• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agraria-Januari 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Agraria-Januari 2008"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI JANUARI 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a f t a r I si

Petani Bawang Pun Harus Berpacu dengan Hujan --- 1

Waspadai Produksi Beras 2008 --- 3

Petani Cilacap Semakin Sulit Beli Pupuk --- 4

Petani Tolak Penurunan Bea Masuk Beras Impor --- 6

Ketika Harga Cabai Rawit Petani Anjlok --- 8

Kualitas Gabah Buruk --- 9

Waspadai Krisis Pangan 22 Provinsi --- 10

Mentan: Banjir tak Ganggu Produksi Padi Nasional --- 11

Produksi Padi di Bengkulu Meningkat 25 Persen --- 12

35.667 Hektar Sawah Rusak --- 13

Konsumen Keluhkan Harga Beras Tinggi --- 15

Stok Pangan di Jawa Timur Aman --- 17

Tanaman Padi Membusuk --- 18

Intensifikasi Padi dan Kesejahteraan Petani --- 19

Banjir Mengancam Ketahanan Pangan --- 21

Banjir di Banten tidak akan Hambat Target Produksi Padi 2008 --- 23

Ekspansi Jagung Terkendala --- 24

Mentan: Produksi Padi Nasional Masih Aman --- 25

Beras Aman kalau Distribusi Lancar --- 27

541 Hektare Sawah Gagal Panen --- 29

Distribusi Pupuk Bermasalah --- 30

Ketahanan Pangan Tak Terganggu --- 31

Ratusan Hektare Terancam --- 32

Konflik Tanah Diperkirakan Akan Meningkat --- 33

Pupuk palsu berbagai merek beredar --- 34

Kaltim dan Kalsel Siapkan Dana Rp 100 Miliar untuk Membeli Beras Petani --- 35

Stok Pupuk Urea Aman --- 36

(4)

Keong Emas Meresahkan Petani --- 45

Petani Pilih Komoditas Lain --- 46

Petani Lebih Untung Tanam Jagung Ketimbang Kedelai --- 48

Gejolak Pasokan dan Harga Pangan --- 49

Harga Beras Sudah Naik --- 51

Masalah Ketahanan Pangan --- 53

Petani Sudah Gencar Menanam Kedelai --- 55

Rawan Pangan, Rawan Gizi --- 56

Kembalikan Peran Bulog --- 58

Kondisi Pertanian Kacau-balau --- 60

Stok Beras untuk Sumatera Utara Aman --- 62

Sumsel Menghadapi Ancaman Paceklik Beras --- 63

DPR Panggil Menteri Pertanian Terkait Masalah Kedelai --- 64

Potret Buram Sektor Pertanian --- 66

Apakah Bulog Bisa Dipercaya? --- 68

Atasi Lonjakan Harga Kedelai, Bangun Pertanian yang Kuat--- 69

Bulog Siap Kendalikan Harga Kedelai --- 71

Pertanian Harus Jadi Lokomotif Pembangunan Ekonomi --- 73

Prioritaskan Pertanian --- 75

Rp 9 Triliun untuk Infrastruktur Pertanian--- 77

Importir Berulah, Harga Kedelai Naik --- 78

Petani Takut Menanam Kedelai --- 80

380.000 Ha Tanaman Kelapa Tak Produktif --- 81

Produksi Padi Kota Padang Ditargetkan 10.000 Ton --- 82

Krisis kedelai, potret kebijakan pangan yang buruk --- 83

Petani Diimbau Selektif Jual Benih --- 85

Cirebon dan Indramayu Krisis Urea --- 86

Reformasi Pangan dari Meja Makan --- 88

Pengamanan Pangan --- 90

Impor Kedelai Bulog 650.000 Ton --- 92

Membangun Ketahanan Pangan dengan Replikasi Modalitas Industri Gula --- 94

700 Ton Beras Disiapkan Untuk OPK --- 96

Petani Kesulitan Benih --- 97

(5)

1.000 ha Sawah Gagal Tanam --- 99

Petani Sulit Memperoleh Pupuk ---100

Reformasi Sektor Pertanian ---102

Petani Tidak Tertarik ---105

Tidak Berdaulat atas Pangan ---106

Urea Masih Langka di Indramayu---108

Pupuk Palsu Diduga Mulai Beredar ---110

HKTI dan BUMN Watch Siap Perangi Mafia Pupuk ---111

Kadin : Pemerintah Harus Stabilkan Pangan ---112

Tiga Jurus Tingkatkan Produksi Kedelai ---114

20.844 Hektare Lahan di Pessel Telantar ---116

Cadbury Bantu Petani Kakao ---117

Dana Petani Rp 100 Juta Per Desa ---118

Produksi Pertanian dan Ketidakpastian Iklim ---119

DPRD Janji Prioritaskan Pangan ---122

Bioenergi dan Krisis Pangan ---123

Ironi Petani di Tanah Merdeka ---125

Ketahanan Pangan Sudah Lampu Merah ---129

(6)

Berkhas 1 Volume VI Januari 2008

Kompas Rabu, 02 Januari 2008

Pa n e n D in i

Pe t a n i Ba w a n g Pu n H a r u s Be r pa cu de n ga n H u j a n

Siwi Nurbiajanti

Hamparan tanaman bawang merah di areal pertanian Kelurahan Limbangan Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, terlihat ambruk, Senin (31/12). Daunnya rebah dan hampir melekat pada tanah. Ujung daunnya memerah dan hampir kering.

Puluhan petani dan buruhnya terlihat sibuk memanen bawang merah di areal itu. Mereka mencabut satu per satu tanaman bawang yang mulai ambruk, dan mengumpulkannya dalam bentuk ikatan-ikatan. Kesibukan tersebut terlihat hampir menyeluruh di kawasan pertanian yang berjarak sekitar 4 kilometer dari ibu kota Kabupaten Brebes itu.

Sejak satu pekan lalu, para petani di Kelurahan Limbangan Kulon mulai memanen tanaman bawang mereka. Selain untuk mendapatkan umbi bawang, mereka juga berusaha menyelamatkan tanaman bawang merah yang sudah mulai rusak akibat terkena hujan. Upaya tersebut merupakan penyelesaian masalah terbaik untuk menghindari gagal panen.

Tolidum (43), petani bawang merah di Kelurahan Limbangan Kulon, mengatakan, pada musim hujan seperti saat ini, tanaman bawang merah mudah rusak. Daun tanaman yang semula berdiri tegak akan ambruk setelah terkena hujan besar yang disertai angin.

Penyerapan makanan pada tanaman tersebut juga tidak sempurna sehingga sebagian daunnya memerah. Bahkan, apabila banjir melanda wilayahnya, tanaman bawang akan terendam air sehingga umbi bawang mudah keropos dan hancur.

Oleh karena itu, untuk menyelamatkan usaha, saat ini sebagian besar petani di wilayahnya memanen tanaman bawang pada usia 45 hingga 50 hari. Padahal, seharusnya, bawang dipanen pada usia 55 hari hingga 60 hari.

Hari itu Tolidum bersama sekitar enam buruhnya juga sedang memanen bawang merah di atas lahan seluas 2.000 meter persegi. Tanaman bawangnya dipanen pada usia 50 hari.

Menurut dia, usia tanaman bawangnya sudah tidak dapat diperpanjang lagi karena daunnya mulai ambruk. Apabila terkena hujan lagi, tanaman akan membusuk sehingga umbinya mudah keropos.

Selain itu, ia memanen tanamannya sebelum bulan Januari untuk menghindari hujan yang semakin besar lagi. Sesuai pengalamannya selama ini, pada bulan Januari sering muncul hujan besar yang dapat mengakibatkan banjir.

Tolidum mengatakan, akibat panen yang dilakukan sebelum waktunya, umbi bawang yang dihasilkan kecil-kecil. Dari lahannya tersebut hanya dihasilkan sekitar 1,5 ton bawang merah. Pada musim panen lalu, dari lahan yang sama dapat dihasilkan sekitar 2 ton bawang merah.

Harga bawang merah dengan ukuran kecil-kecil juga lebih rendah jika dibandingkan dengan bawang merah ukuran besar yang mencapai Rp 5.000 per kilogram. Bawang merah hasil panennya diperkirakan hanya laku sekitar Rp 3.500 per kilogram. Terlebih saat ini, harga bawang merah secara umum turun akibat turunnya kualitas bawang merah petani.

(7)

Kompas Rabu, 01 Januari 2008

Harga bawang dengan kualitas bibit mencapai dua kali lipat jika dibandingkan dengan harga bawang untuk konsumsi. Namun, untuk menghasilkan bawang kualitas bibit, Tolidum harus mengeringkan bawang itu dengan cara digantung atau ditarang selama empat bulan. Selama proses itu, bawang merah harus dikipasi atau diberi penghangat agar tidak rusak.

Cara tersebut telah dilakukannya selama tiga tahun terakhir. Namun, konsekuensinya, ia tidak memiliki penghasilan selama panen hingga waktu penjualan tanaman bawang. Padahal, ia harus menghidupi istri, Rohisah (43), dan empat anaknya. Oleh karena itu, ia mencari pekerjaan lain, seperti menjadi tukang bangunan.

Lemboh (45), petani lainnya di Kelurahan Limbangan Kulon, juga memanen tanamannya saat usia 45 hari. Meskipun demikian, ia tidak menjadikannya bibit, tetapi langsung menjualnya untuk bawang konsumsi. Hasil tebas bawang Rp 5 juta yang diperoleh dari lahannya seluas 2.000 meter persegi hanya cukup untuk menutup biaya produksi.

(8)

Berkhas 3 Volume VI Januari 2008

Kompas Rabu, 02 Januari 2008

W a spa da i Pr odu k si Be r a s 2 0 0 8

Se lu a s 5 6 .0 3 4 H e k t a r Ta n a m a n Pa di D ila n da Ba n j ir

Jakarta, Kompas - Banjir yang melanda 56.034 hektar tanaman padi di Pulau Jawa tidak bisa dianggap enteng. Akibat bencana banjir, potensi kehilangan hasil produksi tahun 2008 bisa lebih besar dari rata-rata lima tahunan, apalagi La Nina diperkirakan menghadang tahun ini.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir, Selasa (1/1) di Jakarta, menegaskan, pemerintah harus membuat langkah nyata untuk mengatasi ancaman produksi beras tahun 2008.

Selain tetap menjalankan kebijakan jangka panjang, pemerintah juga mutlak membuat terobosan jangka pendek.

Kegagalan mengatasi persoalan jangka pendek akan memaksa bangsa ini untuk kembali terjerumus dalam kebijakan importasi beras.

Sebelum semua itu terjadi, langkah konkret dibutuhkan untuk menyelamatkan produksi dan nasib petani.

Menurut Winarno, dalam kondisi terjepit bencana seperti ini, para petani jelas membutuhkan modal. Bagi petani yang pandai dan memiliki lahan luas, hal itu tidak menjadi masalah. Pasalnya, mereka bisa memanfaatkan momentum kenaikan harga gabah di musim paceklik untuk mengumpulkan modal.

Akan tetapi, bagi petani gurem, modal usaha untuk menanam ulang tidak mudah didapat. Belum lagi persoalan bibit. Winarno mengatakan, dalam impitan bencana ini, pemerintah harus mengupayakan peningkatan produktivitas di lahan yang tidak terkena banjir.

Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan benih unggul berkualitas serta dukungan modal dalam rangka meningkatkan penerapan teknologi pertanian.

Teknologi polimer

Dalam rangka menghadapi dampak kekeringan akibat La Nina, sudah saatnya diterapkan teknologi polimer penyimpan air. Cara ini bisa dilakukan di daerah sentra produksi beras. Menurut Winarno, teknologi terbaru dalam bentuk gel yang berfungsi menabung air saat hujan dan melepaskan air saat kemarau ini mendesak untuk diterapkan.

Tiap satu kilogram polimer penyimpan air yang ditebarkan di lahan beririgasi teknis seluas 1 hektar mampu menyimpan 1,8 ton air. Adapun lahan semiteknis membutuhkan 2 kg polimer per hektar, dan lahan tadah hujan 3 kg polimer per hektar.

"Penanaman pohon dan pembangunan embung memang harus dilakukan, tetapi itu jangka panjang. Petani butuh solusi jangka pendek juga," katanya.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Departemen Pertanian Ati Wasiati mengatakan, bencana alam yang melanda wilayah Indonesia bagian timur karena pengaruh angin tropis dari Australia merusak puluhan ribu hektar tanaman padi di Jawa.

(9)

Kompas Rabu, 02 Januari 2008

Bencana diperkirakan belum akan berakhir karena masuk awal tahun 2008 giliran tanaman padi di wilayah Indonesia barat, seperti di Jawa Barat dan Sumatera, yang akan menjadi korban La Nina. Padahal, wilayah Jawa Barat selama ini memberikan kontribusi terbesar dalam hal kerusakan tanaman padi akibat kekeringan.

Di Jawa Tengah luas tanaman padi yang kebanjiran periode Oktober-30 Desember 2007 seluas 28.595,75 hektar dan tersebar di 16 kabupaten. Dalam bencana banjir ini, tanaman padi yang paling banyak rusak terdapat di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yakni sekitar 10.000 hektar.

Menurut Ati, di Jawa Timur tanaman padi yang kebanjiran dalam periode yang sama 24.781,78 hektar. "Sekitar 11.000 hektar kebanjiran terjadi dalam sepekan terakhir ini," katanya.

Sementara itu, di wilayah Jawa Barat, banjir baru melanda 2.211 ha tanaman padi, dan di Banten hanya menimpa 446 ha. Apabila dihitung secara keseluruhan, total tanaman padi yang dipastikan puso seluas 1.048,03 hektar.

Namun, jika tanaman yang kebanjiran tidak segera ditanami kembali dan dilakukan pemupukan ulang, dikhawatirkan luasan tanaman yang puso meningkat.

Dengan menghitung produktivitas tanaman padi di Jawa per hektar 4,8 ton gabah kering giling (GKG), setidaknya produksi GKG berkurang 5.030 ton. Jumlah kerugian itu belum dihitung ongkos produksi ekstra yang harus dikeluarkan petani untuk penanaman ulang dan pemupukan.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono pekan lalu mengatakan, dibandingkan dengan musim hujan tahun 2006, kerusakan tanaman padi dan mengakibatkan puso pada musim hujan kali ini jauh lebih kecil.

Data Departemen Pertanian per 28 Desember menunjukkan, selama musim hujan Oktober-28 Desember 2007 total luas tanaman padi yang kebanjiran di seluruh Indonesia 66.276 hektar. Dari luasan itu hanya 6.676 hektar yang puso.

(10)

Berkhas 5 Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Pe t a n i Cila ca p Se m a k in Su lit Be li Pu pu k

[CILACAP] Para petani di sejumlah kecamatan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengeluh, karena musim tanam kali ini direpotkan dengan sulitnya memperoleh pupuk. Petani di daerah perbatasan seperti Majenang dan Wanareja, banyak yang membeli sampai ke provinsi tetangga yaitu ke Kota Banjar dan Ci- amis, Jawa Barat.

"Kalau ke Cilacap saya butuh waktu sampai dua jam, tapi kalau Banjar cukup 30 menit. Di Banjar lebih mudah memperoleh pupuk, di Cilacap belum tentu ada," kata Satim (50) petani Wanareja, Cilacap Barat, di Cilacap, Rabu (2/1).

Kalau pun di Cilacap ada pupuk, harganya sudah jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Harga Urea isi 50 kg per kantong dengan HET Rp 58.000 per kantong, di pasaran bisa dijual antara Rp 70.000 sampai Rp 75.000 per kantong. "Hal ini jelas memberatkan kami," katanya.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Cilacap, H Sudarno menyatakan, sangat prihatin dengan langkanya pupuk dan harganya yang melambung, pada saat petani sangat membutuhkan.

Beberapa daerah sentra padi seperti Kroya, Adipala, Maos, Nusawungu, Jeruklegi, Majenang, Wanareja dan sebagainya paling sulit memperoleh pupuk. Harga pupuk lain seperti SP 36 isi 50 kg per kantong yang harga resminya Rp 90.000 per kantong juga naik menjadi Rp 120.000 per kantong.

(11)

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Pe t a n i Tola k Pe n u r u n a n Be a M a su k Be r a s I m por

[ JAKARTA ] Langkah pemerintah menurunkan tarif bea masuk (BM) impor beras sebesar Rp 100 per kg dari Rp 550 menjadi Rp 450 per kg menuai protes dari kalangan petani. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir menilai kebijakan tersebut tergesa-gesa mengingat pemerintah melalui Perum Bulog belum maksimal membeli beras petani. Menurut Winarno akan lebih baik jika pemerintah mendesak Bulog memaksimalkan perannya dalam menyerap beras petani untuk memudahkan operasi stabilisasi harga beras.

"Penurunan bea masuk itu jelas tidak memproteksi petani. Seharusnya pemerintah menaikkan bea masuk, ini malah menurunkan. Padahal bea masuk kita sudah sangat kecil dibandingkan negara-negara di ASEAN lainnya, seperti Thailand," tegas Winarno kepada SP, Rabu (2/1).

Sebelumnya secara terpisah, Menteri Keuangan melalui peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 180/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif BM atas Impor Beras mengatur tarif BM impor beras turun dari Rp 550 per kg menjadi Rp 450 per kg. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, penurunan itu atas permintaan Bulog untuk meringankan beban Perum Bulog dalam melakukan stabilisasi harga beras di pasaran dalam negeri.

Sedangkan Menko Perekonomian Boediono, mengatakan, kebijakan menurunkan BM impor beras tersebut diambil pemerintah karena saat ini harga beras di tingkat dunia meningkat sementara Bulog memiliki kewajiban menstabilkan harga komoditas pangan tersebut di dalam negeri dengan menggunakan beras impor.

Lebih lanjut Winarno mengatakan, penurunan bea masuk akan merugikan petani produsen karena harga beras petani bisa jatuh. Kalau memang sasarannya untuk keperluan untuk orang miskin, penambahan atau perluasan alokasi raskin saat ini sudah tepat meski kenaikan harganya terlalu tinggi.

Senada dengan Winarno, Sekjen Wahana Masyarakat Tani Indonesia (WAMTI), Agusdin Pulungan menolak keras langkah pemerintah menurunkan tarif bea masuk beras impor merupakan kebijakan yang distrotif terhadap pasar beras petani kecil. Sebagai produsen padi di tanah air, petani kecil harusnya memperoleh perlindungan dari pemerintah dari serbuan beras impor.

Agusdin mengatakan, tingginya harga beras dunia saat ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah sebagai insentif kepada petani untuk meningkatkan produktivitasnya. "Saya jadi meragukan gembar-gembor Dirut Perum Bulog yang ingin menjadikan Indonesia sebagai eksportir beras," tegasnya.

Selalu Buruk

(12)

Berkhas 7 Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan Rabu, 02 Januari 2008

Sementara itu, Dirut Perum Bulog, Mustafa Abubakar membantah tudingan tersebut. Menurut Musthafa, kebijakan itu untuk meringankan Bulog dalam upaya menstabilkan harga beras di dalam negeri. Menurut dia, penurunan BM impor beras tersebut tidak akan berdampak terhadap harga pembelian gabah petani karena peningkatan harga beras di pasar dunia saat ini dari US$295 per ton menjadi US$330 per ton masih terlalu tinggi dibandingkan turunnya tarif impor beras yang hanya Rp 100/kg.

(13)

Jurnal Nasional Kamis, 03 Januari 2008

Ek on om i M ik r o/ Se k t or Riil

Ke t ik a H a r ga Ca ba i Ra w it Pe t a n i An j lok

PETANI cabai rawit di Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur(NTT) nyaris frustasi. Harga anjlok berkisar Rp2.000 per kilogram(kg). Sebagian besar petani menjemur hasil panen dengan harapan dijual setelah harga tinggi. Namun, ada juga yang mencabut pohon cabai meskipun masih banyak buahnya.

Seorang petani di Kecamatan Suralaga, Lomtim, NTB, Parhun (48), Rabu(2/1), seperti dikutip Antara mengatakan, petani di sana kebanyakan menjemur cabe rawit hasil panen meskipun dalam keadaan hujan karena harga terlalu rendah. "Harga cabe rawit di petani hanya Rp2.000 per kg, belum dipotong biaya upah petik Rp700 per kg, jadi harga bersih yang diterima petani hanya Rp1.300," katanya.

Menyiasati anjloknya harga komoditas ini, petani setempat menjemur hingga kering cabe rawit panen, kemudian menyimpan sambil menunggu pedagang pengumpul membeli dengan harga tinggi, walaupun harus menunggu sampai berbulan-bulan.

Parhun mengatakan, harga cabe rawit beberapa minggu lalu sempat Rp6.000 per kg, dengan upah buruh petik Rp1.000 per kg. Harga ini, katanya, cukup memberikan keuntungan lumayan bagi petani. Ternyata, harga itu tidak bertahan lama.

"Saya tidak tahu penyebab merosotnya harga, hingga membuat petani banyak yang mencabut tanaman cabe rawit meskipun buahnya masih banyak. Mereka lebih memilih menanam padi karena persediaan air mencukupi," ucapnya.

Petani lainnya, Repaah, mengatakan, rendahnya harga cabe rawit membuat beban hidup semakin berat, di tengah harga kebutuhan pokok terus naik.

Perempuan 52 tahun ini menyatakan, rendahnya harga petani saat panen raya, membuat para pemuda enggan membantu orangtua mereka menggarap sawah dan memilih menjadi TKI meskipun harus mengeluarkan ongkos besar.

"Anak saya yang laki-laki semua sudah pergi ke Malaysia menjadi TKI, karena tidak bisa punya uang banyak kalau bekerja menjadi petani," ujarnya.

Para petani di Lomtim NTB itu berharap, pemerintah cepat turun tangan mengatasi persoalan rendahnya harga cabai rawit petani yang sudah menjadi langganan setiap kali panen raya ini.

(14)

Berkhas 9 Volume VI Januari 2008

Kompas Kamis, 03 Januari 2008

Ku a lit a s Ga ba h Bu r u k

D e pt a n Ku cu r k a n D a n a Rp 8 0 M ilia r u n t u k Pa sca pa n e n

Jakarta, Kompas - Semua pihak harus mengantisipasi kemungkinan anjloknya harga gabah petani pada panen raya mendatang. Pasalnya, panen padi berlangsung di musim hujan dengan sifat hujan lebih basah dibandingkan dengan rata-rata 30 tahun (1971-2000). Hal ini menyebabkan kualitas gabah buruk.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Perum Bulog Mohammad Ismet, Rabu (2/1) di Yogyakarta, menyatakan, intensitas hujan lebih tinggi meningkatkan kadar air dalam tiap bulir padi. Proses pengeringan pun terganggu dan menyebabkan warna beras berubah.

"Panen raya di musim rendeng (hujan) dengan sifat hujan normal sudah membuat harga gabah jatuh. Apalagi ada masalah baru berupa penurunan kualitas gabah dan beras. Diperkirakan harga gabah petani anjlok," kata Ismet.

Berdasarkan laporan Badan Meteorologi dan Geofisika terbaru, curah hujan Januari-Februari 2008 tergolong tinggi, yakni rata-rata 100-150 milimeter per bulan. Adapun curah hujan bulan Maret rata-rata 50-100 milimeter per bulan. Padahal, curah hujan 70 milimeter per bulan sudah masuk kategori hujan lebat.

Tingginya curah hujan memperburuk kualitas panen. Sementara berdasarkan perhitungan Departemen Pertanian, panen padi bulan Februari mencapai 4,06 juta ton beras, Maret (5,87 juta ton), April (4,6 juta ton).

Persoalan makin pelik karena setidaknya dua minggu menjelang panen dilakukan, sawah harus dalam proses pengeringan agar kualitas gabah dan beras terjamin.

Selamatkan petani

Menurut Ismet, untuk mempertahankan harga gabah di tingkat petani agar tetap bagus atau minimal sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP), Bulog akan memaksimalkan penyerapan gabah atau beras petani selama puncak panen. Caranya, mengoptimalkan kerja sama dengan organisasi tani, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Kontak Tani Nelayan Andalan, Induk Koperasi Tani, dan lembaga sejenis.

Agar penyerapan gabah dari petani lancar, Bulog juga akan mengoptimalkan Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) milik Bulog yang memiliki kapasitas produksi 3 ton per jam dan dilengkapi alat pengering. Dengan cara ini, nasib petani diharapkan bisa diselamatkan.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Djoko Said Damarjati menjelaskan, pemerintah pusat mengalokasikan dana Rp 80 miliar untuk meningkatkan kualitas gabah petani dalam program gerakan pengamanan pascapanen.

Dana itu untuk pembelian peralatan pertanian pascapanen, pendampingan, dan pengawalan. Alat-alat itu berupa sabit bergerigi (103.000 buah), alat perontok padi manual (1.000), alat perontok padi mekanik (400), dan 40.000 terpal ukuran 8 m x 8 m.

(15)

Kompas Jumat, 04 Januari 2008

W a spa da i Kr isis Pa n ga n 2 2 Pr ov in si

Be r a s Bu log y a n g D ipa sok k e Kor ba n Ba n j ir 1 .7 8 0 Ton

Jakarta, Kompas - Krisis pangan dan kebutuhan pokok bisa terjadi setidaknya di 22 provinsi yang bukan penghasil beras. Itu perlu diwaspadai karena bencana banjir di beberapa daerah, tingginya gelombang air laut, dan naiknya harga minyak di pasar dunia bisa menghambat kelancaran transportasi nasional.

Hal itu akan mengganggu distribusi bahan makanan ke daerah-daerah tersebut. Demikian dikatakan dikatakan Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kehutanan sekaligus Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Penanggulangan Kemiskinan Bayu Krisnamukti di Jakarta, Kamis (3/1).

"Yang menjadi masalah adalah transportasi. Kalau di darat terjadi banjir, lalu di laut gelombang tinggi, dan harga minyak berubah sangat tinggi, itu akan menyebabkan armada kapal laut mengurangi intensitas pelayaran antarpulaunya," ujar Bayu.

Menurut dia, di Indonesia hanya ada 11 provinsi yang mengalami surplus beras, yakni lima provinsi di Pulau Jawa (kecuali DKI Jakarta), Bali, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu, 22 provinsi lainnya harus menunggu pasokan beras dari 11 daerah penghasil beras itu. Pasokan beras nasional bisa terganggu karena pada tahun 2008 diperkirakan akan terjadi kelebihan air akibat pengaruh iklim LaNina yang membawa banyak sekali hujan.

Curah hujan akan sangat tinggi pada Januari dan Februari 2008. Kondisi itu mengharuskan adanya perhatian khusus karena penanganan areal sawah yang tergenang banjir akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan penanganan akibat kekeringan seperti yang dialami akhir tahun 2006 hingga awal tahun 2007.

Kewaspadaan harus diarahkan pada kemungkinan penurunan mutu beras akibat terendam air terlalu lama.

Selain itu, produksi beras bisa merosot karena pada kondisi banjir, prioritas petani akan menyelamatkan diri dan keluarganya terlebih dahulu, sedangkan lahan sawahnya akan dibiarkan. Jika produksi merosot, dikhawatirkan harga beras akan naik.

"Kemungkinan produksi beras belum terpengaruh karena masa panen baru berlangsung Februari atau Maret 2008. Saat ini memang belum mengkhawatirkan karena dari 11 juta hektar areal produksi beras, yang dilanda banjir mencapai 50.000 hektar," ujar Bayu.

Daerah banjir

Bayu menegaskan, pasokan beras perlu diperhatikan karena beberapa daerah di Pulau Jawa menjadi korban banjir hingga harus mendapatkan pasokan beras dari Perum Bulog.

(16)

Berkhas 11 Volume VI Januari 2008

Republika Jumat, 04 Januari 2008

M e n t a n : Ba n j ir t a k Ga n ggu Pr odu k si Pa di N a sion a l

Jakarta-RoL -- Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan gagal panen (puso) tanaman padi yang mencapai 29.722 ha akibat banjir yang melanda sejumlah wilayah tidak mengganggu produksi padi nasional.

"Banjir tahun ini tidak terlalu mengganggu produksi nasional, bahkan target produksi tahun 2008 masih dapat diproyeksikan meningkat lima persen atau sekitar 60-61 juta ton gabah kering giling," kata Mentan Apriyantono, usai Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (4/1).

Anton juga menjelaskan, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa tidak mengganggu ketahanan pangan.

Pemerintah katanya, terus memonitoring 109.206 ha lahan tanaman padi yang sempat terendam banjir yang berdampak pada rusaknya tanaman padi di sejumlah lokasi.

"Jika lahan tanaman padi terendam lebih dari satu minggu ada kemungkinan puso meningkat, tetapi kalau kurang dari satu minggu relatif puso lebih rendah," katanya.

Menurutnya, banjir tahun ini menyebabkan puso lebih rendah dibanding tahun sebelumnya atau dibanding rata-rata dalam lima tahun.

Tahun 2006, dari 127.577 ha areal persawahan yang terkena banjir sebanyak 51.326 ha di antaranya puso.

Anton menambahkan, bahwa luas tanaman tanam padi tahun 2008 diperkirakan meningkat 300.000 ha dari 2,08 juta ha pada akhir Desember 2007.

Sementara itu, Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar menyatakan pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan pangan. Ia menjelaskan, persediaan beras per 3 Januari 2008 mencapai 1,6 juta ton.

Mustafa menambahkan, terkait dengan bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah, Bulog telah menyalurkan 2.000 ton beras terdiri atas 1.000 ton di Jawa Timur dan 1.000 ton di Jawa Tengah.

Menteri Perekonomian Boediono mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan bahwa saat ini merupakan waktu sangat krusial, namun tidak ada alasan tidak mencapai sasaran kestabilan harga maupun ketersediaan bahan pokok.

(17)

Suara Pembaruan Jumat, 04 Januari 2008

Pr odu k si Pa di di Be n gk u lu M e n in gk a t 2 5 Pe r se n

[BENGKULU] Produksi padi di Provinsi Bengkulu tahun 2007 sebanyak 472.788 ton gabah kering giling (KGK) atau meningkat 25 persen dari tahun lalu sebanyak 378.375 ton GKG. Ini karena meningkatnya intensitas tanam dari sekali menjadi dua kali setahun.

"Selain itu, bibit padi yang ditanam sebagian besar varitas unggul dan membaiknya jaringan irigasi sehingga hasilnya meningkat dari 3,5 ton menjadi 6,5 ton GKG per hektare (ha)," kata Wakil Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu, Winardi Pangarbesi kepada SP, di Bengkulu, Kamis (3/1).

Pada tahun 2007, Provinsi Bengkulu surplus beras sekitar 20.000 ton. Namun, surplus ini tidak terlihat secara nyata di lapangan.

Pasalnya, ketika para petani melaksanakan panen sebagian besar beras yang dihasilkan dijual ke sejumlah provinsi tetangga, seperti ke Padang, Sumsel, Jambi dan Lampung. Dari data statistik menunjukan pada tahun 2007 lalu, Provinsi Beng-kulu mengalami surplus beras 40.000 ton.

Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu pada 2008 menargetkan produksi padi meningkat lebih besar lagi dari tahun lalu, sehingga daerah ini bisa memberikan kontribusi terhadap stok pangan nasional. Dinas Pertanian akan melakukan peningkatan sarana irigasi, meningkatkan penyedian bibit padi varitas unggul.

(18)

Berkhas 13 Volume VI Januari 2008

Kompas Sabtu, 05 Januari 2008

3 5 .6 6 7 H e k t a r Sa w a h Ru sa k

Polda Ja ba r Kir im 6 0 Pe r son e l u n t u k An t isipa si Ba n j ir di

Pa n t u r a

JAkarta, Kompas - Kerusakan lahan tanaman padi akibat banjir di Jawa Tengah, hingga Jumat (4/1) siang, tercatat 35.667,7 hektar yang tersebar di 18 kabupaten dari 35 kabupaten dan kota di provinsi itu. Kerusakan paling luas terjadi di Kabupaten Sragen yang mencapai 10.415 hektar.

Kepala Dinas Pertanian Jawa Tengah Aris Budiono, Jumat, mengatakan, pemerintah provinsi sudah sempat mengajukan permohonan bantuan benih dan pupuk kepada pemerintah pusat. Namun, pengajuan itu masih menggunakan data kerusakan hingga 29 Desember 2007, yaitu sekitar 30.869 hektar. Pemprov Jateng sementara ini baru mengajukan bantuan 772 ton benih dan 7.473 ton pupuk urea.

"Rata-rata lahan yang rusak sudah ditanami benih berusia 10 hari hingga 85 hari. Kami masih memonitor perkembangan laporan lahan yang rusak," ujar Aris.

Disebutkan, satu hektar sawah di Jateng rata-rata mampu menghasilkan 5,6 ton gabah kering panen (GKP). Oleh karena itu, potensi kehilangan akibat bencana ini bisa mencapai sekitar 199.735,2 ton GKP.

Sejumlah petani yang lahan sawah miliknya tergenang air akibat banjir di Sukoharjo, Solo, Sragen, dan Wonogiri berharap pemerintah dapat memberikan bantuan benih untuk masa tanam pertama. "Benih padi yang sudah kami tanam membusuk karena terendam air banjir. Semoga pemerintah bisa memberi benih atau obat-obatan, karena setelah banjir ini biasanya akan ada hama yang menyerang padi," ujar Joko Walino (48), warga Kelurahan Ngemplak, Sukoharjo.

Sawah seluas satu hektar miliknya tergenang air lebih dari tiga hari, padahal padi yang ditanam masih berusia dua minggu. Dia terpaksa harus merelakan bibit sebanyak 50 kilogram yang ditanamnya rusak.

Kerusakan juga dialami petani yang berada di sekitar daerah aliran sungai. Warga Lampok, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonigiri, Marmo (43), bahkan kehilangan sebagian lahan sawah lantaran tergerus aliran air. Dari satu hektar sawah, kini hanya tersisa seperempatnya.

Mintorejo (65), petani di Dusun Pinggir, Telukan, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, rugi sekitar Rp 2 juta akibat sawahnya seluas 7.500 meter persegi terendam banjir. Sebagian bahkan terkena oli dari pabrik di sebelah petak sawahnya yang juga kebanjiran. "Sebagian besar tanaman di sawah saya harus diganti karena rusak terkena banjir," katanya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo Giyarti menyatakan, sejauh ini, dari data yang dihimpun pemerintah kabupaten sebanyak 3.799 hektar sawah terendam air. "Kami masih terus mendata. Tetapi, diperkirakan sekitar 1.000 lebih terancam puso. Rata-rata usia tanaman padi yang terendam dan puso di bawah satu bulan," ujarnya, Jumat.

Rumput laut

(19)

Kompas Sabtu, 05 Januari 2008

Muslich (32), petani rumput laut di Desa Randusanga Kulon, mengatakan, semua petani rumput laut di wilayahnya juga petani tambak bandeng. Budidaya rumput laut dilakukan secara tumpang sari dengan bandeng. Luas areal tambak di daerah itu sekitar 200 hektar, dengan jumlah petani sekitar 100 orang.

(20)

Berkhas 15 Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan Sabtu, 05 Januari 2008

Kon su m e n Ke lu h k a n H a r ga Be r a s Tin ggi

[JAKARTA] Harga beras yang terus naik sejak sebelum hari Natal menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Dengan pendapatan yang tetap, konsumen harus mengurangi pembelian beras yang biasanya mereka lakukan.

"Soalnya, rata-rata semua harga bahan makanan naik. Sedangkan gaji suami saya tidak. Jadi terpaksa beli berasnya harus dikurangi. Biasanya sekali beli bisa sampai lima kilo, sekarang harus berkurang, supaya makanan yang lain juga terbeli," kata pengunjung Pasar Senen, Jakarta Pusat, Ani Kusniati kepada SP, Jumat (4/1).

"Kalau beras kan orang harus beli. Jadi walaupun harganya mahal, harus dibeli juga. Tapi mungkin jatah waktu belinya yang dikurangi. Soalnya saya cuma dikasih uang belanja yang pas-pasan dan harus cukup untuk beli-beli yang lain juga," ujar Rita Astuti, pembeli lainnya.

Penurunan daya beli ini mempengaruhi keuntungan yang didapat pedagang dari penjualan beras. "Persediaan beras saya masih lumayan banyak. Tapi akhir-akhir ini keuntungan dari jual beras ini menurun. Karena selain harganya mahal, masyarakat juga belinya sedikit-sedikit," kata pemilik sebuah toko di Jakarta Pusat, Hermawan.

Persediaan dan penyaluran beras masih berjalan normal. Belum terjadi penurunan yang drastis. Pedagang-pedagang kecil umumnya membeli dari pengecer beras untuk pembelian menengah ke bawah.

Hal ini dikarenakan biaya distribusi dan sewa mobil yang tergolong tinggi untuk pembelian dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta. Kenaikan harga beras yang terjadi pada Kamis (3/1) ternyata berpengaruh kepada beberapa pedagang beras di Pasar Senen.

Harga IR64-I naik Rp 500 menjadi sekitar Rp 6.000 per kilogram (kg), harga IR64-II naik Rp 300 menjadi sekitar Rp 5.500 per kg dan beras premium naik Rp 500 menjadi sekitar Rp 7.000 per kg..

(21)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 Januari 2008

Hasil pantauan di PIBC memang belum terjadi lonjakan harga yang berarti. Menurut pemilik kios UD Solo Jaya, Siti Sumarni, harga belum berubah sejak 1 Januari lalu. "Kenaikan sudah terjadi ketika sebelum dan sesudah Natal 2007. Hari ini harganya masih sama dengan dua hari lalu. Kalaupun besok naik, mungkin kenaikannya hanya sekitar Rp 100. Begitu juga sebaliknya," kata dia.

(22)

Berkhas 17 Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan Sabtu, 05 Januari 2008

St ok Pa n ga n di Ja w a Tim u r Am a n

[SURABAYA] Stok pangan di Jawa Timur (Jatim) tetap aman, meskipun 34.091 hektare (ha) lahan pertanian tanaman pangan yang tersebar di 17 dari 38 kabupaten/kota di provinsi ini terendam banjir dan tanah longsor.

"Luas lahan pertanian di Jatim 1,7 juta ha. Jadi ketersediaan pangan tidak perlu dikhawatirkan akibat banjir dan tanah longsor," kata Gubernur Jatim, Imam Utomo Suparno, seusai penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBD 2008 di Kantor Gubernur di Surabaya, Kamis (3/1).

Provinsi Jatim merupakan lumbung pangan nasional. Pada produksi beras di daerah mencapai 6,8 juta ton beras dan surplus 3,34 juta ton. Sedangkan produksi beras tahun sebelumnya 5,87 juta ton dan mengalami surplus beras 2,43 juta ton.

Dari 34.091 ha lahan pertanian tanaman pangan yang terendam banjir, terparah terjadi di Bojonegoro. Di kabupaten ini tercatat 13.524 ha lahan terendam banjir Bengawan Solo. Angka tersebut memungkinkan terus bertambah, karena laporan terbaru dari Kabupaten Tuban menyebutkan areal sawah yang terendam meningkat dari sebelumnya 717 ha menjadi 6.000 ha.

Padi yang terendam air rata-rata baru berusia 20 hari. Sedangkan kerugian material akibat padi yang rusak tersebut diperkirakan Rp 2 juta per ha. Dengan demikian, total kerugian akibat pusonya tanaman pangan di Jatim mencapai Rp 68 miliar lebih.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim akan membantu memberikan bibit baru bagi tanaman yang rusak akibat banjir dan tanah longsor, berapa pun bibit baru yang dibutuhkan petani.

(23)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 Januari 2008

Ta n a m a n Pa di M e m bu su k

[CILACAP] Banjir yang melanda areal pesawahan di beberapa kecamatan di Kabupupaten Cilacap, Jawa Tengah, setiap hari terus bertambah luas. Genangan air di sawah pun sudah berlangsung sepekan dan belum ada tanda-tanda akan surut, karena hujan masih juga turun sampai Sabtu (5/1) pagi.

"Petani saya imbau waspada, karena genangan di sawah menjadi ancaman. Bila genangan tak surut bibit bisa menjadi busuk," kata Kepala Dinas Pertanian (Dipertan) Cilacap Anton Santosa, di Cilacap, Sabtu pagi.

Dikatakan, petani harus berupaya agar tidak kehilangan bibit padi yang tergenang karena setiap hektare sawah minimal butuh dana Rp 500.000 untuk bibit dan biaya tanam. Luas sawah yang tergenang saat ini sekitar 2.000 hektare (ha), dari total 63.000 ha. Kalau dilihat persentasenya, luas genangannya masih sedikit dibanding yang bebas genangan.

Harus dipikirkan nasib petani yang sawahnya tergenang seperti yang ada di Kecamatan Sampang, Kroya, Adipala, Nusawungu, Sidareja, Kawunganten, Gandrungmangu, Majenang, dan Wanareja. "Daerah tersebut sudah menjadi langganan banjir setiap tahun," katanya.

Tanaman atau bibit padi yang masih muda, hanya bisa bertahan hidup dalam genangan selama tiga sampai sampai empat hari. Bila genangan sudah memasuki hari ke lima, dipastikan batang dan akar bibit itu akan membusuk dan mati, katanya.

Dalam curah hujan biasa, sawah di Cilacap yang tergenang biasanya berkisar antara 2.000 sampai 3.000 ha per tahun. Namun, bila curah hujan tinggi di atas normal, luas genangan di sawah akan lebih dari angka tersebut. Bisa mencapai 5.000 ha.

Daerah yang paling berat menanggung genangan banjir adalah wilayah Cilacap barat seperti Sidareja, Cmanggu, Cipari, Majenang, rata-rata bibit yang terendam baru berusia 25 hari. Sedang di wilayah Cilacap timur meliputi Kecamatan Sampang, Kroya, dan Nusawungu.

(24)

Berkhas 19 Volume VI Januari 2008

Republika Minggu, 06 Januari 2008

I n t e n sifik a si Pa di da n Ke se j a h t e r a a n Pe t a n i

Oleh :

Alik Su t a r y a t

Sebagai tenaga penyuluh, Alik Sutaryat tahu betapa para petani terkuras tenaga, biaya, dan lahan, saat harus menggarap sawah. Biaya besar, hujan tak menentu, hasil panen kecil. Rata-rata petani Indonesia hanya bisa memanen 4-5 ton padi dari setiap hektare sawah. ''Artinya, semua itu tidak ada sisi efisiensinya. Padahal, kalau itu tidak bisa dilakukan, pasti akan ada manfaat yang lebih,'' jelas Alik.

Maka, Alik pun membuka-buka literatur. Ia menemukan SRI, system of rice intensification. SRI ditemukan oleh Henri de Laulanie (Prancis) di Madagaskar pada 1983. Sistem untuk meningkatkan hasil panen padi ini menggunakan pupuk kompos. Pupuk kimia ditinggalkan.

Pada 1960-an, Laulane telah memperhatikan cara tanam para petani di Madagaskar. Dari observasi itulah ia mengembangkan SRI, dengan hasil panen bisa mencapai 8-10 ton padi per hektare. Alik Sutaryat pun mulai mengujicoba sitem ini pada 2000. Pria asli Garut, kelahiran 22 Juni 1960, itu mengungkapkan SRI telah memberikan perubahan dan tingkat efisiensi yang lebih baik. Saat mau memulai sistem ini, banyak orang yang meragukan Alik. ''Sistem ini memang masih baru di Indonesia,'' ujar dia.

Berbekal pengalamannya bekerja di Balai Proteksi, Pertahanan Pangan, dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Alik kemudian mulai menentukan formula apa saja yang bisa menyukseskan idenya tersebut. Saat itu, dari hasil referensi dan pengalaman yang diperolehnya, diketahui kalau untuk menerapkan SRI dalam pola tanam harus diwujudkan dalam pengelolaan lahan pertanian, pemilihan benih, dan ketersediaan air.

`'Meskipun selintas nampak tidak ada bedanya dengan sistem yang konvensional, namun sebenarnya ada beberapa perbedaan. Di antaranya soal ketersediaan air dan pemberiaan pupuk,'' ungkap pria yang tengah menyelesaikan pendidikan magister pertanian-nya di Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, itu.

Alik memaparkan jika dalam sistem konvensional tanaman padi yang ada di sawah diharuskan mendapat pasokan air yang berlimpah-ruah, maka hal itu tidak berlaku jika digunakan SRI. ''Tidak perlu air sampai menggenangi sawah, asal ada air yang mengalir itu sudah cukup,'' kata dia.

Satu lagi yang harus diperhatikan, kata Alik, dengan SRI petani tidak akan dibuat tergantung pada pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Justru, kata dia, dengan SRI petani akan dibiasakan untuk memproduksi pupuk jenis organik yang bahan bakunya disediakan oleh alam. ''Itu keunggulan dari sistem ini. Makanya namanya pun kemudian dipilih intensification, karena dimaksudkan untuk meningkatkan intensifitas dan efisiensi,'' ujar dia.

Harga tinggi

(25)

Republika Minggu, 06 Januari 2008

Setelah dianggap sukses dengan proyek percontohan di Sindangkasih, Ciamis, Alik bersama tim kemudian mulai merintis pembukaan lahan baru di luar kecamatan tersebut. Dan, akhirnya, dipilihlah Kec Lakbok, Panumbangan, Banjarsari, dan Padaherang, yang masih berada di Ciamis. ''Resminya, sejak 3 Januari 2003, Gubernur Jawa Barat sudah mencanangkan penggunaan sistem ini dalam pola tanam pertanian padi di Jawa Barat. Gubernur beralasan, karena sistem tersebut terbukti ampuh dan memiliki kemampuan meningkatkan pendapatan petani,'' jelas dia.

Setelah melalui rangkaian proses yang cukup melelahkan dan memakan waktu yang lama, satu per satu keberhasilan mulai didapat. Alik pun mendirikan Yayasan Aliksa Organic SRI. Alik bepergian ke banyak daerah untuk memberikan pelatihan cara tanam dengan SRI ini. Hingga kini, lahan pertanian di Indonesia yang menggunakan sistem ini sedikitnya sudah mencapai luas 5.962 hektare.

Dari luas tersebut, kata Alik, hampir 1.200 hektare di antaranya berada di Kabupaten Tasikmalaya. Di luar Tasikmalaya, lahan SRI tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

''Saat ini yang sudah mulai menjajaki untuk menerapkan sistem ini adalah Provinsi Papua. Sudah beberapa kali kami memberikan pelatihan di Merauke untuk menjelaskan tentang sistem ini. Jika tidak ada halangan, dua atau tiga bulan ke depan, penanaman pertama akan dilakukan,'' ujar suami dari Yeti Sungkawati, yang berprofesi sebagai bidan.

Dari seluruh lahan yang menggunakan SRI, hasil panennya rata-rata mencapai 7,44 ton per hektare. ''Ini sangat bagus bagi peningkatan pendapatan petani. Mereka bisa meningkatkan kesejahteraannya,'' tutur pria yang menghabiskan pendidikan jenjang S1-nya di Kota Malang, Jawa Timur, itu. Padi hasil panen sawah SRI ini pun lantas digolongkan bukan sebagai padi biasa, melainkan sebagai padi organik. Di pasaran, harga beras organik laku bisa mencapai 8.000-10 ribu per kg. Beras dari sawah yang menggunakan pupuk kimia jauh di bawah itu.

Lewat Yayasan Aliksa Organic SRI, Alik menggandeng Medco Foundation dan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) berupaya memperkenalkan SRI kepada para petani di 33 provinsi. Ia optimistis akan tercapai. Dibantu 154 petugas lapangan yang tersebar di berbagai provinsi, Alik mulai berancang-ancang untuk meng-SRI-kan seluruh areal pertanian padi di Indonesia.

(26)

Berkhas 21 Volume VI Januari 2008

Kompas Senin, 07 Januari 2008

Ba n j ir M e n ga n ca m Ke t a h a n a n Pa n ga n

Pe m e r in t a h H a r u s Ba n t u Pe t a n i da n Ba n gu n Ta n ggu l

Be n ga w a n Solo

Jakarta, Kompas - Banjir mengempaskan harapan ratusan ribu petani dan menghancurkan puluhan ribu tanaman padi di sentra-sentra produksi beras utama di Pulau Jawa. Ancaman gangguan ketahanan pangan makin nyata karena bencana ini terjadi di tengah realisasi tanam padi pada musim hujan belum normal.

Sepanjang musim hujan, dari bulan Oktober sampai nulan Desember 2007, yang akan menyumbang produksi beras terbanyak tahun 2008, realisasi tanam padi hanya 3,96 juta hektar (ha) atau lebih rendah 540.000 hektar dibandingkan dengan luas tanam normal 4,5 juta ha.

Keadaan semakin parah karena bencana terjadi di Pulau Jawa yang merupakan pemasok 65 persen produksi beras nasional.

"Yang menjadi kekhawatiran kalau terjadi pergeseran hujan ke Jawa Barat karena hal itu akan menambah luas tanaman padi yang kebanjiran dan gagal panen atau puso," ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian (Deptan) Sutarto Alimoeso, Sabtu (5/1), di Jakarta.

Di wilayah Jawa Timur, hampir semua daerah sentra produksi beras terkena banjir. Sedikitnya 17 kota/kabupaten kebanjiran. Total tanaman padi yang kebanjiran hingga Jumat malam mencapai 42.239 ha dan 23.483 ha dipastikan gagal panen.

Kondisi tak jauh beda menimpa persawahan di Jawa Tengah. Di sana banjir menghancurkan tanaman padi sedikitnya di 16 kota/kabupaten. Wilayah produksi beras di sepanjang pantai utara Jawa Tengah mulai dari Tegal hingga ke Kudus.

Wilayah selatan Jawa Tengah juga tak luput dari amukan banjir. Total tanaman padi yang kebanjiran di Jateng sekitar 35.708 ha dengan 11.916 ha puso.

Gagal panen juga terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Dari 3.000 ha tanaman padi yang kebanjiran, sekitar 800 ha di antaranya puso.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Departemen Pertanian Ati Wasiati menghitung, sampai Jumat malam lalu sedikitnya 132.043 ha tanaman padi di seluruh Indonesia kebanjiran.

Dari jumlah itu, tanaman padi seluas 42.424 ha dinyatakan puso. Dibandingkan dengan total luas tanam setahun 12,5 juta ha, luasan tanaman padi yang terkena puso tergolong kecil.

Dengan menghitung produktivitas padi rata-rata 4,68 ton per ha gabah kering giling (GKG), setidaknya potensi kehilangan padi sebanyak 198.544 ton GKG atau setara 112.449 ton beras. Apabila harga GKG di tingkat petani Rp 2.600 per kilogram, kerugian petani akibat kegagalan panen mencapai Rp 516 miliar.

Belum akan berakhir

Bencana banjir tampaknya belum akan berhenti. Jawa Barat yang memiliki luas lahan 950.000 ha berpotensi kebanjiran karena hujan Januari-Maret 2008 diperkirakan bergeser ke barat.

(27)

Kompas Senin, 07 Januari 2008

Tahun lalu saja bencana banjir dan kekeringan di Jabar menyebabkan lebih dari 50.000 ha padi rusak.

Bahkan, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat mengimbau petani yang daerahnya rentan terendam banjir agar menahan keinginan menanam padi.

Pemerintah memang menargetkan produksi beras tahun ini naik 5 persen dari target produksi tahun lalu sebanyak 58,18 juta ton. Namun, tidak ada jaminan produksi beras bisa beranjak dari hasil tahun 2007 sebanyak 57,05 juta ton GKG atau setara 32,3 juta ton beras, sebagaimana angka ramalan III Badan Pusat Statistik.

Apabila produksi beras 2007 tidak terlampaui dan ditambah hantaman bencana banjir serta tanah longsor yang terus terjadi, Indonesia kembali akan mengalami persoalan serius soal pangan.

Presiden minta amankan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta, meski saat ini hujan dan banjir terus mengancam, Deptan, Perum Bulog, dan pihak terkait lainnya ikut menjaga keamanan bahan kebutuhan pokok masyarakat, baik dari sisi ketersediaan pangan maupun dari sisi harga yang stabil.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta pemerintah segera menolong petani. Pertama, mendorong petani melakukan gerakan penanaman kembali. Petani juga harus dibantu permodalan karena mereka kehabisan modal untuk tanam padi pada musim rendeng yang menemui kegagalan.

Kedua, pascabanjir kerap banyak hama pengganggu tanaman yang harus diantisipasi kemunculannya. Hama penggerek batang biasanya marak pascabanjir. Ketiga, tanaman padi dalam kondisi rusak berat sebaiknya direhabilitasi karena bisa menurunkan produksi.

"Bantuan pupuk, benih, dan permodalan mutlak diberikan. Pengucuran kredit ketahanan pangan dan energi untuk membantu permodalan petani dipermudah," katanya.

(28)

Berkhas 23 Volume VI Januari 2008

Republika Senin, 07 Januari 2008

Ba n j ir di Ba n t e n t ida k a k a n H a m ba t Ta r ge t Pr odu k si

Pa di 2 0 0 8

Serang-RoL-- Bencana banjir yang merendam areal tanaman padi di sejumlah wilayah di Provinsi Banten diperkirakan tidak akan menghambat target produksi padi tahun 2008 sebanyak 1,9 juta ton.

"Kami optimis target produksi tidak akan terganggu, karena pada umumnya tanaman yang terendam masih persemaian dan bisa ditanam ulang," kata Kepala Sub Dinas Pertanian, Distanak Banten Agus Tauhid di Serang, Senin.

Provinsi Banten mentargetkan produksi padi pada tahun 2008 sebanyak 1.981.792 ton dengan luas areal tanam 404.628 Ha, target tersebut optimis bisa tercapai dan tidak akan terganggu karena adanya banjir sekarang ini yang sudah menyebabkan 19 Ha tanaman padi terancam mati.

Hanya saja, kata Agus, banjir yang merendam sebagian tanaman padi di wilayah Banten bisa mengakibatkan keterlambatan masa tanam pada tahun ini, karena sebagian petani harus mengganti tanaman yang rusak, namun demikian resiko atau biaya yang diderita para petani pada musim banjir kali ini tidak terlalu besar.

Banjir yang terjadi di Banten hingga saat ini telah merusak sekitar 19 hektare tanaman padi umur 7-25 hari di Kabupaten Serang, sedangkan jumlah total padi yang terendam akibat banjir di wilayah Banten seluas 5.799 Ha, antara lain tersebar di Kabupaten Serang 2.133 Ha, Kabupaten Pandeglang 2.235 Ha, Kabupaten Lebak 716 Ha, Kabupaten Tangerang 684 Ha, Kota Cilegon 12 Ha. Untuk mengatasi hal tersebut Dinas Pertanian telah berupaya melakukan koordinasi dengan dinas/instansi terkait seperti PU dan Dinas Sosial.

Sedangkan bantuan benih yang telah disalurkan kepada para petani antara lain ke Kabupaten Pandeglang 3.750 ton untuk luas areal 150 Ha, dan rencananya untuk Kabupaten Lebak 25 ton, sedangkan untuk Kabupaten lainnya masih menunggu usulan. Sementara itu, para petani di Kecamatan Pontang, dan Kramatwaru mengeluhkan banyaknya hama keong mas yang menyerang tanaman padi seiring datangnya musim hujan dan banjir.

(29)

Seputar I ndonesia Senin, 07 Januari 2008

Ek spa n si Ja gu n g Te r k e n da la

MEDAN (SINDO) – Kalangan pengusaha dan petani lokal berencana melakukan ekspansi lahan tanaman jagung pada tanah seluas 50.000 hektare (ha) yang tersebar di beberapa kabupaten di Sumut.

Namun,rencana ini terkendala karena sulitnya mendapatkan lahan. Ketua Masyarakat Agrobisnis Jagung (MAJ) Adhie Widiharto mengatakan,harga jagung yang diperkirakan terus meningkat hingga akhir tahun ini merupakan penyebab pengusaha dan petani lokal bergairah melakukan ekspansi lahan besar-besaran.

”Jagung merupakan salah satu komoditas yang harganya diprediksi atraktif pada tahun ini. Makanya tidak heran banyak pengusaha dan petani yang berminat mengembangkan lahannya,” jelas Adhie kepada SINDO di Medan,kemarin.

Menurut dia, rencana pengusaha dan petani tersebut sebenarnya bisa diakomodasi karena Sumut memiliki potensi lahan sebesar 500.000 ha untuk dikembangkan menjadi perkebunan jagung. ”Banyak potensi lahan yang dimiliki oleh daerah ini, kalau memang pemerintah serius membantu petani dan pengusaha mendapatkan lahan,” ujar Adhie.

Dia mengatakan,lahan seluas 500.000 ha tersebut merupakan lahan-lahan tidur dan lahan sawah irigasi yang hanya ditanami sekali selama setahun. Menurutnya, di Sumut hampir 40% irigasi rusak, sehingga sawah irigasi hanya ditanami sekali saja dalam setahun.

(30)

Berkhas 25 Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan Senin, 07 Januari 2008

M e n t a n : Pr odu k si Pa di N a sion a l M a sih Am a n

[JAKARTA ] Menteri Pertanian Anton Apriyantono membantah banjir di Jawa Tengah dan Jawa Timur telah mengancam ketahanan pangan secara nasional. Secara nasional produksi padi nasional masih aman. Kepada SP, Senin (7/1) pagi, Mentan mengatakan total luas lahan yang terkena banjir saat ini sekitar 43.000 hektare dan tanaman padi yang dipastikan gagal panen (puso) mencapai 29.000 hektare (ha). Jumlah ini secara nasional tidak mengganggu produksi padi nasional karena masih berada dalam kisaran kalkulasi Departemen Pertanian.

Lebih lanjut Mentan mengatakan, setiap tahun luas lahan pertanaman padi yang terkena banjir berkisar pada angka 125.000 hektare dengan jumlah tanaman puso sekitar 50.000 hektare. Dan untuk itu Deptan sudah menyiapkan sejulah langkah antisipasi dan mitigasi untuk mengamankan produksi gabah nasional.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Sutarto Alimuso membantah kondisi saat ini sudah mengancam ketahanan pangan nasional. "Jika kami biarkan memang betul bisa mengancam ketahanan, tapi kan kami terus bekerja mengantisipasinya," ujar Sutarto yang saat pagi ini dihubungi sedang melakukan koordinasi dengan pihak terkait di Solo, Jawa Tengah.

Menurut Sutarto, seluruh jajaran yang dipimpinnya saat sedang berkeliling Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mengoordinasikan langkah-langkah mitigasi pertanian akibat banjir. Pihaknya juga sudah menyiapkan dana Rp 80 miliar untuk program mitigasi pascabanjir tersebut. Nantinya setiap petani akan mendapatkan bantuan benih sebanyak 30 kg untuk satu hektare dan 100 kg pupuk NPK.

Menurut Sutarto, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika Januari ini akan ada sedikit jeda hujan yang memungkinkan petani melakukan langkah pemulihan tanaman padi. Sehingga menurut Sutarto, kondisi banjir saat ini tidak akan mengancam ketahanan pangan secara nasional, namun hanya memundurkan jadwal tanah petani saja.

Lebih lanjut Sutarto mengatakan, jumlah kehilangan produksi akibat puso diperkirakan mencapai 200.000 ton gabah atau setara 100 ribu ton beras. Ia yakin jumlah tersebut masih bisa ditutupi oleh produksi pada bulan Januari 2008 yang diperkirakan mencapai sekitar dua juta ton beras ditambah hasil surplus tahun lalu. Produksi padi pada bulan Februari dengan puncak panen raya pada Maret nanti diharapkan sudah mampu memenuhi kembali stok pangan nasional di awal tahun 2008 ini.

"Kami tetap optimistis target produksi tahun 2008 masih dapat diproyeksikan meningkat lima persen atau sekitar 60 juta hingga 61 juta ton gabah kering giling," kata Sutarto. Pengalaman sebelumnya, musim La Nina atau musim basah seeperti tahun ini malah memungkinkan petani bisa menanam padi sepanjang tahun atau tiga kali musim tanam dalam setahun. Sehingga jumlah produksi pun bisa digenjot untuk memenuhi target tersebut.

Selain itu menurut Sutarto, luas tanaman tanam padi tahun 2008 diperkirakan meningkat 300.000 ha dari 2,08 juta ha pada akhir Desember 2007.

Persediaan Beras

(31)

Suara Pembaruan Senin, 07 Januari 2008

Sementara itu Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta pemerintah bergerak cepat dalam upaya mitigasi terhadap petani. Untuk mengantisipasi ancaman ketahanan pangan pemerintah harus segera mendorong petani melakukan gerakan penanaman kembali. Selain benih dan pupuk, Petani juga harus dibantu permodalan karena aset-aset mereka saat ini habis tersapu banjir.

Winarno juga mendesak pemerintah mengantisipasi hama penggerek batang yang biasanya marak pascabanjir.

(32)

Berkhas 27 Volume VI Januari 2008

Kompas Selasa, 08 Januari 2008

Be r a s Am a n k a la u D ist r ibu si La n ca r

Pe da ga n g Ta k Ak a n M a m pu M e n a h a n Be r a s

Jakarta, Kompas - Badan Ketahanan Pangan memperkirakan ketersediaan beras untuk konsumsi sepanjang tahun 2008 aman. Namun, yang perlu diantisipasi adalah sistem distribusi beras pada masa paceklik. Jika tidak ditangani dengan baik, harga beras berpotensi naik secara tidak terkendali.

Sampai akhir Januari 2008, stok beras pemerintah di Perum Bulog, pedagang, dan masyarakat sekitar 3,95 juta ton dan naik seiring tibanya panen rendeng.

"Bahkan, stok beras sampai akhir Maret 2008 mencapai 5,25 juta ton. Stok beras itu tidak hanya ada di Bulog, tetapi juga ada di pedagang dan masyarakat. Masyarakat pasti memiliki cadangan beras setidaknya 20 kilogram per keluarga," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Kaman Nainggolan, Senin (7/1) di Jakarta.

Namun, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir minta pemerintah mewaspadai kemungkinan terjadi hambatan distribusi sarana produksi pertanian seperti benih dan pupuk akibat kendala transportasi.

"Jalur distribusi sarana produksi pertanian yang terganggu akan mengusik peningkatan produksi beras. Ketika pupuk dibutuhkan, petani akan kesulitan mendapatkannya," ujarnya.

Apabila ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika benar bahwa sampai Februari curah hujan masih tinggi, hal itu akan mengganggu proses penyerbukan sehingga akan menurunkan produksi.

Menurut Kaman, stok beras di Bulog sekarang sekitar 1,6 juta ton. Dengan menghitung kebutuhan operasi stabilisasi harga dan penyaluran beras untuk rakyat miskin dalam bulan berjalan ini, setidaknya stok beras di tangan Bulog yang juga meliputi cadangan beras pemerintah mencapai 1 juta ton.

Kebutuhan beras

Stok beras di masyarakat diperhitungkan sekitar 3,58 juta ton. Stok beras di masyarakat itu meliputi beras di tangan konsumen, pedagang grosir, pedagang pasar tradisional, pengumpul, dan pedagang kecil.

Adapun luas tanam padi periode Oktober-Desember 2007 sekitar 3,95 juta hektar atau lebih rendah 540.000 ha dari luas tanam normal 4,5 juta ha. Setelah menunggu tiga-empat bulan budidaya, pada Januari 2008 diperkirakan akan panen padi 2,03 juta ton gabah kering giling setara 1,15 juta ton beras.

Kebutuhan beras bulanan untuk 220 juta penduduk rata-rata 2,64 juta ton. Dengan begitu akan terjadi defisit beras 1,5 juta ton. "Tapi, jangan panik, stok beras di Bulog dan masyarakat 4,58 juta ton," kata Kaman.

Mengacu perhitungan tersebut, sampai akhir Januari 2008 diperkirakan tersisa stok beras di Bulog, pedagang, dan masyarakat sebanyak 3,09 juta ton. "Sisa stok Januari merupakan carry over stok Februari 2008," katanya.

(33)

Kompas Selasa, 08 Januari 2008

Guru besar sosial dan ekonomi industri pertanian Universitas Gadjah Mada, Maksum, mengatakan, meski stok beras pada level publik dan swasta tidak dalam kendali pemerintah, secara otomatis beras akan meluncur ke pasar manakala situasi pasar menarik karena harga bagus.

Indramayu terparah

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Luki Rulyawan menjelaskan, hujan lebat dan air pasang dapat merendam persawahan di Jabar yang berada di dataran rendah.

Hingga 4 Januari, 12.202 ha sawah terendam banjir dan 96 hektar puso. Indramayu daerah terparah dengan 5.722 ha sawah terendam air, 60 ha puso. Rata- rata usia tanaman yang terendam sekitar 16-23 minggu.

Sejak 2002 sawah di Jabar yang terkena banjir 72.165 ha dan puso 25.014 ha. Lebih kurang 70 persen sawah yang terkena banjir adalah lahan kosong.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Deptan Ati Wasiati menegaskan, upaya yang paling mungkin bisa dilakukan pemerintah adalah mengurangi dampak banjir, terutama menyelamatkan nasib petani.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sutarto Alimoeso mengatakan, pemerintah pusat dan daerah telah membuat kesepakatan soal kebijakan bantuan benih dan pupuk bagi petani.

(34)

Berkhas 29 Volume VI Januari 2008

Seputar I ndonesia Selasa, 08 Januari 2008

5 4 1 H e k t a r e Sa w a h Ga ga l Pa n e n

MAGELANG (SINDO) - Besi pengatur sirkulasi air di Bendungan Kali Aji, Ngelis,Desa Sumber,Kec Secang, Kab Magelang hilang digondol maling.

Akibatnya, sekitar 541 hektar sawah terancam tidak mendapatkan air, lantaran alur sungai tersebut mengalami pendangkalan. ”Selama ini ratusan sawah tersebut mengandalkan air dari sungai ini.Jika terjadi pendangkalan, air bisa tidak sampai ke rutusan hektar sawah tersebut,” terang Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec Secang Abdul Basid, kemarin.

Kata Basid,dua besi hendel berbentuk lingkaran seperti setir mobil itu hilang beserta besi penyangganya. Sehingga besi balok penutup pintu irigasi itu tak bisa dibuka. Padahal, di saat musim hujan seperti ini,dua pintu irigasi itu memiliki fungsi penting untuk menghalau derasnya pasokan air dari Sungai Elo. –

”Pada saat Sungai Elo banjir, pintu air yang mengarah ke Kali Aji biasanya ditutup dan pintu yang satunya dibuka untuk mengatur sirkulasi air atau pembuangan ke Sungai Elo lagi,”jelasnya. Lantaran, dua pintu tersebut tak bisa dibuka-tutup, lanjut Basid,kerikil dan batu menyumbat irigasi tersebut.

Dia mengatakan hilangnya besi ini sudah dilaporkan ke Polisi.Namun hingga saat ini, belum ada tindak lanjut dari pemerintah.Basid menyebutkan, sawah yang terancam tidak mendapatkan air tersebut meliputi Ngadirejo,Madusari, Payaman, dan Jambewangi. ”Kita berharap pintu irigasi segera dibenahi. Sehingga pada musim padi ini tidak terancam gagal panen,” tandasnya.

(35)

Seputar I ndonesia Selasa, 08 Januari 2008

D ist r ibu si Pu pu k Be r m a sa la h

SLEMAN (SINDO) – Distribusi pupuk bersubsidi untuk petani di Sleman, diakui Kepala Dinas Pertanian Riyadi Martoyo, mengalami persoalan.

Namun, kekurangan stok yang terjadi di masyarakat, dari pengamatan yang telah dilakukan Dinas Pertanian, justru terjadi karena pemakaian pupuk yang tidak proporsional atau berimbang oleh petani.

”Biasanya petani itu sering menaburkan pupuk tidak dengan perhitungan berimbang sehingga antara kebutuhan dengan jumlah yang ditabur tidak proporsional, hasil yang didapatkan juga tidak mengalami peningkatan berarti tetapi justru pemborosan yang terjadi,”kata Riyadi kemarin.

Menurut dia, peningkatan penggunaan oleh petani yang tidak proporsional itu sangat mempengaruhi stok pupuk yang berada di tingkat pengecer. Selama ini persoalan pemakaian yang tidak proporsional tersebut sudah terus diupayakan untuk ditekan dengan memberikan penyuluhan kepada para petani.

Sementara menurut Sukirno, staf PT Pusri selaku produsen pupuk urea bersubsidi, sampai saat ini pengiriman jumlah kebutuhan sudah disesuaikan dengan surat keputusan (SK) dari Gubernur maupun Bupati terkait dengan kuota kebutuhan yang biasanya diproyeksikan untuk kebutuhan satu tahun.

Namun, lanjut dia, angka proyeksi ini setiap tahun juga akan bisa mengalami sebuah revisi. Seperti untuk kebutuhan 2007 di Sleman, juga mengalami dua kali revisi yakni pada 17 September dan 4 Desember. Tapi sampai sekarang kebutuhan yang diajukan masih bisa tertutupi seluruhnya, bahkan angka stok kebutuhan setiap bulan selalu masih mengalami kelebihan stok.

”Untuk Januari ini stok Sleman menurut ketentuan seharusnya 1.200 ton, tetapi sampai saat ini stok yang ada hingga mencapai 5.000 ton, sehingga mengalami lebih yang cukup hingga hampir limakalilipat,”terangSukirno.

Sementara itu Eddy Sanjaya, staf CV Siar Darma,distributor pupuk bersubsidi untuk Sleman wilayah tengah mengatakan, sampai saat ini yang juga kurang dipahami oleh masyarakat adalah adanya proses pengisian delivery order (DO) untuk bisa mendapatkan stok pupuk dari produsen bagi distributor termasuk juga saat distributor melakukan penyaluran kepada pengecer sebelum sampai ke petani.

(36)

Berkhas 31 Volume VI Januari 2008

Seputar I ndonesia Selasa, 08 Januari 2008

Ke t a h a n a n Pa n ga n Ta k Te r ga n ggu

JAKARTA (SINDO) – Kegagalan panen (puso) yang terjadi akibat banjir belum akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Sebab, sejak Oktober 2007 hingga saat ini, baru sekitar 43.000 hektare (ha) sawah yang gagal panen.

”Puso ini sebenarnya masih di bawah rata-rata lima tahun sekitar 50.000-an hektare. Jadi sebetulnya masih relatif normal. Saya menyimpulkan secara nasional tidak mengganggu ketahanan pangan kita,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono seusai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna tentang Kinerja Pemerintah 2007 dan Identifikasi Arah Kebijakan Pemerintah 2008 di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan,sebelumnya pemerintah sudah memasukkan unsur kegagalan panen dalam target produksi pangan. Sebagai contoh, dalam perhitungan pemerintah, dari target luas tanam sekitar 12,24 juta ha, luas panen yang dihasilkan hanya 12 juta ha. ”Jadi, dalam hal ini, pemerintah sudah memperhitungkan ada 240.000 hektare sawah yang mengalami puso,” terang Anton. Kendati tidak mengganggu ketahanan pangan nasional, menurut dia, puso akan berpengaruh terhadap pendapatan petani di daerah. Guna mengatasi hal ini, pemerintah dalam jangka pendek akan memberikan benih dan pupuk bagi para petani.

”Agar mereka (petani) bisa segera mungkin menanam kembali sawah-sawah yang sudah surut dari banjir,” imbuhnya. Dalam jangka menengahpanjang, pemerintah akan melakukan pelestarian di daerah aliran sungai (DAS). Langkah itu disusul dengan perbaikan irigasi, tanggul, dan waduk. ”Semuanya itu harus diperbaiki dan beberapa harus dibangun kembali. Itu inti daripada langkahlangkah kita,”tutur Anton. Dalam sidang kabinet paripurna yang berlangsung sekitar empat jam tersebut,Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan kepada pemerintah daerah (pemda) berperan aktif mengamankan ketahanan pangan.

(37)

Seputar I ndonesia Selasa, 08 Januari 2008

Ra t u sa n H e k t a r e Te r a n ca m

PADANGLAWAS UTARA (SINDO) – Sekitar tiga ratusan hektare sawah milik petani di 10 desa di Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padanglawas Utara, kekeringan. Akibatnya, masyarakat terancam gagal panen.

Para petani yang lahannya mengalami kekeringan tersebut berada di Desa Pasar Matanggor, Desa Batu Pulut,Desa Galanggang,Desa Padangsanggar, Desa Gunung Tua Godang, Desa Gunung Tua Julu, Desa Hutalambung, Desa Simaninggir,Desa Simanapang, dan Desa Parau.

Kepala Dinas Pertanian Tapanuli Selatan Bakhrian Lubis menyatakan,kekeringan lahan pertanian di 10 desa tersebut diakibatkan karena irigasi untuk pengairang air ke sawah-sawah milik masyarakat itu bermasalah.

”Kekeringan air itu diakibatkan adanya galian C di pinggiran Sungai Batang Onang yang sudah lama beroperasi,” kata Bakhrain kepada SINDO kemarin. Sementara itu, Sekretaris Perkumpulan Panitia Pemakai Air (P3A) Tapsel Abdul Malik menyatakan, kondisi kekeringan ini sudah lama dialami oleh masyarakat.

(38)

Berkhas 33 Volume VI Januari 2008

Kompas Rabu, 09 Januari 2008

Kon flik Ta n a h D ipe r k ir a k a n Ak a n M e n in gk a t

Medan, Kompas - Konflik tanah di Sumatera Utara tahun 2008 ini diperkirakan akan meningkat karena semakin banyak aturan yang memudahkan investor menggunakan tanah. Konflik dimungkinkan muncul karena Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan rencana privatisasi PT Perkebunan Nusantara yang akan berlangsung tahun ini.

Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara mencatat, selama tahun 2007 terjadi 22 kasus tanah di Sumatera Utara yang muncul ke permukaan. Kebanyakan kasus merupakan konflik tanah perkebunan. Konflik diperkirakan lebih banyak dari angka yang muncul.

Ketua Umum Badan Pelaksana Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara Wagimin menyatakan, dalam undang-undang penanaman modal dinyatakan, pengusaha bisa memperpanjang hak guna usaha menjadi 95 tahun, hak guna bangunan menjadi 80 tahun, dan hak pakai hingga 70 tahun. Perpanjangan itu akan semakin mempertipis kesempatan bagi petani untuk bisa memiliki tanah. Privatisasi lahan PTPN juga akan memunculkan konflik baru.

Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awal tahun 2007 menyatakan, pemerintah akan melakukan reformasi agraria dengan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) pada lahan seluas 8,15 juta hektar. Namun, sampai kini realisasi rencana itu belum ada. Perpres pun belum muncul.

Staf SPI, Heri Purwanto, mengatakan, melihat ketersediaan tanah di Sumatera, reformasi agraria dimungkinkan terjadi di sini. Namun, pihaknya sampai kini belum melihat adanya keseriusan pemerintah untuk melakukan itu juga dalam hal penuntasan konflik. "Skema penuntasan konflik sampai saat ini juga belum ada," kata Heri.

Sejauh ini, pihak yang berkonflik, selain petani, selalu menuntaskan kasus ke pengadilan yang membutuhkan bukti formal, bukan sejarah kepemilikan lahan. Dengan demikian, akan semakin banyak petani yang kehilangan hak tanahnya.

Heri memberi contoh bagaimana reformasi agraria bisa menyejahterakan banyak petani. Saat ini seribu hektar lahan perkebunan digarap oleh sekitar 200 petani penggarap (buruh). Namun, jika tanah seluas itu dibagikan kepada petani masing-masing 2 hektar, sudah ada 500 petani yang sejahtera.

(39)

Bisnis I ndonesia Jumat, 11 Januari 2008

Pu pu k pa lsu be r ba ga i m e r e k be r e da r

JAKARTA: Indonesia belum mampu mengatasi munculnya pestisida dan pupuk palsu menyusul penemuaan Mentan bahwa komoditas tersebut masih beredar di kalangan petani dan dikemas dalam berbagai merek.

Kasus itu terungkap setelah dalam inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah distributor dan pengecer sarana produksi pertanian di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, kemarin, Mentan Anton Apriyantono menemukan banyaknya pestisida dan pupuk palsu yang beredar di pasaran.

Beberapa jenis pestisida ilegal yang ditemukan di salah satu kios pertanian di Kecamatan Teluk Jambe antara lain dengan merek dagang Bajaj dan Bemo. Sementara itu, pupuk palsu yang ditemukan bermerek Champion, SP BG, Agrosupermix, pupuk Pak Tani dan Pacul.

Obat pembasmi hama yang dijual di kios-kios yang ditemukan Mentan, umumnya tidak terdaftar di Departemen Pertanian. Selain itu bahan aktif yang digunakan sebagai bahan baku pestisida tersebut merupakan bahan yang dilarang.

Sementara itu selain pupuk yang beredar di pasaran tidak terdaftar di Departemen Pertanian juga banyak ditemukan penyubur tanaman yang sebenarnya hanya kapur dengan diberi kemasan pupuk.

"Peredaran pupuk palsu dan pestisida ilegal terjadi di seluruh daerah di Tanah Air. Ke depan kami akan lebih ketat melakukan pengawasan," kata Mentan.

Anton mengatakan maraknya peredaran pupuk palsu tersebut murni tindakan kriminal, sehingga pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk menanganinya. "Para pelaku akan diserahkan pada penegak hukum," ujar Mentan.

Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang memberikan ancaman hukuman berupa denda Rp250 juta dan kurungan badan satu tahun kepada pelakunya.

Sandy, seorang pengelola kios sarana pertanian, mengatakan pihaknya tidak mengetahui jika pupuk yang dijualnya adalah palsu. "Selama ini petani hanya menginginkan pupuk murah dan permintaan terhadap pupuk ini sangat tinggi," katanya.

Menurut Sandy, selama ini tidak ada keluhan dari petani yang menggunakan pupuk yang dijualnya. "Kalau produk yang dijualnya dilarang pemerintah, pihaknya siap menghentikan penjualannya," ujarnya.

Selain kasus pupuk palsu, dalam sidak tersebut, Mentan mendapati pupuk bersubsidi dijual oleh pengecer tak resmi. Padahal menurut ketentuan hanya pengecer resmi yang diizinkan menjual pupuk bersubsidi.

(40)

Berkhas 35 Volume VI Januari 2008

Kompas Jumat, 11 Januari 2008

Ke t e r se dia a n Pa n ga n

Ka lt im da n Ka lse l Sia pk a n D a n a Rp 1 0 0 M ilia r u n t u k

M e m be li Be r a s Pe t a n i

Samarinda, Kompas - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan dana Rp 10 miliar untuk membeli gabah petani, yang kerap dijual kepada pedagang dari provinsi lain, serta untuk bantuan pupuk.

Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Kalsel yang berencana membeli sedikitnya 20.000 ton beras dengan nilai mencapai Rp 90 miliar. Dengan demikian, jumlah dana yang disediakan kedua pemprov tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Kepala Dinas Pertanian Kaltim Purwanto, Kamis (10/1), mengemukakan, dana Rp 2 miliar akan digunakan membeli gabah kering giling (GKG) petani Kabupaten Pasir dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Kedua daerah ini merupakan lumbung padi setempat. Adapun Rp 8 miliar untuk program bantuan pupuk bagi petani dan diharapkan mampu membeli pupuk untuk 5.000 hektar sawah. Jika satu petani menggarap satu hektar, yang memperoleh bantuan 5.000 orang.

Menurut Purwanto, kedua cara itu dilakukan mengingat target swasembada tahun lalu tak tercapai. Target 651.000 ton itu hanya dipenuhi 558.000 ton. Namun, produksi 2007 sebenarnya meningkat 16.000 ton dari tahun 2006 yang 542.000 ton.

Upaya swasembada makin sulit jika petani tak memprioritaskan menjual GKG ke pasar domestik. Apalagi, produksi dua kabupaten itu mencapai 150.000 ton atau 27 persen dari total produksi tahun lalu. Namun, produksi terbesar masih dipegang Kabupaten Kutai Kartanegara, 180.000 ton atau 32 persen.

Kesulitan lainnya, kata Purwanto, ialah pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 3,9 persen per tahun. Jika jumlah penduduk saat ini 3,029 juta, pertambahan mencapai 121.000 jiwa per tahun. Masalahnya, hampir semua terbiasa mengonsumsi beras. Untuk itulah, lanjut Purwanto, pemerintah menargetkan produksi tahun ini 714.000 ton.

Beras petani

Menurut Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Kamis (10/1), pembelian beras, selain mengant

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia, teknologi informasi, rekonsiliasi dan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap

Apakah Bapak / Ibu menjelaskan kembali kepada kelompok masyarakat miskin bahwa kegiatan pemetaan swadaya yang sedang dilaksanakan, adalah kegiatan untuk mengidentifikasi faktor –

reward , punishment , dan motivasi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PTPN XII (persero) Kebun Jatirono Kalibaru

Kebutuhan fungsional merupakan jenis kebutuhan yang berisi proses apa saja yang nantinya dapat dilakukan oleh sistem, serta berisi informasi apa saja yang harus

Da!am $e$erapa !iterature% managemen $encana ada!a& sega!a upaya atau kegiatan yang di!aksanakan da!am rangka pencega&an% mitigasi% kesiapsiagaan% tanggap

Permukaan cat dengan perbanding- an paling kecil terlihat kasar karena kehomo- genan yang tidak bagus, tetapi pengukuran sudut kontak menunjukkan hasil yang bagus dengan didapat

HONDA CRV 2. Jatiwaringin Raya No. VeryGood Cndtion&Performnce. Bs bntu prs krdt. 95Jt MACRO Motor Blok. Ry Jati- waringin No. Pilihan Box Audio Jl. Sendiri, Barang Bagus

Nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta bulan Mei 2008 mencapai 855,76 juta dollar Amerika, meningkat sebesar 10,29 persen dari bulan April 2008 yang mencapai 775,91 juta