• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan data yang peneliti peroleh, Penelitian saya dengan judul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan data yang peneliti peroleh, Penelitian saya dengan judul"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan data yang peneliti peroleh, Penelitian saya dengan judul

“Stigma Masyarakat Terhadap (Orang Dalam Pengawasan) ODP COVID-19 Di Kelurahan Bunulrejo Kecamatan Blimbing Kota Malang belum pernah dilakukan. Adapun Contoh Jurnal lain yang mendukung skripsi ini adalah jurnal yang membahas COVID-19 ataupun stigma dan diskriminasi. Berikut adalah jurnal yang terkait dengan penelitian yang saya lakukan.

1. Jurnal yang dibuat oleh Nilam Fitriani Dai (2019) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Timur yang berjudul Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19. Dalam jurnal ini peneliti memilih menggunakan metode kualitatif study kasus, pembahasan dalam penelitian ini berfokus pada satu fenomena sosial yaitu stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap individu atau sekelompok orang yang mengalami pengucilan terhadap suatu masalah sosial. Mereka diberikan label, di diskriminasi dan diperlakukan berbeda. Covid-19 diyakini menyebabkan 15 sampai 30% dari gejala flu pada orang dewasa dan anak anak.

Covid-19 menyebabkan flu dengan gejala utama demam dan sakit tenggorokan akibat pembengkakan adenoid, terutama pada musim dingin dan awal musim semi.

(2)

9

Diketahui Virus Covid-19 dapat menyebabkan pneumonia, baik pneumonia virus langsung atau pneumonia bakterial sekunder, dan dapat menyebabkan bronkitis, baik bronkitis virus langsung atau bronkitis bakterial sekunder. Sebagai penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang virus Covid-19. Terlebih manusia cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada “kelompok yang berbeda”. Inilah yang menyebabkan munculnya stigma sosial dan diskriminasi terhadap etnis tertentu dan juga orang yang dianggap mempunyai hubungan dengan virus ini.

Perasaan bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat dipahami, tapi bukan berarti kita boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, ataupun mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan Covid-19. Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak di diskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat. Dari contoh Jurnal tersebut dengan penelian yang saya lakukan memiliki persaaan dimana peneliti berfokus pada masalah sosial yaitu terjadi Stigma masyarakat pada lingkungan yang saya ingin teliti dengan tujuan mengetahui dampak dan factor apa saja yang membentuk stigma masyarakat itu sendiri.

(3)

10

2. Jurnal yang disusun oleh Husda Oktavianoor, Anisa Herawati , Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang berjudul Pengetahuan dan stigma masyarakat terhadap pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan di Kota Banjarmasin. Dalam jurnal ini peneliti mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang Covid-19 dan stigma terhadap pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan di Kota Banjarmasin. Saat ini ada sebanyak 65 negara terinfeksi virus Covid- 19. Hingga sampai tanggal 15 Mei 2020, di Indonesia dilaporkan jumlah orang yang terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 16.496 orang, diantaranya 1.076 yang meninggal (Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, 2020). Begitu pula yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan khususnya di Kota Banjarmasin, sampai tanggal 15 Mei 2020 kasus positif Covid-19 berjumlah 102 orang, 26 orang diantaranya meninggal. Tingginya angka kematian salah satunya disebabkan stigma yang diberikan oleh individu atau kelompok masyarakat terhadap tenaga kesehatan atau pasien Covid-19. Hal ini yang menyebabkan pasien dapat mengalami gangguan kesehatan jiwa akibat stigma yang diterima dan penyakit yang diderita. Elliot memberikan definisi tentang stigma yaitu sebagai bentuk penyimpangan penilaian suatu kelompok masyarakat terhadap individu yang salah dalam interaksi sosial (Brohan dkk, 2010). Alasan munculnya stigma diantaranya adalah faktor penularan, pengetahuan yang kurang tepat, perawatan atau berhubungan dengan kelompok marjinal (Kipp dkk,

(4)

11

2011). Penolakan dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana penularan penyakit tersebut terjadi dan bagaimana cara mencegah agar meminimalisir risiko terjadinya penularan. Penelitian mengenai pengetahuan dan stigma terhadap pasien dan tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19 khususnya di Indonesia belum banyak dilakukan. Namun penelitian lain yang berhubungan tentang pengetahuan dan stigma masyarakat terhadap orang yang tertular penyakit dapat menjadi dasar dalam menilai stigma di masyarakat tentang pasien dan tenaga kesehatan yang menangani Covid-19.

Perbedaan Penelitian dari jurnal tersebut dengan Penelitian yang saya lakuan yaitu mempuyai tujuan untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk stigma masyarakat dan factor apa yang membentuk stigma masyarakat di lingkungan yang saya ingin teliti.

3. Jurnal ini adalah karya dari Allika Nurfadias Magulili (Juli2020) Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dengan judul Stigma Terhadap orang positif COVID-19. Dalam jurnal ini peneliti menggunakan metode kualitatif data sekunder yaitu data yang didapatkan tidak secara langsung dari objek atau subjek penelitian. Hasil dari penelitian menunjukan Infeksi covid-19 di Indonesia pertama kali dilaporkan sebanyak 2 kasus pada tanggal 2 maret 2020.

(5)

12

Masalah lain yang muncul ditengah masyarakat adalah adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita dan keluarga. Banyak pasien memang sulit untuk mengungkap riwayatnya karena stigma terhadap pasien COVID-19 dan kondisi sosial masyarakat. Selain menyembunyikan keadaan sebenarnya, keluarga pasien justru marah ketika ditanyai mengenai riwayat kontak. Salah satu penyebabnya adalah arus informasi mengenai virus corona yang sangat masif. Ini disebabkan karena kurangnya informasi mengenai kesehatan khususnya tentang COVID-19 di tengah masyarakat. Informasi terkait COVID-19 terdapat 4 kategori pasien yang dapat membantu tenaga kesehatan terutama tenaga medis dan pihak pemerintah dalam mengetahui atau menganalisis pasien yaitu diantaranya Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau suspek, Orang Tanpa Gejala (OTG), dan positif COVID-19. Beberapa cara telah dilakukan pemerintah dalam mengurangi penyebaran virus Covid-19. Setelah resmi dideklarasikan sebagai pandemik global, WHO segera memberikan 30 pesan yang dikelompokkan menjadi 6 (enam) grup pesan terkait COVID-19. Penyebab kesembuhan pasien salah satunya dengan memeberikan informasi yang baik. Menghindari stigma pada pasien positif , bila perlu membantu apabila ada ODP di wilayah kita, yang sekiranya harus karantina mandiri dan harus saling support demi kesembuhannya.

(6)

13

Dari beberapa contoh karya jurnal tersebut dapat diketahui bahwa (Orang dalam Pengawasan) ODP merupakan persoalan yang wajib untuk ditangani.

Terkait dengan edukasi masyarakat secara umum terkait bahwa (Orang dalam Pengawasan) ODP COVID-19 bertujuan untuk memberikan wawasan yang benar sehingga masyarakat memiliki wawasan yang luas terkait ODP maka akan semakin kecil tingkat stigma dan diskriminasi yang akan dialami oleh ODP COVID-19 karena mereka tidak akan merasa takut ketika seseorang mengetahui bahwa mereka adalah ODP atau keluarga dari ODP (Orang dalam Pengawasan). Serta dapat membuat ODP merasa percaya diri lagi karena tidak lagi tertekan. Dengan adanya edukasi tersebut di harapkan masyarakat mampu memberikan dukungan terhadap ODP dan keluarganya.

B. Kajian konsep

a.Konsep ODP (Orang dalam pengawasan) COVID-19

Orang Dalam Pengawasan (ODP) adalah orang yang memenuhi sejumlah kriteria: demam (suhu ≥ 38°C) atau riwayat demam, batuk, flu, dan memiliki riwayat perjalanan ke negara yang memiliki transmisi lokal Covid-19, tinggal di daerah dengan transmisi lokal di Indonesia dalam kurun waktu 14 hari terakhir sebelum timbul gejala namun tidak memiliki riwayat kontak dengan orang yang berstatus positif Covid- 19.

(7)

14

Masyarakat yang kurang paham tentang Covid-19 dan adanya ODP kebanyakan mengira jika orang yang memiliki gejala gangguan pernafasan seperti, demam, batuk, sesak nafas atau gangguan saluran pernafasan lainnya mengira bahwa orang tersebut telah terjangkit karena Covid-19 hal ini tejadi karena ciri ciri gejala yang sama pada Covid-19.

Virus COVID-19 mucul pada akhir desember 2019 tepatnya dikota Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Menurut data terlapor pada saat itu kasus pneumonia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah kasus tersebut hari ke hari semakin bertambah, dan pada akhirnya sampel isolat dari pasien diteliti menunjukan adanya infeki covid-19 jenis beta coronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel coronavirus, dan nama penyakitnya sebagai corona virus disease 2019 (COVID-19). Tanda dan gejala umum yang ditunjukan COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk, dan sesak napas. Masa inkubasi ratarata 5 sampai 6 hari dengan masa inkubasi 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal bahkan kematian. Gejala klinis yang sering nampak adalah demam dan kesulitan bernapas.

b. Konsep Stigma

Stigma adalah suatu istilah yang menggambarkan suatu kondisi terkait sudut pandang atas sesuatu yang dianggap negatif. Stigma

(8)

15

dipahami sebagai konstruksi sosial dimana tanda membedakan aib sosial melekat pada orang yang mengidentifikasi dan mengevaluasi mereka (Arboleda-Florez, 2002). Stigma sosial dalam konteks kesehatan merupakan hubungan negatif antara individu atau sekelompok orang yang berbagi karakteristik tertentu dan penyakit tertentu (WHO, 2020).

Stigma dapat: 1) Mendorong orang untuk menyembunyikan penyakit untuk menghindari diskriminasi, 2) Mencegah orang mencari perawatan kesehatan segera, dan 3) Mencegah mereka untuk memiliki perilaku sehat. Stigma dari beberapa penyakit dan kelainan merupakan isu sentral dalam kesehatan masyarakat (Septiawan, Mulyani & Moore 2018). Tidak hanya (Orang Dalam Pengawasan) ODP COVID-19, Para penderita dari beberapa penyakit tertentu sering mendapatkan stigma yang memberikan rasa rendah diri. Seperti Penderita penyakit lain yaitu kusta, TBC, diabetes, HIV/AIDS dan lain-lain dianggap memiliki stigma negatif di masyarakat. Sehingga orang-orang di sekitarnya cenderung menjauh dan tidak mau terlibat kontak dengan mereka walaupun mereka sudah dinyatakan sembuh sekalipun.

menurut (Aikins, 2006) terdapat konsensus bahwa penelitian stigma mengambil dua jalur oposisi dan terisolasi yaitu, 1) Pendekatan mikro- sosial, dicirikan oleh kerja psikologis (sosial), memeriksa stigma di tingkat individu dan antar individu; 2) Pendekatan makro-sosial,

(9)

16

dilambangkan dengan karya sosiologis, berkaitan dengan analisis tingkat kelompok sosial atau budaya dan struktural.

Berdasarkan teori stigma, stigma mempunyai jenis yang beragam yaitu terdapat 3 jenis stigma yaitu Abominations of the body (ketimpangan fisik), Blemishes of individual character (Stigma berhubungan dengan kerusakan karakter individu seperti homoseksualitas, pemabuk, pemerkosa, pecandu narkoba) , Tribal Stigma (Stigma yang berhubungan dengan suku, agama, dan bangsa) (Erving Goffman,1963 : 60). Stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasi orang itu dari penerimaan seseorang (Erving Goffman, 1963:3). Stigma juga menyebutkan apabila seseorang mempunyai atribut yang membuatnya berbeda dari orang orang yang berada dalam kategori yang sama dengan dia (seperti menjadi lebih buruk, berbahaya atau lemah), maka dia akan diasumsikan sebagai orang yang buruk. Atribut inilah yang disebut dengan stigma, stigma mengacu terhadap atribut-atribut yang dapat memperburuk citra seseorang.

Terdapat beberapa Faktor penyebab terjadinya stigma, antara lain :

a) Tingkat Pengetahuan tentang Covid-19 masih rendah

Pengetahuan tentang COVID-19 yang rendah menjadi masalah individu/masyarakat dalam bersikap terhadap ODP disertai dengan masifnya pengetahuan dan informasi yang tersebar di masyarakat. WHO

(10)

17

menggunakan kata ‘infodemic’ sebagai istilah untuk menyebutkan informasi yang meluas. Namun, tidak semua informasi dan berita yang beredar adalah akurat. Hingga tanggal 23 Maret 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia telah mencatat sebanyak 305 berita hoaks dan di informasi mengenai COVID-19 yang tersebar di media sosial, website, dan platform pesan instan (Kominfo, 2020).

Banyaknya informasi tersebut didukung oleh perkembangan internet dan kemudahan akses informasi pada saat ini.

Informasi yang salah ini dapat beredar mempengaruhi pengetahuan masyarakat, sehingga dapat berdampak pada perilaku masyarakat. Keputusan dan pilihan yang diambil lebih banyak didasarkan pada informasi dari internet, terutama media sosial (Kemeneg PP&PA, 2018).

b) Persepsi tentang Covid-19 yang beragam.

Tak hanya karena jumlah kasusnya yang terus naik, tetapi persepsi tentang Covid-19 pun semakin bervariasi sehingga membuat masyarakat menyimpulkan tentang pandemi Covid -19 sesuai dengan pengetahuan dari masing-masing Individu/Kelompok.. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa penyebaran Covid-19 tidak hanya melalui batuk, bersin, berbicara, hingga bernafas. tetapi bisa juga terjadi melalui udara. Dalam pedoman terbarunya yang dirilis di laman resminya, WHO akhirnya memasukkan udara sebagai salah satu transmisi atau cara

(11)

18

penularan tercepat Covid-19. Sehingga timbulah persepsi terhadap (Orang Dalam Pengawasan) ODP dan akan sangat mempengaruhi bagaimana orang tersebut akan bersikap dan berperilaku. Persepsi terhadap ODP berkaitan dengan nilai-nilai seperti rasa malu, sikap menyalahkan dan menghakimi yang berhubungan dengan Covid-19 tersebut.

c) Latar Belakang Pendidikan tidak Merata.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi munculnya stigma masyarakat terhadap (Orang dalam pengawasan) ODP Covid-19 maupun penyakit lain seperti ODHA. “Jenis tenaga kesehatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya mempengaruhi skor stigma dan diskriminasi”. (Mahendraet al, 2006).

d) Dukungan Institusi

Faktor kelembagaan atau institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan klinik mempengaruhi adanya stigma dan diskriminasi terhadap (Orang Dalam Pengawasan) ODP Covid-19, antara lain hal-hal yang terkait penetapan kebijakan, SOP (Standart Operational Procedure), penyediaan sarana, fasilitas, bahan dan alat-alat perlindungan diri dalam penanganan pasien Covid-19. Studi tentang pengaruh faktor lembaga atau institusi memang masih jarang dilakukan padahal sebenarnya hal ini sangat penting untuk mengintervensi secara legal

(12)

19

terhadap adanya stigma terhadap ODP oleh petugas kesehatan (Li liet al, 2007).

c. Konsep Diskriminasi

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, diskriminasi merupakan suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat ini disebabkan karena kecenderungan manusia membeda – bedakan yang lain. Pengertian lain tentang diskriminasi dikemukakan oleh (Busza,1999) bahwa “diskriminasi adalah perbuatan atau perlakuan berdasarkan stigma dan ditujukan kepada pihak yang terstigmatisasi”. Menurut UNAIDS, diskriminasi terhadap (Orang Dalam Pengawasan) ODP digambarkan selalu mengikuti stigma dan merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap individu maupun kelompok, baik itu status maupun hanya persepsi saja (UNAIDS, 2012).

Diskriminasi yang dialami oleh (Orang Dalam Pengawasan) ODP muncul karena adanya stigma negatif dari masyarakat yang berkembang secara terus menerus yang akhirnya membuat ODP menarik diri dari lingkungannya. Penyebab munculnya diskriminasi terhadap ODP COVID- 19 juga dikarenakan masyarakat mempunyai persepsi yang buruk terhadap ODP tersebut. Kesalahan persepsi ataupun adanya persepsi dari masyarakat ini membuat ODP menjadi terpinggirkan dari kehidupan masyarakat dan membuat mereka menarik dari kehidupan masyarakat dan membuat mereka manarik diri dari lingkungan masyarakat karena adanya

(13)

20

rasa malu yang nantinya menjadikan ruang gerak mereka semakin terbatas.

Perlakuan diskriminasi masyarakat menjadikan ODP sebagai kelompok minoritas yang terpinggirkan menurut James Danandjaja dalam tulisannya mengatakan kelompok minoritas adalah kelompok yang kurang beruntung menjadi sebuah anggota organisasi, karena mereka secara fisik maupun kultural merupakan subjek yang diperlakukan tidak seimbang dalam kelompok dominan dalam perlakuan diskriminasi.

Berbagai label negatif dan diskriminasi menjadikan ODP membentuk konsep diri negatif seperti adanya rasa putus asa, mengisolasi diri, atau bahkan hingga mengakibatkan stress lalu meninggal dunia.

Terdapat beberapa Dampak Stigma Masyarakat terhadap ODP COVID-19 Di Kelurahan Bunulrejo Kecamatan Blimbing Kota Malang :

a) Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK)

Karena status Covid-19 Pada tanggal 11 Maret 2020 World Health Organization (WHO) akhirnya menyatakan COVID-19 sebagai global pandemik. Dengan pertimbangan ini dan berbagai pertimbangan lainnya Presiden Joko Widodo menetapkan coronavirus disease atau COVID-19 sebagai bencana nasional dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai

(14)

21

Bencana Nasional (selanjutnya disebut Keppres 12/2020) pada 13 April 2020.

Salah satu pertimbangan Presiden mengeluarkan Keppres 12/2020 adalah karena bencana non alam yang disebabkan oleh COVID-19 telah berdampak meningkatkan jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan bencana serta menimbulkan implikasi sosial ekonomi yang meluas di wilayah Indonesia.

Dengan adanya Keppres 12/2020 ini tentunya menimbulkan dampak bagi masyarakat Indonesia salah satunya di bidang ketenaga kerjaan dikarenakan adanya Keppres ini banyak perusahaan yang menerapkan WFH (Work From Home) dan beberapa perusahaan juga melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya, dan berlaku juga pada orang yang telah terindikasi covid-19 maupun ODP dalam hal ini tentunya perlu menerapkan WFH/PHK guna menjaga penyebaran virus Covid-19 walaupun merasa dirugikan.

b) Perubahan Perilaku Sosial

Kondisi pandemic COVID-19 telah mengubah signifikan kehidupan manusiahanya dalam hitungan bulan, perilaku sosial manusia berubah drastis akibat penyesuaian terhadap pandemi Covid-19. Perubahan tidak hanya terjadi pada level individu tetapi juga kelompok, organisasi dan

(15)

22

perusahaan. Hampir semua aspek terkena, mulai dari pendidikan, ekonomi, politik dan agama. Perubahan itu menimbulkan ketidak nyamanan dan gejolak sosial di masyarakat.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan media online, terdapat perubahan perilaku masyarakat akibat Covid-19. Perubahan itu berasal dari inisiatif sendiri maupun himbauan atau perintah dari otoritas yang berwenang.

Misalnya jaga jarak sosial ketika berinteraksi, dan peningkatan solidaritas masyarakat dalam bentuk kepeduliaaan dan perilaku prososial pada masa pandemi. Di sisi lain, pandemik dapat meyebabkan perubahan perilaku berdampak gejolak sosial di tengah masyarakat. Secara sosial, stigma mengakibatkan pasien dan keluarga mengalami isolasi, penolakan, bullying dari orang sekitar melalui offline dan online (media sosial).

Stigma juga dapat berdampak pada perilaku diskriminatif dari orang lain (Link, & Phelan, 2001). Misalkan, yang terjadi (Orang Dalam Pengawasan) ODP Covid-19 meninggal dan data pribadi telah tersebar secara luas di media online. Dampaknya keluarga pasien mengalami intimidasi dan bullying (goriau.com). Pengalaman stigma menimbulkan dampak individu yang mengalami, seperti kecewa, stress (Frost, 2011).

Bahkan sudah meninggal pun pasien mengalami diskriminasi dalam bentuk penolakan jenazah. Stigma telah menyebabkan ketakutan, kekhawatiran berlebihan di masyarakat akan tertular Covid-19.

(16)

23

Padahal pemakaman jenazah dilakukan sesuai standar Covid-19. Ketidak tahuan dan pengaruh sosial (provokasi) menjadi salah satu faktor kenapa ini terjadi di masyarakat.

c) Pengaruh Sosial dan Konformitas

Pengaruh sosial merupakan salah satu tema yang banyak dikaji dan diteliti. Pengaruh sosial berkaitan bagaiman individu atau kelompok mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain (individu, kelompok).

Dalam konteks situasi pandemi Covid-19, pengaruh sosial menjadi penting khususnya bagi pemerintah untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengurangi penyebaran Covid-19. Konformitas adalah perbuahan sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2003). “Perubahan perilaku atau belief sebagai hasil tekanan kelompok yang nyata atau hanya berdasarkan imijinasi” (Bordens

& Horowitz, 2008). Bentuk konformitas ada tiga pertama, penerimaan (acceptance) yaitu ketika individu bertindak dan meyakini sesuai tekanan sosial baik dari individu atau kelompok. Kedua, pemenuhan (compliance), yaitu konformitas atas permintaan atau tekanan sosial tapi kita tidak menyetujuinya dan kepatuhan (obedience), yaitu bertindak sesuai dengan perintah langsung dari otoritas tertentu pemerintah, pemeimpin Myers (2012). Jadi konformitas adalah cara kita beradaptasi dengan lingkungan sosial.

(17)

24

Terdapat beberapa bentuk-bentuk Stigma dan Diskriminasi, antara lain :

a) Pengucilan oleh Masyarakat terhadap keluarga

Diskriminasi dalam bentuk ini juga merupakan satu contoh kasus dari banyaknya kasus serupa tentang pengucilan oleh masyarakat terhadap keluarga dari pasien yang terinfeksi Covid-19. Sebagai contoh seorang anak dari ODP Covid 19 yang meninggal dunia mengaku dikucilkan oleh warga di lingkungan sekitarnya dan memandang keluarganya sebelah mata. Bentuk pengucilan lain yaitu salah satu warga sekitar melaporkan kepada Rt dan Rw untuk meminta dilakukan penyemprotan Disinfektan di rumah (Orang Dalam Pengawasan) ODP tersebut pada malam hari.

b) Pelecehan secara lisan

Diskriminasi Pelecehan secara lisan adalah termasuk ucapan verbal/

komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang dalam bentuk sindiran dan komentar buruk. Sejak adanya (Orang Dalam Pengawasan) ODP dan warga yang terpapar virus Covid-19 di kampung tersebut mulai timbul Stigma dan diskriminasi dari warga setempat terhadap ODP maupun keluarganya, salah satu bentuk diskriminasi tersebut adalah terjadi pelecehan secara lisan, beberapa warga maupun tetangga dan kerabat dekat, kerap mengatakan kata kata yang kurang baik dan selalu mengungkit apa yang sedang terjadi di kampungnya tersebut, dan menyalahkan ODP Covid-19

(18)

25

maupun keluarganya dengan nada sedikit tinggi dan bahasa yang kurang ramah.

c) Diskriminasi kebijakan

Diskriminasi kebijakan dapat terlihat dari adanya perbedaan perlakuan dan peraturan terhadap bidang-bidang yang berpotensi menjadi tempat penyebaran wabah. Sejak Adanya ODP Covid-19 dan orang meninggal yang dicap sebagai positif Covid-19 di Kelurahan Bunulrejo Kecamatan Blimbing mulai terjadi Stigma dan Diskriminasi salah satunya adalah bentuk diskriminasi kebijakan, diskriminasi tersebut memiliki dampak terhadap lahirnya bentuk deskriminasi lain. Contohnya adalah bentuk diskriminasi dalam beribadah.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa tempat ibadah terllihat adanya pembatasan penggunaan tempat ibadah bagi masyarakat di luar komunitas. Tempat ibadah hanya digunakan oleh golongan tertentu. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi dalam beribadah. Jika mengacu pada himbauan pemerintah pusat protocol kesehatan Covid-19 hanya ada 3 macam yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak.

Berdasarkan anjuran pemerintah tersebut pada dasarnya melakukan ibadah berjamaah baik warga bunulrejo setempat ataupun orang asing

(19)

26

tidak menjadi masalah yang penting mematuhi protocol kesehatan yang telah ditetapkan di Daerah tersebut.

d. Konsep Stigma dan Diskriminasi

Penelitian (Chung-Ying, 2020) menyebutkan bahwa telah terjadi Stigma dan Diskriminasi di beberapa Negara Asia selama pandemic Covid-19.

Dalam penelitian tersebut diungkapkan masing-masing etnis mengalami ketakutan jika berinteraksi terhadap orang lain yang berasal dari etnis berbeda.

Hal ini merupakan salah satu bentuk reaksi sosial masyarakat dalam menanggapi pandemi. Pada penelitian lain disebutkan bahwa “etnis yang paling banyak menerima stigma dan diskriminasi adalah etnis China”

(Devakumar & More, 2020). Stigma dan diskriminasi sosial sendiri menjadi salah satu dampak dari fenomena penyebaran COVID-19 ini.

Rasa takut yang berlebihan yang mana berasal dari masyarakat tentu dapat menyebabkan berbagai penolakan, dengan dirinya memiliki Riwayat positif terinfeksi oleh satu virus yang serius tersebut tentu akan menyengsarakan penderitanya.

Stigma sosial yang berasal dari masyarakat terhadap (Orang Dalam Pengawasan) ODP Covid-19 maupun dari eks pasien COVID-19 meyebabkan dirinya tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya dalam

(20)

27

kehidupan. Oleh karena hal itu, eks pasien COVID-19 akan merasa khawatir tidak dapat menjalankan kehidupannya seperti semula.

Dengan stigma dan diskriminasi ini eks pasien COVID-19 akan merasa terasingkan, ditolak dan dijauhi dari pergaulan sehingga masyarakat tidak dapat menerimanya kembali karena yang bersangkutan pernah terjangkit atau positif Covid-19.

Dampak lain dari Stigma Masyarakat terhadap ODP Covid-19 diantaranya yaitu :

1. Mendorong orang untuk menyembunyikan penyakit yang diderita untuk menghindari diskriminasi.

2. Mencegah orang mencari pengobatan segera ketika mengalami sakit yang mengarah kepada gejala Covid-19, padahal hanya mengalami sakit biasa seperti Influensa, Batuk, Asma atau sesak nafas atau jenis penyakit yang bersifat umum lainnya.

3. Terjadi rasa takut untuk berobat ke Rumah Sakit dan Poliklinik- poliklinik Pengobatan.

4. Terjadi Degradasi terhadap kinerja tenaga Kesehatan, apakah itu Dokter, Perawat serta pekerja medis yang lain akibat hasil pemeriksaan awal yang belum valid tetapi penderita atau pasien sudah dicurigai terdampak Covid-19.

(21)

28

Tindakan yang dapat dilakukan untuk melawan sikap stigmatisasi :

1. Sebarkan informasi yang benar tentang Covid-19 berdasarkan fakta.

2. Memberikan dukungan kepada orang yang terstigma.

3. Sebarkan pemberitaan yang dapat berperan mengurangi stigma.

4. Memperkuat suara, gambar atau cerita dari orang yang telah sembuh dari Covid-19 atau kelompok orang atau keluarga yang selama ini telah mendukung pasien untuk pulih.

5. Meminta cerita dari berbagai macam kelompok etnis untuk memberikan gambaran bahwa usaha mereka untuk sembuh semua sama.

6. Pelaporan media harus seimbang dan kontekstual, disebarkan berdasarkan bukti informasi dan membantu memerangi rumor yang mengarah pada stigmatisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa sistem pengendalian temperatur menggunakan logika fuzzy mendapatkan data yang linier antara data Setting Point dan data

Penjelasan yang telah dijelaskan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suyanto, (2019) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi yang terjadi di organisasi

1. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti.. Fungsi Sosialisasi

Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di

Pertimbangan dalam membeli pada suatu produk dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian. Adanya beberapa alternatif yang tersedia di pasar mengharuskan

Berdasarkan pada penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa teori gender merupakan proses untuk mengeneralisasi anatar laki-laki dengan perempuan yang bukan berdasar atas

Tokoh dan juga perwatakan memiliki peranan penting dalam sebuah karya sastra sebab watak atau karakter tokoh menghasilkan pergeseran, perbedaan kepentingan dan

warga lain untuk menerapkan vaksinasi COVID-19 dan protokol kesehatah 7M di lingkungan sekitarnya. menyatakan sudah mulai mempraktekkan pengetahuan yang di peroleh