• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Metode Pembelajaran

Metode menurut J.R David (dalam Majid, 2013: 21) dalam Teaching Strategies for College Class Room ialah “a way in achieving something” (cara untuk mencapai sesuatu). Untuk melaksanakan suatu strategi, digunakan seperangkat metode pengajaran tertentu. Dalam pengertian tersebut maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan. Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan pembelajaran. (Suyono, 2012: 19).

Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung. Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: 1) ceramah; 2) demonstrasi; 3) diskusi; 4) simulasi; 5) laboratorium; 6) pengalaman lapangan; 7) brainstorming; 8) debat; 9) simposium; dan sebagainya.

Adapun perbedaan strategi dengan metode pembelajaran adalah bahwa strategi mengajar bisa berarti rencana, cara dan upaya tertentu khususnya yang dibuat dan digunakan oleh guru untuk memandu, mengarahkan dan menunjukkan jalan kepada peserta didiknya untuk merealisasikan seperangkat tujuan belajar mengajar/pembelajaran, menjalankan strategi dapat ditetapkan melalui berbagai metode

(2)

pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran yang ditetapkan dengan metode pembelajaran akan tergantung pada pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Metode pembelajaran, strategi, model, dan pendekatan mempunyai keterhubungan dan wilayah kajian masing-masing. Metode pembelajaran memiliki banyak sekali jenis ataupun macam yang terdapat didalamnya, salah satunya yaitu metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE).

B. Metode Pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) 1. Pengertian Student Facilitator And Explaining(SFAE)

Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) merupakan rangkai penyajian materi ajar yang diawali dengan menjelaskan secara terbuka, memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kembali kepada rekan-rekannya, dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa. Maksudnya adalah guru menyampaikan materi yang telah dibahas dan yang belum dipahami oleh siswa (Huda,2014: 228).

Metode SFAE menekankan terciptanya proses pembelajaran kelompok agar setiap peserta didik mampu mengembangkan melalui interaksi dan komunikasi dengan lingkungan belajarnya. Setiap anggota kelompok memiliki tugas dan kesempatan yang sama untuk memperhatikan penjelasan guru dan teman, membaca, mencatat, bertanya dan menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, membuat laporan, presentasi di depan kelas, menunjuk teman untuk presentasi secara bergantian dan membuat kesimpulan dari materi yang dipelajari. Presentasi dilakukan peserta didik yang ditunjuk guru secara acak kemudian guru mengamati dan membimbing agar kegiatan diskusi berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang diharapkan. Metode yang diterapkan menciptakan proses pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik untuk menciptakan pengalaman belajar.

(3)

Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) merupakan metode pembelajaran dimana peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Metode pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri (Suprijono, 2015: 46). Kegiatan yang terjadi pada kegiatan metode ini memberikan keterbatasan siswa baik untuk mengemukakan ide/ gagasan mereka maupun menanggapi pendapat siswa lainnya, sehingga menuntut hasil belajar siswa agar proses pembelajaran menjadi optimal.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka menurut peneliti bahwa metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) merupakan metode pembelajaran yang menyenangkan dimana siswa bisa lebih aktif dan dapat berfikir lebih kritis akan suatu materi yang dibahas dan menjelaskan kembali kepada siswa lainnya. Dalam menggunakan metode pembelajaran pun ada beberapa tahapan atau langkah-langkah dalam pelaksanaannya agar metodepembelajaran dapat digunakan sesuai dengan tahap ataupun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode tersebut.

2. Tahap-tahap Pembelajaran Student Facilitator And Explaining Setiap pembelajaran memiliki tahap-tahap dalam pelaksanaan guna memandu jalannya pembelajaran. Suprijono (2015: 147) bahwa langkah-langkah yang digunakan dalam proses pembelajaran student facilitator and explaining adalah sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.

c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.

d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.

e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. f. Penutup.

Hal tersebut didukung oleh Huda (2014: 228) tahap-tahap metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) sebagai berikut:

(4)

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

b. Guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.

c. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak.

d. Guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa.

e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. f. Penutup.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan teori Huda, bahwa tahap-tahap penerapan dalam Student Facilitator And Explaining (SFAE) adalah penyampaian kompetensi, penyajian, penjelasan oleh siswa, penyimpulan dan penjelasan materi secara keseluruhan, dan penutup. Dengan melihat beberapa tahapan atau langkah-langkah dalam metode student facilitator and explaining tersebut dapat terlihat bagaimana peran siswa maupun guru dalam pelaksanaan metode tersebut.

3. Peran Siswa dan Guru dalam SFAE

Peran peserta didik sebagai fasilitator dan penjelas dalam metode ini yaitu merencanakan bagaimana cara mereka mengajari materi yang sedang dipelajari kepada satu sama lain dan menyampaikan secara lisan melalui bagan kepada anggota kelompok lainnya (Johnson, 2010: 113). Peran yang dilakukan oleh guru yaitu sebagai manager adalah memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal dan memonitor penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas. Selain itu bahwa dengan sebagai mediator, yaitu guru memandu menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan (Isjoni 2016: 63).

Guru memberikan pengarahan kepada kelompok dengan menyatakan tujuan dari tugas atau materi yang diberikan, mendorong dan memastikan siswa untuk berpartisipasi membuat peserta didik mendapatkan giliran adalah salah satu cara untuk memformalkan

(5)

partisipasi seluruh anggota kelompok, selain itu memberikan kesempatan untuk menyampaikan umpan balik positif kepada semua anggota.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka menurut peneliti dalam metode student facilitator and explaining guru tidak hanya berperan sebagai penyampai materi kepada siswa tetapi dalam metode ini guru pun mempunyai peran sebagai manager, maksudnya yaitu guru memberikan pengarahan kepada tiap kelompok siswa dan memonitor disiplin kelas dalam penggunaan waktu belajar dikelas. Dalam pelaksaannya, metode student facilitator and explaining mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

4. Kelebihan dan Kekurangan Student Facilitator And Explaining Metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan metode student facilitator and explaining. Beberapa kelebihan dari metode student facilitator and explaining yang diungkapkan oleh Huda (2014: 229) yaitu sebagai berikut:

a. Membuat materi yang disampaikan lebih jelas dan konkret.

b. Meningkatkan daya serap siswa karena pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi.

c. Melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberi kesempatan untuk mengulangi penjelasan guru yang telah didengar.

d. Memacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi ajar.

e. Mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan.

Akan tetapi, metode student facilotator and explaining juga memiliki beberapa kekurangan menurut Huda (2014: 229) sebagai berikut.

a. Siswa pemalu sering kali sulit untuk mendemonstrasikan apa yang diperintahkan oleh guru.

(6)

b. Tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk melakukannya (menjelaskan kembali kepada teman-temannya karena keterbatasan waktu pembelajaran).

c. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang terampil.

d. Tidak mudah bagi siswa untuk membuat peta konsep atau menerangkan materi ajar secara ringkas.

Kelebihan dan kekurangan yang ada dalam metode student facilitator and explaining maka menurut peneliti bahwa metode SFAE ini dalam pelaksanaannya guru harus matang dalam mempersiapkan langkah-langkah dalam mengajar maupun langkah-langkah dalam penggunaan metode ini, karena dalam metode ini guru harus bisa meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga siswa dapat memahami materi ajar yang disampaikan dan siswa dapat menjelaskan kembali materi ajar yang telah disampaikan sebelumnya kepada rekan-rekannya. Peneliti memilih metode tersebut karena peneliti melihat dari berbagai bahan kajian terdahulu seperti dalam penelitian terdahulu yang diambil sampel data bahwa pada penerapan metode student facilitator and explaining dapat meningkatnya hasil belajar siswa dari kegiatan kelompok siswa maupun meningkatnya hasil belajar individu siswa, karena dalam kegiatannya pembelajaran metode student facilitator and explaining mempunyai langkah-langkah dalam pelaksanaannya yaitu guru pandai dalam menjelaskan materi yang akan disampaikan dan selain itu guru pun dapat membuat kelas aktif yaitu dengan beberapa siswa untuk mencoba menjelaskan kembali materi yang sudah disampaikan guru sebelumnya. Oleh karena itu menurut peneliti metode student facilitator and explaining dapat digunakan dengan baik dalam mata pelajaran IPA.

C. Mata Pelajaran IPA

1. Hakikat Pembelajaran IPA

IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa

(7)

kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya. IPA pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai proses, yaitu kerja ilmiah (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 22).

Menurut Wahyana (dalam Trianto, 2014: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembanganya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Carin dan Sund (dalam Wisudawati & Sulistyowati,2014: 24) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dam eksperimen.Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda tak hidup dan makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut maka IPA memiliki empat unsur utama (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 24), yaitu:

a. Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.

b. Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah. c. Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan

hukum.

d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran IPA dalam keempat unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk

(8)

memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah yang menerapkan langkah-langkah metode ilmiah.

Pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan.Proses pembelajaran IPA terdiri atas tiga tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Proses pembelajaran IPA memerhatikan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 26). Sains atau IPA pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains. IPA sebagai integrative science atau IPA terpadu telah diberikan di SD/MI, oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI harus menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 26).

Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dari teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian,siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya,

(9)

selain itu pembelajaran sains atau ilmu pengetahuan alam dapat mengembangkan beberapa keterampilan proses.

2. Keterampilan Proses Sains/ IPA

Dahar (dalam Trianto, 2014: 148) mengemukakan bahwa keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak. Dengan keterampilan ini, anak-anak dapat mempelajari IPA sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya. Penggunaan keterampilan-keterampilan proses ini merupakan suatu proses yang berlangsung selama hidup.

Keterampilan proses IPA ialah keterampilan intelektual atau keterampilan berpikir (Dahar dalam Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 114). Keterampilan proses tersebut dapat diklasifikasikan sebagai keterampilan dalam:

a. Mengamati;

b. Menafsirkan pengamatan; c. Meramalkan;

d. Menggunakan alat dan bahan; e. Menerapkan konsep;

f. Merencanakan penelitian;

g. Mengkomunikasikan hasil penelitian; h. Mengajukan pertanyaan;

Uraian di atas menjelaskan bahwa keterampilan proses ialah keterampilan intelektual atau keterampilan berpikir. Dengan mengembangkan keterampilan proses dalam pembelajaran maka membuat peserta didik untuk berpikir kreatif, dan dapat menolong peserta didik untuk belajar. Keterampilan proses sains ini diperlukan dalam kegiatan ilmiah disekolah dan dikemudian hari. Pembelajaran sains seperti di atas, menuntut guru untuk mengubah pandangan tentang mengajar, dari guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) ke siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered), guru berfungsi membimbing dalam rangka mempermudah peristiwa belajar. Jadi ketika guru menyediakan pengalaman belajar, guru perlu

(10)

mempertimbangkan pengalaman dan gagasan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu dari penjabaran diatas mengenai keterampilan proses sains atau IPA, maka pembelajaran sains atau IPA memiliki fungsi dan tujuannya sendiri.

3. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Sains/ IPA

Fungsi pembelajaran sains adalah untuk mengerti konsep dan manfaat sains, mengembangkan keterampilan, cara berfikir, sikap, dan nilai ilmiah untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan pembelajaran sains/IPA adalah:

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.

b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

d. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.

e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan (Prihanto dalam Trianto, 2014: 142).

Tujuan pembelajaran IPA diatas diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut.

a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.

e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

(11)

f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi (Depdiknas dalam Trianto, 2014: 143).

Berdasarkan uraian di atas, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pembelajaran sains yaitu dengan melihat kurikulum sains yang dirancang sedemikian rupa sehingga menyediakan berbagai pengalaman belajarseperti yang dikemukakan dalam kurikulum pada mata pelajaran sains atau IPA. 4. Regulasi Kurikulum Mata Pelajaran IPA

Kurikulum sains sekarang ini dirancang sedemikian rupa sehingga dalam menyediakan berbagai pengalaman belajar mulai dari yang pengetahuan deklaratif sampai dengan pengetahuan prosedural. Proses pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai pengalaman belajar siswa tersebut dapat dicapai dengan menekankan pada aktivitas belajar siswa aktif dan bersifat fleksibel.

Komponen kurikulum berbasis kompetensi dalam kurikulum 2013 (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 29) terdiri atas:

a. Kompetensi pembelajaran IPA yang berbentuk Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD).

b. Materi pembelajaran IPA yang berbentuk materi pokok, uraian materi pokok, dan sumber belajar dalam bentuk keterpaduan/ tematik integratif.

c. Pendekatan, metode, dan media pembelajaran IPA yang bersifat student oriented, student active, dan life skill oriented.

d. Penilaian/ asesmen hasil pembelajaran (hasil belajar) IPA yang bersifat multi dimensi.

Kemendikbud (dalam Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 96) menjelaskan tujuan dari pembelajaran IPA terpadu adalah (1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; (2) meningkatkan minat dan motivasi; dan (3) beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. Dengan demikian, melalui pembelajaran IPA yang terpadu, siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,

(12)

menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya sehingga terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif.

Proses pembelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 2013 merupakan proses pembelajaran yang integratif atau terpadu. Konsep keterpaduan tampak diperumusan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Pada kurikulum sebelumnya atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam merancang suatu pembelajaran IPA Terpadu harus menggabungkan beberapa Kompetensi Dasar (KD). Pada kurikulum penggabungan dalam suatu tema atau topik sudah langsung tersurat dalam Kompetensi Dasar (KD), seperti yang ditulis dalam buku panduan guru IPA (Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan RI, 2013 dalam Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 97), yaitu:

a. Kompetensi Dasar (KD) IPA telah mengarahkan pada pemaduan. Guru dapat mengimplementasikan lebih lanjut di kelas.

b. Di dalam buku pegangan peserta didik, pemaduan IPA dilakukan dengan merumuskan dalam suatu tema-tema besar yang menjadi pemaduan topik/subtopik IPA. Tema tersebut adalah materi, sistem, perubahan, dan interaksi.

c. Pemaduan tema-tema besar dilakukan secara connected, yakni suatu konsep atau prinsip yang dibahas selanjutnya “menggandeng” prinsip, konsep, dan contoh dibidang lain. Misalnya, saat mempelajari suhu, suhu tidak hanya berkaitan dengan benda-benda fisik, tetapi dikaitkan juga dengan perilaku hewan.

Pola integrasi konsep dalam pembelajaran IPA dalam kurikulum 2013 menitikberatkan pada model connected, meskipun ketika dibaca lebih lanjut dari buku panduan guru IPA terdapat tema besar yang menjadi pemaduan topik-topik atau subtopik-subtopik, yang artinya menggunakan model webbed. Kurikulum 2013 menggunakan model pemaduan materi dengan kombinasi model

(13)

connected dan model webbed. Kombinasi ini akan mempermudah guru dalam mengemas pembelajaran IPA dan membantu peserta didik untuk memahami materi dan mengoptimalkan kedalaman konsep IPA yang dipelajari.

5. Struktur SK, KD, dan Indikator Mata Pelajaran IPA

Berikut adalah Standar Kompetensi (SK), kompetensi Dasar (KD), Indikator serta materi pelajaran IPA gaya dan gerak kelas Vyaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

SK, KD dan Indikator Mata Pelajaran IPA Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) Indikator 1 2 3 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak, dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet) 5.1.1 Menentukan benda-benda yang bersifat magnetis dan yang tidak magnetis 5.1.2 Menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda melalui percobaan 5.1.3 Menunjukkan gerak jatuh berbagai benda akibat pengaruh gaya gravitasi 5.1.4 Menyebutkan kegunaan dari gaya gesek 5.1.5 Menyebutkan kerugian yang ditimbulkan oleh gaya gesek 5.1.6 Menyebutkan macam gaya

(14)

yang lain seperti gaya pegas dan gaya otot Adapun materi mata pelajaran IPA gaya dan gerak pada bab 7 (Haryanto: 2004), sebagai berikut:

a. Menyebutkan benda-benda yang bersifat magnetis dan yang tidak magnetis.

Berawal dari pengertian gaya magnet, gaya magnet adalah gaya yang ditimbulkan oleh magnet. Paku yang didekatkan ke magnet akan bergerak menuju magnet kemudian akan menempel pada magnet. Berikut benda-benda yang bersifat magnetis dan non magnetis:

Magnetis : paku, peniti, klip kertas dari besi, uang logam, serbuk besi, seng.

Non magnetis: kertas, kain, karet, kayu atau pensil dari kayu, batu. b. Kekuatan gaya magnet

Gaya magnet mampu menembus penghalang, yaitu benda non magnetis. Gaya tarik magnet masih berpengaruh terhadap benda magnetis di balik penghalang tersebut. Namun demikian, kekuatan gaya tarik magnet dipengaruhi oleh ketebalan penghalang antara magnet dan benda magnetis. Adapun faktor jarak magnet terhadap benda magnetis yang dapat mempengaruhi kekuatan magnet. c. Gerak jatuh berbagai benda akibat gaya gravitasi

Gerak jatuh berbagai benda itu menuju ke bawah, tak hanya kelereng dan buah saja yang bisa mengalami gerak jatuh. Benda padat dan cair apa pun yang dilemparkan ke atas, bisa turun lagi menuju bumi. Gerak turun menuju ke bumi itulah yang dinamakan gerak jatuh. Segala benda dapat jatuh menuju bumi karena bumi menarik benda tersebut. Jadi, bumi memiliki gaya tarik. Gaya tarik bumi dinamakan gaya gravitasi bumi. Gaya inilah yang menarik semua benda jatuh menuju bumi. Gerak jatuh yang disebabkan oleh gaya gravitasi disebut gerak jatuh bebas.

(15)

d. Kegunaan dari gaya gesek

Gaya gesek yaitu gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua permukaan benda saling bersentuhan. Gaya gesekan memiliki manfaat ataupun kegunaan, berikut beberapa manfaat atau kegunaan dari gaya gesekan: membantu benda bergerak tanpa tergelincir, untuk menghentikan benda yang sedang bergerak, dan menahan benda-benda agar tidak bergeser.

e. Kerugian dari gaya gesek

Adapun kerugian yang diakibatkan oleh gaya gesek yaitu: menghambat gerakan maksudnya yaitu benda yang bergerak selalu ditahan oleh gaya gesekan, akibatnya gerakan benda menjadi terhambat, selanjutnya yaitu mengikis permukaan yang bergesekan, dan memboroskan energi untuk mengatasi gaya gesekan.

f. Menyebutkan macam gaya yang lain yaitu gaya pegas dan gaya otot

Gaya pegas adalah gaya yang terjadi pada pegas. Gaya pegas ini berupa tarikan atau regangan dan rapatan. Contoh : karet gelang yang ditarik. Adapun gaya otot adalah gaya yang ditimbulkan oleh otot manusia atau hewan. Contoh: pemain sepak bola menendang bola atau kuda menarik delman.

Berdasarkan pemaparan mengenai materi pelajaran IPA pada kelas V di atas, intinya terlihat bahwa materi Gaya dan Gerak itu ada pada mata pelajaran IPA di kelas V tepatnya pada bab 7 pembahasan mengenai gaya, maka peneliti memilih materi mengenai gaya dan gerak karena menurut peneliti pada mata pelajaran gaya dan gerak terlihat bahwa masih banyak siswa yang kurang memahami dalam materi tersebut sehingga peneliti ingin mengkaji materi tersebut pada penelitiannya dengan menggunakan pembelajaran yang dapat memudahkan bagi siswa serta menarik bagi siswa yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) di dalam pembelajaran IPA.

(16)

D. Penerapan Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam Pembelajaran IPA di MI

Menurut Wahyana (dalam Trianto, 2014: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembanganya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Proses pembelajaran IPA memerhatikan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. IPA sebagai integrative science atau IPA terpadu telah diberikan di SD/MI, oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI harus menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 26).

Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) adalah metode pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai obyek yang aktif dalam kegiatan diskusi kelompok, menyampaikan ide dan menjawab pertanyaan, memperhatikan lingkungan belajarnya serta mampu mengungkapkan kembali pengetahuan yang dimiliki melalui presentasi. Menurut Huda (2014: 228) Student Facilitator And Explaining (SFAE) merupakan rangkai penyajian materi ajar yang diawali dengan menjelaskan secara terbuka, memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kembali kepada rekan-rekannya, dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa. Maksudnya adalah guru menyampaikan materi yang telah dibahas dan yang belum dipahami oleh siswa.

Metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) dapat digunakan dalam semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran IPA dan baik digunakan untuk tingkatan kelas atas pada jenjang sekolah dasar di SD/MI. Alasan penerapan SFAE di MI yaitu melihat dari kendala yang biasa dihadapi guru, antara lain: 1) kurang mempersiapkan pembelajaran, 2) guru dan siswa belum mampu mengelola waktu dengan baik, 3) siswa belum aktif bertanya, 4) siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, 5) siswa masih belum percaya diri

(17)

sebagai tutor kepada temannya, 6) siswa belum bisa membuat kesimpulan percobaan, 7) siswa bergurau saat berdiskusi. Dari kendala tersebut maka dengan penerapan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dapat mengaktifkan siswa ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, yaitu dapat dilihat dalam langkah-langkah penerapan metode SFAE yang digunakan di tingkat sekolah dasar, yaitu: 1) penyampaian kompetensi dengan media konkret, 2) penyampaian garis besar materi dengan media konkret, 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kembali kepada siswa lainnya dengan media konkret, 5) menjelaskan materi yang disajikan secara keseluruhan dengan media konkret, 6) penutup (Al Hasbi Achmad Rozak, dkk, 2015: 548). Penggunaan metode saja tidak cukup dalam penerapan ditingkat sekolah dasar, untuk menarik siswa dan untuk mempermudah pemahaman materi maka diperlukan alat peraga atau media pembelajaran. Maka penerapan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) pada tingkat sekolah dasar didukung dengan media konkret yang berperan penting dalam memperjelas penyampaian pesan terhadap siswa.

Penerapan metode SFAE pada tingkat SMP atau SMA yang menjadi perbedaan dalam penerapannya yaitu pada tingkat SMP penerapan metode student facilitator and explaining pada salah satu langkah pelaksanaan metodenya siswa bukan lagi sekedar menjelaskan materi kembali yang telah disampaikan oleh guru secara garis besar, tetapi pada langkah metode SFAE yang diterapkan pada tingkat SMP yaitu dalam kegiatannya siswa membuat mind map atau peta konsep dari garis besar materi yang telah guru sampaikan, kemudian melakukan diskusi kelompok dan mempresentasikan hasil diskusinya disertai dengan mendemonstrasikan peta konsep didepan kelas dan menyimpulkan sendiri hasil diskusi yang telah dilakukan. Jadi metode SFAE ini dalam tingkat SMP yaitu menuntut penguasaan peserta didik terhadap beberapa keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan pemahaman materi, sehingga lebih inovatif, kreatif, dan aktif (Sholehah Riyanto, 2016: 126-127).

(18)

Penerapan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) pada tingkat SMA yaitu untuk melatih siswa terlibat secara aktif dan ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan, sehingga siswa akan lebih mengerti dan mampu memahami materi, serta mampu memecahkan masalah setiap persoalan sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikir kritisnya. Selama kegiatan pembelajaran terjadi lebih banyak diskusi sehingga peserta didik dapat lebih menguasai konsep dan memecahkan masalah yang sulit karena adanya kerjasama antar peserta didik. Selain itu, metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling memberikan pendapat atau ide yang mereka miliki dalam memahami suatu permasalahan. Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis tergali dan bertambah dengan adanya sumbangan pemikiran dari peserta didik lainnya serta bimbingan dari guru, sehingga kemampuan berpikir kritis yang diperoleh peserta didik dapat diterapkan pada konsep yang lain atau serupa (Muslim Siska Ryane, 2014: 6-7). Jadi, penerapan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam penerapan di tingkat SMA yaitu melatih siswa terlibat secara aktif dan ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan, sehingga siswa akan lebih mengerti dan mampu memahami materi, serta mampu memecahkan setiap persoalan sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikir kritisnya.

Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) menekankan terciptanya proses pembelajaran kelompok agar setiap peserta didik mampu mengembangkan melalui interaksi dan komunikasi dengan lingkungan belajarnya. Setiap anggota kelompok memiliki tugas dan kesempatan yang sama untuk memperhatikan penjelasan guru dan teman, pembelajaran metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam mata pelajaran IPA diajarkan keterampilan-keterampilan seperti kerjasama menjadi pendengar yang baik, membaca, mencatat, bertanya dan menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, membuat laporan, presentasi di depan kelas, menunjuk teman untuk presentasi secara bergantian dan membuat kesimpulan dari materi yang dipelajari serta

(19)

kerjasama tim atau tanggung jawab tim. Metode yang diterapkan menciptakan proses pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik untuk menciptakan pengalaman belajar.

Alat yang digunakan dalam penerapan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam mata pelajaran IPA yaitu berupa media konkret atau media benda nyata. Media benda konkret yang dipakai disini dalam pembelajaran IPA adalah ketapel, bola, dan magnet. Benda-benda tersebut diharapkan dapat membantu anak dalam proses pembelajaran IPA khususnya pada materi gaya dan gerak.

Langkah-langkah metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam mata pelajaran IPA telah peneliti modifikasi langkah-langkah pembelajarannya pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2

Langkah-langkah penerapan metode SFAE

Kegiatan Pembelajaran Langkah-langkah SFAE Pendahuluan

a. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa kemudian setiap siswa diberi nama tiap kelompok, karena kelas putri maka diberi nama dengan nama-nama bunga. b. Guru memberikan pretest untuk

mengetahui pemahamsn siswa sebelum memulai materi pembelajaran.

c. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari dengan menggunakan media konkret dan sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai serta menginformasikan metode pembelajaran yang akan digunakan.

d. Memotivasi siswa agar aktif dalam pembelajaran.

Langkah 1

Pembagian kelompok siswa dengan nama-nama bunga

(20)

Kegiatan inti

e. Guru memberikan tanya jawab mengenai materi yang sudah dibahas kepada setiap kelompok, dan pertanyaan rebutan untuk semua kelompok.

Langkah 2 Mengajukan pertanyaan

f. Guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk berdiskusi membuat peta konsep atau ringkasan materi dari materi yang telah disampaikan

g. Setiap kelompok menentukan salah satu anggota kelompok menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan oleh guru sebelumnya dengan peta konsep atau ringkasan materi yang sudah didiskusikan.

Langkah 3 Diskusi kelompok

h. Guru mengecek pemahaman siswa dengan perwakilan anggota kelompok yang lain untuk menjelaskan hasil diskusi dari peta konsep yang sudah dibuat.

i. Kelompok lain menyimak dan menanggapi anggota kelompok siswa yang sedang menjelaskan di kelas, serta kelompok lain diberi kebebasan untuk mengajukan kritik dan saran bagi temannya yang sudah maju kedepan untuk menjelaskan dan memberikan penilaian kepada temannya yang sudah maju dan kerjasaama antar kelompok dengan memberikan reward berupa bintang. j. Guru memberikan reward berupa bintang

pada kelompok yang dapat berdiskusi

Langkah 4

Tanya jawab kepada kelompok siswa yang presentasi

(21)

dengan baik dan membuat peta konsep dengan baik dan menarik serta dapat menjelaskan kembali hasil diskusi kepada teman kelompok lainnya dengan baik. Kegiatan Penutup

k. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan memberikan posttest.

l. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung.

E. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman ilmuwan. Geoch (dalam Suprijono, 2015: 2) belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan. Sedangkan menurut Hamalik (2013: 27) bahwa belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalaminya. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Pengertian belajar dapat ditemukan dalam berbagai sumber, meskipun terlihat ada perbedaan-perbedaan dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip kesamaan-kesamaannya dapat ditemukan. Penjelasan belajar menurut para ahli dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2015: 2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

b. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2013: 10) belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan

(22)

kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

c. Menurut Burton (dalam Hamalik, 2013: 31) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. d. Morgan (dalam Suprijono, 2015: 3)

Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman).

Pendapat-pendapat tentang belajar yang dijelaskan di atas, bahwa belajar adalah perubahan dari diri seseorang untuk merubah diri dan perilakunya menjadi suatu kebutuhan dan untuk mencapai tujuan dalam pendidikannya.

Belajar adalah suatu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, ajaran agama adalah sebagai pedoman dalam kehidupan manusia dan menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan belajar. Setelah memahami mengenai pengertian belajar, ada beberapa prinsip-prinsip di dalam belajar.

2. Prinsip Belajar

Memahami pengertian dari belajar, berikut ini adalah prinsip-prinsip belajar (Suprijono, 2015: 4).

Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri:

a. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari.

b. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. c. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

d. Positif atau berakumulasi.

(23)

f. Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience.

g. Bertujuan dan terarah.

h. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka menurut peneliti bahwa prinsip belajar yaitu sebagai perubahan perilaku sebagai hasil belajar, serta belajar merupakan sebuah proses dan yang terakhir yaitu belajar merupakan suatu bentuk pengalaman. Dan prinsip belajar tersebut merupakan suatu langkah dalam menentukan tujuan belajar.

3. Tujuan Belajar

Tujuan belajar penting bagi guru dan siswa sendiri. Dalam desain instruksional guru merumuskan tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar siswa. Rumusan tersebut disesuaikan dengan perilaku yang hendaknya dapat dilakukan siswa. Sebagai ilustrasi, misalnya guru merumuskan sasaran belajar sebagai “siswa dapat menyebutkan ciri khas suatu prosa dan puisi”. Sasaran belajar tersebut berfaedah bagi guru untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini, ada kesejajaran pada sasaran (rumusan guru, dan diinformasikan kepada siswa) dengan tujuan belajar siswa.

Dimyati & Mudjiono (2013: 23) kesejajaran guru mencapai sasaran belajar, dan tindak siswa yang belajar untuk mencapai tujuan belajar sampai lulus dan mencapai tingkat kemandirian. (1) Guru menyusun acara pembelajaran dan berusaha mencapai sasaran belajar, suatu perilaku yang dapat dilakukan oleh siswa, (2) Siswa melakukan tindak belajar, yang meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif,

(24)

afektif, dan psikomotorik. Akibat belajar tersebut siswa mencapai tujuan belajar tertentu. Dengan makin meningkatnya kemampuan maka secara keseluruhan siswa dapat mencapai tingkat kemandirian.

Berdasarkan penjelasan diatas maka, dengan belajar maka kemampuan siswa meningkat. Meningkatnya kemampuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan belajar. Bila semua siswa menerima sasaran belajar dari guru, maka makin lama siswa membuat tujuan belajar sendiri. Dengan demikian makin lama siswa akan dapat membuat program belajarnya sendiri, apabila siswa sudah dapat membuat program belajarnya sendiri siswa akan mempunyai gaya belajar dan kesenangan dengan cara belajar sendiri dan ini dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa dan dapat meningkatnya hasil belajar siswa.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang setelah belajar, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari mengerti jadi tidak mengerti. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar (Hamalik, 2013: 27).

Hasil belajar itu diperoleh dari interaksi siswa dengan lingkungan yang sengaja direncanakan guru dalam perbuatan mengajarnya. Mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran dari guru kepada siswa tetapi mengajar merupakan seluruh kegiatan dan tindakan yang diupayakan oleh guru untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.

Hasil belajar yang dicapai meliputi lima kemampuan, yaitu:

a. Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya kemampuan mendiskriminasi, konsep konkret, dan konsep terdefinisi.

b. Informasi verbal (pengetahuan deklaratif) pengetahuan yang disajikan dalam bentuk proposisi (gagasan) dan bersifat statis, misalnya fakta, kejadian pribadi, dan generalisasi.

(25)

c. Sikap, merupakan bawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya.

d. Keterampilan motorik, kemampuan yang meliputi kegiatan fisik, penggabungan motorik dengan keterampilan intelektual, misalnya menggunakan mikroskop dan alat biuret.

e. Strategi kognitif, merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir (Trianto, 2012: 137).

Menurut peneliti dari pengertian di atas bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik tersebut mengalami proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan di kelas. Pencapaian hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar mengajar suatu bidang studi atau mata pelajaran dapat dicapai. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar dan sejauh mana sistem pembelajaran yang diberikan guru berhasil atau tidak. Dari tolak ukur keberhasilan siswa itulah ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dari hasil belajar siswa.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan (Sudjana, 2016: 3).

Wasliman (dalam Susanto, 2016: 12) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memperngaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan internal, sebagai berikut:

(26)

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

b. Faktor eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh individu pada waktu terjadi proses belajar mengajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar seorang peserta didik tergantung sejauh manakah peserta didik mampu menerima, mengevaluasi, dan menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya setelah terjadi proses belajar mengajar.

F. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan acuan dan referensi serta untuk menghindari kesalahpahaman akan kesamaan karya penelitian, peneliti juga mendapati beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dalam hal metode pembelajaran yang digunakan, yaitu:

1. Skripsi yang ditulis oleh Lilik Laiyinatus Sifa (2015)

Judul Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Alat Pencernaan Pada Manusia (Studi Penelitian di kelas V MIN Brakas Kec. Dempet Kab. Demak). Latar belakang dari penelitian ini adalah

(27)

rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V MIN Brakas pada materi alat pencernaan makanan pada manusia. Hasil belajar siswa masih dibawah kriteria ketuntasan minimal, yaitu 60. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan makanan pada manusia dengan menggunakan model pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) kelas V di MIN Brakas Kec. Dempet Kab. Demak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) materi alat pencernaan makanan pada manusia di kelas V MIN Brakas. Dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan melalui 2 siklus, pada tahap pra siklus nilai rata-rata belajar peserta didik 53,5. Pada siklus I setelah dilaksanakan tindakan nilai rata-rata peserta didik mengalami peningkatan 63,7. Sedangkan pada siklus II setelah diadakan evaluasi pelaksanaan tindakan nilai rata-rata belajar mengalami peningkatan yaitu 70,5. Dari dua tahap tersebut jelas bahwa ada peningkatan hasil belajar setelah diterapkan model Student Facilitator And Explaining (SFAE).

Perbedaan penelitian tersebut dengan dipenelitian ini yaitu pada penelitian ini rumusan masalah bukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tetapi untuk mengetahui pengaruh penggunaan model Student Facilitator And Explaining (SFAE) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Pada penelitian ini peneliti mengkaji mata pelajaran IPA dengan materi gaya dan gerak yang akan dikaji pada kelas V di MI Salafiyah Kota Cirebon. Penelitian ini pun bukan menggunakan metode penelitian tindakan kelas melainkan metode penelitian kuantitatif dengan tidak menggunakan tahapan siklus dalam penelitiannya.

2. Skripsi yang ditulis oleh Rizki Hidayat (2016)

Judul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Facilitator And Explaining Untuk Meningkatkan Hasil IPS (Studi Penelitian di kelas IV SD Negeri 4 Metro Barat Lampung). Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas IV

(28)

SD Negeri 4 Metro Barat. Diketahui dari 34 orang siswa hanya 44,11% yang tuntas belajar dengan KKM 66. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar IPS melalui penerapan model cooperative learning tipe student facilitator and explaining. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative leraning tipe student facilitator and explaining dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata memperoleh 65,74 dan persentase ketuntasan klasikal 52,94 dan siklus II memperoleh nilai rata-rata 73,03 dengan persentase ketuntasan klasikal 97,06. Sehingga dapat disimpulkan penerapan model cooperative learning tipe student facilitator and explaining dapat meningkatkan hasil belajar afektif, psikomotor, dan kognitif siswa.

Perbedaan penelitian tersebut dengan dipenelitian ini yaitu pada penelitian ini rumusan masalah bukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tetapi untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA, dan untuk kajian materinya pun berbeda serta kelas yang dikajinya pun berbeda. Pada penelitian ini peneliti mengkaji mata pelajaran IPA dengan materi gaya dan gerak yang akan dikaji pada kelas V di MI Salafiyah Kota Cirebon. Penelitian ini pun bukan menggunakan metode penelitian tindakan kelas melainkan metode penelitian kuantitatif dengan tidak menggunakan tahapan siklus dalam penelitiannya.

Berdasarkan referensi penelitian diatas belum ada yang secara spesifik mengkaji dan membahas tentang pengaruh metode Student Facilitator And Explaining (SFAE) terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran IPA materi gaya dan gerak di kelas V MI Salafiyah Kota Cirebon.

G. Kerangka Pemikiran

Sudjana (2016: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

(29)

seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu peserta didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Maka dari itu kreativitas guru dalam membangkitkan motivasi peserta didik ikut mempengaruhi keoptimalan pembelajaran tersebut supaya dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran yang semestinya mengaitkan materi dengan kehidupan mereka secara langsung. Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 22) IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam memegang peranan sangat penting dan alam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena kehidupan kita sangat tergantung dari alam, zat terkandung dialam, dan segala jenis gejala yang terjadi dialam. Dengan demikian dalam pembelajaran proses pemilihan metode pembelajaran harus diseimbangkan antara materi dengan kehidupan yang nyata supaya tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai secara optimal.

Berdasarkan pemikiran diatas bahwa pemilihan metode pembelajaran aktif oleh guru yang akan diterapkan pada proses pembelajaran akan sangat mempengaruhi dalam penyampaian materi ajar, dalam hal ini menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE), karena penggunaan metode SFAE ini mampu melibatkan siswa dalam pembelajaran yang aktif siswa dapat menjadi fasilitator dalam menjelaskan kembali materi kepada teman lainnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa, serta pembelajaran akan terasa lebih mudah dan menyenangkan karena penyampaian materi yang bervariasi dengan adanya penggunaan media konkret.

Berdasarkan penjelasan tersebut, diharapkan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) dapat memberikan pengaruh pada hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA dan secara tidak langsung akan menimbulkan adanya perbedaan kemampuan

(30)

pemahaman peserta didik antara pembelajaran yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran konvensional dan peserta didik yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE). Metode pembelajaran SFAE dalam penelitian ini diterapkan pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol tanpa menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) atau menggunakan metode konvensional. Untuk mengkaji ada tidaknya perbedaan antara pembelajaran pada mata pelajaran IPA materi gaya dan gerak menggunakan metode pembelajaran SFAE dan tanpa menggunakan metode pembelajaran SFAE.

(31)

Bagan kerangka pemikiran metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam Mata Pelajaran IPA Materi gaya dan gerak

s

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Metode Student Facilitator And Explaining (SFAE). (Linawati, Lya. 2014. Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Facilitator And Explaining (SFAE). Skripsi. IAIN Walisongo Semarang).

Kondisi akhir yang diharapakan Proses penerapan

metode SFAE Kondisi Awal

Dugaan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE). meningkatkan hasil belajar. Guru menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE). Guru belum menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE). Melalui metode pembelajaranpembelaj aran Student Facilitator And Explaining (SFAE). dapat meningkatan hasil belajar IPA Materi gaya dan gerak Guru melaksanakan KBM

menggunakan metode pembelajaranStudent Facilitator And Explaining (SFAE).

Masih rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya dan gerak.

(32)

H. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012: 96) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Hipotesis yang dijukan oleh peneliti adalah : “Pengaruh metode pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA materi gaya dan gerak kelas V di MI Salafiyah Kota Cirebon”.

(33)

Gambar

Gambar 2.1  Bagan  Kerangka  Berfikir  Metode  Student  Facilitator  And  Explaining  (SFAE)

Referensi

Dokumen terkait

1. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti.. Fungsi Sosialisasi

Penjelasan yang telah dijelaskan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suyanto, (2019) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi yang terjadi di organisasi

Menurut Kasmir (2004 : 63), pemasaran bank secara umum adalah suatu proses untuk menciptakan dan mempertukarkan produk atau jasa bank yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan

Perusahaan harus menyediakan berbagai peralatan dan kelengkapan K3, baik menyangkut perlengkapan yang terpasang pada berbagai aspek kerja dalam perusahaan, seperti

Variabel dan Alat Analisis Variabel :Beban Kerja, Kepuasan Kerja, Stres Kerja. Alat analisis : Regresi Linier Berganda Hasil Penelitian - Beban kerja berpengaruh negatif

Dalam penelitian ini mengkaji mengenai geguritan Panji Sakti Wijaya yang kemudian ditransformasi (saduran) ke dalam babad Buleleng. Jadi penelitian yang dilakukan

Struktur forma merupakan satu bagian dari keseluruhan karya sastra yang mengulas tentang bentuk dalam menampilkan karya sastra itu sendiri, dan memiliki hubungan dengan

Sejak adanya (Orang Dalam Pengawasan) ODP dan warga yang terpapar virus Covid-19 di kampung tersebut mulai timbul Stigma dan diskriminasi dari warga setempat