NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL
DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
SKRIPSI
WIWIT NURWITASARI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL
DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
WIWIT NURWITASARI D14201004
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL
DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
Oleh
WIWIT NURWITASARI D14201004
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 8 Maret 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. M.M Siti Sundari K Ir. Sri Darwati, MSi
NIP130 256 390 NIP 131 849 383
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
WIWIT NURWITASARI. D14201004. 2006. Nilai Gizi Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. M. M. Siti Sundari K. Pembimbing Anggota : Ir. Sri Darwati, MSi
Daging merupakan salah satu komoditi asal ternak yang penting sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Daging squab (piyik) burung merpati mempunyai kekhasan yang berbeda dibandingkan dengan daging unggas yang lainnya. Daging burung merpati memiliki warna daging yang merah, serat daging yang halus, kandungan kolesterol yang rendah dan mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Produksi daging squab burung merpati di Indonesia belum banyak seperti daging unggas lain, sehingga harga daging squab burung merpati cukup mahal. Masyarakat belum banyak mengetahui informasi mengenai nilai gizi dari daging squab burung merpati, sehingga konsumen daging squab jumlahnya terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi (kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol) daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina. Selain itu memperoleh informasi tambahan mengenai berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab.
Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yaitu di Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT HMT) Malang Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2005. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dengan lima ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Faktor yang diamati ada dua, faktor pertama adalah jenis burung merpati yaitu Lokal dan Homer, faktor yang kedua adalah jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Nilai gizi yang diamati adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol, selain itu diukur juga berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab. Semua peubah dianalisis ragam (ANOVA), apabila berbeda nyata diuji lanjut dengan Least Squares Means. Kandungan kolesterol dianalisis secara komposit, sehingga dibahas secara deskriptif.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: kadar air squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina yaitu 70,14%-71,66% tidak berbeda nyata. Kadar protein squab burung merpati Homer jantan dan betina berturut-turut yaitu 19,15% dan 17,71% lebih tinggi dibandingkan Lokal jantan dan betina berturut-turut yaitu 18,03% dan 16,42%. Kadar lemak squab burung merpati Lokal yaitu 9,38% dan Homer yaitu 8,79% tidak berbeda nyata. Kadar lemak squab burung merpati jantan yaitu 8,57% lebih rendah dibandingkan betina yaitu 9,61%. Kolesterol squab burung merpati Lokal yaitu 82,19 mg/100g tidak jauh berbeda dengan Homer yaitu 80,72 mg/100g.
karkas termasuk kepala, leher dan kaki yaitu 56,59%; berat karkas yaitu 147,67 g; dan persentase karkas yaitu 47,83%lebih tinggi dibandingkan squab burung merpati Lokal masing-masing yaitu 271,90 g; 143,70 g; 52,83%; 115,79 g dan 42,56%. Berat hidup akhir; berat dan persentase karkas termasuk kepala, leher dan kaki; berat dan persentase karkas squab burung merpati jantan masing-masing yaitu 296,10 g; 164,35 g; 55,34%; 136,10 g dan 45,76% dan betina masing-masing yaitu 283,47 g; 153,92 g; 54,09%; 127,36 g dan 44,63% tidak berbeda nyata.
Kadar air dan kadar protein squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina seragam. Kadar lemak squab burung merpati jantan lebih seragam dibandingkan betina baik pada squab burung merpati Lokal maupun Homer. Berat hidup akhir squab, persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki dan persentase karkas squab pada burung merpati Lokal dan Homer baik yang jantan maupun betina seragam.
ABSTRACT
Nutrition Value of The Local and Homer Pigeon Squab Meat in Different Sex Nurwitasari, W., M.M.S. Sundari K, and S, Darwati
This research was conducted to study the meat nutrition value of Local and Homer pigeon meat in different strain and sex. The results of the experiment showed that there was not interaction in species and sex on all variables. There was not significantly different in the water content of the male as will as female Local and Homer pigeon squab (70,14%-71,66%). The protein content of Homer pigeon squab male and female were 19,15% and 17,71% respectively, these were higher than those of the male and female of the Local pigeon squab (18,03% and 16,42%). The fat content of male squab pigeon was 8,57%, it was lower than that of the female (9,61%). The cholesterol of Local squab pigeon was 82,19 mg/100g was not very different than Homer was 80,72 mg/100g. Homer pigeon squab has slaughter weight 307,67 g; carcass weight includes head, neck and leg was 174,57 g; carcass percentage includes head, neck and leg was 56,59%; carcass weight was 147,67 g and carcass percentage was 47,83% higher than Local. Slaughter weight; carcass weight includes head, neck and leg; carcass percentage includes head, neck and leg; carcass weight and carcass percentage were not significantly. Water and protein of contents Local and Homer pigeon squab in male and female were not variant. Fat content of male pigeon squab was not higher variant than female in Local and Homer. Slaughter weight; carcass percentage includes head, neck and leg and carcass percentage Local and Homer in male and female were not variant.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1983 di Cianjur Jawa Barat. Penulis
adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Anwar Karnawi dan Ibu
A. Rokayah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Pebayuran 1.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1
Pebayuran dan Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di
SMUN 5 Karawang.
Pada tahun 2001, Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang
menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Peternakan tahun 2001-2002, pengurus Ikatan
Mahasiswa dan Pelajar Karawang-Bogor (IMPKB) tahun 2002-2003 dan pernah
menjadi bagian dari Kelompok Pencinta Alam Fakultas Peternakan (KEPAL-D)
tahun 2001-2002. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti kepanitian di beberapa
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sang pemberi petunjuk
atas segala pertolongan, nikmat, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan
skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah bagi Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul Nilai Gizi Daging Squab Burung Merpati Lokal dan
Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui nilai gizi daging squab burung merpati Lokal dan Homer. Penelitian ini
dilaksanakan selama dua bulan di Malang, Jawa Timur. Burung merpati Lokal dan
Homer yang berumur 21 hari diambil dari Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan Ternak Malang sebanyak 20 ekor yang terdiri dari lima ekor burung
merpati Lokal jantan, lima ekor burung merpati Lokal betina, lima ekor burung
merpati Homer jantan dan lima ekor burung merpati Homer betina. Analisis nilai
gizi dilakukan di Universitas Brawijaya Malang dan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan oleh Penulis demi
kesempurnaan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik
untuk kalangan akademis maupun umum.
Bogor, Maret 2006
DAFTAR ISI
Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Gizi ... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Nilai Gizi ... 18
Kadar Air ... 18
Kadar Protein ... 19
Kadar Lemak ... . 21
Kolesterol ... 22
Berat Hidup Akhir Squab ... 23
Berat dan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki ... 24
Berat dan Persentase Karkas Squab ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
UCAPAN TERIMA KASIH ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
8. Koefisien Keragaman Kadar Protein Daging Squab Burung Merpati
Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 21
9. Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada
Jenis Kelamin yang Berbeda ... 21
10. Koefisien Keragaman Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati
Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 22
11. Rataan Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer
pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 23
12. Koefisien Keragaman Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati
Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 24
13. Rataan Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 24
14. Koefisien Keragaman Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin
yang Berbeda ... 25
15. Rataan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang
Berbeda ... 26
16. Koefisien Keragaman Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis
Kelamin yang Berbeda ... 27
17. Rataan Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada
Jenis Kelamin yang Berbeda ... 27
19. Rataan Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer
pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 29
20. Koefisien Keragaman Persentase Karkas Squab Burung Merpati
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik Ragam Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan
Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 37
2. Uji Lanjut LSM Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan
Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 37
3. Sidik Ragam Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang
Berbeda ... 37
4. Uji Lanjut LSM Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang
Berbeda ... 38
5. Sidik Ragam Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang
Berbeda ... 38
6. Uji Lanjut LSM Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin
yang Berbeda ... 38
7. Sidik Ragam Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer
pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 38
8. Uji Lanjut LSM Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan
Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda ... 39
9. Sidik Ragam Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan
18. Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer baik Jantan maupun
PENDAHULUAN Latar Belakang
Hasil ternak merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi manusia
dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Salah satu bahan pangan hasil ternak
yang banyak tersedia adalah daging. Daging merupakan bahan makanan yang
diperlukan oleh tubuh karena daging mengandung vitamin dan mineral, kandungan
protein dalam daging tinggi, juga memiliki daya cerna yang tinggi dan rasa yang
lezat.
Daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia biasanya berasal
dari sapi dan ayam. Sumber protein hewani dari ternak lain masih kurang
dimanfaatkan karena rasa, aroma, serta faktor lain yang belum banyak diterima oleh
masyarakat. Salah satu sumber protein hewani yang belum banyak hasil olahannya
adalah daging squab (piyik) burung merpati.
Daging squab burung merpati atau burung dara memiliki kekhasan yang
berbeda dibandingkan dengan daging unggas yang lainnya. Daging squab burung
merpati memiliki warna daging yang merah, serat daging yang halus, kandungan
protein yang cukup tinggi dan mengandung kolesterol yang rendah, sehingga baik
untuk orang-orang yang sedang diet kolesterol dan baik juga dikonsumsi oleh orang
tua. Daging squab burung merpati cukup dikenal, baik di Indonesia maupun di
negara maju. Di Amerika Serikat, burung merpati muda (squab) berumur antara 25
sampai 30 hari dipotong karena dagingnya lebih lunak dan lebih enak dimakan.
Sumadi (1991) menyatakan, burung merpati merupakan salah satu jenis
aneka ternak yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai burung merpati
penghasil protein hewani. Burung merpati memiliki keunggulan antara lain: (a)
bentuk badan tegap; (b) memerlukan modal sedikit untuk pemeliharaannya; (c) masa
pengeraman relatif singkat yaitu 17-18 hari; (d) berat badan pada umur tiga minggu
dapat mencapai 250 g dan (e) daging squab sangat digemari sebagai burung dara
goreng karena empuk, enak dan lezat.
Salis (2002) menyatakan, laju pertumbuhan squab burung merpati Lokal pada
umur 3-4 minggu mengalami penurunan sebesar 38,97 g, karena induk sudah mulai
3-4 minggu berkurang. Oleh karenanya pemotongan squab dilakukan pada umur muda
(21 hari).
Burung merpati Lokal di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan lebih
lanjut, tetapi belum umum digunakan untuk produksi daging. Sedangkan, burung
merpati Homer sudah dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Keadaan ini sebagai
penyebab konsumen daging squab burung merpati Lokal jumlahnya terbatas. Maka
perlu digiatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi daging squab burung merpati
sebagai sumber protein hewani selain ayam. Produk burung merpati yang cukup
mahal harganya adalah daging squab, sehingga konsumen daging burung merpati
kebanyakan berasal dari golongan kelas ekonomi menengah keatas. Masyarakat
belum banyak mengetahui informasi mengenai nilai gizi dari daging squab burung
merpati Lokal dan Homer. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
nilai gizi daging squab burung merpati, sehingga orang yang mengkonsumsi daging
squab burung merpati meningkat jumlahnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi (kadar air, protein, lemak
dan kandungan kolesterol) dari daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik
pada jantan maupun betina. Selain itu, memperoleh informasi tambahan mengenai
berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher
dan kaki, berat dan persentase karkas squab.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai gizi
TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati
Burung merpati biasanya dipelihara sebagai hobi. Bentuk badannya tegap
dengan daging yang relatif tebal, hidup berpasang-pasangan. Burung merpati
berkembang biak dengan cepat. Burung merpati betina Lokal mulai bertelur pada
umur 4-5 bulan (Djanah dan Sulistyani, 1985).
Burung merpati mempunyai suhu tubuh sekitar 41oC. Burung merpati dapat
beradaptasi dengan mudah di darat maupun di udara, lehernya panjang dan fleksibel,
kepalanya termasuk besar, karena mempunyai otak yang besar, tubuhnya kompak
dan kaku, organ vitalnya terlindungi secara baik terhadap serangan musuhnya (Levi,
1945).
Blakely dan Bade (1998) membagi burung merpati menjadi tiga kelompok
utama yaitu untuk tujuan produksi daging, pameran dan penampilan. Burung
merpati yang dimanfaatkan untuk produksi daging lebih menekankan pada jumlah
anak burung merpati yang berat badannya besar. Begitu juga Cartmill (1991)
membedakan burung merpati menjadi tiga tipe yaitu: utility group yaitu kelompok
burung merpati penghasil daging, fancy breed yaitu bangsa yang diambil
keindahannya untuk pameran, dan performing breed yaitu bangsa yang dinilai
ketangkasannya. Contoh bangsa burung yang termasuk dalam utility group adalah
King, Carneau, Swiss Mondain, Runt dan White King; fancy breed adalah India,
America Fantail, Pouter, Jacobin, Swallow, Chinese Owl, English Trumpeter,
Modena dan Helmet; performing breed adalah Homer, Birmingham Roller, Racing
Homer dan Parlor Tumbler.
Levi (1945) menyatakan, burung merpati dapat dikelompokkan menurut
umurnya. Squab atau piyik adalah anak burung merpati umur 1-30 hari, squaker
adalah burung merpati umur 30 hari sampai 6 atau 7 bulan, youngster adalah burung
merpati umur 6 atau 7 bulan sampai kawin atau mulai kawin sampai tahun pertama
masa produksi baik pada jantan atau betina muda, yearling cock atau yearling hen
adalah burung merpati yang berproduksi pada tahun kedua baik jantan maupun
betina tua sampai disingkirkan. Jenis atau bangsa burung merpati yang banyak
Bangsa burung merpati yang termasuk penghasil daging masih dapat dibagi
lagi menjadi tiga tipe yaitu: tipe berat, tipe sedang dan tipe ringan (Levi, 1945).
Tabel 1 menjelaskan bangsa-bangsa yang termasuk dalam ketiga tipe burung merpati
penghasil daging.
Tabel 1. Penggolongan Bangsa-Bangsa Burung Merpati Penghasil Daging pada Umur Dewasa
Tipe Berat hidup Bangsa
Ringan 400-700 g Hungarian (biru, putih dan merah),
Squabbing Homer, Homer pekerja
Medium 600-700 g Red atau White Carneau, America Giant
Homer
Berat 700-900 g American Swiss Mondaine, White King, Silver King, Auto Sexing Texan Pioneer, Auto Sexing King
Sumber: Blakely dan Bade (1998)
Burung merpati Homer pekerja pada umur dewasa memiliki berat hidup
sebesar 400-700 g (Blakely dan Bade, 1998). Burung merpati Lokal pada umur
empat minggu memiliki berat hidup sebesar 135-327 g (Salis, 2002).
Burung Merpati Lokal
Burung merpati Indonesia berasal dari jenis burung merpati Lokal (Muhami,
1983). Burung merpati Lokal yang terdapat di Indonesia adalah burung merpati
pendatang yang berasal dari burung merpati liar (Columba livia) yang penyebaran
aslinya di daerah Eropa (Antawidjaja, 1988). Ternak ini sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat sehingga keragamannya menjadi besar. Cara
pemeliharaannya dilakukan secara sederhana yang bertujuan hanya untuk
kesenangan saja. Salah satu hal yang menarik ialah burung merpati mempunyai
potensi yang besar sebagai penghasil daging (Muhami, 1983).
Burung merpati mempunyai sifat damai, hampir tidak ada peck order,
walaupun ditempatkan dalam satu kandang tidak akan terjadi perkelahian dan
kanibal. Burung merpati mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki
pasangan sendiri, bersifat monogami dan mempunyai sifat sense of location dalam
waktu yang lama dan dalam jarak yang jauh (Levi, 1945).
Salis (2002), dalam penelitiannya menggambarkan burung merpati Lokal
warna bulunya masih beragam. Kisaran berat squab burung merpati Lokal berumur
empat minggu sampai lepas sapih adalah 135-327 g.
Burung Merpati Homer
Bangsa Homer yang termasuk dalam Racing Homer mempunyai kemampuan
menghasilkan anak yang rendah, tetapi jenis inilah yang dikembangkan oleh para
ahli burung merpati untuk penghasil squab sehingga berganti nama menjadi Utility
Homer, Ordinary Homer dan sebagainya. Jenis Racing Homer yang telah
dikembangkan ini lebih baik dalam menghasilkan anakan, cepat bertelur, jarang
mempunyai telur yang infertil dan mempunyai sifat keindukan yang baik (Levi,
1945).
Homer termasuk burung merpati yang baik sebagai penghasil telur
dibandingkan dengan bangsa burung merpati lain. Tubuh Homer dibandingkan
dengan King lebih kecil sehingga burung merpati muda potong yang dihasilkan juga
lebih kecil (Rasyaf dan Amrullah, 1982).
Bangsa Homer dapat dibagi menjadi Exhibition Homer, Genuine Homer,
Giant Homer, Racing Homer dan Show Homer. Bangsa Homer merupakan bangsa
yang mempunyai ukuran badan dengan berat antara 623,7-765,45 g untuk burung
dewasa dan berat squab rata-rata 378,33-454 g (Levi, 1945).
Squab
Squab adalah burung merpati muda (anakan) yang siap dipasarkan pada umur
sekitar 28-30 hari. Squab sampai dengan umur tersebut hanya mendapat makanan
yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Makanan yang berasal dari tembolok
induk burung merpati atau susu tembolok mempunyai kandungan protein sampai
dengan 35%. Susu tembolok dapat menambah berat squab sebanyak dua kali lipat
selama beberapa hari setelah penetasan (Drevjany, 2001). Salah satu ciri burung
merpati yaitu memiliki cairan yang berwarna krem menyerupai susu yang
dikeluarkan dari tembolok jantan dan induk betina (Muhami, 1983). Crop milk yang
diproduksi oleh tembolok induk burung merpati menyerupai keju dan cair,
diproduksi sebelum telur menetas. Cairan tersebut diberikan induk burung merpati
kepada squab dengan cara meloloh (proses regurgitasi) dan memompa ke dalam
Squab mempunyai pertumbuhan yang cepat pada 48 jam pertama setelah
menetas. Pertumbuhan yang cepat ini dikarenakan squab mempunyai adaptasi yang
baik dan mengkonsumsi pakan yang banyak. Selain itu juga adanya pemberian susu
tembolok dari induk turut serta dalam mempercepat pertumbuhan (Levi, 1945).
Sintadewi (1987) menyatakan, pertambahan berat badan squab sangat cepat
pada minggu pertama dan kedua, kemudian pertambahannya berkurang pada minggu
ketiga dan keempat. Pada minggu kelima dan keenam berat badan sudah mulai
menurun dan tidak konstan sehingga berat badan bervariasi dan keragamannya besar.
Squab burung merpati dipotong pada umur 25 hari. Jika lewat dari umur tersebut
maka squab telah keluar dari sarang dan mulai belajar terbang, sehingga timbul
perototan yang kuat dan daging akan menjadi keras (Levi, 1945).
Pasangan burung merpati muda pada umur 2-3 tahun dalam setahun mampu
menghasilkan squab sebanyak 16-18 ekor. Apabila pasangan tersebut tua sekitar
umur 5-6 tahun maka hanya dihasilkan sekurang-kurangnya 12 ekor squab per tahun.
Semakin tua umur burung merpati, kemampuan memproduksi squab semakin
menurun (Blakely dan Bade, 1998).
Bokhari (2001) menyatakan, daging squab sangat lezat dan proses
pemasakannya tidak menggunakan panas yang sangat tinggi karena dapat
menyebabkan berkurangnya rasa. Blakely dan Bade (1998) menyatakan, daging
squab berwarna gelap, empuk, lezat serta lembab dan menempati kelas yang sama
dengan daging kepiting, daging sapi muda (veal) maupun daging kambing muda.
Daging burung merpati umur 21 hari sangat digemari untuk dikonsumsi sebagai
burung dara goreng (Djanah dan Sulistyani, 1985).
Karkas
Karkas burung merpati belum banyak diteliti, sehingga sebagai pembanding
digunakan karkas ayam. Karkas adalah bagian tubuh tanpa darah, bulu, jeroan,
shank, kepala dan leher atau bagian tubuh yang telah dibului tanpa jeroan (Mansjoer
dan Martojo, 1977). Setelah unggas dipotong, darahnya dikeluarkan dan dibului,
kemudian kepala, leher dan ceker dipisahkan dari karkas (Rose, 1997). Karkas
adalah bagian dari tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam
Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-3924-1995 (1995) menyatakan,
karkas adalah bagian dari unggas pedaging setelah dipotong, dibului, dikeluarkan
jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua cekernya.
Priyatno (2003) menyatakan, bahwa karkas unggas dibedakan menjadi karkas
kosong dan karkas isi. Karkas kosong adalah unggas yang telah disembelih dan
dikurangi darah, bulu, organ tubuh bagian dalam (jeroan), kepala dan kakinya.
Biasanya, paru-paru dan ginjal menjadi bagian dari karkas. Karkas isi adalah karkas
kosong segar, tetapi diisi dengan hati, jantung dan ampela yang sudah dibersihkan.
Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nilai Gizi Daging
Nilai gizi dalam suatu hasil produk unggas, dilihat berdasarkan unsur gizinya
yaitu: kandungan protein, lemak, karbohidrat, abu dan energi. Unsur-unsur gizi
tersebut dibutuhkan oleh tubuh manusia. Manusia membutuhkan makanan yang
bergizi tinggi untuk hidup dan berprestasi. Kebutuhan gizi yang dianjurkan per hari
bagi wanita dewasa yaitu 45 g protein, 500 mg kalsium dan 450 g fosfor. Kebutuhan
seorang pria dewasa yaitu 50 g protein, 500 mg kalsium dan 500 mg fosfor
(Sastrapradja dan Muhilal, 1989).
Gurnadi (1986) menyatakan, ada tiga faktor sebagai kriteria untuk
menentukan mutu daging yaitu (1) nilai gizi yaitu kandungan protein, lemak; (2)
selera konsumen akan penampilan yaitu warna, keempukan, marbling/lemak
intramuskular, ketegaran, juiciness dan tekstur dan (3) parameter yang berhubungan
dengan penanganan seperti kadar air, jenis lemak, daya ikat air, kandungan jaringan
ikat dan pH. Soeparno (1998) menyatakan, kualitas karkas dan daging dipengaruhi
oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang
dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, bangsa, tipe ternak,
jenis kelamin, umur, pakan dan stres. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pemasakan dan pH.
Kadar air, protein, lemak, karbohidrat dan mineral berbeda-beda tergantung
pada jenis ternak, umur dan jenis kelamin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Kadar air
dalam daging ternak akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur ternak
(Cole dan Ronning, 1974). Perbedaan kadar lemak dapat dipengaruhi oleh jenis
Kolesterol juga dipengaruhi oleh bangsa, umur, musim, keadaan stress dan pakan
berserat (Menge et al., 1974).
Komposisi Nilai Gizi Daging
Daging unggas tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti air,
protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Kadar air, protein dan lemak merupakan
sifat kimiawi yang berhubungan dengan nilai gizi (Rose, 1997). Protein, karbohidrat
dan lemak serta air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Protein
berfungsi untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak,
sedangkan lemak dan karbohidrat sebagai sumber energi (Ketaren, 1986).
Kandungan atau komposisi daging squab dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Nilai Gizi Daging Squab
Daging
Komposisi nilai gizi
Air Energi Protein Lemak Serat Abu
(%) --- (g/100g)---
Total edible 58,0 279 18,6 22,1 0 1,5
Daging dan kulit 56,6 294 18,5 23,8 0 1,4
Daging cerah (tanpa kulit) 74,0 125 20,7 4,2 0 1,2
Jeroan 69,8 154 19,8 7,2 1,2 2,0
Sumber: Composition of foods: United State Departement of Agricultural (1963), dalam Bokhari (2001)
Pada Tabel 2 kadar air daging dan kulit sebesar 56,6%, protein sebesar 18,5%
dan kadar lemak sebesar 23,8%. Forrest et al. (1975) menyatakan, nilai gizi daging
yang tinggi dikarenakan daging mengandung asam amino essensial, air, lemak,
karbohidrat dan komponen anorganik yang lengkap dan seimbang.
Kandungan gizi dari berbagai bangsa ternak dan ikan berbeda, tetapi setiap
100 g daging dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap hari sekitar 10%
kalori, 50% protein, 35% zat besi (Fe) atau 100% zat besi, bila daging berasal dari
hati dan 25-60% vitamin B kompleks (Soeparno, 1998). Pada Tabel 3 dapat dilihat
kandungan nutrisi daging squab dibandingkan dengan daging ayam, salmon, babi
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Daging Squab yang Dibandingkan dengan Ayam, Salmon, Babi dan Sapi
Ternak
(Tipe daging)
Besi
(Fe) Protein Lemak Lisin PUFA* 18:2** 20:4#
(mg) ---(g/100g)---
Keterangan: *PUFA (Asam lemak tak jenuh ganda); **lemak Linoleat, satu dari asam lemak essensial; # lemak Arachidonic, satu dari asam lemak essensial
Sumber Data: Nutrional Research Division (2001), seperti yang disarikan oleh Drevjany (2001)
Pada Tabel 3, kandungan nutrisi daging squab dibandingkan ayam memiliki
kelebihan zat besi (Fe), PUFA, lemak, linoleat dan arakhidonat. Nutrisi daging
squab dibandingkan salmon memiliki kelebihan zat besi (Fe), protein, linoleat dan
arakhidonat, Nutrisi daging squab dibandingkan babi memiliki kelebihan zat besi
(Fe), protein, lemak, PUFA, linoleat dan arakhidonat. Nutrisi daging squab
dibandingkan sapi memiliki kelebihan protein, lisin, PUFA, linoleat dan arakhidonat
(Drevjany, 2001).
Kadar Air Daging
Price dan Schweigert (1987) menyatakan, air mempunyai jumlah paling
banyak dalam daging. Daging tanpa lemak mengandung 76% air dan daging
memiliki kadar air yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kadar lemaknya. Cole
dan Ronning (1974) menyatakan, air merupakan komponen utama dalam daging
yang berjumlah antara 70%-75% dalam setiap potongan daging. Selanjutnya
Mountney (1983) menyatakan, air berfungsi sebagai media untuk transportasi
nutrien, hormon dan hasil sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari dalam tubuh dan
juga merupakan media bagi kebanyakan reaksi kimia dan proses metabolis yang
Kadar Protein Daging
Protein merupakan komponen bahan kering yang banyak terdapat di dalam
daging (Forrest et al., 1975). Daging unggas mengandung lebih banyak protein
daripada daging ternak lainnya. Daging unggas mengandung protein yang
berkualitas tinggi, selain itu mudah dicerna dan mengandung asam-asam amino
essensial yang lengkap dan seimbang sehingga daging unggas mempunyai
kandungan nutrisi yang tinggi (Mountney, 1983).
Daging burung merpati merupakan salah satu produk yang mengandung
protein tinggi dan susunan asam aminonya baik (Rasyaf dan Amrullah, 1982).
Kandungan protein daging burung merpati sekitar 35,8% (Djanah dan Sulistyani,
1985).
Protein merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh karena selain berfungsi
sebagai bahan bakar juga sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh.
Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan
yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar jika keperluan energi
tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein merupakan komponen
terbesar setelah air dalam jaringan tubuh, diperkirakan sekitar 50% dari berat kering
sel yang terdapat dalam jaringan seperti daging dan hati, terdiri dari protein dan
dalam tenunan segar berjumlah sekitar 20% (Winarno, 1997).
Kadar Lemak Daging
Lemak merupakan salah satu zat nutrisi yang penting, selain itu lemak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan protein dan
karbohidrat (Winarno, 1997). Komponen tubuh yang paling bervariasi adalah lemak.
Bervariasinya lemak ini berkaitan dengan faktor genetik, lingkungan serta interaksi
antara keduanya. Kandungan lemak ternak muda yang sedang tumbuh meningkat
seiring dengan meningkatnya berat hidup (Lohman, 1971).
Daging unggas mengandung jumlah asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak
sehingga mengandung kolesterol yang lebih rendah dibandingkan lemak-lemak
dalam daging ternak lainnya. Lemak yang terdapat dalam daging unggas lebih
banyak ditemukan di bawah kulit daripada yang ada dalam jaringan (Mountney,
jumlahnya lebih sedikit dari kandungan air dalam daging (Price dan Schweigert,
1987).
Daging squab berbeda dengan daging unggas lain karena mengandung lemak
intramuskuler yang tinggi. Hal ini mengakibatkan daging squab burung merpati
menjadi lunak dan enak untuk dikonsumsi (Drevjany, 2001). Kandungan lemak
daging burung merpati sekitar 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1985).
Kolesterol
Kolesterol merupakan kelompok sterol, suatu zat yang termasuk golongan
lipid (Anggorodi, 1979). Kolesterol terdapat dalam semua sel hewan, sehingga
tersebar luas di seluruh jaringan tubuh. Kolesterol merupakan substansi lemak khas
hasil metabolisme yang banyak ditemukan dalam struktur tubuh manusia maupun
hewan. Kolesterol yang berasal dari hewan terdapat dalam daging, hati dan otak
(Tillman et al., 1991). Kolesterol makanan umumnya didapat dari lemak hewan dan
kuning telur (Ganong, 1983). Pada Tabel 4 dapat dilihat kandungan kolesterol
daging squab dan daging ternak lain.
Tabel 4. Kandungan Kolesterol Daging Squab dan Ternak Lain
Tipe daging Kandungan kolesterol (mg/100 g)
Squab (raw breast meat) 90,0
Ayam (dark meat) 96,5
Ayam (light meat) 89,4
Babi (lean) 94,1
Sapi (lean) 94,1
Telur (55 g/butir) 498,2
Sumber data: Nutrional Research Division (2001), seperti yang disarikan oleh Drevjany (2001)
Kandungan kolesterol daging squab lebih rendah dibandingkan dengan
daging ternak lain. Daging squab sangat dianjurkan bagi orang yang menghindari
mengkonsumsi daging dengan kandungan kolesterol tinggi (Drevjany, 2001).
Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan beberapa zat essensial
yaitu: (1) asam empedu yang dibuat oleh hati yang merupakan rute utama untuk
katabolisme kolesterol; (2) hormon-hormon steroid; (3) vitamin D3, satu-satunya
vitamin yang disintesis tubuh secara cukup tidak dibutuhkan dari dalam makanan;
hewan dan manusia (Linder, 1992). Kolesterol dalam tubuh berasal dari bahan
makanan dan sintesa tubuh yang dinamakan kolesterol eksogenous dan endogenous
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tiga tempat yaitu di BPT HMT (Balai
Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak) Batu Malang, Jawa Timur.
Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Universitas
Brawijaya dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian, Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai September 2005.
Materi Bahan
Squab (piyik) berumur 21 hari berasal dari BPT HMT (Balai Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak) Batu Malang Jawa Timur sebanyak 20 ekor
yang terdiri dari lima ekor burung merpati Lokal jantan, lima ekor burung merpati
Lokal betina, lima ekor burung merpati Homer jantan dan lima ekor burung merpati
Homer betina. Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah K2SO4, HgO, H2SO4 pekat,
NaOH pekat, air suling, H3PO3, HCl, petroleum eter, khloroform, metanol, KOH
50%, etanol 40%, benzena.
Alat
Alat yang digunakan untuk memotong adalah pisau. Alat-alat yang
digunakan untuk analisis adalah oven, cawan porselen, indikator, tabung, labu
Kjeldahl, erlenmeyer, labu Soxhlet, selongsong, timbangan, water bath, desikator,
evaporator, injektor, detektor dan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC).
Rancangan Percobaan Perlakuan
Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial
dengan lima ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Faktor yang diamati ada dua,
faktor pertama adalah jenis burung merpati yaitu Lokal dan Homer, faktor yang
Model
Model matematika dari rancangan tersebut menurut Gasperz (1991) adalah
sebagai berikut:
Yijk = µ + Kk +Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor perbedaan jenis burung merpati (A) ke-i,
faktor perbedaan jenis kelamin (B) ke-j dari kelompok (K) ke-k
µ = Nilai tengah
Kk = Pengaruh dari kelompok (K) ke-k
Ai = Pengaruh dari jenis burung merpati (A) ke-i
Bj = Pengaruh dari jenis kelamin (B) ke-j
(AB)ij = Pengaruh interaksi dari jenis burung merpati (A) ke-i faktor A dan jenis
kelamin (B) ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan dari jenis burung merpati ke-i, jenis kelamin ke-j dan kelompok (K) ke-k
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah nilai gizi yaitu kadar air,
kadar protein dan kadar lemak daging squab burung merpati Lokal dan Homer jantan
dan betina umur 21 hari. Kandungan kolesterol yang diamati hanya dari daging
squab burung merpati Lokal jantan dan Homer jantan saja. Selain itu diamati juga
berat hidup akhir squab, berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki yaitu
berat hidup akhir squab dikurangi dengan berat darah, bulu, isi perut, paruh dan
kuku, persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat karkas squab
yaitu berat hidup akhir squab dikurangi dengan berat darah, bulu, kepala, shank dan
isi perut dan persentase karkas squab.
Analisis Data
Data kadar air, kadar protein, kadar lemak, berat hidup akhir squab, berat dan
persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas
squab yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang
nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Least Squares Means (Mattjik dan
dibahas secara deskriptif. Koefisien keragaman dari peubah yang diukur dihitung
Pemotongan squab burung merpati dilakukan untuk proses penyiapan karkas.
Penyiapan karkas squab burung merpati menggunakan acuan pada ayam, karena
karkas burung merpati belum banyak diteliti. Soeparno (1998) menyatakan,
tahap-tahap mempersiapkan unggas hidup menjadi karkas adalah:
1) Pengistirahatan.
Squab sebaiknya dipisahkan dari induknya agar tidak diloloh (disuapi) dan
dipuasakan selama 8 jam sebelum dipotong agar diperoleh hasil pemotongan yang
baik;
2) Pemotongan.
Cara pemotongan ternak unggas yang lazim digunakan adalah cara Kosher,
yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis, esophagus dan trakhea. Pada saat
penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin;
3) Pencabutan Bulu.
Metode dry pick digunakan untuk mempermudah pencabutan bulu squab;
4) Pengeluaran Jeroan.
Pengeluaran jeroan dimulai dari pemisahan tembolok, esophagus dan trakhea
tulang dada ke tengah-tengah antara tulang pubis untuk mengeluarkan usus, ampela,
paru-paru, hati dan jantung. Kloaka dan jeroan dikeluarkan;
5) Persentase Karkas termasuk Kepala, Leher dan Kaki (PKKLK). Persentase karkas diukur dengan catatan paruh dan kuku dipotong;
PKKLK = x100%
Persentase karkas adalah berat squab setelah dipotong dan dikurangi kepala,
leher, shank, kelenjar minyak (oil gland). Kemudian karkas ditimbang untuk
mengetahui berat karkas;
Daging beserta kulit dari dada yang telah ditimbang dianalisis nilai gizinya di
Universitas Brawijaya dan kolesterol di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Analisis nilai gizi yang dilakukan
meliputi: kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol.
Kadar Air (AOAC, 1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan
selama 12 jam.
a = berat sampel sebelum dikeringkan
b = berat setelah dikeringkan
Kadar Protein (AOAC, 1995). Sampel seberat 0,2 g dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 2 g K2SO4 dan HgO dengan perbandingan
1:1 dan 2 ml H2SO4 pekat, kemudian dilakukan destruksi selama 30 menit sampai
diperoleh cairan hijau jernih. Setelah hasil destruksi dingin, ditambahkan 35 ml air
suling dan 10 ml NaOH pekat berwarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil
destilasi yang ditampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan
menggunakan indikator. Hal yang sama dilakukan untuk blanko.
Persentase nitrogen dan kadar protein kasar dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Kadar protein (% berat kering) = x%beratbasahprotein air
kadar 100
100
−
Kadar Lemak (AOAC, 1995). Sampel seberat 5 g dimasukkan ke dalam selongsong pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu Soxhlet yang terlebih
dahulu dikeringkan dalam oven dan ditimbang beratnya, kemudian diekstraksi
dengan petroleum eter di atas water bath selama 16 jam. Hasil ekstraksi diuapkan
dengan cara didestilasi. Lalu tabung tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu
105 oC sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang berat labu akhir.
Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak (% berat basah) = x100%
Kadar lemak (% berat kering) = x%beratbasahlemak air
kadar 100−100
Kadar Kolesterol (AOAC, 1995). 1) Sampel daging sebanyak 1 g diekstraksi dengan menggunakan pelarut khloroform dan metanol dengan perbandingan 2:1
sebanyak 30 ml; 2) Hasil ekstraksi diuapkan dengan evaporator sampai kering dan
lemak yang diperoleh disaponikasi dengan 10 ml KOH 50% dan etanol 40%
kemudian direfluks selama 1 jam dan kolesterol dipisah dengan sistem partisi
menggunakan benzena; 3) Endapan kolesterol yang didapat setelah direfluksi,
dilarutkan dalam 2 ml metanol dan disaring dengan ultra filter; 4) Kemudian
disuntikkan sebanyak 10 ml ke dalam injektor juga detektor ultraviolet dengan
panjang gelombang 205 nm dengan fase gerak isopropanol asetonitril dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Gizi
Nilai gizi daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun
betina yang diuji meliputi kadar air, kadar protein dan kadar lemak. Kandungan
kolesterol dianalisis dari daging squab burung merpati Lokal dan Homer jantan saja.
Kandungan kolesterol dianalisis secara komposit, sehingga dibahas secara deskriptif.
Kadar Air
Air merupakan komponen terbesar dalam daging squab burung merpati.
Winarno (1997) menyatakan, air merupakan komponen penting dalam bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa makanan. Selain
itu, sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan pangan terjadi dalam media air
yang berasal dari bahan pangan tersebut. Hasil analisis kadar air daging squab
burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
---(%bb)---
Lokal 70,56 70,14 70,35
Homer 71,66 71,12 71,39
Rataan 71,11 70,63
Sumber : Hasil analisis di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Unibraw-Malang (2005) Keterangan : bb = berat basah
Kadar air daging squab burung merpati yang dihasilkan pada penelitian
berkisar antara 70,14%-71,66% yang sedikit lebih rendah dibandingkan ayam broiler
umur 8 minggu pada penelitian Supadmo (1997) yaitu sebesar 73%-75%. Hasil
analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin terhadap kadar
air tidak ada interaksi.
Jenis burung merpati dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kadar air.
muda (21 hari). Sutardi (1982) mengatakan, kadar air pada ternak yang berusia
muda relatif tinggi dan kadar lemak relatif masih rendah.
Koefisien keragaman kadar air daging squab burung merpati Lokal dan
Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Koefisien Keragaman (KK) Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 0,71 1,18
Homer 1,37 2,37
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman kadar air
sebesar 0,71%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 1,18%, squab burung
merpati Homer jantan sebesar 1,37% dan squab burung merpati Homer betina
sebesar 2,37%. Koefisien keragaman ini cukup rendah, sehingga squab burung
merpati Lokal dan Homer baik yang jantan maupun betina memiliki kadar air yang
seragam. Hal ini diduga karena kadar air baik jenis burung merpati maupun jenis
kelamin tidak berbeda nyata.
Kadar Protein
Protein merupakan komponen bahan kering terbesar dari daging dan
merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting. Mountney (1983) menyatakan,
kandungan protein dalam daging ternak merupakan hal yang penting sebagai salah
satu sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan mengandung lebih banyak asam
amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Hasil analisis kadar protein daging squab burung merpati Lokal dan Homer
pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar protein daging
squab burung merpati yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara
16,42%-19,15% berat basah mendekati kadar protein pada ayam broiler umur 8 minggu pada
Tabel 7. Kadar Protein Daging Squab Merpati Burung Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
(%bb) (%bk) (%bb) (%bk) (%bb) (%bk)
Lokal 18,03 61,24 16,42 55,08 17,23A 58,16A
Homer 19,15 67,54 17,71 61,57 18,43B 64,56B
Rataan 18,59C 64,39C 17,07D 58,33D
Sumber : Hasil analisis di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Unibraw-Malang (2005) Keterangan: Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01) bb = berat basah
bk = berat kering
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin terhadap kadar protein tidak ada interaksi. Jenis burung merpati berpengaruh sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein squab burung merpati Lokal
lebih rendah dibandingkan Homer. Hal ini diduga karena kadar lemak squab burung
merpati Lokal lebih tinggi dibandingkan squab burung merpati Homer dan kadar air
squab burung merpati Lokal dan Homer tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa kadar protein dipengaruhi oleh
jenis ternak.
Jenis kelamin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein.
Kadar protein squab burung merpati jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Hal ini
diduga karena kadar air jantan dan betina tidak berbeda nyata dan kadar lemak jantan
lebih rendah dibandingkan betina. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Soeparno (1994) bahwa jenis kelamin jantan mempunyai kadar protein lebih tinggi
daripada betina.
Koefisien keragaman kadar protein daging squab burung merpati Lokal dan
Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Squab burung
merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman kadar protein sebesar 4,10%,
squab burung merpati Lokal betina sebesar 4,51%, squab burung merpati Homer
Tabel 8. Koefisien Keragaman (KK) Kadar Protein Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 4,10 4,51
Homer 5,01 4,76
Koefisien keragaman tersebut cukup rendah, sehingga squab burung merpati
Lokal dan Homer baik jantan maupun betina memiliki kadar protein yang seragam.
Hal ini diduga karena kadar air squab burung merpati Lokaldan Homer seragam.
Kadar Lemak
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan, perbedaan kadar lemak dapat
dipengaruhi oleh jenis ternak, jenis kelamin, umur dan lokasi otot. Hasil analisis
kadar lemak daging squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
(%bb) (%bk) (%bb) (%bk) (%bb) (%bk)
Lokal 9,09 30,85 9,66 32,26 9,38 31,56
Homer 8,04 28,41 9,55 33,03 8,79 30,72
Rataan 8,57c 29,63c 9,61d 32,65d
Sumber : Hasil analisis di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Unibraw-Malang (2005) Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
bb = berat basah bk = berat kering
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin
terhadap kadar lemak tidak ada interaksi. Jenis burung merpati tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar lemak. Hal ini diduga karena kadar air squab burung merpati
Jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap kadar lemak. Kadar lemak squab
burung merpati betina lebih tinggi dibandingkan jantan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kamal (1994) bahwa kadar lemak dipengaruhi oleh jenis kelamin, yaitu
betina memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan jantan. Selain itu karena
proses pembentukan lemak pada ternak betina mengalami peningkatan lebih awal
dan lebih banyak dibandingkan dengan ternak jantan (Winantea, 1985).
Koefisien keragaman kadar lemak daging squab burung merpati Lokal dan
Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Koefisien Keragaman (KK) Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 9,73 15,94
Homer 5,46 12,36
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman kadar
lemak sebesar 9,73%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 15,94%, squab
burung merpati Homer jantan sebesar 5,46% dan squab burung merpati Homer
betina sebesar 12,36%. Squab burung merpati jantan memiliki kadar lemak lebih
seragam dibandingkan dengan betina baik pada squab burung merpati Lokal maupun
Homer. Hal ini diduga karena kadar air jantan lebih seragam dibandingkan betina.
Kolesterol
Squab burung merpati Lokal memiliki kadar kolesterol sebesar 82,19
mg/100g, sedangkan kadar kolesterol squab burung merpati Homer sebesar 80,72
mg/100g. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa kandungan kolesterol
daging squab burung merpati Lokal tidak jauh berbeda dengan Homer. Hendrawati
(1999) menyatakan, kandungan kolesterol daging ayam broiler sebesar 99,9 sampai
140,7 mg/100g. Martha (2001) menyatakan, kandungan kolesterol telur itik sebesar
434,11 mg/100g isi telur, selain itu Baihaqi (2002) menyatakan, kandungan
kolesterol telur ayam Merawang sebesar 339 mg/100g. Kandungan kolesterol daging
ayam Merawang, sehingga daging squab burung merpati dapat dikonsumsi untuk
orang-orang yang sedang diet kolesterol dan baik pula untuk orang tua.
Berat Hidup Akhir Squab
Berat hidup akhir squab pada penelitian ini diperoleh dengan cara
menimbang squab pada saat sebelum dipotong. Berat hidup akhir squab burung
merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Rataan Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
---(g)---
Lokal 280,00 263,80 271,90A
Homer 312,20 303,14 307,67B
Rataan 296,10 283,47
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil analisis statistik jenis burung merpati dan jenis kelamin terhadap berat
hidup akhir squab tidak ada interaksi. Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
berat hidup akhir. Berat hidup akhir squab burung merpati jantan dan betina tidak
berbeda dikarenakan burung merpati merupakan jenis unggas non sexdimorfism
sehingga perbedaan berat hidup akhir antara jantan dan betina tidak terlalu besar
(Tugiyanti dan Ismoyowati, 2002).
Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat hidup
akhir squab. Squab burung merpati Homer mempunyai berat hidup akhir yang lebih
tinggi (307,67 g) dibandingkan squab burung merpati Lokal (271,90g). Hal ini dapat
diduga karena burung merpati Homer sudah lebih lama diseleksi sebagai burung
merpati penghasil daging, sedangkan burung merpati Lokal belum diseleksi sebagai
penghasil daging. Berat hidup akhir hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan
dengan penelitian Wiyono (2003), berat hidup akhir squab burung merpati Homer
King umur 21 hari sebesar 314,25 g dan berat hidup squab burung merpati Lokal
Koefisien keragaman berat hidup akhir squab burung merpati Lokal dan
Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Koefisien Keragaman (KK) Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)-- ---
Lokal 0,61 2,45
Homer 6,32 6,38
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman sebesar
0,61%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 2,45%, squab burung merpati
Homer jantan sebesar 6,32% dan squab burung merpati Homer betina sebesar 6,38%.
Squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina memiliki berat
hidup akhir yang seragam, walaupun yang Homer lebih rendah keseragamannya
dibandingkan Lokal. Hal ini diduga karena burung merpati Homer sudah diseleksi
pada tahun 1983, akan tetapi tidak dilanjutkan lagi seleksi karena jumlahnya terbatas,
sedangkan Lokal sedang dilakukan seleksi (Cicih, 2005).
Berat dan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Rataan berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki burung merpati
Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
---(g/ekor)---Lokal 150,00 137,40 143,70A
Homer 178,70 170,44 174,57B
Rataan 164,35 153,92
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin
terhadap berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki tidak ada interaksi.
Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap berat karkas squab termasuk kepala, leher
dan kaki. Hal ini diduga karena berat hidup akhir squab burung merpati jantan dan
betina tidak berbeda nyata.
Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat
karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki. Squab burung merpati Homer
memiliki berat karkas termasuk kepala, leher dan kaki lebih tinggi (174,57 g)
dibandingkan squab burung merpati Lokal (143,70 g). Hal ini merupakan
keselarasan antara berat hidup akhir dengan berat karkas termasuk kepala, leher dan
kaki yaitu berat karkas yang tinggi diperoleh dari squab burung merpati yang
memiliki berat hidup akhir yang tinggi dan berat darah, bulu dan jeroan pada
penelitian ini tidak berbeda nyata.
Koefisien keragaman berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki
burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Koefisien Keragaman (KK) Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 2,36 1,75
Homer 11,03 11,35
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman berat
karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki sebesar 2,36%, squab burung merpati
Lokal betina sebesar 1,75%, squab burung merpati Homer jantan sebesar 11,03%
dan squab burung merpati Homer betina sebesar 11,35%. Squab burung merpati
Lokal memiliki berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki lebih seragam
dibandingkan squab burung merpati Homer. Hal ini diduga karena berat hidup akhir
squab burung merpati Lokal lebih seragam dibandingkan squab burung merpati
hidup yang besar menghasilkan berat karkas yang besar. Didukung pula oleh
pernyataan Hendratmoko (2004) bahwa ada korelasi positif antara berat hidup akhir
dengan berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki.
Rataan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki burung
merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel
15.
Tabel 15. Rataan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin
terhadap persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki tidak ada interaksi.
Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap persentase karkas squab termasuk kepala,
leher dan kaki. Hal ini diduga karena berat hidup akhir dan berat karkas squab
termasuk kepala, leher dan kaki yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata.
Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase
karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki. Squab burung merpati Lokal
memiliki persentase karkas termasuk kepala, leher dan kaki lebih rendah sebesar
52,83% dibandingkan squab burung merpati Homer yang memiliki persentase karkas
termasuk kepala, leher dan kaki sebesar 56,59%. Hal ini diduga karena berat hidup
akhir squab burung merpati Lokal lebih rendah dibandingkan squab burung merpati
Homer. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winter dan Funk (1960) bahwa ternak
yang memiliki berat hidup yang lebih tinggi menghasilkan persentase karkas yang
tinggi pula.
Koefisien keragaman persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan
kaki burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat
Tabel 16. Koefisien Keragaman (KK) Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki pada Jenis Burung Merpati dan Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 1,77 0,78
Homer 4,79 5,05
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman persentase
karkas termasuk kepala, leher dan kaki sebesar 1,77%, squab burung merpati Lokal
betina sebesar 0,78%, squab burung merpati Homer jantan sebesar 4,79% dan squab
burung merpati Homer betina sebesar 5,05%. Squab burung merpati Lokal dan
Homer memiliki persentase karkas termasuk kepala, leher dan kaki seragam. Hal ini
diduga karena berat hidup akhir squab burung merpati Lokal dan Homer seragam.
Berat dan Persentase Karkas Squab
Rataan berat karkas squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis
kelamin yang berbeda dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rataan Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
---(g/ekor)---
Lokal 122,00 109,58 115,79A
Homer 150,20 145,14 147,67B
Rataan 136,10 127,36
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin
terhadap berat karkas tidak ada interaksi. Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
berat karkas. Hal ini diduga karena berat hidup akhir squab burung merpati jantan
Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat
karkas. Squab burung merpati Homer memiliki berat karkas yang lebih tinggi
(147,67 g) dibandingkan squab burung merpati Lokal (115,79 g). Hal ini diduga
karena berat hidup akhir squab burung merpati Homer lebih tinggi dibandingkan
dengan berat hidup akhir squab burung merpati Lokal. Sesuai dengan pernyataan
Soeparno (1998) bahwa ternak yang memiliki berat hidup yang lebih tinggi
cenderung menghasilkan berat karkas yang tinggi pula. Selanjutnya Morran dan Orr
(1976) menyatakan, perbedaan berat karkas disebabkan jenis ternak.
Koefisien keragaman berat karkas squab burung merpati Lokal dan Homer
pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Koefisien Keragaman (KK) Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 1,13 1,46
Homer 13,13 13,33
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman berat
karkas sebesar 1,13%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 1,46%, squab
burung merpati Homer jantan sebesar 13,13% dan squab burung merpati Homer
betina sebesar 13,33%. Squab burung merpati Lokal memiliki berat karkas lebih
seragam dibandingkan squab burung merpati Homer. Hal ini diduga karena berat
hidup akhir squab burung merpati Lokal lebih seragam dibandingkan squab burung
merpati Homer. Sesuai dengan pernyataan Winter dan Funk (1960) bahwa berat
hidup yang besar menghasilkan berat karkas yang besar. Didukung pula oleh
Hendratmoko (2004) yang menyatakan, ada korelasi positif antara berat hidup akhir
dengan berat karkas squab.
Persentase karkas digunakan untuk menilai produksi ternak daging. Rataan
persentase karkas squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang
Tabel 19. Rataan Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin Rataan
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 43,57 41,55 42,56A
Homer 47,94 47,71 47,83B
Rataan 45,76 44,63
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin
terhadap persentase karkas tidak ada interaksi. Jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap persentase karkas. Hal ini diduga karena berat hidup akhir dan berat karkas
yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata.
Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase
karkas. Squab burung merpati Lokal memiliki persentase karkas yang lebih rendah
(42,56%) dibandingkan squab burung merpati Homer (47,83 g). Hal ini diduga
karena berat hidup akhir squab burung merpati Lokal lebih rendah dibandingkan
squab burung merpati Homer. Sesuai dengan pernyataan Winter dan Funk (1960)
bahwa ternak yang memiliki berat hidup yang lebih tinggi menghasilkan persentase
karkas yang tinggi pula.
Koefisien keragaman persentase karkas squab pada jenis burung merpati
Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Koefisien Keragaman (KK) Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda
Jenis Jenis kelamin
burung merpati Jantan Betina
---(%)---
Lokal 0,45 1,33
Homer 6,94 7,06
Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman persentase
burung merpati Homer jantan sebesar 6,94% dan squab burung merpati Homer
betina sebesar 7,06%. Squab burung merpati Lokal dan Homer memiliki persentase
karkas yang seragam. Hal ini diduga karena berat hidup akhir squab burung merpati