i
KESIAPAN KERJA SISWA SMK KELAS XII JURUSAN PERIKANAN DI SMK NEGERI 2 PURBALINGGA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Panggih Nugroho NIM 07104244061
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, tak lupa sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Karya ini saya persembahkan untuk :
1. Almamaterku UNY, Agama, Bangsa dan Negara
2. Ayah dan Ibuku tercinta atas ketulusan, kasih sayang dan pengorbanannya.
vii
KESIAPAN KERJA PADA SISWA JURUSAN AGRIBISNIS PERIKANAN KELAS XII SMK N 2 PURBALINGGA
Oleh Panggih Nugroho NIM 07104244061
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesiapan kerja siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan dilihat dari aspek responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini 50 siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala, Instrumen yang digunakan adalah skala kesiapan kerja. Validitas item instrumen dengan menggunakan Korelasi Product Moment dari Karl Pearson dan diperoleh 42 item valid. Angka korelasi validitas item bergerak dari 0,314 sampai 0,470. Reliabilitas instrumen dengan menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh angka reliabilitas 0,851. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan kerja siswa dalam kategori siap, yang ditunjukkan dari persentase 58%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa siap untuk memasuki dunia kerjanya. Kesiapan kerja siswa juga dapat terlihat dari beberapa aspek, yaitu: (1) responsibility, tergolong siap dengan persentase sebesar 66%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam tanggung jawab, (2) flexibility tergolong siap persentase sebesar 56%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam kemampuan daya tahan, (3) skills tergolong siap dengan persentase sebesar 56%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam kemampuan dan keahlian yang akan mereka bawa kedalam situasi kerja baru, (4) communication
tergolong tidak siap dengan persentase sebesar 56%, yang artinya siswa masih belum menguasai kemampuan berkomunikasi guna mendukung terciptanya hubungan interpersonal di tempat kerja, (5) self view tergolong tidak siap dengan persentase sebesar 60%, yang artinya siswa belum mampu memandang dirinya dalam situasi kerja,(6) heallt & safety tergolong siap dengan persentase sebesar 60%, yang artinya siswa memahami pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“KESIAPAN KERJA SISWA SMK KELAS XII JURUSAN PERIKANAN DI SMK
NEGERI 2 PURBALINGGA”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama proses
penyusunan skripsi dari awal sampai selesainya skripsi ini. Dengan kerendahan
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memimpin penyelenggaraan
pendidikan dan penelitian di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah
berkenan memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ijin
dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Siti Rohmah Nurhayati, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah
ix
5. Ibu Prof. Dr. Siti Partini Suardiman dan Ibu Rosita Endang kusmaryani, M. Si
selaku dosen pembimbing atas waktu dan kesabaran yang telah diberikan pada
saat membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan ilmu dan wawasan selama masa studi penulis.
7. Kedua orang tua saya yang telah mengorbankan tenaga dan waktu untuk tiada
henti mendoakan, membesarkan, mendidik serta membiayai kuliah demi
tercapainya cita-cita dan kesuksesanku.
8. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Purbalingga yang telah
memberikan ijin untuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
9. Guru Pembimbing SMK N 2 Purbalingga, atas bimbingan dan bantuan yang
diberikan selama penelitian.
10.Seluruh siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan SMK N 2 Purbalingga, atas
keiklasan dan kesediaan dan segala bantuan selama penelitian.
11.Keluarga dan kakak-kakak tercinta terimakasih atas do’a, kasih sayang dan
semangat yang kalian berikan.
12.Teman-teman mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2007
khususnya kelas C atas semangat dan dukungannya selama ini.
13.Sahabat-sahabat seperjuangan, Udin, Ardi, Hanif, Ranu, Carlos, Haki, Heri, dan
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
A. Kesiapan Kerja ... 12
1. Pengertian Kesiapan Kerja ... 12
2. Faktor-faktor Kesiapan Kerja ... 17
3. Komponen dan Bentuk Kesiapan Kerja ... 19
xii
C. Jurusan Perikanan ... 44
1. Pengertian Jurusan Perikanan ... 44
2. Tujuan Jurusan Perikanan ... 45
3. Soft Skill pada Jurusan Perikanan ... 45
D. Pertanyaan Penelitian ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48
C. Variabel Penelitian ... 49
D. Definisi Operasional Variabel... 50
E. Populasi Penelitian ... 50
F. Metode Pengumpulan Data ... 51
G. Instrumen Penelitian ... 52
H. Uji Coba Instrumen ... 54
I. Teknik Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Hasil Penelitian ... 60
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60
2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 61
3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 61
B. Deskripsi Data Penelitian ... 61
C. Pembahasan ... 71
D. Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancarara ... 53
Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban instrumen penelitian ... 54
Tabel 3. Kategorisasi Nilai Reliabilitas ... 57
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas ... 57
Tabel 5. Kelas Interval ... 59
Tabel 6. Subyek Penelitian ... 61
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Relatif ... 64
Tabel 8. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan ... 63
Tabel 9. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Responsibility ... 64
Tabel 10. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Flexibility ... 65
Tabel 11. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Skills ... 67
Tabel 12. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Communication ... 68
Tabel 13. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Self View ... 69
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja ... 63
Gambar 2. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Responsibility... 65
Gambar 3. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Flexibility... 66
Gambar 4. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Skills ... 67
Gambar 5. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Communication ... 68
Gambar 6. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Self View ... 69
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Skala Kesiapan Kerja ...83
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Instrumen ... 87
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 88
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ...89
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara maritim yang didalamnya terdapat kekayaan
laut yang melimpah dan sangat bermanfaat untuk membantu kesejahteraan
masyarakatnya. Kekayaan yang dimiliki oleh laut contohnya adalah ikan.
Indonesia memiliki banyak sekali ragam dan jenis ikan yang sudah barang tentu
dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Namun
semua itu tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal apabila tidak diimbangi
dengan SDM masyarakatnya atau dengan kata lain tidak memiliki pengetahuan
yang cukup tentang bagaimana cara mengolah sektor perikanan dengan tepat
sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Potensi perikanan tersebut sangat
berpengaruh terhadap laju perkembangan ekonomi di Indonesia, maka dari itu
sangat disayangkan apabila sektor tersebut diambil alih oleh Negara lain dengan
alasan SDM mereka lebih baik.
Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas SDM adalah melalui dunia
pendidikan menengah kejuruan. Peraturan pemerintah nomor 29 tahun 1990 pasal
2 ayat 4 mengatakan bahwa tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki dunia kerja serta
mengembangkan sikap profesional (Dekdikbud, 1990: 31). Seperti pendidikan
pada umumnya, pendidikan kejuruan juga diharapkan dapat memberi bekal kepada
2
juga pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif). Untuk mencapai tujuan tersebut,
penyelenggara pendidikan kejuruan tidak dapat dipisahkan dari dunia industri
sebagai institusi penyerap tenaga kerja oleh karena itu, pendidikan kejuruan harus
didesain agar para lulusan dapat mengembangkan keterampilan, kemampuan,
pemahaman, sikap dan kebiasaan kerja yang diperlukan untuk memasuki dunia
kerja agar lebih produktif.
Sehubungan dengan hal di atas, pemerintah menyelengggarakan Sekolah
Menengah Kejuruan dengan jurusan yang lebih spesifik pada bidang perikanan.
Pendidikan kejuruan dengan jurusan perikanan ini harus mengintregrasikan
dengan kebutuhan pasar dunia industri yang berkaitan dengan penyiapan tenaga
kerja sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha. Hal ini bertujuan untuk
mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki SDM berkualitas dan lebih
berkompeten dalam bidangnya ini sehingga dapat meningkatkan mutu produk
perikanan yang optimal.
Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Perikanan
dapat dijumpai pada SMK Negeri 2 Purbalingga yang merupakan salah satu SMK
yang menyediakan berbagai program kejuruan. Salah satu kompetensi keahlian
yang dimiliki oleh SMK Negeri 2 Purbalingga adalah perikanan yang bertujuan
untuk menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah di bidang perikanan yang
handal dan mempunyai kompetensi yang baik dan memiliki kesiapan kerja yang
3
Berbanding terbalik dengan harapan dan kenyataan yang ada, masalah yang
timbul di lapangan adalah kesiapan kerja yang dimiliki siswa masih perlu
dipertanyakan terutama pada aspek soft skill karena dampak yang dapat dilihat
adalah ketika lulusan sudah memasuki dunia kerja. Secara keilmuan dan
keterampilan (Hard Skill) mereka adalah pekerja yang siap, tetapi secara mental
mereka belum siap.
Jarang lembaga pendidikan yang menyiapkan lulusanya untuk cepat
beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki kemampuan bekerja dalam tekanan,
memiliki kreativitas dan inovatif, kemampuan komunikasi interpersonal dan
komunikasi massa, kesiapan menghadapi pimpinan, kesiapan menghadapi ritme
dan volume kerja, kemampuan membaca prosedur kerja, kemampuan menganalisis
situasi kerja, dan berbagai sikap lain (soft skill). Karena lembaga perusahaan
sekarang ini dalam merekrut karyawan atau tenaga kerja lebih mementingkan soft
skill dari pada hard skill. Fakta aktual di lapangan menunjukkan bahwa soft skill
memiliki peran penting dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam bekerja
(Awaludin Hadi, Kompas, 2011: 5).
Selain hal di atas masalah lain yang timbul adalah adanya beberapa pihak
yang menyatakan bahwa siswa SMK belum memiliki kesiapan kerja yang baik,
seperti dikutip dari Republika (2010: 15) bahwa Kepala Career Development
Center dan Career Expo Universitas Indonesia, Sandra Fikawati, menyatakan
lulusan SMK adalah penyumbang terbesar tenaga kerja yang belum siap karena
4
mampu berpresentasi dan bekerja dalam tim dan menunjukan sikap yang tidak
sopan serta tinggi hati saat diwawancarai, hal tersebut terjadi karena kebanyakan
lembaga pendidikan yang ada hanya memperhatikan aspek hard skill siswa saja
dan mengesampingakan aspek soft skill siswa.
Dari hasil wawancara dengan guru pembimbing di SMK N 2 Purbalingga
yang dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2012 diperoleh informasi bahwa
memang ada beberapa pihak yang masih mempertanyakan kesiapan kerja dari
siswa SMK terutama pada jurusan perikanan. Hal ini karena jurusan ini masih
dianggap sepele atau kurang bermanfaat dan peminatnya sangat sedikit.
Keadaan ini juga dapat dilihat dari jumlah lulusan pada tahun 2010, yaitu
dari seluruh jumlah lulusan (50 siswa) yang langsung bekerja pada bidangnya
hanya 12 siswa, selebihnya ada yang bekerja pada bidang lain dan ada juga yang
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Hal tersebut juga disebabkan karena
fasilitas di sekolah ini khususnya pada bidang perikanan yang kurang memadai,
sehingga pada saat praktikum tidak dapat berjalan secara efektif dan memperoleh
hasil yang kurang optimal yang berakibat hard skill siswa menjadi kurang baik.
Hal ini menjadi acuan bagi guru pembimbing untuk meningkatkan kesiapan kerja
siswa baik dalam segi hard skill maupun soft skill dengan memberikan layanan
bimbingan yang secara optimal.
Berdasarkan fenomena di atas terlihat bahwa kesiapan kerja siswa SMK
sangat penting karena siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya
5
lulusan yang siap kerja dan memiliki sikap kemandirian yang dapat diandalkan
mampu untuk menghadapi persaingan era globalisasi dan tantangan masa depan,
serta mencetak tenaga terampil untuk mempersiapkan diri dalam memasuki dunia
kerja dengan pemenuhan kompetensi di berbagai pengembangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) berjudul “Kesiapan Kerja
untuk Siswa SMK Jurusan Bangunan di Kotamadya Semarang pada Sektor Jasa
Bangunan” menyimpulkan bahwa (1) terdapat hubungan yang signifikan antara
pengalaman kerja dengan kesiapan kerja (2) layanan bimbingan karir disekolah
berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa. Penelitian Hans (2010) dengan judul
“Kesiapan Kerja Siswa SMK Negeri Se-Kabupaten Ende ditinjau Dari
Pelaksanaan Bimbingan Kejuruan, Prestasi Belajar Siswa, dan Pengalaman Praktik
Kerja Industri” menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kesiapan
kerja dengan bimbingan kejuruan, prestasi belajar siswa dan pengalaman praktik
industri. Selanjutnya pada penelitian Winarti (2007) Besarnya hubungan
bersama-sama antara prestasi akademik dan soft skill terhadap kesiapan kerja sebesar 0.541.
Besarnya kontribusi prestasi akademik dan soft skill terhadap kesiapan kerja
adalah r2 yaitu 29,3%, sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi oleh faktor lain di
luar penelitian ini.
Namun penelitian yang sudah ada hanya membahas tentang pengaruh
pengalaman lapangan, bimbingan karir, serta prestasi belajar terhadap kesiapan
6
antara penguasaan komponen kesiapan kerja dengan kesiapan kerja siswa SMK N
2 Purbalingga.
Kesiapan kerja sangat penting bagi siswa menengah kejuruan, yang mana
siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia
kerja. Karena pada konteks ini, kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi,
seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan, bukan hanya
untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu untuk
mempertahankan pekerjaan yang sudah didapatkannya (Brady, 2009:4). Menurut
Brady (2009:2), Kesiapan kerja mengandung enam komponen yaitu:
responsibility, flexibility, skills, communication, self view, dan health & safety.
Komponen kesiapan kerja tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri dalam
pengaruhnya terhadap kesiapan kerja, akan tetapi saling terkait satu dengan yang
lain. komponen tersebut juga berpengaruh terhadap kesiapan memasuki dunia
kerja siswa SMK kelas XII yang nantinya dapat memberikan petunjuk yang
berharga guna memberi perlakuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesiapan
kerja siswa itu sendiri. Ketika seseorang merasa tidak mampu dan tidak memiliki
kesiapan akan menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan tugasnya dengan
baik, tidak mampu memimpin, menjadi prokrastinasi, tidak menyelesaikan
tugasnya, sering bertanya tentang tugasnya, menghindari tugas, dan merasa tidak
nyaman.
Terlepas dari pernyataan tersebut sebenarnya keunggulan SMK adalah
7
merupakan salah satu lembaga yang diberi kewajiban oleh pemerintah untuk
mempersiapkan lulusannya dalam memasuki dunia kerja (Hans 2010:181). Pada
jenjang ini siswa diharapkan memiliki skill agar lulusan siap pakai dan siap
berkompetisi dalam memasuki dunia kerja. Dalam undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu dengan demikian, pendidikan kejuruan berfungsi
sebagai sarana persiapan untuk memasuki dunia kerja. (Depdiknas: 2003).
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kesiapan kerja pada siswa adalah
dengan memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam
pelayanan bimbingan dan konseling ada empat bidang pelayanan yang harus
diberikan kepada siswa yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar dan bimbingan karir, dalam hal ini bimbingan karir dan bimbingan pribadi
sosial perlu lebih ditekankan karena masalah kesiapan kerja yang terjadi adalah
menyangkut aspek soft skill.
Bimbingan karir pada hakekatnya merupakan salah satu upaya pendidikan
melalui pendekatan pribadi dalam membantu individu untuk mencapai kompetisi
yang diperlukan dalam menghadapi masalah-masalah karir. Untuk mengantar
siswa ke gerbang masa depan (pendidikan dan pekerjaan) yang diharapkan,
program bimbingan karir yang dicanangkan di sekolah merupakan wadah yang
tepat untuk itu. Melalui kegiatan bimbingan karir, siswa dibekali dan dilatih
8
merencanakan masa depan. Artinya siswa mulai dari kelas satu sampai tamat SMK
dilatih, dibimbing untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana
merencanakan karir sepanjang hidup sehingga pada akhirnya mereka menjadi
tenaga kerja yang siap pakai dan berkualitas. Bimbingan pribadi sosial perlu
diberikan untuk melatih keterampilan intrapersonal dan interpersonal siswa.
Sehubungan dengan kenyataan di atas peneliti bertujuan untuk meneliti
bagaimanakah kesiapan kerja siswa SMK jurusan perikanan, mengingat terdapat
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan tentang
kesiapan kerja siswa. Dalam penelitian ini peneliti lebih spesifik ingin meneliti
kesiapan kerja siswa SMK jurusan perikanan khususnya kelas XII.
Peneliti memilih jurusan perikanan karena bila dilihat di lapangan Indonesia
adalah negara kelautan yang pada tiap daerah pasti memiliki sumber kekayaan
laut, sementara tidak semua daerah memiliki SMK yang menyelenggarakan
program pendidikan jurusan perikanan. Dengan kata lain masih sedikit SMK yang
menyediakan jurusan ini bahkan dengan jumlah siswa yang sedikit pula, sehingga
memungkinkan terjadinya persaingan dalam dunia kerja yang sangat ketat dengan
keadaan yang seperti ini diperlukan output yang benar-benar siap untuk
memajukan dan mengelola hasil laut tersebut secara optimal.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas XII karena pada tahap ini siswa sudah
banyak mendapatkan bekal materi pelajaran tentang jurusannya. Selain itu mereka
telah mengikuti praktek kerja lapangan sehingga mereka sudah lebih menguasai
9
mendapatkan seluruh materi. Pentingnya penelitian ini dalam layanan bimbingan
konseling adalah dapat digunakan sebagai media informasi bagi guru pembimbing
tentang bagaimana kesiapan kerja para siswa, sehingga membantu para guru
pembimbing untuk mengadakan penanganan tindak lanjut tentang kesiapan kerja
siswa tersebut.
Tempat penelitian dilaksanakan di SMK N 2 Purbalingga karena SMK
tesebut merupakan satu-satunya sekolah menengah kejuruan yang ada di
Kabupaten purbalingga yang menyelenggarakan program pendidikan dengan
jurusan perikanan sehingga sekolah ini harus bekerja keras mencetak calon pekerja
yang benar-benar siap untuk bekerja dalam bidangnya. Kesiapan kerja tersebut
dapat terwujud apabila siswa dibekali hard skill dan soft skill yang seimbang.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Kesiapan kerja siswa SMK masih di pertanyakan
2. Secara keilmuan dan keterampilan (hard skill) lulusan SMK adalah pekerja
yang siap, tetapi secara mental (soft skills) mereka belum siap.
3. lembaga perusahaan sekarang ini dalam merekrut karyawan atau
tenaga kerja lebih mementingkan soft skill dari pada hard skill.
4. Masih sedikit sekali lulusan jurusan perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga yang
10 C.Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan pada identifikasi masalah yang ada dan
keterbatasan peneliti maka penelitian ini perlu diberi batasan pada pembahasan
sehingga permasalahan penelitian akan menjadi jelas. Pembahasan dibatasi pada
kesiapan kerja siswa SMK. Kesiapan kerja siswa SMK dapat terukur dari
penguasaan siswa terhadap komponen – komponen kesiapan kerja yaitu
responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety. Peneliti
memfokuskan masalah pada siswa SMK Negeri 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis
Perikanan kelas XII karena pada tahap ini siswa sudah banyak mendapatkan bekal
materi pelajaran tentang jurusannya, selain itu Siswa kelas XII dalam waktu dekat
akan menyelesaikan studinya sehingga mereka akan menjadi calon tenaga kerja
tingkat menengah dengan bidang keahlian yang dimilikinya
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah kesiapan kerja pada siswa
Jurusan Agribisnis Perikanan kelas XII SMK N 2 Purbalingga ditinjau dari
responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety?
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban dari rumusan
11
untuk mengetahui gambaran bagaimanakah kesiapan kerja pada siswa Jurusan
Agribisnis Perikanan kelas XII SMK N 2 Purbalingga ditinjau dari responsibility,
flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara teoritis,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian yang
telah ada dan dapat memberikan gambaran mengenai kesiapan kerja pada siswa
SMK jurusan perikanan.
2. Manfaat penelitian secara praktis
a. Bagi sekolah sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan
sarana dan prasarana yang bisa meningkatkan kesiapan kerja siswa SMK.
b. Bagi guru pembimbing di sekolah sebagai bahan informasi yang bermanfaat
untuk memberikan layanan bimbingan karir dan mengadakan penanganan
tindak lanjut untuk lebih mematangkan kesiapan kerja para siswa SMK.
c. Bagi dunia usaha atau dunia industry untuk bahan informasi sebagai
konsumen tenaga kerja yang sudah tentu mengharapkan memperoleh calon
tenaga kerja yang cukup terdidik, terlatih dan siap memasuki dunia kerja.
d. Bagi siswa untuk memberi pengetahuan tentang keadaan dunia kerja yang
banyak di pengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai
12 BAB II KAJIAN TEORI A.Kesiapan Kerja
1. Pengertian Kesiapan Kerja
I Wayan Sukita (2002: 10), “the mayor goal vocational instruction is to
prepare students for successful employment in the labor market” artinya tujuan
utama pembelajaran kejuruan adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi
pekerja yang sukses didunia kerja. Oleh karena itu, lulusan sekolah menengah
kejuruan diharapkan mampu dan siap untuk menjadi pekerja yang sukses
didunia kerja, baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai wirausahawan.
Customer Service Institute of Australia (I Wayan Sukita 2005: 11),
menyatakan bahwa:
Work readiness can be viewed as both a process and a goal that
involves developing a student’s workplace-related attitudes, values, knowledge and skill. This enables students to become increasingly aware and confident of their role and responsibilities.
Artinya kesiapan kerja dapat dilihat sebagai suatu proses dan tujuan yang
melibatkan pengembangan kerja siswa yang berhubungan dengan sikap, nilai,
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini memungkinkan siswa untuk menjadi
semakin sadar dan yakin akan peran dan tanggung jawab mereka. Oleh karena
itu, proses pengembangannya perlu dilakukan secara sistematik dan terencana
yang tertuang dalam program kesiapan kerja.
Kesiapan (readiness) menurut kamus psikologi adalah “tingkat
13
mempraktikan sesuatu” (Chaplin, 2006: 419). Dan juga dikemukakan bahwa
kesiapan meliputi kemampuan untuk menempatkan dirinya jika akan
melakukan serangkaian gerakan yang berkaitan dengan mental dan jasmani. Hal
ini sesuai yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 113) mendefinisikan
kesiapan sebagai berikut: Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang
membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban didalam cara tertentu
terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan perpengaruh
pada atau kecenderungan untuk memberi respons. Kondisi mencakup
setidak-tidaknya 3 aspek, yaitu: (a) kondisi fisik, mental dan emosional; (b)
kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan; keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang
lain yang telah dipelajari.
Hal diatas juga menunjukkan bahwa kondisi fisik yang temporer misal
lelah, keadaan, alat indera dan lain-lain serta kondisi fisik yang permanen misal
cacat tubuh tidak termasuk pada kondisi fisik yang mempengaruhi kematangan.
kondisi mental yang menyangkut kecerdasan, sedangkan kondisi emosional
berhubungan dengan motif atau dorongan yang akan mempengaruhi kesiapan.
Kebutuhan yang disadari akan mendorong usaha atau membuat seseorang siap
untuk berbuat. Mempelajari keterampilan, pengetahuan dan pengertian
permulaan juga akan mempengaruhi kesiapan. Jika dijabarkan maka kesiapan
kerja terbagi dalam dua aspek: aspek teknis yang berhubungan dengan latar
belakang keilmuan yang dipelajari atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja,
14
yang mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerja sama tim, problem
solving, manajemen stres, kepemimpinan yang kemudian disebut soft skills.
Hartati (2006: 13) menyatakan kesiapan terhadap sesuatu akan terbentuk
jika telah tercapai perpaduan antara tingkat kemasakan,
pengalaman-pengalaman yang diperlukan, serta keadaan mental dan emosi yang serasi.
Berdasarkan batasan-batasan ini, maka kesiapan dapat diartikan sebagai
kemauan dan kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, sesuai
dengan tingkat kematangan, pengalaman masa lalu, keadaan mental dan emosi
orang yang bersangkutan. Sedangkan kesiapan kerja menurut Sugihartono
(1991:15) diartikan sebagai berikut : Kesiapan kerja adalah kondisi yang
menunjukkan adanya keserasian antara kematangan fisik, mental serta
pengalaman belajar, dan dengan adanya keserasian tersebut individu
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam
hubungannya dengan pekerjaan.
Disamping itu untuk mencapai hasil kerja yang baik dan memuaskan,
diperlukan kemampuan yang dapat menunjang pelaksanaan dan penyelesaian
pekerjaan tersebut. Pekerja yang baik dan produktif adalah pekerja yang
memenuhi syarat yaitu pekerja yang mempunyai sifat dan kemampuan jasmani
yang diperlukan, memiliki kecerdasan dan mempunyai pengetahuan yang
cukup guna melakukan pekerjaan dengan memenuhi prestasi standar yang
memuaskan, dan memperhatikan aspek keamanan, kuantitas dan kualitas.
15
dicapai oleh pekerja yang memenuhi syarat, tanpa harus berusaha terlalu keras
sewaktu bekerja, karena telah mengetahui, memahami prosedur, dan memiliki
kemampuan. Pekerja yang baik dan produktif tersebut merupakan pekerja yang
telah memiliki kesiapan kerja.
Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dapat digolongkan
menjadi 2 komponen, yaitu: 1) kemampuan yang terdiri dari mental dan
kemampuan fisik, 2) pengetahuan yaitu petunjuk koqnitif bagi calon tenaga
kerja. Arnold dan Feldman (I Wayan Sukita, 2002: 15) mengungkapkan bahwa
Kemampuan fisik dapat diidentifikasi menjadi 9 aspek yaitu: 1) semangat yang
kuat, 2) menggunakan kekuatan otot, 3) mempertahankan tenaga, 4) mampu
melakukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan, 5) memiliki kelenturan tubuh,
6) melakukan gerakan tubuh secara dinamis, 7) mampu mengkoordinasi secara
serentak gerakan anggota tubuh, 8) memelihara keseimbangan tubuh, 9)
mempertahankan stamina.
Brady (2009: 4), kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi, seperti
sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan, bukan hanya untuk
mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu untuk mempertahankan
suatu pekerjaan. Pada kesiapan kerja tersebut mencakup segala sesuatu yang
dimiliki oleh seseorang baik kemampuan maupun perilaku yang diperlukan
pada setiap pekerjaan.
Pada pengertian ini kesiapan kerja lebih merujuk pada faktor-faktor
16
pendapat ini pula, dapat diketahui bahwa orang yang memiliki kesiapan kerja
tidak hanya orang yang sudah bekerja saja tetapi seseorang yang belum bekerja
juga dapat dikatakan memiliki kesiapan kerja jika faktor-faktor pribadi itu
terdapat pada orang tersebut. Jadi, orang-orang yang telah memiliki seperangkat
kemampuan dan perilaku diri yang diperlukan pada setiap pekerjaan tersebut
bisa dikatakan mampu untuk bekerja.
Mengenai kemampuan kerja, Wagner (2006:1) mengungkapkan bahwa
kemampuan untuk menyesuaikan suatu pekerjaan dapat pula diartikan sebagai
ketrampilan kesiapan kerja: Work readiness skills are a set of skills and
behaviors that are necessary for any job. Work readiness skills are sometimes
called soft skills, employability skills, or job readiness skills.
Kemampuan kesiapan kerja ini umumnya disebut dengan soft skill. Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa kemampuan kesiapan kerja (soft skills)
adalah seperangkat keahlian dan perilaku yang diperlukan seseorang untuk
setiap pekerjaan. Seperangkat keahlian dan perilaku yang diperlukan seseorang
untuk setiap pekerjaan. Seperangkat keahlian dan perilaku tersebut meliputi
keterampilan transisi, komunikasi, kualitas diri, dan ketrampilan terhadap
teknologi (Wagner, 2006: 2-4).
Hal ini sejalan dengan pendapat Brady yang menyatakan bahwa kesiapan
kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi yang menggambarkan kesiapan kerja.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, terdapat kesamaan unsur yang
17
komunikasi, keterampilan terhadap teknologi yang pada pendapat Brady hanya
menyebutnya dengan keterampilan, kemudian kualitas diri. Brady lebih
menfokuskan pada tanggung jawab, fleksibilitas, dan pandangan terhadap diri
serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kesiapan kerja adalah kondisi yang menunjukkan
kematangan psikis serta pengalaman belajar sehingga individu mempunyai
kemampuan dan sikap positif untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai
dengan ketentuan tanpa mengalami kesulitan dan hambatan dengan hasil
maksimal.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja
Kesiapan kerja seseorang berhubungan dengan banyak faktor, baik dalam
diri siswa (intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern).Keberhasilan setiap
individu didunia kerja selain ditentukan oleh penguasaan bidang kompetensinya
juga ditentukan oleh bakat, minat, tekad serta kepercayaan diri sendiri. Sikap,
tekad, semangat dan komitmen akan muncul seiring dengan kematangan
pribadi seseorang.
Tigkat kematangan seseorang merupakan suatu saat dalam proses
perkembangan yang sempurna dalam arti siap digunakan. Sedangkan
pengalaman yang mempengaruhi keiapan mental dalam bekerja dapat diperoleh
18
memilih pekerjaan hendaknya terjadi suatu proses yang selaras antara diri,
pekerjaan dan lingkungan keluarga (A. Muri Yusuf, 2002: 86)
Herminanto (Marsono, 2010: 53) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kesiapan kerja antara lain:
a. Tingkat kemasakan
Menunjukan pada proses perkembangan atau pertumbuhan yang
sempurna dalam arti siap digunakan, kesiapan dibedakan menjadi kesiapan
fisik yang berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan kesiapan mental yang
berhubungan dengan kejiwaan.
b. Pengalaman sebelumnya
Merupakan pengalaman-pengalaman tertentu yang diperoleh yang
mempunyai kaitan dengan lingkungan, kesempatan yang tersedia, pengaruh
dari luar yang tidak disengaja. Pengalaman merupakan salah satu faktor
penentu karena dapat menciptakan suatu lingkungan yang dapat
mempengaruhi perkembangan kesiapan seseorang.
c. Keadaan mental dan emosional yang serasi
Keadaan ini meliputi keadaan kritis, memiliki pertimbangan yang logis
dan obyektif, bersikap dewasa dan emosi yang terkendali, mempunyai
kemampuan untuk menerima, kemampuan untuk maju serta
19
Dalyono (2009: 53) menyatakan bahwa kesiapan berkaitan dengan
beberapa faktor sebagai berikut:
a. Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis.
Ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti
tubuh pada umumnya, alat-alat indra dan kapasitas intelektual.
b. Motivasi
Menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk
mempertahankan serta mengembangkan diri. Motivasi berhubungan dengan
sistem kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kesiapan kerja seseorang meliputi faktor dari diri
siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar siswa (ekstern). Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri siswa yaitu kematangan fisik maupun psikis,
sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi lingkungan keluarga
dan pengalaman praktek kerja lapangan.
3. Komponen dan Bentuk Kesiapan Kerja
a. Komponen Kesiapan kerja
Komponen kesiapan kerja pada penelitian ini mengacu pada
komponen yang digunakan oleh Brady di Amerika. Penulis menggunakan
komponen kesiapan kerja Brady dengan alasan komponen-komponen
tersebut sudah melalui proses penelitian dan pengembangan-pengembangan.
20
siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya untuk memasuki
dunia kerja. Karena pada konteks ini, kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat
pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan,
bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu
untuk mempertahankan pekerjaan yang sudah didapatkannya (Brady,
2009:4). Menurut Brady (2009:2), Kesiapan kerja mengandung enam
komponen yaitu: responsibility, flexibility, skills, communication, self view,
dan health & safety. Komponen tersebut yaitu sebagai berikut:
a) Responsibility ( Tanggung Jawab )
Gardner (Brady, 2009: 5), tanggung jawab melibatkan integritas
pribadi, kejujuran, dan kepercayaan. Dalam karya rintisannya, Kohlberg
(Brady, 2009: 5) menteorikan tahapan penilaian yang dimulai dengan
perilaku-perilaku ekternal yang dimonitor hinnga tahapan yang lebih
formal, ketika seseorang menerima tanggung jawab untuk tindakan
mereka tanpa menghiraukan pengawasan dari orang lain, yaitu tanggung
jawab yang diberlakukan terhadap diri sendiri demi kode etik dan demi
melakukan hal yang benar. Dalam studi Good Work mereka, Gardner dan
rekan-rekannya (2001) menemukan bahwa lebih dari dua pertiga pekerja
diindustri mengerti bahwa tanggung jawab terhadap tempat kerja
merupakan hal yang penting. Penelitian ini lebih lanjut melaporkan
bahwa bekerja tidak hanya mengharuskan pekerja untuk memikul
21
terhadap rekan kerja, terhadap tempat kerja, dan terhadap pemenuhan
tujuan kerja (Brady, 2009: 5). Menurut Parker (Brady, 2009: 5), definisi
yang lebih luas dari tanggung jawab ini dianggap sebagai unsur utama
yang diperlukan bagi pekerja diabad ke-21.
Pekerja yang bertanggung jawab berangkat bekerja tepat waktu dan
berhenti bekerja pada waktunya. Mereka menghargai perkakas dan
peralatan, memenuhi standar kualitas kerja, mengendalikan pemborosan
dan kerugian, dan menjaga privasi serta kebijakan rahasia organisasi.
Mereka bekerja selama sehari dan mendapatkan upah dari hasil kerja
seharinya tersebut (Brady, 2009:2). Dengan kata lain, seseorang yang
memiliki tanggung jawab, mereka akan berangkat bekerja tepat waktu
dan berhenti bekerja tepat pada waktunya, memenuhi standar kualitas
kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, tidak boros, menghargai dan
berhati-hati dalam menggunakan peralatan, dan dapat menjaga rahasia
organisasi.
Tanggung jawab berarti kewajiban pekerja untuk melakukan fungsi
yang diberikan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan arahan.
Tanggung jawab tercakup didalamnya dapat diandalkan, menurut Ros Jay
(Brady, 2009: 11), dapat diandalkan yaitu dalam hal menjaga ketepatan
waktu dalam bekerja dan apabila pekerja diberi tugas maka dilakukan
tanpa harus diingatkan. Lebih dari itu, pekerja yang bertanggung jawab
22
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Tanggung jawab
berhubungan erat dengan kedisiplinan. Menurut Ros Jay (Brady: 2009:
13), kedisiplinan ini berhubungan dengan mengerjakan pekerjaan dengan
baik dan tidak hadir terlambat. Pekerja yang disiplin akan berfokus
terhadap pekerjaan daripada terlalu banyak menghabiskan waktu untuk
istirahat, atau mengobrol dengan rekan kerja. Pekerja yang berasumsi
terhadap pekerjaan termasuk pekerja yang bertanggung jawab.
Berdasarkan berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
tanggung jawab berarti dapat diandalkan dan dapat dipercaya, hal tersebut
meliputi:
1) Disiplin kerja
2) Memenuhi standar kualitas kerja
3) Berfokus terhadap pekerjaan
4) Pemeliharaan peralatan-peralatan kerja
5) Menjaga rahasia.
b) Flexibility (Fleksibilitas)
Moorhouse & Caltabiano (Brady, 2009: 5), fleksibilitas adalah
faktor daya tahan yang memungkinkan individu / pekerja untuk
beradaptasi dengan perubahan dan menerima kenyataan di tempat
kerjanya yang baru. Jangka hidup (life span), teori perkembangan karir
23
fenomena yang dinamis dan statis, dan bahwa konteks atau ruang dimana
hidup dan kerja terjadi, juga dinamis.
Savickas (Brady, 2009: 5), pada saat ini memiliki fleksibilitas untuk
beradaptasi dengan perubahan dilihat sebagai komponen yang penting
dalam teori jangka hidup (life span), dan teori ruang-hidup (life space).
Dalam hal ini, leksibilitas diperlukan bila kita sedang menyesuaikan diri
dengan peran dan situasi kerja baru yang berubah-ubah.
Hayes, dkk (Brady, 2009: 5), model-model teoritis lainnya
menghubungkan fleksibilitas dengan proses kognitif-perilaku, yaitu
pikiran serta keyakinan mengarah pada perilaku. Teori kognitif perilaku
ACT menyatakan bahwa ketaatan dan keterikatan terhadap masa lalu yang
terkonsep dan ketakutan terhadap masa depan yang sangat dominan,
menyebabkan penghindaran dan kekakuan, dan hanya melalui proses
mengalami dunia yang lebih langsunglah akan dapat dicapai sikap
hati-hati, penerimaan terhadap kenyataan, mengatasi keyakinan yang kaku
tentang realitas dan ketakutan terhadap masa depan dan kemudian
beromitmen terhadap tindakan pro fleksibilitas.
Pekerja fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan dan
tuntutan di tempat kerja. Pekerja percaya bahwa situasi kerja
berubah-ubah dan bahwa perberubah-ubahan dlam lingkungan kerja adalah hasil yang
dapat diprediksi dari pertumbuhan atau pengurangan tenaga kerja, tidak
24
Pekerja sadar bahwa mereka mungkin perlu lebih aktif dan siap
beradaptasi dengan perubahan jadwal kerja, tugas, jabatan, lokasi kerja,
dan jam kerja (Brady, 2009: 2). Artinya, kehidupan kerja yang dinamis
menuntut pekerja untuk lebih aktif dan siap beradaptasi dengan
perubahan jadwal kerja, tugas, jabatan, lokasi kerja, dan jam kerja. Untuk
itu, pekerja yang fleksibel mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
kerja dan perubahan-perubahannya.
Fleksibilitas merupakan upaya seseorang untuk menyesuaikan diri
secara mudah dan cepat. Pekerja tidak canggung dan kaku dalam
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan
pekerjaan. Ros Jay (Brady: 2009: 13) mengatakan bahwa fleksibilitas
sama halnya dengan mampu beradaptasi atau mampu menyesuaikan diri.
Beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif menurut Ros Jay
(Brady: 14), yaitu :
1) Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya.
Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang
mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup
menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan disamping
kelebihan-kelebihannya. Orang tersebut mampu menghayati kepuasan
terhadap keadaan dirinya sendiri, dan tidak suka apalagi merusak
keadaan dirinya walaupun menurut penilaiannya, dirinya kurang
25
yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk
menyesuaikan dengan lingkungan.
2) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar
dirinya secara obyektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan
perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki
ketajaman dalam memandang kenyataan, dan mampu memperlakukan
kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Mereka mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula mau
menerima kritik, saran dan masukan dari orang lain.
3) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada
pada dirinya dan kenyataan obyektif di luar dirinya. Karakteristik ini
ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan
kekuatan yang ada pada dirinya. Terjadi perimbangan yang rasional
antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya,
sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungannya.
4) Memiliki perasaan yang aman dan memadai. Pada karakteristik ini,
seseorang tidak memiliki rasa cemas ataupun ketakutan dalam
hidupnya khususnya dalam dunia kerja serta tidak mudah dikecewakan
oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa
26
terancam dirinya oleh lingkungan dimana dia berada, dapat menaruh
kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menrima kenyataan
terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dalam
lingkungannya.
5) Rasa hormat pada manusia dan mampu bertindak toleran. Karakteristik
ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan diluar
dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau
keinginanya.
6) Terbuka dan sanggup menerima umpan balik. Karakteristik ini
ditandai oleh kemampuan bersiakp dan berbicara atas dasar kenyataan
sebenarnya, ada kemampuan belajar dari keadaan sekitarnya,
khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya
dan berlapang dada dalam menrima masukan dari orang lain.
7) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi. Hal ini
tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain, yakni
tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempuyai pengertian
yang dalam, dan bersikap wajar.
8) Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras
dengan hak dan kewajibannya. Karakteristik ini bermakna bahwa
seseorang mampu memenuhi dan melaksanakan norma yang berlaku
27
selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas
kesadaran diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa fleksibilitas
merupakan ketahanan pekerja untuk beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dan tuntutan yang ada di tempat kerja. Fleksibiltas tersebut
meliputi :
1) Kemampuan untuk lebih aktif dengan tuntutan kerja
2) Kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang berbeda
3) Kemampuan untuk menerima berbagai perubahan lingkungan kerja
4) Kemampuan untuk mengikuti aturan yang berlaku
5) Kemampuan untuk bekerja lembur.
c) Skills ( Keterampilan )
Seseorang yang siap bekerja tahu akan kemampuan dan keahlian
yang mereka bawa ke dalam situasi kerja baru. Mereka mampu
mengidentifikasi kelebihan mereka dan merasa telah memenuhi syarat
untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pada saat yang sama, mereka
bersedia untuk belajar keterampilan baru sebagai tuntutan pekerjaan dan
turut serta dalam pelatihan karyawan dan program pendidikan yang
berkelanjutan (Brady, 2009: 2).
Friedman (Brady, 2009: 5), keterampilan yang berhubungan dengan
pekerjaan, asset intelektual, dan keahlian akan mendominasi
28
Menurut Parker (Brady, 2009: 5), keterampilan ini tidak hanya mencakup
keterampilan mikro yang khusus untuk sebuah pekerjaan atau profesi,
tetapi juga keterampilan makro seperti belajar bagaimana cara belajar.
Teori penentuan diri (self determination theory) mengidentifikasi
kompetensi sebagai salah satu dari tiga kebutuhan dasar dan usaha untuk
belajar serta penguasaan keterampilan baru yang diperlukan untuk
kesejahteraan individu. Menurut Luyckx (Brady, 2009: 5), kepuasan
terhadap kompetensi mendorong optimalnya fungsi dan kecenderungan
terhadap pertumbuhan dan penguasaan yang berkelanjutan.
Seseorang yang siap bekerja tahu akan kemampuan dan keahlian
yang mereka bawa ke dalam situasi kerja baru. Mereka mampu
mengidentifikasi kelebihan mereka dan merasa telah memenuhi syarat
untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pada saat yang sama, mereka
bersedia untuk belajar keterampilan baru sebagai tuntutan pekerjaan dan
turut serta dalam pelatihan karyawan dan program pendidikan yang
berkelanjutan (Brady, 2009: 2). Dengan kata lain, keterampilan disini
adalah kemampuan dan keahlian yang dimiliki seseorang dan dibawa ke
dalam situasi kerja baru, mampu mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan sehingga merasa telah memenuhi syarat untuk melakukan
pekerjaan tersebut, usaha untuk belajar keterampilan baru sebagai
tuntutan pekerjaan dengan mengikuti pelatihan atau pendidikan yang
29
Mengenai keterampilan yang lebih khusus, A. Muri Yusuf (2002:
68), mengungkapkan bahwa keterampilan lebih merujuk pada
kemampuan yang lebih spesifik dengan cepat, akurat, efisien, dan adaptif
dengan melibatkan gerakan tubuh dan atau dengan memakai alat. Hal ini
lebih merujuk pada kemampuan menggunakan alat-alat sesuai dengan
prosedur penggunaan, kemampuan merawat alat-alat, dan kemampuan
memperbaiki alat kerja dengan kerusakan ringan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
tidak hanya mencakup keterampilan yang khusus melainkan juga
keterampilan yang lebih umum dalam pekerjaan. Keterampilan tersebut
mencakup:
1) Kemampuan menyediakan sarana produksi bidang perikanan
2) Kemampuan memproduksi pakan
3) Kemampuan menguasai ketrampilan produksi
4) Kemampuan memasarkan hasil produksi
5) Usaha untuk belajar keterampilan baru.
d) Communication (Komunikasi)
Homans (Brady, 2009: 6), teori komunikasi pertukaran social/social
exchange digunakan untuk mendukung dimasukkanya sebuah ukuran
untuk mengatasi masalah hubungan interpersonal ditempat kerja. Menurut
Porath & Bateman (Brady, 2009: 6), kompetensi social telah terbukti
30
Studi yang telah dilakukan oleh Kambur dan Van Dyne (2007)
mengenai hubungan pertukaran sosial ditempat kerja, ditemukan bahwa
hubungan kerja yang berkualitas tinggi tidak hanya terkait dengan kinerja
tugas, tetapi juga terkait dengan para pekerja yang membantu pengawas
dan rekan kerja mereka. Dalam studi lain, dukungan tugas (task support)
adalah tipe dukungan yang paling dapat memprediksi kepuasan kerja.
Selain kinerja, kekuatan hubungan kerja juga dikaitkan dengan perilaku
interpersonal warga negara yang lebih baik, dan dukungan sosial di
tempat kerja (workplace social support) juga telah diketahui dapat
memprediksi masa kerja (Brady, 2009: 6).
Dalam hal ini komunikasi yang dimaksud terkait dengan hubungan
interpersonal. Menurut Jalaludin Rakhmat (2007: 129), terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal yaitu percaya, sikap
suportif, dan sikap terbuka. Kualitas komunikasi yang baik tidaklah
diukur dari keseringan seseorang melakukan komunikasi interpersonal,
tetapi bagaimana komunikasi tersebut dilakukan (Jalaludin Rakhmat,
2007: 129). Artinya komunikasi berkualitas baik bukan diukur dari berapa
kali melakukan komunikasi, tetapi cara yang dilakukan tersebut dapat
efektif.
Seseorang yang siap bekerja memiliki kemampuan komunikasi
yang memungkinkan pekerja untuk berhubungan secara interpersonal
31
dan menerima umpan balik serta kritik. Pekerja juga saling menghormati
dan berhubungan baik dengan rekan kerja (Brady, 2009: 2).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan komunikasi
merupakan kemampuan yang memungkinkan pekerja untuk berhubungan
secara interpersonal di tempat kerja yang dipengaruhi oleh faktor percaya,
sikap sportif dan sikap terbuka sehingga tidak akan timbul
perselisihan-perselisihan yang akan menghambat pekerjaan. Komunikasi tersebut
meliputi:
1) Kemampuan untuk memiliki sifat suportif
2) Kemampuan untuk bisa bekerjasama dengan oranglain
3) Kemampuan untuk percaya terhadap orang lain
4) Kemampuan untuk menerima umpan balik serta kritik dari oranglain
5) Kemampuan mengikuti petunjuk kerja
e) Self View (Pandangan Terhadap Diri)
Swamn, Chang-Schneider, & Mc Clarty (Brady, 2009: 6),
dimasukkannya pandangan terhadap diri ke dalam Kesiapan Kerja
mencerminkan peran penting yang dimainkan teori-diri dalam
pemahaman terhadap individu dan bagaimana setiap orang memandang
dirinya dalam hidup dan situasi kerja. Di sini, pandangan terhadap diri
digunakan secara umum untuk mencakup konseptualisasi diri, yang
32
keberhasilan teori Glasser, identitas diri teori Erikson, dan self efficacy
teori Bandura (Brady, 2009: 6).
Dalam bidang pengembangan karir dan psikologi kejuruan, teori
konsep diri dari Donald E. Super dan self efficacy dari Betz, terus
menerus mempengaruhi perencanaan karir dan pengambilan keputusan.
Teori konsep diri dan self efficacy secara terus menerus mempengaruhi
perncanaan karir dan pengambilan keputusan, dalam bidang
pengembangan karir dan psikologi kejuruan. Sosiolog Victor Gecas
(Brady, 2009: 6), mendefinisikan konsep diri (self concept) sebagai
konsep yang dimiliki oleh individu atas dirinya sendiri sebagai suatu
makhluk fisik, social, dan spiritual atau norma. Dengan kata lain, konsep
diri merupakan persepsi diri seseorang sebagai makhluk fisik, social, dan
spiritual. Konsep diri mencakup penghargaan diri (self esteem),
kemanjuran diri (self efficacy), dan pemantauan diri (self monitoring).
Adapun self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai
peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Dengan kata lain, self
efficacy adalah kepercayaan terhadap kemampuan seseorang untuk
menjalankan tugas. Cukup dengan mengatakan bahwa keyakinan
seseorang tentang dia atau dirinya sendiri dan kemampuannya untuk
mengatasi, beradaptasi, dan tampil didunia kerja sangatlah penting. Self
efficacy umum yang tinggi dikaitkan dengan individu yang berkinerja
33
kesuksesan dalam ranah tertentu, sperti tugas kerja dan peran kerja (Betz
dalam Brady, 2009: 6).
Markus & Nurius (Brady, 2009: 6), konsep-konsep seperti possible
self juga telah diketahui dalam membantu individu mempertimbangkan
situasi kerja dan peran kerja dimasa depan. Pandangan terhadap diri
terkait dengan proses-proses intrapersonal seseorang yaitu kepercayaan
terhadap diri dan pekerjaan mereka sendiri. Pekerja yang siap sadar akan
pengakuan diri yang mencakup rasa cukup, penerimaan, dan rasa percaya
terhadap diri serta kemampuan mereka sendiri atau self efficacy.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pandangan
terhadap diri merupakan kemampuan dalam diri seseorang yang
berhubungan dengan kepercayaan terhadap dirinya bahwa mampu atau
tidaknya dalam menjalankan tugas. Pandangan terhadap diri tersebut
meliputi :
1) Kemampuan untuk memahami diri sendiri
2) Kemampuan untuk menghargai diri sendiri
3) Kemampuan untuk mengendalikan atau mengontrol diri sendiri
4) Kemampuan untuk mengevaluasi diri
5) Kemampuan untuk percaya terhadap kemampuan yang dimiliki.
f) Healt & Safety (Kesehatan dan Keselamatan)
Kesehatan dan keselamatan pekerja merupakan masalah dunia.
34
tahun terdapat 337 juta kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan dan 2
juta orang diseluruh dunia menderita penyakit yang terkait dengan kerja.
Dalam beberapa kasus, praktik-praktik kesehatan dan keselamatan kerja
telah disiapkan akan tetapi kepatuhan pekerja kurang (Brady, 2009: 6).
Menurut teori Bandura (Dalyono, 2009: 6), kepercayaan individu
terhadap kemampuan diri untuk berperilaku dan bertindak pada tingkat
tertentu adalah prinsip dasar teori efektifitas diri (self efficacy). Efektifitas
Diri Khusus Untuk Kesehatan (Health-Specific-Self-efficacy) menerapkan
teori ini untuk kemampuan kesehatan dan keselamatan seperti nutrisi,
latihan fisik, berhenti merokok, serta penolakan terhadap alkohol, dan
beberapa penelitian yang disebutkan menandakan bahwa self efficacy
yang nyata merupakan pemrediksi perilaku kesehatan dan keselamatan
(Schwarzer & Renner, dalam Brady, 2009: 6). kontrol sosial yang terkait
dengan kesehatan positif juga telah diketahui dapat berpengaruh terhadap
perilaku-perilaku kesehatan dan keselamatan, dan kemauannya untuk
mengikuti kebijakan-kebijakan di tempat kerjanya serta larangan-larangan
yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan.
Oleh karena itu, seseorang yang siap bekerja menjaga kebersihan
dan kerapihan pribadi. Pekerja tetap siaga untuk sehat secara fisik dan
mental. Mereka menggunakan mekanika tubuh yang tepat untuk
mengangkat dan membengkokkan serta mengikuti prosedur keselamatan
35
diperlukan, pekerja memakai peralatan untuk keselamatan atau pakaian
yang tepat. Pekerja juga mematuhi peraturan larangan merokok dan
larangan menggunakan obat-obatan terlarang di tempat kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
komponen kesehatan dan keselamatan kerja meliputi:
1) Kemampuan untuk mengikuti peraturan di tempat kerja
2) Mempraktikkan perilaku kesehatan dan keselamatan
3) Menjalankan tugas sesuai dengan prosedur yang ada
4) Menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi
5) Kemampuan mengendalikan stress dan kelelahan kerja.
b. Bentuk Kesiapan Kerja
Dalam uraian diatas terlihat bahwa dalam kesiapan kerja terdapat dua
bentuk yang hendaknya saling berkesinambungan. Kedua bentuk tersebut
adalah Soft Skill dan hard skill.
1) Soft Skills
Kemampuan psikis atau keterampilan yang menyangkut soft skill,
Skills adalah kemampuan/keterampilan/kecakapan seseorang untuk
melakukan sesuatu hal dengan baik, seperti yang diungkapkan Greene
and Burleson (Marsono, 2010: 27), “Skills refers to an individual’s or a group’s ability to carry out processes that promote perceptions of
competence”. Hopson dan Scally (Hartati, 2006: 20) menyatakan bahwa,
36
hidup diperlukan antara lain kecakapan membaca, menulis dan berhitung,
kecakapan mencari informasi, kecakapan berfikir dan memecahkan
masalah secara konstruktif, kecakapan mengeksplorasi potensi dirinya
dan mengembangkannya, kecakapan mengatur waktu, kecakapan
mengembangkan minat, nilai dan keyakinan diri, kecakapan merumuskan
tujuan yang akan dicapai, dan kecakapan untuk mengatur stress.
Kecakapan yang diperlukan untuk berhubungan secara efektif
dengan seseorang antara lain kecakapan berkomunikasi secara efektif,
kecakapan memelihara persahabatan, kecakapan mendapatkan bantuan
orang lain, kecakapan mengendalikan konflik, kecakapan berempati,
kecakapan kemampuan menyampaikan saran dan mendapatkan masukan.
Sedangkan kecakapan yang diperlukan untuk mampu berhubungan
dengan masyarakat secara efektif antara lain memiliki kepercayaan diri,
kecakapan mempengaruhi orang lain dan system, bagaimana kerja dalam
kelompok, bagaimana mengekspresikan perasaan secara konstruktif,
bagaimana bernegoisasi, kompromi dan membuat kontrak, dan kecakapan
membangun kekuatan bersama orang lain.
Sementara itu, Anwar (2006: 25) mengungkapkan bahwa, karakter
dan keterampilan afektif yang mendukung seseorang untuk berhasil
dalam pekerjaannya sebagai berikut: (1) tanggung jawab, (2) sikap positif
terhadap pekerjaan, (3) jujur, hati-hati, teliti, dan efisien, (4) hubungan
37
memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, (6) penuh antusias dan
motivasi, (7) disiplin dan penguasaan diri, (8) berdandan dan
berpenampilan menarik, (9) memiliki integritas pribadi; dan (10) mampu
bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
Tripathy (Marsono, 2010: 28) mengemukakan: “soft skilss is the
human intangible, the initiative, the attitude, and the character. It
represents what people feel, what they tend to do, in contrast to what they
can do”. Soft skills adalah sifat manusia, insiatif, sikap, dan karakter, serta
mewakili apa yang orang rasakan, apa yang cenderung mereka lakukan,
berbeda dengan apa yang bisa mereka lakukan.
Tyas Catur Pramudi (Marsono, 2010: 29) menyatakan bahwa, Soft
skills adalah sikap dasar perilaku, yakni keterampilan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri).
Atribut soft skills meliputi nilai, motivasi, perilaku, karakter dan sikap”.
Sejalan dengan hal tersebut, Paul (1991: 29) menyatakan bahwa, sikap
terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari beberapa sikap: (1) sikap jujur,
terbuka, harga diri, (2) disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, percaya diri;
(3) daya juang, penguasaan diri, (4) kebebasan dan tanggung jawab.
Konsep dari soft skills merupakan pengembangan dari konsep yang
selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional. Soft skills sendiri
diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis,
38
sesuai dengan pernyataan Poppy Yuniawati (2009: 34) yang mengatakan
bahwa, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur
dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk
kerja secara maksimal.
Lebih lanjut, Parson (Marsono, 2010: 30) menyatakan bahwa, ”soft
skills are personal attributes that enhance an individual’s interactions,
job performance and career propects”. Soft skills adalah sifat seseorang
yang menambah pengaruh seseorang, etos kerja dan prospek karir. Ia
menggolongkan soft skills menjadi dua yaitu personal attributes dan
interpersonal abilities. (1) personal attributes meliputi: (a) optimism; (b)
common; (c) sense; (d) responsibility; (e) a sense of humor; (f) integrity;
(g) time-management; dan (h) motivation.(2) interpersonal abilities
meliputi: (a) empathy; (b) leadership; (c) communication; (d) good
manners; (e) sociability; dan (f) the ability to teach.
Hidayatno (Marsono, 2010: 31) berpendapat bahwa, secara garis
besar soft skills bisa digolongkan kedalam dua kategori:
personal/intrapersonal skills dan interpersonal skills. Personal skills
merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri
menjadi lebih baik (self development) yang mencakup: (1) personal time
management; (2) problem solving skills; (3) research skills; (4)
39
untuk berfikir sebagai bagian dari tim). Interpersonal skills merupakan
kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, baik
oranglain secara individu (one to one) atau sebagai audiens (one to many)
yang mencakup: (1) negosiasi; (2) interview; (3) sikap dan penampilan
sesuai dengan situasi; (4) listening skills; (5) public speaking and
presentation; (6) affective meetings; (7) writing reports and proposals;
(8) project management; (9) working with teams.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan
soft skills adalah sikap dasar perilaku, yakni keterampilan seseorang
dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan
berhubungan dengan dirinya sendiri (Intrapersonal skills). Secara garis
besar soft skills bisa digolongkan kedalam tiga kategori:, ketiga kategori
tersebut yaitu, (1) personal/intrapersonal skills meliputi: (a) percaya diri,
(b) jujur, (c) Mengendalikan emosi (d) Mempunyai ambisi untuk maju
dan berusaha. (2) interpersonal skills yang meliputi: (a) empati , (b)
kepemimpinan, (c) hubungan antar pribadi, (d) pergaulan dimasyarakat.
(3) Profesional, meliputi: (a) manajemen waktu, (b) keterampilan
memecahkan masalah, (c) tanggung jawab, (d) Memiliki sikap kritis.
2) Hard skills
Menurut Finch dan Crunkilton (I Wayan