• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. terdahulu peneliti tidak menemukan judul yang sama seperti pada judul penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. terdahulu peneliti tidak menemukan judul yang sama seperti pada judul penelitian"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

28 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian. Sehingga, peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari beberapa sumber penelitian terdahulu peneliti tidak menemukan judul yang sama seperti pada judul penelitian penulis. Penulis mengangkat beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi atau tambahan informasi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis.

Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang berupa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan peneliti.

No. Judul Penelitian Hasil Penelitian Relevansi 1. Darmayanti Erni.

Maret 2018.

Perlindungan hukum terhadap

pelaksanaan K3 pada perusahaan. Jurnal Cendekia Hukum Vol. 3 No. 2 diakses pada 29 Maret 2019

Untuk jaminan keselamatan kerja, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, perlindungan terhadap pekerja anak, dan perlindungan

Dengan adanya undang- undang dan perlindungan terhadap pekerja anak maupun perempuan pekerja menjadi aman untuk melakukan kegiatan diperusahaan karena keselamatan kerja sendiri memudahkan

(2)

29

pukul 12.07 WIB terhadap pekerja perempuan.

untuk terjadi kecelakaan kerja bila dilakukan tidak sesuai dengan Undang- Undang dan aturan yang telah ditetapkan.

2. Denik, Musadieq,

dan Djudi.

September 2017.

Pengaruh K3

terhadap motivasi kerja (studi pada karyawan taman rekreasi sengkaling).

Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 50 No. 5 diakses pada 29 Maret 2019 pukul 12.52 WIB

Keselamatan kerja adalah hal penting

yang perlu

diperhatikan oleh perusahaan. Karena perusahaan sendiri memiliki pencapaian tujuam dan harus bisa menjamin

keselamatan kerja agar karyawan melakukan tugasnya dengan lancar dan tidak ada karyawan yang sakit maupun

Pentingnya perusahaan melakukan program K3 khususnya keselamatan kerja, dapat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi karyawan sehingga nantinya karyawan dapat

bekerja dengan

maksimal, perusahaan

sendiri juga

mendapatkan nilai

tambah untuk

produksinya. Karenanya perusahaan harus ada perlindungan terhadap

(3)

30

cidera akibat kecelakaan kerja sehingga karyawan mendapatkan jaminan sosial dan dapat motivasi tersendiri dengan adanya jaminan bila terjadi kecelakaan kerja.

tenaga kerjanya karna dengan itu karyawan dapat meningkatkan kinerjanya.

3. Prasetyo, D. Agus dan Indraratono Setyadi. Agustus 2014. Hubungan antara K3 karyawan PT. Behaestex bagian produksi cabang kediri. Jurnal Ilmu Manajemen Vol. 11 No. 3.

Diakses pada 29 Maret 2019 pukul 13.39 WIB

Pengaruh komitmen dan keselamatan kerja akan memberikan banyak kontribusi baik terhadap penerapan manajemen SDM. Kontribusi tersebut adalah perbaikan kinerja, perencanaan,

pengembangan, menjamin kesempatan kerja serta memberi

(K3) merupakan salah satu persyaratan untuk meningkatkan

produktivitas kerja karyawan, dimana keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk melindungi tenaga kerja dan mengatur hak- hak serta kewajiban pekerja terhadap

(4)

31

perlindungan jaminan sosial pada karyawan seperti yang telah diatur oleh undang- undang.

perusahaan. Selain itu, hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.

K3 tidak saja sangat

penting dalam

meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya

4. Akpan, I.

Emmanuel. March 2011. Effective Safety and Health Management Policy for Improved perfomance of Organization in Africa. International Journal of Business and Management Vol. 6 No. 3.

Diakses pada 21

Improving

performance in organization may be demonstrated by way of intensifying effort towards increasing output level and

quality. To

accomplish this goal means efforts of employees are required in task performance.

Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai salah satu unsur perlindungan tenaga kerja dan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung peningkatan kinerja pada perusahaan.

(5)

32 April 2019 pukul

16.12 WIB

Effective execution of such essential employee

responsibility, to a great extent, depends on the level of safety in

the workplace.

5. Bates, P. Dix, Ian.

And Remawi,

Haytam. February

2011. The

Relationship

Between the

Implementation of a safety Management System and the Attitudes of Employees toward unsafe acts in aviation.

International Journal

The international governing body for air transportation, ICAO, requires that airports must implement a Safety Management System as a means of ensuring

safe operations and eliminating or

reducing the

likelihood of low frequency/high

consequence

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan mengubah lingkungan. Sistem kepribadian

melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk

(6)

33 Safety Science Vol

49 page 625-632.

Diakses pada 22 April 2019 pukul 19.06 WIB

incidents.

This research project sought to determine the extent to which the implementation of a Safety Management

System (SMS)

influenced the attitudes of airport employees toward unsafe acts.

mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian- bagian yang menjadi komponennya. Yang terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat aktor dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pengertian Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikn. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap suatu program yang telah direncanakan. Suatu program yang telah dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah,

(7)

34

keputusan peradilan, dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari sebuah kebijakan yang telah ditetapkan (Putra, 2004). Sedangkan (Kayatomo, 1985) mengatakan bahwasannya program merupakan rangkaian aktivitas yang mempunyai permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mencapai tujuan. Sehingga definisi implementasi program berarti pelaksanaan sebuah program yang telah direncanakan dengan matang melalui tata cara dan prosedur pelaksanaan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Abdullah yang dikutip oleh Permatasari (2014) sekurang- kurangnya terdapat tiga unsur pentingdalam kegiatan implementasi, yaitu:

1. Target groups, yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.

2. Unsur pelaksanaan atau implementer, yaitu pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan hingga pengawasan implementasi tersebut.

3. Faktor lingkungan, baik secara fisik, sosial budaya dan politik yang akan mempengaruhi proses implementasi program.

2.2.1.1 Pelatihan

Menurut ketua bagian bapak Khoirul mengatakan bahwa tujuan adanya pelatihan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah untuk memberikan bekal kepada peserta pelatihan untuk dapat menerapkan prinsip K3 di Pabrik maupun

(8)

35

dilingkungan kantor. Metode pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada saat karyawan keterima di PT. Petrokimia Gresik selama 2 minggu. Dan ada empat tingkat pelatihan K3, diantaranya:

- Pelatihan awal diperlukan sebelum memulai bekerja

- Pelatihan K3 tahunan diperlukan untuk jenis pekerjaan tertentu, termasuk pekerjaan yang berhubungan dengan medis dan lingkungan

- Pelatihan inkremental untuk meningkatkan atau mengembangkan keterampilan pekerja secara khusus, yang dilaksanakan setiap tahun atau minimal setiap tiga bulan sekali

- Pelatihan mengenali potensi bahaya yang dilakukan setiap kali perusahaan mengidentifikasi bahaya ditempat kerja baru.

Meski pengalaman kerja sudah banyak, keterampilan pekerja sudah tinggi, atau mereka sudah bekerja dengan aman sesuai prosedur yang berlaku bukan berarti kecelakaan kerja atau cidera tidak mungkin terjadi. Pelaksanaan pelatihan berulang-ulang dan program pelatihan K3 berkelanjutan sangat perlu dilakukan setidaknya setiap 1 tahun sekali, setiap ada pekerja baru, perubahan prosedur kerja, atau kondisi tertentu.

2.2.1.2Tugas dan Tanggung Jawab

Setiap struktur yang ada pada perusahaan khususnya departemen LK3 harus tahu mengenai tugas dan tanggung jawab yang dijalankannya. Dengan itu maka keselamatan dan kesehatan kerja dapat terkontrol, sehingga tujuan untuk

(9)

36

meminimalkan kecelakaan kerja bisa tercapai. Didalam PT. Petrokimia Gresik ada departemen LK3 yang dibawahi oleh Grand Manajer Teknologi.

1. Manajer Lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja (LK3) salah satunyabertugas dan bertanggung jawab dalam membuat program, mengecek prinsip plan, do, check, dan act berjalan secara efektif. Selain itu manajer juga harus mengintegrasi prinsip K3 kedalam praktek manajemen standar perusahaan, sebagai manajer bukan hanya memastikan kontrol yang tepat untuk tindakan pencegahan kecelakaan namun juga mengeluarkan kebijakan yang tepat, proses yang efektif, orang yang kompeten, dan budaya kerja yang benar. Sehingga semuanya berkonstribusi dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman. Manajer harus melibatkan semua unsur dalam perusahaan.

Karena kesuksesan pelaksanaan K3 ini perlu melibatkan semua struktur yang ada pada perusahaan.

2. Kepala Bagian K3, salah satunya bertugas dan bertanggung jawab atas menjalankan program yang telah dibuat oleh atasan dan memastikan program tersebut sudah terlaksana oleh pekerja atau belum, menghentikan pekerjaan jika ada kondisi pekerjaan yang kurang aman, dan memastikan karyawan telah mengikuti SOP perusahaan.

3. Karyawan, salah satunya bertugas dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang telah dikerjakan, memakai APD yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dan mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh perusahaan.

(10)

37 2.2.1.3Reward dan Punishment

Setiap perusahaan pasti menginginkan karyawan yang mempunyai citra diri yang baik, motivasi diri yang penuh sehingga mampu membuat perusahaan terus berkembang. Tak jarang banyak perusahaan yang menginginkan karyawan yang taat pada aturan perusahaan dengan adanya training SDM yang dapat meningkatkan kinerja dalam perusahaan. Namun PT. Petrokimia Gresik mempunyai cara lain yang bisa diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, seperti memberikan reward (penghargaan) saat ada pencapaian tertentu dan punishment (hukum atau sanksi) jika karyawan lalai dalam bekerja secara disengaja.

Reward atau bonus adalah suatu yanng didapat diluar gaji atau upah.

Reward berupa tambahan dari upah yang diterima oleh karyawan setiap bulannya karena kinerjanya bagus dan mencapai target tertentu. PT. Petrokimia Gresik memberi reward berupa bonus, hadiah jalan-jalan sambil belajar keluar negri selain itu kenaikan jabatan.

Punishment atau sanksi juga sangat berperan dalam mendorong semangat kerja para karyawan dalam perusahaan. Punishment yang dijatuhkan pada karyawan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

- Sanksi berat dapat berakibat pada turunnya jabatan atau bahkan dibebaskan darijabatan atau PHK.

- Sanksi sedang diberikan dalam bentuk pemotongan gaji.

- Sedangkan sanki ringan biasanya diberikan teguran lisan maupun tulisan.

(11)

38 2.2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.2.2.1 Faktor Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 1. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja para tenaga kerja harus diprioritaskan dan diperhitungkan agar tenaga kerja merasa ada jaminan atas pekerjaan yang mereka kerjakan, baik yang beresiko maupun tidak. Seperti pada saat melakukan wawancara kepada ketua bagian K3 jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja telah diwajibkan memiliki BPJS atau Asuransi sendiri. Menurut Shafiq dan Ibrahim (2010) menjelaskan bahwa jaminan keselamatan dan kesehatan dapat membuat para tenaga kerja merasa nyaman dan aman dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat memperkecil bahkan mewujudkan kondisi aman kecelakaan dan penyakit kerja.

2. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan agar karyawan dapat memahami dan berperilaku pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifikasikan potensi bahaya ditempat kerja, melakukan pencegahan kecelakaan kerja, mengelola bahan-bahan beracun berbahaya penanggulangannya, menggunakan alat pelindung diri, serta melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran (Putut,2010). Saat wawancara dengan ketua bagian K3 bapak Khoirul, saat karyawan sudah direkrut oleh pihak petro pasti tahap awal karyawan wajib mengikuti pelatihan K3 agar karyawan mengerti bahaya dan dampak yang akan terjadi jika karyawan itu melanggarnya.

(12)

39 3. Alat pelindung diri

Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang sekitarnya. Menurut Suma’mur (1985) aneka alat-alat pelindung diri antara lain adalah kacamata, sepatu pengaman, sarung tangan, topi pengaman, pelindung telinga, dan pelindung paru-paru. Menurut bapak Khoirul ketua bagian K3 jika alat pelindung diri di petro sistemnya dipinjami sesuai daya yang artinya daya disini sesuai kebutuhan masing-masing pekerja dan bahaya yang dikerjakan yang semua sesuai dengan UUD No. 1 Tahun 75.

4. Jam kerja

Untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya 7 jam dalam sehari, dan 40 jam dalam satu minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam satu minggu, kewajiban bekerja adalah 8 jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu (Ibrahim, 2010). Saat wawancara dengan bapak Khoirul selaku ketua bagian K3 mengatakan bahwa di petro jam kerja karyawan hanya 5 hari kerja dari jam 07.00 sampai 16.00 dan jika lebih dari itu dapat dikategorikan jam lembur.

Disimpulkan bahwa agar dapat bekerja dengan selamat perlu adanya pelatihan sebelum bekerja agar karyawan dapat berperilaku yang aman dan mampu mengidentifikasi potensi bahaya serta melakukan pencegahannya terhadap bahaya ditempat kerja. Penggunaan peralatan dan perlengkapan dengan cara yang benar serta menggunakan pelindung diri, selain itu juga harus memperhatikan apa

(13)

40

yang dikerjakan, bersikap tenang dan tidak terburu-buru serta menghindari sikap ceroboh.

Keselamatan kerja telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan Kerja. Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak untuk memperoleh perlindungan atas:

1. Keselamatan dan kesehatan kerja 2. Moral dan kesusilaan

Keselamatan kerja menunjukan pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan (Maltis dan Jackson, 2002). Sedangkan menurut Ridley (2004), keselamatan kerja adalah yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja dan proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Kecelakaan kerja sendiri adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Oleh karena itu dibelakang peristiwa tidak terdapat unsur kesengajaan, terlebih dalam bentuk perencanaan. Peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan kepada sampai yang paling berat.

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja dapar berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan

(14)

41

oleh pekerjaan atau pada waktumelaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu:

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau 2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan ditempat kerja. Sekalipun pencegahannya sering dimasukan program keselamatan perusahaan. Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut dengan potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka bahaya tersebut sebagai bahaya nyata.

2.2.2.2 Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja

Terjadinya kecelakaan kerja pasti ada sebabnya, kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab:

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan 2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman.

Selain itu, faktor manusia banyak menimbulkan kecelakaan kerja itu sendiri. Menurut (Suma’mur, 1989:9) mengatakan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia itu sendiri. Upaya untuk mengetahui sebab kecelakaan kita harus menganalisa sebab kecelakaan tersebut.

Untuk menganalisa terjadinya kecelakaan kerja harus secara tepat dan jelas

(15)

42

diketahui, bagaimana dan mengapa bisa terjadi. Faktor-faktor tindakan manusia dan lingkungan kerja mempunyai hubungan sangat erat dengan sistem kerja, yang bersumber pada kesalahan manusia. Sehingga faktor manusia yang mengakibatkan kecelakaan tersebut, adalah:

1. Menggunakan peralatan yang tidak aman

2. Menjalankan peralatan kerja yang tidak tahu caranya

3. Menempatkan bahan-bahan yang tidak aman pada kondisi lingkungan yang mengakibatkan perlawanan arus

4. Merusak alat-alat keselamatan kerja sehingga berakibat tidak baik 5. Salah menggunakan alat kerja

6. Gangguan orang lain

2.2.2.3 Strategi Keselamatan Kerja

Strategi keselamatan kerja sangat erat dengan pengenalan dan pengendalian bahaya-bahaya yang timbulkan oleh kelelahan, tekanan batin, kebisingan, radiasi maupun zat-zat beracun lainnya, terhadap kondisi fisik manusia, pikiran dan sikap tingkah laku tenaga kerja.

Menurut Fathoni (2006:256) pendekatan yang diperlukan dalam strategi keselamatan kerja antara lain:

1. Mempersiapkan dan menyesuaikan sarana dan prasarana yang dapat melindungi, tetapi tidak mengubah bentuk, proses. Perubahan-perubahan tersebut tidak sepenuhnya menghilangkan bahaya yang bisa terjadi diluar kemampuan,

(16)

43

2. Menghilangkan pusat utama yang mengakibatkan bahaya, melalui rancangan dan rekayasa pengelolaan dengan memastikan bahwa zat beracun yang berbahaya tersebut tidak mencemari para pekerja.

3. Membuat isolasi kegiatan atau unsur-unsur yang berbahaya sehingga para pekerja tidak berhubungan dan harus menggunakan alat tertentu sebagai pencegahan.

4. Mengubah proses dan metode kerja atau mengganti bahan-bahan untuk mendapatkan pelindung yang lebih baik atau menghilangkan resiko dari bahaya yang kemungkinan bisa berpengaruh.

5. Mengadakan pelatihan para pekerja untuk mencegah resiko dengan membatasi bahaya atau resiko dengan memakai alat keselamatan dan kesehatan kerja yang tersedia.

6. Adakan pengawasan secara teratur untuk memastikan bahwa faktor-faktor yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat terdeteksi setiap saat

7. Memelihara kantor dan peralatannya sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan timbulnya bahaya bagi lingkungan kerja maupun para pekerja.

8. Mengadakan cek kesehatan secara teratur bagi pekerja sebagai pencegahan.

2.2.2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:

(17)

44

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, p3k, dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi mengenai konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan dan alat pelindung diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.

5. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk penguranngan premi yang dibayar perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

6. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya mengimplementasikan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan terjadi. Sedangkan pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

Seperti yang sudah diatur dalam UU no. 14 tahun 1969 tentang ketentuan- ketentuan pokok mengenai tenaga kerja secara jelas ditegaskan, bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya (pasal 9) dan pemerintah membina norma-norma keselamatan kerja (pasal 10, ayat a).

(18)

45

Sedangkan dalam hubungan jaminan dan bantuan sosial, secara umum dinyatakan dalam UU no. 14 tahun 1969 tersebut bahwa pemerintah mengatur penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Bantuan sosial ini meliputi kecelakaan dan penyakt akibat kerja (Suma’mur, 1989:29).

Menurut (Fathoni, 2006:160) pencegahan yang dilakukan untuk menghindari kecelakaan antara lain mencakup tindakan:

1. Memperhatikan faktor-faktor keselamatan kerja, 2. Melakukan pengawasan yang teratur,

3. Melakukan tindakan koreksi terhadap kejadian; dan

4. Melaksanakan program diklat keselamatan kerja dan menghindari cara kecelakaan, menghadapi kemungkinan timbulnya kecelakaan.

Selain langkah teknis diatas, perusahaan dapat pula melakukan tindakan peningkatan kesadaran K3 melalui kegiatan berikut:

1. Memberikan pengertian kepada petugas/karyawan mengenai cara bagaimana mereka harus bekerja dengan benar, tepat, dan selamat

2. Memberi contoh cara kerja yang benar, dan mudah diikuti

3. Memberi teladan kerja dengan mengadakan percobaan yang harus dilakukan 4. Meyakinkan karyawan bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja

mempunyai dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/mutu dan target 5. Memberikan pengertian kepada karyawan tentang cara pengamanan kerja

yang dipaksakan tanpa disertai pelanggaran suatu peraturan

(19)

46

6. Mengusahakan agar seluruh isi program K3 dapat menjadi tanggung jawab setiap karyawan demi kepentingan bersama

7. Menanamkan kesadaran diri sendiri beserta segenap anak buah, bahwa kecelakaan kerja yang mungkin dan telah terjadi sebenarnya dengan mudah dapat dihindarkan dan dicegah, jika karyawan yang lebih dahulu mengetahuinya mau mencegah atau menanggulanginya segera

8. Melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja dan lingkungan kerja dengan baik, sehingga dapat dipastikan bahwa setiap karyawan telah dapat membebaskan diri dan bekerja dengan perilaku sebaik- baiknya

9. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman sebenarnya merupakanan kebiasaan saja, dan hal itu bisa dikembangkan dengan kesadaran serta pengertian yang cukup.

Perusahaan harus menyediakan berbagai peralatan dan kelengkapan K3, baik menyangkut perlengkapan yang terpasang pada berbagai aspek kerja dalam perusahaan, seperti terpasang pada dinding, terpasang pada mesin, dan terpasang pada kendaraan, juga perlengkapan dan peralatan yang langsung digunakan oleh karyawan saat mereka melakukan ugas-tugas yang disebut dengan alat perlindungan diri karyawan. Sedangkan alat pelindung diri menurut peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, fungsi, dan jenis alat pelindung diri.

(20)

47 2.2.3 Karyawan

Tenaga kerja, karyawan, atau pekerja adalah sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya atau potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non material dalam organisasi bisnis yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2011).

Tenaga kerja, karyawan, atau pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menjuak tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian (Hasibuan, 2009).

Adapun kelompok-kelompok tenaga kerja, antara lain:

1. Anak-anak dan tenaga kerja usia muda

Anak-anak adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 14 tahun kebawah, sedangkan orang muda lebih dari 14 tahun tetapi kurang dari 18 tahun.

Anak-anak memerlukan perhatian khusus karena mereka tidak sekuat orang dewasa dan perhitungannya belum cukup matang. Undang-Undang kerja tahun 1948 no. 12 menegaskan sebagai berikut:

1. Anak-anak tidak boleh menjalankan pekerjaan

2. Jika seorang anak yang berumur 6 tahun atau lebih terdapat dalam ruangan yang tertutup dan didalamnya sedang dijalankan pekerjaan, maka dianggap bahwa anak itu menjalankan pekerjaan ditempat kecuali ternyata yang sebaliknya.

3. 1. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari.

(21)

48

2. Dapat dikecualikan dari larangan termaksud dalam ayat a hal-hal yang pekerjaan orang muda pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum.

3. Dalam peraturan pemerintah akan ditetapkan hal-hal yang dilaksanakan termaksud dalam ayat b beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan tenaga kerja muda.

4. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatanya.

5. Dalam peraturan pemerintah akan ditetapkan pekerjaan termaksud dalam ayat a.

Orang muda dengan usia 18-20 tahun juga harus disertai perhatian khusus.

Tenaga kerja muda sebaiknya tidak bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan keselamatannya. Apabila dengan penerapan faktor bahaya dapat dikurangi tenaga kerja muda dapat bekerja pada aneka pekerjaan asal kondisi dan lingkungan kerja yang selamat dapat diciptakan.

Kondisi kerja yang selamat maka mereka kebiasa selamat harus ditamankan kepada mereka pada masa latihan atau mulai bekerja. Dalam latihan, keselamatan kerja bukan bersifat penunjang tetapi satu bagian penting dari sistem.

2. Tenaga Kerja Wanita

secara umum, ketentuan-ketentuan keselamatan yang bertalian dengan tenaga kerja pada umumnya berlaku pula pada tenaga kerja wanita. Dalam

(22)

49

berbagai hal perlindungan tambahan secara khusus perlu diadakan bagi mereka sebagai akibat fungsi sebagai seorang ibu.

Salah satu resiko kecelakaan yang tidak langsung terdapat apabila kepada si ibu yang bekerja di pabrik diperkenankan untuk membawa anaknya. Anak-anak tersebut mungkin bermain di dekat mesin dan terkena bahan yang berbahaya.

Dalam perundang-undangan disebut bahwa anak demikian dianggap bekerja dan perli dilindungi, sekalipun hal tersebut belum dinyatakan berlaku. Wanita kadang- kadang memerlukan pendidikan dalam keselamatan secara khusus termasuk cara berpakaian yang dapat mengurangi resiko kecelakaan

3. Tenaga Kerja Ada Usia

Mengetahui kapasitas fisik, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.

Mereka yang berusia ini mungkin berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Masalah pencegahan kecelakaan pada mereka agak berbeda dari pada tenaga kerja pada umumnya.

Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ada. Namun begitu, terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja ada usia daripada tenaga kerja berusia sedang atau muda. Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia. Kenyataan ini perlu diperhatikan dan ada kebenarannya diperusahaan-perusahaan.

Ketua bagian K3 mengatakan bila kebanyakan tenaga kerja di PT.

Petrokimia tidak ada tenaga kerja usia muda, dan sebelum bekerja di petro

(23)

50

karyawan harus memiliki kartu ijin bekerja yang persyaratannya minimal 18 tahun sampai 56 tahun. Karena memang usia 56 tahun sudah memasuki usia rentan dan beresiko dalam bekerja. Dari persyaratan diatas tidak memungkinkan jika perusahaan PT. Petrokimia Gresik mempekerjakan anak usia muda, Selain itu juga tenaga kerja wanita tidak ada yang bekerja diarea Pabrik, yang rata-rata kebanyakan dan hampir semua bekerja diarea kantor.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Tindakan Sosial Voluntaristik Talcott Parsons

Parsons adalah tokoh penting yang diperhitungkan dalam teori aksi sosial.

Lulusan perguruan tinggi Amherst College tahun 1924 ini, belajar banyak di bawah bimbingan Hubhouse dan Malinowski serta Cinsberg. Gelar doktor diraihnya di Amherst College (1924). Parsons pernah menjabat sebagai ketua The America Sosiological Society. Memperoleh gelar doktor dari Universitas Heidel berg tahun 1972, dan menjadi profesor sosiologi tahun 1944 (Wardi, 2006).

Selama hidupnya Parsons membuat sejumlah karya teoritis. Ada perbedaan penting antara karya awal dan karya yang belakangan. Bahasan tentang fungsionalisme strktural Parsons dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal dengan skema AGIL (Ritzer dan Douglass, 2003).

Konsentrasinya terhadap teori aksi sosial terlihat dari pemikirannya yang banyak mempengaruhi teori aksi sosial. Dalam tesis doktoralnya, Parsons mengambil sebagian pemikiran dari Weber yang sebagai tokoh sosiologi.

(24)

51

Demikian judul buku yang ditulisnya, “The Protestant Etnic” banyak mengintrodusif sosiologi Weber melalui beberapa, audiens di Amerika. Karya pertamanya “The Structure Of Social Action” disandarkan dengan teori sosial aksi. Pendahuluan dari karya tersebut, mengisyaratkan bahwa belajar teori aksi sosial bukan hanya belajar teori semata, melainkan membangun suatu sistem yang jelas dari teori tersebut, untuk kemudian sebagai bahan analisis dari perkembangan perilaku kelompok. Seperti yang dipelajari Parsons, mereka akan memberi respek yang berbeda, memberi konstribusi penting bagi koherennya suatu teori inilah sebenarnya bentuk “teori aksi sosial” bukan atas dasar interpretasi dari kelompok tebentuk dengan tompangan logika (Ritzer dan Douglass, 2003).

Kajian pertama Parsons memaparkan adanya “teori aksi positivistik”, secara keseluruhan merupakan ilustrasi dari polemik pada positivistik. Menurut Parsons, bahwa secara sederhana teori aksi positivisme dapat digambarkan; (1) Tekanan pada rasional, (2) Identifikasi rasional dalam prosedur ilmu pengetahuan modern, (3) Analisis beberapa elemen dalam satu bentuk atom kesatuan perilaku, (4) Perjalanan akhir atau tujuan aksi yang diberikan dari beberapa devirasi perilaku, (5) Perlakuan yang irasional dalam pengetahuan (Ritzer dan Douglass, 2003).

(25)

52

Secara utuh sebenarnya Parsons membebankan pada perkembangan teori sosial aksi Voluntaristik. Prosedur yang dilakukan oleh Parsons dengna mengkritik perilaku masyarakat kemudian menampilkan dalam bentun konsep- konsep. Ini adalah sintesa teori positivistik. Bagian kedua pemikiran Parsons, mendeskripsikan bahwa teori positivistik berasal dari tradisi positifistik pula.

Untuk mengentahkan teori aksi sosial modern, terlebih dahulu mengetahui secara intrinsik tentang rasionalisasi aksi. Maka aksi terdiri dari elemen-elemen:

maksud, tujuan, kondisi. Rasionalitas dari aksi adalah hubungan antara maksud, tujuan, serta kondisi yang ada. Seseorang terkadang menghilangkan tujuan, maksud, dan kondisi dalam aksi saat proses adaptasi tradisi lain mengatakan bahwa positivistik mengeliminir rasionalitas secara keseluruhan (Ritzer dan Douglass, 2003).

Dia menolak bahwa aksi konkret dari kehidupan ekonomi merupakan penjelasan maksud memenuhi keinginan bahwa mereka juga melatih dirinya sendiri dalam karakter perkembangan. Parsons kemudian diperkaya oleh teorinya Pareto yang memberikan konstribusi penting bagi voluntaris dengan memperkenalkan konsep residues dan non logical action. Bagi Pareto tujuan akhir aksi kepada non logical catagories action dan aksi logika itu sebenarnya telah ada ditengah-tengah mereka. Hal tersebut kemudian dikembangkan oleh Parsons bahwa nilai tidak selesai jika hanya diterima oleh satu macam kelompok saja. Tampaknya ahli lain (Durkheim) memberikan konstribusi pada posisi yang menggambarkan representasi pemahaman maksimal dari elemen aksi non natural (Ritzer dan Douglass, 2003).

(26)

53

Menurut Durkheim bahwa ada perbedaan antara pemaksaan sosial dengan keberhatian naturalistik. Maka kondisi suatu lingkungan menjadi penentu bagi individu sekaligus kontrol bagi dirinya, namun bukan kontrol dari wakil secara keseluruhan. Sebenarnya pandangan inilah yang menjadi faktor penentu bagi perkembangan pandangan normatif. Akhirnya Weber memberikan pemahaman maksimal terhadap nilai elemen aksi yang menguntungkan bagi perputaran nilai aksi dari suatu elemen, dia adalam kombinasi dari interest keagamaan dengan ide metafisis (Ritzer dan Douglass, 2003).

Adapun elemen-elemen sistem general dari suatu aksi adalah; (1) keturunan dan lingkungan, (2) maksud dan tujuan, (3) Nilai akdir dan, (4) hubungan dari elemen dengan faktor normatif ( Wardi, 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan voluntaristik adalah tindakan manusia guna mencapai maksud dan tujuannya, dengan dibangun oleh nilai dan norma, dan alat untuk mencapai serta dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (Wardi, 2006).

Jika peran karyawan diasumsikan sebagai tindakan sosial voluntaristik dengan menggunakan sistem tindakan seperti yang dijelaskan diatas, maka peran karyawan sebagai sistem tindakan harus memenuhi syarat fungsionalisme, yakni:

1. Organisme Behavioral/Sistem Perilaku

Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. Meski memasukan organisme behavioral sebagai salah satu sistem tindakan, namun Parsons tidak terlalu panjang lebar membahasnya. Organisme

(27)

54

behavioral dimasukan karena merupakan sumber energi bagi seluruh sistem. Meski didasarkan pada bangunan genetis, organisasinya dipengaruhi oleh proses pengondisian dan pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan.

2. Sistem Kepribadian

Sistem kepribadian menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainya. Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan oleh sistem kultural, namun juga oleh sistem sosial.

Kepribadian didefinisikan sebagai organisasi sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual. Komponen dasar kepribadian adalah

“kebutuhan-disposisi”. Parsons dan Shils mendefinisikan kebutuhan- disposisi sebagai “unit paling signifikan dari motivasi tindakan”. Mereka membedakan kebutuhan-disposisi dari dorongan-dorongan naluriah, yang merupakan kecenderungan yang dibawa sejak lahir. Energi fisiologi yang memungkinkan terjadinya tindakan. Dengan kata lain, dorongan lebih tepat didefinisikan sebagai “kecenderungan yang sama ketika tidak diperoleh sejak lahir namun diperoleh melalui proses tindakan itu sendiri”.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian- bagian yang menjadi komponennya. Konsepsi Parsons tentang sistem sosial dimulai dari sistem mikro, yaitu interaksi antara ego dengan alter

(28)

55

ego, yang didefinisikan sebagai bentuk paling dasar dari sistem sosial. Ia tidak banyak menganalisis level ini, meski ia memang berpendapat bahwa ciri-ciri sistem interaksi ini hadir dalam bentuk yang lebih kompleks yang diciptakan oleh sistem sosial.

Menurut Parsons, sistem sosial terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung termotivasi ke arah

“optimalisasi kepuasan dan yang hubungannya dengan situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama.

Parsons tertarik pada cara norma dan nilai suatu sistem ditransfer kepada aktor dalam sistem tersebut. Dalam sosialisasi yang berjalan sukses, norma dan nilai tersebut terinternalisasi yaitu, mereka menjadi bagian dari

“nurani “ aktor. Akibatnya, dalam mengejar kepentingan sistem secara keseluruhan. Seperti yang dikatakan Parsons, “kombinasi pola nilai- orientasi yang diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi) pada derajat yang sangat penting harus menjadi fungsi struktur peran fundamental dan nilai- nilai dominan sistem sosial”.

4. Sistem Kultural

Sistem kultural menjalankan fungsi latensi dengan membekali aktor dengan norma dan nilai-nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

(29)

56

Kebudayaan memerantai interaksi antar aktor dan mengintegrasikan kepribadian dengan sistem sosial. Kebudayaan memiliki kapasitas tertentu paling tidak untuk menjadi komponen sistem sosial. Jadi, dalam sistem sosial menumbuh dalam norma dan nilai, sedangkan dalam sistem kepribadian, kebudayaan bukan sekedar bagian dari sistem lain (Ritzer dan Douglass, 2003).

Teori yang telah digunakan oleh peneliti adalah teori yang digagas oleh Talcott Parsons, yakni teori tindakan sosial yang bersifat voluntaristik, dimana Parsons banyak menggunakan kerangka alat-tujuan (means-endsframework). Inti pemikiran Parsons bahwa: (1) tindakan itu diarahkan pada tujuannya (atau memiliki suatu tujuan); (2) tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana beberapa elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak itu sebagai alat menuju tujuan itu; dan (3) secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan secara sadar dilakukan untuk mencapai tujuannya, dengan didukung oleh situasi lingkungannya dan sumber daya yang dimiliki oleh manusia itu sendiri, dan diatur oleh norma dan nilai yang telah disepakati sebelumnya (Doyle, 2986).

Pemilihan teori tindakan voluntaristik dikarenakan peneliti ingin melihat apakah nilai dan norma mendasari tindakan peran aktor, serta alat dan kondisi yang mempengaruhi tindakan tersebut, sehingga ssesuai dengan teori voluntaristik.

(30)

57

Skema keterkaitan teori Talcott Parsons tentang tindakan voluntaristik dengan peran aktor, nilai dan norma, alat, kondisi serta pencapaian tujuan:

Gambar 1. Skema teori Talcott Parsons Tindakan Sosial Voluntaristik

AKTOR

(Seseorang yang melakukan tindakan sosial)

MANAJER

Situasi

(suatu keadaan yang mendasari aktor melakukan sebuah tindakan)

Dimana kondisi

pekerjaan menjadi salah satu pemicu terjadinya kecelakaan kerja, sehingga perusahaan memberikan jaminan sosial kepada karyawan.

Alat

(suatu bagian untuk mencapai tujuan) Program-program yang ada pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Nilai dan Norma

(Sebuah aturan yang sebagai pedoman)

Keselamatan, Inovasi, Integritas, Tim yang

Sinergi, Kepuasan Pelanggan.

Pencapaian Tujuan Jaminan Sosial

Gambar

Gambar 1. Skema teori Talcott Parsons Tindakan Sosial Voluntaristik

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas Industri Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Garut Tahun 2009 Rincian Industri Argo dan Hasil Hutan Industri

Analisis data Hasil penelitian tersebut dengan menggunakan SPSS versi 16 menggunakan analisa Paired T Tes didapatkan hasil adanya pengaruh penjelasan tentang SPO

(6) Global positioning system (GPS), digunakan untuk menentukan posisi (7) Kompas, digunakan untuk menentukan arah. Dalam pengamatan komunitas mangrove, diperlukan: perahu

Oleh karena itu Paket Wisata (Tour Package) ialah suatu program perjalanan wisata yang telah disusun dan ramu oleh penyelenggara secara tetap, dengan kondisi, harga,

Faktor penyebab produk cacat Dek yang ada di Mondrian, antara lain kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan sehingga dalam bekerja operator kurang memperhatikan hal kebersihan

Proses penyuntingan tersebut berpedoman pada bahasa Jawa standar atau baku dengan mendasarkan penulisan kata-kata dalam Baoesastra Djawa (Poerwadarminta, 1939) dan Wewaton Panulise

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Sejak adanya (Orang Dalam Pengawasan) ODP dan warga yang terpapar virus Covid-19 di kampung tersebut mulai timbul Stigma dan diskriminasi dari warga setempat