan mampu mengurangi pengangguran yang ada.8

Pengembangan properti tidak lepas dari peran developer (pengembang). Developer dapat pula bekerja untuk membangun atau mengubah perumahan atau bangunan yang sudah ada sehingga menjadi perumahan/bangunan yang lebih baru, lebih baik dan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.9 Dalam mewujudkan keinginannya membangun perumahan, pengembang pada umumnya memakai jasa kontraktor untuk membangun rumah/bangunan sesuai perencanaan yang dibuat oleh pengembang. Rumah-rumah yang sudah selesai dibangun selanjutnya dijual oleh pengembang kepada masyarakat yang membutuhkan. Kontraktor hanya bertanggung jawab memasarkan rumah.

Developer adalah pelaku kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan rumah tinggal dan atau ruang usaha dengan cara pengalihan hak atas produk tersebut dari perusahaan kepada konsumen melalui proses yang telah ditentukan.10 Developer disebut juga sebagai badan usaha yang berbadan hukum, mempunyai kantor yang tetap, memiliki izin usaha dan terdaftar pada pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Peran developer pada saat ini semakin dibutuhkan dengan banyaknya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan rumah tinggal. Daerah perkotaan hingga pedesaan, developermengembangkan usahanya dengan meraup banyak keuntungan. Dengan menyikapi secara dingin mengenai pihak-pihak yang pro

      

8Frederic Han, Op. cit., hlm. 3.  9

Ibid., hlm. 10. 

10 Ibid. 

(5)

maupun kontra terkait usaha developer dalam usaha pengembangan rumah tinggal, pihak-pihak yang diuntungkan terus menjalankan usahanya.

Tanggung jawab developer terhadap pihak yang telah melakukan jual beli rumah tinggal seharusnya dilakukan secara maksimal mengingat setiap fasilitas yang ada di rumah tinggal tersebut memang layak untuk dihuni baik secara keselamatan hingga pada akibat hukumnya. Suatu keharusan apabila developermemberikan tempat tinggal yang layak kepada pembeli (konsumen) khususnya rumah tinggal tersebut memang secara halal atau menurut undang-undang memang baik untuk ditempati. Oleh karena itu, pembeli rumah tinggal yang beritikad baik seharusnya dilindungi oleh undang-undang atas tindakan developer “nakal” dan tidak bertanggung jawab apabila secara nyata telah melakukan kecurangan dan akibatnya merugikan pemilik rumah (konsumen).

Adanya itikad tidak baik dari seorang developer terhadap fasilitas yang diberikan kepada konsumen merupakan bentuk suatu kesalahan ataupun pelanggaran hukum. Konsumen sebagai pihak yang dirugikan dalam hal ini telah mengeluarkan sejumlah uang untuk menikmati fasilitas rumah, akan tetapi pihak developeryang tidak bertanggung jawab telah merugikan konsumen itu sendiri.

Developer memiliki kewajiban dalam hal memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen apalagi terhadap fasilitas penggunaan listrik. Sebuah rumah di dalam perumahan sudah seharusnya memiliki aliran listrik apalagi perumahan tersebut berada di wilayah perkotaan, maka tidak seharusnya apabila aliran listrik tidak ada.

(6)

Masalah-masalah terkait dengan tanggung jawab developer perumahan tentu saja menjadi kajian yang menarik sehingga dalam hal ini sangat perlu dan penting untuk diteliti untuk melihat sejauh mana peraturan-peraturan yang ada dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pembelian rumah dalam suatu perumahan tanpa adanya fasilitas yang pada prinsipnya harus disediakan oleh developer (pengembang).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

2. Bagaimanakah hubungan hukum antara developer perumahan, pemilik rumah dan PT. PLN Persero dalam kawasan perumahan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

3. Bagaimankah tanggung jawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh PT. PLN Persero dalam putusan MA. No. 53 PK/Pdt/Sus.BPSK/2013?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

b. Untuk mengetaui hubungan hukum antara developer perumahan, pemilik rumah dan PT. PLN Persero dalam kawasan perumahan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

(7)

c. Untuk mengetahui tanggung jawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh PT. PLN Persero dalam putusan MA. No. 53 PK/Pdt/Sus.BPSK/2013.

2. Manfaat penulisan a. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri hapusnya pertanggungjawaban pelaku usaha jasa terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen di Indonesia dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan peralihan hukum perlindungan konsumen;

b. Manfaat praktis

1) Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui tanggung jawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh PT. PLN Persero;

2) Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum perusahaan dan juga memberikan pemahaman pada pihak terkait seperti; praktisi hukum, praktisi legal corporate, dan juga mahasiswa diharapkan memberikan manfaat yang cukup luas.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Tanggung jawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh

(8)

PT. PLN Persero (studi putusan MA. No. 53 PK/Pdt/Sus.BPSK/2013)” ini disusun berdasarkan pengumpulan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, undang-undang, peraturan perlindungan konsumen, maupun peraturan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan lembaga lainnya, yang diperoleh dari perpustakaan, media cetak, serta media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul ini, penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan universitas/perguruan tinggi lainnya dalam wilayah Republik Indonesia. Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Pustaka

Pengembang perumahaan (real estate developer) atau biasa juga disingkat dengan pengembang (developer) adalah orang-perseorangan atau perusahaan yang bekerja mengembangkan suatu kawasan pemukiman menjadi perumahan yang layak huni dan memiliki nilai ekonomis sehingga dapat dijual kepada masyarakat. Pengembang dapat terdiri dari orang perorangan maupun perusahaan, baik perusahaan yang berbadan hukum (CV atau Firma) maupun perusahaan yang sudah berbadan hukum (PT atau Koperasi).11 Di Indonesia pengembang bernaung

      

11

R. Serfianto Dibyo Purnomo, Iswi Hariyani, dkk, Kitab Hukum Bisnis Properti (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 11. 

(9)

dalam dua asosiasi perusahaan pengembang perumahan, yaitu REI (Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia) dan APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia).12

Pelaku dalam bisnis properti dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) pihak, yaitu:13

1. Penanam modal

Kepemilikan proyek properti ini dapat dikelola secara kerja sama dengan pihak lain atau investor, perusahaan maupun yayasan dana pensiun, serta individu;

2. Pemberi pinjaman

Sumber pemberi pinjaman ini bisa dari pihak bank, lembaga keuangan non-bank, dan individu yang meminjamkan dana untuk pembiayaan suatu proyek usaha developer;

3. Pemakai

Pihak yang membeli aset kepemilikan dari proyek investor tersebut akan dibuatkan bukti kepemilikan dalam bentuk sertifikat.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Tujuan perlindungan konsumen:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

      

12 Ibid. 

13

Property Puls Indonesia, Strategi Membangun Bisnis Developer Property, cetakan ke-2 (Jakarta: Ufuk Publishing House, 2011), hlm. 18. 

(10)

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan 8 (delapan) klausula baku yang menyatakan:

1. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang atas pembayaran barang yang dibeli konsumen;

4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang dibeli konsumen secara angsuran;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; 7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, yang dibuat

(11)

sepihak oleh pelaku usaha;

8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak: tanggungan, gadai, jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu menguji, mengkaji ketentuan-ketentuan tentang hapusnya pertanggungjawaban pelaku usaha jasa terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.

Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peritiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum14. 2. Data penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.15 Sumber data dapat dari data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.

      

14

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cetakan ketigabela (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.15.  

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Rineka Cipta: Jakarta, 2010), hlm.172. 

(12)

a. Bahan hukum primer

Diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan;

c. Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi

(13)

penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.16

4. Analisis data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.17 Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.18 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada skesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.19

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan latar belakang penelitian, yang berisi alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum diatas. Uraian-uraian dalam bab ini ditujukan sebagai penjelasan awal mengenai terminologi-terminologi yang digunakan untuk mengemukakan permasalahan dalam mengidentifikasi masalah sebagai proses

      

16

M. Nazil, Metode Penelitian (Ghalia Indonesia: Jakarta), hlm. 111. 

17 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 69.  18

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11. 

19

(14)

signifikasi pembahasan. Disamping itu untuk mempertegas pembahasan dicantum pula maksud dan tujuan serta kegunaan penelitian.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Bab ini menjelaskan bagaimana pengaturan perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia. Dalam bab ini akan membahas secara normatif bagaimana landasan hukum pengaturan perlindungan konsumen hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, klausula Baku, dan tanggungjawab pelaku usaha di Indonesia.

BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA DEVELOPER

PERUMAHAN, PEMILIK RUMAH DAN PT. PLN PERSERO DALAM KAWASAN PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Bab ini menjelaskan hubungan hukum antara developer perumahan, pemilik rumah dan PT. PLN Persero dalam kawasan perumahan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bab ini juga menjelaskan Perjanjian jual beli rumah dalam kawasan perumahan, Pengadaan fasilitas listrik oleh PT. PLN Persero dalam kawasan perumahan, hubungan hukum antara developer

(15)

perumahan, pemilik rumah dan PT. PLN Persero dalam kawasan perumahan menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

BAB IV TANGGUNG JAWAB DEVELOPER PERUMAHAN TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN ATAS PEMUTUSAN LISTRIK SECARA SEPIHAK YANG DILAKUKAN OLEH PT. PLN PERSERO (PUTUSAN MA. NO.53 PK/Pdt.Sus.BPSK/2013)

Bab ini menjelaskan Tanggung jawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh PT. PLN Persero (Studi Putusan MA. No. 53 PK/Pdt/Sus.BPSK/2013). Bab ini juga berisi kewenangan PT. PLN Persero dalam pemutusan listrik secara sepihak di kawasan perumahan, upaya hukum yang dilakukan konsumen perumahan untuk mendapatkan haknya sebagai pemilik rumah atas pemutusan listrik secara sepihak oleh PT. PLN Persero, tanggungjawab developer perumahan terhadap konsumen perumahan atas pemutusan listrik secara sepihak yang dilakukan oleh PT. PLN Persero (Studi Putusan MA.No.53PK/Pdt/Sus.BPSK/2013).

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang dikemukakan berdasarkan permasalahan yang telah dibahas dan dianalisis, dalam bab ini juga dikemukakan berbagai saran dari penulis atas penelitian yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pasien, tidak terlepas pada sistem yang sedang berjalan tetapi dalam klinik dimana salah satu permasalahan yang dihadapi adalah

Comparison of these two methods showed that the powder obtained by hydrothermal process is much smaller than solgel method.The sol-gel synthesis method produced

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.. Di

serebral tidak efektif b.d peningkatan TIK Ditandai dengan : Ds :  Klien mengeluh pusing apabila bangun dari tempat tidur, pusing seperti berputar Do :.  Td 130\90

Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen sinkretisme, simbolisme, dan sufisme dalam budaya spiritual Jawa, (Jogjakarta: PT Narasi, 2003), Hal 41... akan lebih baik jika mulut digunakan

Hal semacam ini masih terdapat pada sistem tata naskah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Seperti halnya dalam proses peminjaman surat yang mengharuskan Bagian Tata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diagram scatter pada variabel pengetahuan dan kepatuhan membentuk pola yang menyerupai garis lurus. Hal ini mengindikasikan bahwa

Dari luasan tersebut maka sebanyak 37.810 ha (17,42 %) diantaranya berupa lahan sawah yang terdistribusi dari bagian hilir hingga ke bagian hulu, dengan luas dan proporsi