• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum pidana islam terhadap Putusan Pengadilan Nomor 532/Pid.Sus/2015/Smn tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum pidana islam terhadap Putusan Pengadilan Nomor 532/Pid.Sus/2015/Smn tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 532/Pid.Sus/2015/Smn TENTANG TINDAK

PIDANA MELARIKAN ANAK GADIS DI BAWAH UMUR DAN MEMBUJUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN

SKRIPSI

OLEH

LISDIANA PUTRA

NIM. C33213067

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn Tentang Tindak Pidana Melarikan Anak Gadis di Bawah Umur dan Membujuk Melakukan Persetubuhan” merupakan hasil dari penelitian kepustakaan untuk menjawab dua pertanyaan, yaitu bagaimana dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor 532/pid.sus/2015/PN.Smn dan bagaimana tinjaun hukum pidana Islam terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor 532/pid.sus/2015/PN.Smn.

Data penelitian yang dihimpun adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang dihimpun melalui pengumpulan data literature dan dokumentasi dan selanjutnya dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis,

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa kurang tepat, karena dalam kasus tersebut telah terjadi dua tindak pidana, seharusnya Hakim dalam mempertimbangkan hukumnya harus melihat fakta yang terjadi di persidangan, mengingat Pasal 63 KUHP tentang gabungan tindak pidana, yang mana menurut pasal tersebut bila terjadi dua tindak pidana, maka hukuman yang di jatuhkan terhadap terdakwa adalah pidana yang terberat. Dalam amar putusan perkara Nomor 532/Pid.sus/2015/PN.smn tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun. Dan hukuman tersebut dirasa kurang tepat, karena hakim tidak mempertimbangkan Pasal 63 KUHP tentang terjadinya dua tindak pidana. Dalam Hukum Pidana Islam tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur termasuk dalam jarimah takzir, yang hukumannya ditentukan oleh penguasa, sedangkan tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan termasuk dalam jarimah zina, lebih tepatnya adalah zina ghoiru muhson yang hukumannya dicambuk seratus kali. Sedangkan untuk dua tindak pidana yang terjadi diatas dalam Hukum Pidana Islam termasuk dalam teori at-Tadakhul yaitu teori saling melengkapi atau teori saling memasuki.

(7)

xi DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Kajian Pustaka ... 7

F. Tujuan Penelitian ... 10

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

H. Definisi Operasional... 11

I. Metode Penelitian... 12

J. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II GABUNGAN TINDAK PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Konsep Hukum Pidana Islam ... 18

(8)

xii

BAB III TINDAK PIDANA MELARIKAN ANAK GADIS DI BAWAH UMUR DAN MEMBUJUK MELAKUKAN

PERSETUBUHAN DALAM PUTUSAN NOMOR

532/PID.SUS/2015/PN.SMN

A. Deskripsi Kasus... 39 B. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan Keterangan Saksi ... 41 C. Pertimbangan Hukum Hakim ... 48

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NOMOR 532/PID.SUS/2015/PN.SMN TENTANG TINDAK PIDANA MELARIKAN ANAK GADIS DI BAWAH UMUR DAN MEMBUJUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN

A. Analisis Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn tentang Tindak pidana Melarikan Anak Gadis di Bawah Umur

dan Membujuk Melakukan Persetubuhan ... .. 57 B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana

Melarikan Anak Gadis di Bawah Umur dan Membujuk Melakukan Persetubuhan dalam Putusan Nomor

532/Pid.Sus/2015/PN.Smn ... .. 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin marak kejahatan yang akan di timbulkan, kejahatan merupakan gejala sosial yang amoral yang berkembang mengikuti perkembangan zaman. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Tindak kejahatan tidak lain adalah karena perbuatan ini sangat merugikan bagi masyarakat, dirugikan dari segi harta benda, nama baik, kehormatan, jiwa dan lainnya. Suatu sanksi akan diberikan kepada pelanggar peraturan dengan tujuan agar orang tersebut tidak mudah berbuat tindak pidana serta pembelajaran bagi pelaku dan juga masyarakat yang luas.1

Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk menjamin perlindungan terhadap anak. Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan baik atas segala bentuk penyia-nyiaan, kekejaman dan penindasan maupun segala perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminisasi.2

Sebagai generasi penerus bangsa anak merupakan tunas bangsa yang akan melanjutkan eksistensi suatu bangsa, dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia.

Namun pada akhir-akhir ini sering terjadi suatu tindak pidana mengenai melarikan anak gadis di bawah umur dimana tindak pidana ini disertai dengan

(10)

2

persetubuhan terhadap anak. Hal ini merupakan ancaman yang sangat besar dan berbahaya bagi anak.

Tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur ini diatur dalam Pasal 332 KUHP yang berbunyi:3

1. Bersalah melarikan wanita diancam dengan pidana penjara :

a. Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita itu, baik didalam maupun di luar perkawinan;

b. Paling lama sembilan tahun, barangsiapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik didalam maupun di luar perkawinan.

2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan 3. Pengaduan dilakukan :

a. Jika wanita dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri, atau orang lain yang harus memberi izin bila dia kawin;

b. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh suaminya.

4. Jika yang dibawa pergi lalu kawin dengan perempuan yang dibawa pergi dan terhadap perkawinan itu berlaku aturan-aturan Burgerlijk Wetboek maka tak dapat dijatuhkan pidana sebelum perkawinan itu dinyatakan batal.

Sedangkan untuk tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan diatur dalam Undang-Undang perlindungan anak, yaitu dalam pasal 81 ayat (2) UU Nomor 35 Th 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Th 2002 tentang perlindungan anak, yang berbunyi:4

1. Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)

3 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) didalam KUHP (Jakarta: Sinar Grafika:

2011), 29.

4 Davit Setyawan, “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak”, dalam

(11)

3

tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Seseorang yang melarikan anak gadis yang belum dewasa dan melakukan persetubuhan dengan anak gadis tersebut, maka hal itu termasuk dalam kategori perbuatan yang mendekati zina. Allah SWT Berfirman :

Artinya :“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Israa’ : 32)5

Dalam hukum pidana Islam, tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur tersebut termasuk dalam Jarimah Takzir. Takzir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran sanksinya oleh syara’. Oleh karena itu, penetapan sanksi takzir lebih baik didasarkan pada status sanksi atas kasus-kasus sejenis yang memang telah diklasifikasikan jenis kasusnya.6 Sedangkan untuk tindak pidana persetubuhan terhadap anak termasuk dalam perbuatan zina, lebih tepatnya adalah zina ghairu muhsan. Dalam hukum islam pelaku yang berbuat zina ghairu muhsan dihukumi dengan hukuman Jilid.

Pada studi kasus tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan dalam putusan perkara Nomor. 532/Pid.sus/ 2015/ PN. Smn merupakan tindak pidana dimana terdakwa

5Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang di Sempurnakan, Jilid 5 (Jakarta:

Widya Cahaya, 2011), 276.

6 Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2002),

(12)

4

Yudi Wibowo als Danu bin Sudarsono, bahwa pada tanggal 29 Juli 2015 saat penutupan Masa Orientasi Sekolah (MOS) saksi korban Sandra dijemput oleh terdakwa kemudian dibawa main ke rumah temannya di daerah Kalasan. Setelah main ke rumah teman terdakwa, saksi korban Sandra diajak ke Maguwo naik bus ke Surabaya, terdakwa dan saksi korban sampai di Surabaya pada tanggal 30 Juli 2015, seharian di terminal, kemudian mencari penginapan, kebetulan dipenginapan tersebut sedang mencari tenaga kerja, akhirnya saksi korban Sandra bekerja ditempat tersebut sampai 2 minggu kemudian saksi korban keluar dan bekerja di tempat tukang bubur kacang hijau, sedangkan terdakwa bekerja di toko bangunan, dan terdakwa menginap ditempat saksi korban Sandra. Saksi korban Sandra pergi ke surabaya dengan terdakwa tanpa ijin orang tua. Saksi korban Sandra mau diajak kesurabaya karena dipaksa oleh terdakwa. Kemudian saat di surabaya saksi korban berhubungan badan dengan terdakwa sebanyak 4 kali dengan cara dipaksa oleh terdakwa. Tekdakwa mengatakan jika ia serius, mencium-cium saksi korban dan mengatakan jika kenapa-kenapa ia akan tanggung jawab dan akan menikahi saksi korban. Pada saat di bawa kesurabaya saksi korban Sandra berumur 14 tahun.

Dari pemaparan diatas tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan telah terjadi gabungan tindak pidana yang lebih dari satu. Gabungan tindak pidana dapat terjadi manakala

(13)

5

manakala seseorang memperbuat beberapa macam jarimah di mana masing-masingnya belum mendapat keputusan akhir.7

Adapun bunyi pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP yang menjadi dasar hukum dari gabungan tindak pidana ini adalah Pasal 63 tentang Concursus Idealis, yang berbunyi:

1. Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana berlain, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;

2. Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan.

Dari pasal di atas maka orang yang melakukan tindak pidana sekaligus dapat dikatakan melakukan peristiwa pidana gabungan sebagaimana dimaksud

oleh pasal ini.Sedangkan ayat 2 menjelaskan apabila ada sesuatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus di samping pidana yang umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai. Ini adalah penjelmaan slogan kuno yang berbunyi lex specialis derogat lex generalis.8

Melalui latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul: “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 532/Pid.Sus/2015/Smn Tentang Tindak Pidana Melarikan Anak Gadis Di Bawah Umur dan Membujuk Melakukan Persetubuhan”

7 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Bulan-Bintang: 2005), 240.

8M. Rofiq Nasihudin, “Gabungan Melakukan Tindak Pidana (Concursus) menurut KUHP”,dalam

(14)

6

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis mengidentiikasi beberapa masalah yang timbul sebagai berikut:

1. Maraknya tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan

2. Terjadinya Gabungan Jari>mah atau Tindak pidana yang terjadi lebih dari satu. Pasal 63 KUHP tentang Concursus Idealis.

3. Sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan menurut hukum pidana islam dan pasal 332 KUHP dan pasal 81 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan.

5. Pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan.

6. Putusan hakim tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan juga bertujuan agar permasalahan ini dikaji dengan baik, maka penulis membatasi penulisan karya

(15)

7

1. Dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor. 532/pid.sus/2015/PN. Smn

2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor. 532/pid.sus/2015/PN. Smn

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan No 532/pid.sus/2015/PN. Smn?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan No 532/pid.sus/2015/PN. Smn?

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.9

9 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis

(16)

8

Setelah peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti menjumpai hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang mempunyai sedikit relevansi dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, yaitu sebagai berikut :

Pertama, Skripsi yang berjudul: “Analisis Fiqh Jinayah terhadap Tindak Pidana Membawa Lari Seorang Perempuan Yang Belum Dewasa tanpa Izin Orang Tuanya (Studi Kasus No. 9/ Pid.B/ 2012/ PN. Mojokerto).10 Hasil dari penelitian ini mengkaji tentang: putusan No. 9/ Pid.B/ 2012/ PN. Mojokerto tentang hukuman atau sanksi terhadap tindak pidana membawa lari seorang perempuan yang belum dewasa tanpa izin orang tuanya. Dalam putusan tersebut terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tersebut, dan dipidana penjara selama 1 tahun 2 bulan. Sedangkan mengenai masalah yang penyusun teliti adalah lebih berfokus pada tindak pidana yang terjadi lebih dari satu, yang ditinjau dari hukum pidana Islam yaitu melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan, dengan mengkaji putusan pengadilan No 532/Pid.Sus/2015/Smn.

Kedua, Skripsi yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Melarikan Perempuan Di bawah Umur (Studi Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Nomor 98/Pid.B/2013/PN.Unh).11 Hasil penelitian ini mengkaji tentang penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana melarikan perempuan di bawah umur, yang studi kasusnya dengan mengkaji putusan Nomor

10 Mustakhim, “Analisis Fiqh Jinayah terhadap Tindak Pidana Membawa Lari Seorang

Perempuan yang Belum Dewasa tanpa Izin Orang Tuanya (Studi Kasus No. 9/ Pid.B/ 2012/ PN. Mojokerto),’’ (Skripsi-- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015).

11 Purwansyah Hakim, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Melarikan Perempuan Dibawah Umur (Studi Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Nomor 98/Pid.B/2013/PN.Unh),’’

(17)

9

98/Pid.B/2013/PN.Unh. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang akan penyusun teliti, hanya saja yang membedakan penelitian ini meninjau secara umum tentang tindak pidana melarikan perempuan di bawah umur dengan mengkaji tentang putusan Nomor 98/Pid.B/2013/PN.Unh. Sedangkan mengenai masalah yang penyusun teliti adalah lebih berfokus pada tindak pidana yang terjadi lebih dari satu, yang ditinjau dari hukum pidana Islam yaitu melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan, dengan mengkaji putusan pengadilan No 532/Pid.Sus/2015/Smn.

Ketiga, Skripsi yang berjudul: “Analisis Yuridis Batasan Umur Tindak Pidana Melarikan Perempuan (Putusan MA No 464 K/Pid/2006).12 Penelitian ini mengkaji tentang: apakah sudah tepat jaksa dalam dakwaannya menyatakan korban sebagai anak, dan apakah dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung mengabulkan kasasi dari jaksa penuntut umum sudah tepat dalam putusan MA No 464 K/pid/2006. Hasil penelitian ini, bahwa batasan anak yang belum dewasa adalah umur 21 tahun harus mendapat ijin orang tuanya sehingga pasal 332 ayat 1 dalam kasus terbukti sehingga hasil penelitian tersebut kasasi penuntut umum dapat diterima dengan baik berdasarkan pertimbangan sesuai dengan undang-undang KUHP.

Dalam penelitian ini peneliti lebih membahas mengenai bagaimana tinjauan hukum pidana islam terhadap tindak pidana yang terjadi lebih dari satu

tindak pidana atau gabungan tindak pidana. Selain itu peneliti juga akan melakukan tinjauan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana melarikan anak

(18)

10

gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dengan menganalisis contoh kasus yang kongkret, dalam hal ini putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn. Sehingga antara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya terdapat adanya suatu perbedaan.

F. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan No 532/pid.sus/2015/PN. Smn

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan No 532/pid.sus/2015/PN. Smn

G. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Secara Teoritis

Teori ini dijadikan suatu masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan No

(19)

11

tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyuluhan serta penyumbangan pemikiran baik secara komunikatif, informatif, maupun edukatif khususnya bagi masyarakat yang awam akan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan melakukan penelitian yang akan datang serta diharapkan dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana khususnya tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan yang ada pada pasal 332 KUHP dan pasal 81 ayat 2 UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

H. Definisi Operasional

1. Hukum pidana Islam : hukum yang membahas berbagai masalah kejahatan dalam Islam.

(20)

12

I. Metode penelitian

Metode penelitian adalah metode yang akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan.13 Dalam hal ini meliputi:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research),

yaitu penelitian yang menekankan sumber informasinya dari buku-buku hukum, jurnal dan literatur yang berkaitan atau relevan dengan objek penelitian.

2. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus menggunakan putusan hakim sebagai sumber bahan hukum. Putusan hakim yang digunakan adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.14 3. Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini, maka data-data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana

melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor 532/pid.sus/2015/PN. Smn

13Bambang Wahyu, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), 17.

14Dyah Octorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum: Legal Research, (Jakarta: Sinar

(21)

13

b. Tinjauan hukum pidana islam terhadap tindak pidana melarikan anak

gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam putusan Nomor 532/pid.sus/2015/PN. Smn

4. Sumber Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penulisan penelitian ini secara tepat dan menyeluruh, maka peneliti menggunakan dua bentuk sumber data yaitu:

a. Sumber Primer

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.15 Bahan hukum primer dalam penulisan ini diambil dari Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn b. Sumber sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang- undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.16 Bahan hukum sekunder antara lain:

1) Shanty Dellyana, Wanita Dan Anak di Mata Hukum :1988

2) Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) didalam KUHP: 2011

3) Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam : 2002

15 Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), 141.

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

(22)

14

4) Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam : 2004 5) Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam : 2005

6) Sumber rujukan lain seperti makalah, jurnal, koran dan lain sebagainya. 5. Teknik Pengumpulan Data

a. Kajian Pustaka (Library Research)

Sesuai dengan bentuk penelitiannya yakni kajian pustaka (library research), maka penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

berbagai buku yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, kemudian memilih secara mendalam sumber data kepustakaan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

b. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.

6. Teknik Pengolahan Data

Data yang didapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan dilakukan

analisa, berikut tahapan-tahapannya:

a. Editing , yaitu mengadakan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang

diperoleh secara cermat baik dari data primer atau sekunder untuk

(23)

15

disiapkan untuk keperluan proses berikutnya,17 yakni tentang melarikan

anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan dalam

putusan No. 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn dipandang dari Hukum Pidana

Islam.

b. Organizing, yaitu menyusun data secara sistematis mengenai Tindak

pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan

persetubuhan dalam putusan No 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn dipandang

dari Hukum Pidana Islam..

c. Analizing, yaitu tahapan analisis terhadap data, mengenai hukuman

Tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk

melakukan persetubuhan dalam putusan No 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn

dipandang dari Hukum Pidana Islam.

7. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir induktif, yaitu

mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat khusus yakni tentang

Tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk

melakukan persetubuhan dalam putusan No. 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn

kemudian ditarik kepada permasalahan yang lebih bersifat umum tindak

pidana melarikan anak gadis dibawah umur dan membujuk melakukan

persetubuhan dalam Hukum Pidana Islam.

(24)

16

J. Sistematika penulisan

Agar memudahkan dalam pembahasan dan mudah dipahami, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjadi pengantar isi skripsi. Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab dua merupakan landasan teori tentang Gabungan Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam. Dalam landasan bab kedua ini, peneliti akan mengkaji tentang masalah Konsep Hukum Pidana Islam dan Konsep Gabungan Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam.

Bab tiga data penelitian memuat gambaran singkat tentang kasus Tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan

persetubuhan, dasar hukum dan pertimbangan hakim tentang Tindak pidana

melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan,

amar putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan persetubuhan.

Bab empat merupakan analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sleman tentang tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan

membujuk melakukan persetubuhan yang meliputi analisis dasar hukum dan

pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana melarikan anak gadis di

(25)

17

532/Pid.Sus/2015/PN.Smn dan Tinjauan hukum pidana Islam tentang Tindak pidana melarikan anak gadis di bawah umur dan membujuk melakukan

persetubuhan dalam Putusan Nomor 532/Pid.Sus/2015/PN.Smn.

(26)

18

BAB II

GABUNGAN TINDAK PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Konsep Hukum Pidana Islam

1. Pengertian Hukum Pidana Islam

Islam menaruh perhatian yang sangat besar dalam memberikan

perlindungan terhadap hak-hak setiap muslim yang menyangkut jiwa, harta dan kehormatan, baik yang menyangkut hak Allah Swt, maupun hak manusia akan memberikan dampak hukum bagi pelakunya. Para ulama kontemporer menggunakan istilah Fiqh jinayah sebagai salah satu bidang ilmu fiqh yang membahas persoalan tindak pidana beserta hukumnya.

Fiqh jinayah terdiri dari dua kata, yaitu fiqh dan jinayah. Pengertian fiqh secara bahasa berasal dari lafal faqiha, yafqahu, fiqhan, yang berarti mengerti, atau paham. Sedangkan pengertian fiqh secara istilah, fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syarak praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Dengan menganalisis definisi fiqh diatas, dapat disimpulkan bahwa fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat praktis dan merupakan hasil analisis seorang mujtahid terhadap dalil-dalil yang terperinci, baik yang terdapat dalam Al-qur’an maupun

hadist.1

Adapun definisi dari istilah jarimah atau jinayah yang dikemukakan

oleh para ulama ialah :

1

(27)

19

َيْ تِإاَمِإ َيِ ُتاَرْوُظْحُماَوٍرْيِزْعَ تْوَأِّدََِاَهْ نَع ُهَرَجَز ُةَيِعْرَش ُتاَرْوُظََْ

ُْنَع ِّيِهْنَم ٍلْعِف ٌنا

ِِبٍرْوُمْأَم ٍلْعِف ُكْرَ تْوَا

Segala larangan-larangan yang haram karena dilarang oleh Allah dan diancam dengan hukum baik had maupun takzir, maksud al-mahdhurat ialah baik mengerjakan perbuatan yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.2

Kata jarimah mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa. Kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif

sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Jarimah mempunyai pengertian yang sama dengan istilah jinayah, baik dari segi bahasa maupun dari segi istilah dari segi bahasa jarimah merupakan kata jadian (masdar) dengan asal kata jarama yang artinya berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai

arti perbuatan salah. Pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah : 3

رْيِزْعَ ت ْوَأٍّدََِاَهْ نَع ََاَعَ ت ُهَرَجَز ٌةَيِعْرَش ٌتاَرْوُظََْ ُمِءاَرَْْ

ا

Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau takzir.

Menurut Dede Rosyada, fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh

orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil

2

Juhaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama dalam Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1993), 77.

3

(28)

20

dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-quran dan hadis.4

Sedangkan menurut Makhrus Munajat, jinayah merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh syarak karena dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai, menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.5

Dari berbagai pengertian diatas, konsep dari jinayah itu sendiri berkaitan dengan masalah larangan karena setiap perbuatan yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh syarak. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syarak, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, serta melindungi kepentingan setiap individu.6

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam Islam

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa suatu perbuatan dianggap delik (jarimah) bila terpenuhi syarat dan rukun. Adapun unsur jarimah

4Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan

Kemasyarakatan, 1992), 86. 5

Makhrus Munajat, Dekontruksi Fikih Jinayah, (Sleman: Logung Pustaka, 2004), 2.

6Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: Sinar

(29)

21

dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pertama, unsur umum, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada setiap jarimah. Kedua, unsur khusus, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada jenis jarimah tertentu.7

Unsur umum jarimah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri dari: unsur formiil (al-Rukn al-Syar’iy), yakni telah ada aturannya; (al-Rukn al-Madi), yakni telah ada perbuatannya; dan (al-(al-Rukn al-Adabiy),

yakni ada pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum, jika memenuhi ketiga unsur (umum) diatas.8

Adapun penjelasan lebih rinci yang termasuk dalam umum jarimah adalah :

a. Ar-rukn asy-syar’i> (unsur formil, adanya undang-undang atau nash) Setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nash atau undang-undang yang mengatur sebelum perbuatan itu dilakukan. Dalam hukum positif, masalah ini dikenal dengan asas legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adan ya peraturan yang mengundangkannya.9

7Makhrus Munajat, Transformasi Hukum Pidana Islam dalam Konteks ke Indonesiaan,

(Yogyakarta: Ujung Pena, 2011), 20.

8 Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2000), 12.

(30)

22

b. Ar-rukn al-ma>di (unsur materiil, sifat melawan hukum)

Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat.10

c. Ar-rukn al-adab>i (unsur moril, pelakunya mukallaf)

Artinya, pelaku jarimah adalah orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap jarimah yang diperbuatnya. Haliman menambahkan bahwa orang yang melakukan tindak pidana dapat dipersalahkan dan dapat disesalkan, artinya bukan orang gila, bukan anak-anak dan bukan karena dipaksa atau karena pembelaan diri.11

Unsur-unsur umum diatas tidak selamanya terlihat jelas dan terang, namun dikemukakan guna mempermudah dalam mengkaji persoalan-persoalan hukum pidana Islam dari sisi kapan peristiwa pidana terjadi.12

Kadua, unsur khusus. Unsur khusus ialah suatu syarat yang hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan membedakan antara jenis jarimah yang satu dengan jenis jarimah yang lainnya. Misalnya, pada jarimah pencurian, harus terpenuhi unsur-unsur yang berbeda dengan jarimah pencurian dengan kekerasan.

Pada delik pencurian perbuatan itu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, barang itu milik orang lain secara sempurna dan benda itu sudah

ada pada penguasaan pihak pencuri, barang ada ditempat penyimpanan,

10 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: TERAS, 2009). 11. 11 Makhrus Munajat, Transformasi. . . . 21.

(31)

23

pencurian tidak dilakukan dimana ada unsur syubhat serta barang yang dicuri mencapai satu nisab. Sedangkan unsur-unsur khusus yang ada pada jarimah hira>bah (penyamunan atau pencurian dengan kekerasan), pelakunya

harus mukalaf, membawa senjata, jauh dari keramaian dan menggunakan senjata, dan pengambilan harta dilakukan dengan cara terang-terangan. Maka jarimah hira>bah (penyamunan) sering disebut oleh fuqaha dengan istilah qat}’u at-tari>q.13

Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa antara unsur yang umum dan khusus pada jarimah ada perbedaan. Unsur umum jarimah macamnya hanya satu dan sama pada setiap jarimah, sedangkan unsur yang khusus bermacam-macam serta berbeda-beda pada setiap jenis jarimah.14 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana dalam Islam

Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenisnya sesuai dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-qur’an atau al-Hadis. Atas dasar ini,

mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:15 a. Jarimah H>>>>>udud

Jarimah hudud yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nash, yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai

13Makhrus Munajat, Transformasi . . . . 22. 14 Ibid, 22.

(32)

24

batas terendah dan tertinggi dan tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (sikorban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili (ulil amri).16

Sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa had ialah sanksi yang telah ditentukan secara syarak. Dengan demikian, had atau hudud mencakup semua jarimah, baik hudud, kisas, maupun diya>t, sebab sanksi keseluruhannya telah ditentukan secara syarak.17 Kejahatan dalam kategori ini dapat didefinisikan sebagai kejahatan yang diancam dengan hukuman had, yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah. Dalam definisi ini, hukuman yang ditentukan berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitasnya ditentukan dan tidak mengenal tingkatan.18

Melihat urgensinya ketika ada pembagian jarimah berdasarkan berat-ringannya hukuman, yaitu: hudud, kisas diya>t dan takzir. Sedangkan pendapat Jumhur ulama merumuskan jarimah hudud ada

tujuh, yaitu zina, qadzf (tuduhan palsu zina), sariqah (pencurian), hira>bah (perampokan), riddah (murtad), al-baghy (pemberontakan), dan syurb al-khamr (meminum khamr). Sementara madzhab Malikiyah hanya memasukkan jarimah hudud dalam lima kategori

16

Makhrus Munajat, Transformasi . . . . 26. 17

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: AMZAH, 2013), 14.

(33)

25

yaitu zina, qadzf (tuduhan palsu zina), sariqah (pencurian), hira>bah (perampokan) dan baghy (pemberontakan).19

b. Jarimah Kisas Diya>t

Jarimah kisas dan diya>t adalah jarimah yang diancam dengan hukuman kisas atau diya>t. Baik kisas maupun diya>t kedua-duanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syarak. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah, sedangkan kisas dan diya>t merupakan hak manusia (hak individu). Hukum kisas dan diya>t penerapannya ada beberapa kemungkinan, seperti hukum kisas bisa berubah menjadi diya>t, hukuman diya>t menjadi dimaafkan dan apabila dimaafkan maka hukuman menjadi hapus.20

Kisas diya>t adalah suatu kejahatan terhadap jiwa

(menghilangkan nyawa) dan anggota badan (pelukaan) yang diancam dengan hukuman kisas (serupa) atau hukum diyat (ganti rugi) dari si pelaku atau ahlinya kepada si korban atau walinya.21

Dalam fiqh jinayah, sanksi kisas ada dua macam, yaitu sebagai berikut :22

1. Kisas karena melakukan jarimah pembunuhan 2. Kisas karena melakukan jarimah penganiyaan

(34)

26

Maksud dari macam-macam kisas adalah jenis-jenis dari kejahatan yang dihukum dengan cara kisas. Abdul Qadir ‘Awdah menjelaskan secara global ada 5 jenis kejahatan yang masuk di dalam akibat hukum kisas, yaitu :

a) Pembunuhan sengaja (دمعلا لتقلا)

b) Pembunuhan seperti sengaja (دمعلا هبش لتقلا) c) Pembunuhan tersalah ( أطخلا لتقلا )

d) Pencederaan sengaja (دمعلا ر لا) e) Pencederaan tersalah ( أطخلا ر لا ).

Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tindak pidana

pembunuhan antara lain disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 178-179:

ِدْبَعْلِِ ُدْبَعْلا َو ِّرُِِْْ رُْْا ىَلْ تَقْلا ِِ ُصاَصِقْلا ُمُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َنيِذَلا اَه يَأ ََ

َكِل َذ ٍناَسْحِِِ ِْيَلِإ ٌءاَدَأَو ِفوُرْعَمْلِِ ٌعاَبِّتاَف ٌءْيَش ِيِخَأ ْنِم َُل َيِفُع ْنَمَف ىَثْ نُِِْْ ىَثْ نُْْاَو

ٌميِلَأ ٌباَذَع َُلَ ف َكِلَذ َدْعَ ب ىَدَتْعا ِنَمَف ٌةََْْرَو ْمُكِّبَر ْنِم ٌفيِفََْ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”. (Q.s. Al Baqarah: 178)23

23Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang di Sempurnakan, Jilid 5 (Jakarta:

(35)

27

Diya>t adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku,

karena terjadi tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. jelaslah bahwa diya>t merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang

diserahkan kepada korban atau kepada wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan.

Jarimah yang termasuk dalam kelompok jarimah kisas/diya>t terdiri atas lima macam. Dua jarimah masuk dalam kelompok jarimah

kisas yaitu, pembunuhan sengaja dan pelukaan dan penganiayaan sengaja. Adapun tiga jarimah termasuk dalam kelompok diya>t, yaitu

pembunuhan tidak disengaja, pembunuhan semi sengaja,dan pelukaan (penganiayaan) tidak sengaja. Di samping itu, diya>t merupakan hukuman pengganti dari hukuman kisas yang dimaafkan. 24

Terdapat dalam firman Allah pada surat An-Nisa ayat 92 yang berbunyi :

اوُقَدَصَي ْنَأ َِإ ِِلَْأ ََِإ ٌةَمَلَسُم ٌةَيِدَو ٍةَنِمْؤُم ٍةَبَ قَر ُريِرْحَتَ ف ًأَطَخ اًنِمْؤُم َلَتَ ق ْنَمَو

Artinya : “Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.25

24Annisa Wally, “Perbedaan Antara Jarimah Hudud, Jarimah Qisas/Diyat, dan Jarimah Ta’zir”

dalamhttp://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/06/perbedaan-antara-jarimah-hudud-jarimah.html diakses pada 04 Juni 2017.

25Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang di Sempurnakan, Jilid 5 (Jakarta:

(36)

28

Hikmah adanya hukuman kisas diya>t adalah untuk

keberlangsungan hidup manusia di dunia. Hukuman tersebut pada dasarnya sebagai tindakan preventif supaya manusia tidak gampang saling membunuh yang akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat. Hukuman bagi pembunuh dalam Islam adalah dengan kisas (hukuman mati) atau dengan diya>t (ganti rugi) yang berupa harta benda. Hukuman mati bagi jarimah kisas diya>t juga

menghindari kemarahan dan dendam keluarga orang yang terbunuh, karena apabila tidak dilakukan kisas niscaya dendam tersebut akan berkelanjutan dan pada akhirnya akan terjadi saling bunuh antar keluarga.26

c. Jarimah Takzir

Secara bahasa takzir bermakna al-Man’u (pencegahan). Menurut istilah, takzir bermakna Ta’di>b (pendidikan) dan at-Tanki>l (pengekangan). Jarimah takzir adalah suatu jarimah yang hukumannya diserahkan kepada hakim atau penguasa. Hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah takzir.27

Takzir merupakan hukuman terhadap perbuatan pidana yang tidak ada ketetapan dalam nash tentang hukumannya. Hukuman

takzir tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena syarak

26

Makhrus Munajat, Transformasi . . . . 30.

(37)

29

hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-ringannya sampai hukuman yang seberat-beratnya. Dengan kata lain hakimlah yang berhak menentukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena kepastian hukumnya belum ditentukan oleh syarak.28

Dari definisi yang dikemukakan diatas, jelas bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang

hukumannya belum ditetapkan oleh syarak. Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syarak dinamakan jarimah takzir. Jadi, istilah takzir bisa digunakan untuk

hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).29

Al-Qur’an dan Hadis tidak menjelaskan secara terperinci tentang jarimah takzir, baik dari segi bentuk maupun hukumannya. Adapun Hadis yang di jadikan dasar adanya jarimah takzir adalah

sebagai berikut: 30

a. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

َسَبَح َمَلَس َو ِيَلَع ََُا ىَلَص َ َِِنلا َنَا ،ِِّدَج ْنَع ِْيِبَا ْنَع

ٍمي ِك َح ِنْبا ِزَِ ْنَع

سّنلاو ىذمّّلا ودواد وبا اورُ ِةَمْه تلا ِِ

َمكاْا حّحصو يقهيبلاو ئا

Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. Menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.

29

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). 249.

30

(38)

30

(Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta shahihkan oleh Hakim).

b. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah

ْنَع

saw. Bersabda: “Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala. (Muttafaq alaih).

c. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

ْنَع َو

hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Baihaqi).

(39)

31

dapatlah diketahui mana yang termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. Sedangkan, hadis ketiga mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.31

Takzir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada Khalifah. Meski demikian hal ini tidak menjadikan dirinya berhak menjatuhkan sanksi sekehendak hatinya.32 Takzir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran, karena hukuman tersebut diharapkan bisa membuat si pelaku jera. Para fuqoha mengartikan takzir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-qur’an dan

hadis yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba. Takzir juga sering disamakan oleh fuqaha dengan hukuman terhadap setiap maksiat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kafarat.

Menurut Abd Qadir Awdah, Takzir terbagi menjadi dua, yaitu :33

a. Jarimah Hudud dan Kisas diyat yang mengandung unsur subhat

atau tidak memenuhi syarat. Namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat. Seperti pembunuhan ayah terhadap

anaknya, dan pencurian yang bukan harta benda.

31Ibid. 32

Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam . . . . 248.

33

(40)

32

b. Jarimah Takzir yang jenisnya telah ditentukan oleh nash, tapi sanksinya oleh syar’i diserahkan kepada penguasa. Seperti, sumpah palsu, saksi palsu, dan menipu.

Abdul Aziz Amir membagi Jarimah takzir secara rinci kepada

beberapa bagian, yaitu:34

1. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan 2. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan

3. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

4. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta

5. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu 6. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umum.

B. Konsep Gabungan Tindak Pidana (Concursus)

1. Pengertian Gabungan Tindak Pidana menurut Hukum Pidana Islam Dalam hukum pidana Islam setiap kejahatan atau jarimah telah mempunyai ketetapan hukumnya masing-masing. Seringkali terjadi permasalahan manakala terdapat seseorang yang melakukan beberapa jarimah atau jarimah ganda. Hukuman mana yang akan dijatuhkan bila terjadi jarimah ganda, apakah satu jenis hukuman atau seluruh

hukuman.

34

(41)

33

Concursus atau gabungan tindak pidana dalam Fiqh Jinayah

disebut dengan istilah ta’addud al-jara>’im (perbarengan tindak pidana). Adapun gabungan tindak pidana (concursus) menurut

Ahmad Hanafi adalah seseorang yang memperbuat beberapa macam jarimah dimana masing-masingnya belum mendapatkan putusan akhir.35 Menurut Abdul Qodir Audah, gabungan tindak pidana dikatakan ada ketika seseorang melakukan beberapa macam tindak pidana yang berbeda dimana dari masing-masing perbuatan tersebut belum mendapatkan putusan akhir dari seorang hakim. Jadi menurut beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa gabungan tindak pidana (concursus) adalah beberapa macam tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang mana setiap perbuatan yang dilakukan tersebut pelakunya belum mendapatkan vonis.

2. Macam-Macam Gabungan Tindak Pidana (concursus) dalam Hukum Pidana Islam

Gabungan tindak pidana atau gabungan jarimah pada intinya dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu :36

a. Gabungan anggapan (concursus idealis)

Yaitu adanya gabungan jarimah itu karena hanya bersifat anggapan. Sedang pelakunya hanya berbuat satu jarimah. Misalkan,

seseorang yang memukul petugas, dia dianggap melakukan jarimah ganda walaupun pelakunya menganggap berbuat jarimah tunggal,

35 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam. . . . 326.

(42)

34

karena yang dipukul adalah petugas sehingga oleh hukum dianggap berbuat jarimah ganda. Yaitu memukul seseorang dan melawan petugas.

b. Gabungan nyata (concursus realis)

Yaitu seseorang melakukan perbuatan jarimah ganda secara jelas, baik berkenaan dengan jarimah atau berbeda. Misalkan, A melakukan penganiayaan terhadap B, sebelum dijatuhi hukuman juga melakukan pembunuhan terhadap C (contoh jarimah ganda berbeda) atau A mencuri, sebelum dihukum dia melakukan pencurian lagi (contoh jarimah ganda sejenis).

3. Teori Gabungan Melakukan Tindak Pidana

Dalam hukum pidana positif terdapat tiga teori mengenai gabungan jarimah, yaitu :

a. Teori berganda (cumulatie), menurut teori ini pelaku mendapat semua hukuman yang ditetapkan untuk tiap-tiap jarimah yang dilakukannya. Kelemahan teori ini terletak pada banyaknya hukuman yang dijatuhkan. Hukuman penjara misalnya, adalah hukuman sementara, tetapi apabila digabung akan berubah menjadi hukuman seumur hidup.37

b. Teori penyerapan (al-jabbu), menurut teori ini, hukuman yang lebih berat dapat menyerap hukuman yang lebih ringan. Kelemahan teori

ini adalah kurangnya keseimbangan antara hukuman yang

(43)

35

dijatuhkan dengan banyaknya jarimah yang dilakukan, sehingga

terkesan hukuman sangat ringan.38

c. Teori campuran, teori ini merupakan campuran antara berganda dan penyerapan. Teori ini dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam kedua tersebut. Menurut teori campuran, hukuman bisa digabungkan jika hasil gabungan itu tidak melebihi batas tertentu, sehingga tidak ada kesan berlebihan dalam penjatuhan hukuman.39

Dalam hukum pidana islam, fuqaha>’ membatasi pada dua teori,

yaitu : 40

1) Teori saling memasuki atau melengkapi (at-tada>khul)

Dalam teori ini, pelaku jarimah dikenakan satu hukuman, meskipun melakukan tindak pidana ganda, karena perbuatan satu dengan yang lainnya dianggap saling melengkapi atau saling memasuki. Teori ini didasarkan pada dua pertimbangan :

a. Bila pelaku jarimah hanya melakukan tindakan kejahatan sejenis sebelum diputuskan oleh hakim, maka hukumannya dapat dijatuhkan satu macam yang tujuannya adalah eduksi (pendidikan) dan preventif (pencegahan). Jika satu hukuman dianggap cukup, maka hukuman berulang tidak dibutuhkan.

38 Ibid., 138.

39

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam . . . . 327.

(44)

36

Jika ia belum sadar dan mengulangi perbuatan jahat, maka ia dapat dikenai hukuman lagi.

b. Bila jarimah yang dilakukan oleh seseorang berulang-ulang dan terdiri atas macam-macam jarimah, maka pelaku dapat dijatuhi satu hukuman, dengan syarat penjatuhan hukuman itu melindungi kepentingan bersama dan untuk mewujudkan tujuan yang sama. Misalnya, orang yang berjudi kemudian minum khamr.

2) Teori penyerapan (al-jabb)

Dalam teori ini penjatuhan hukuman dimaksudkan untuk menghilangkan yang lain karena telah diserap oleh hukuman yang lebih berat. Misalnya, hukuman mati yang dijatuhkan akan menyerap hukum yang lain. Teori ini dikemukakan oleh beberapa ulama diantaranya Imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad. Sedangkan Imam Syafi’i tidak menggunakannya.41

Kedua teori tersebut dalam hukum pidana Islam diakui, namun dikalangan para ulama terjadi ikhtilaf, baik cara pengaplikasiannya maupun dasar logika dari penentuan hukuman yang akan diberikan kepada pelaku tindak pidana.

Menurut Imam Malik, apabila hukuman had berkumpul dengan

hukuman mati karena Tuhan, seperti hukuman mati karena jarimah

41Marwa Junia, “Gabungan Hukuman (Jinayah)” dalam

(45)

37

murtad, atau berkumpul dengan hukuman mati karena kisas bagi seseorang lain, maka hukuman had tersebut tidak dapat dijalankan karena hukuma mati tersebut menyerapnya, kecuali hukuman memfitnah (qadzaf) yang tetap dilaksanakan, dengan cara di jilid dahulu delapan kali, kemudian dihukum mati.42

Menurut Imam Ahmad, apabila terjadi dua jarimah hudud, seperti mencuri dan zina bagi orang-orang muhshan, atau minum dengan menganggu keamanan (hirabah) dengan membunuh, maka hanya hukuman mati saja yang dijalankan, sedang hukuman-hukaman lain gugur. Kalau hukuman hudud berkumpul dengan hak-hak adami, dimana salah satunya diancam hukuman mati, maka hak-hak adami tersebut harus dilaksanakan terlebih dahulu, dan hak-hak Allah diserap oleh hukuman mati.43

Bagi Imam Abu Hanifah, pada dasarnya apabila terdapat terdapat gabungan hak manusia dengan hak-hak Allah, maka hak manusialah yang harus di dahulukan, karena ia pada umumnya ingin lekas mendapatkan haknya. Kalau sesudah pelaksanaan hak tersebut hak Allah tidak bisa dijalankan lagi, maka hak tersebut hapus dengan sendirinya.44

Bagi Imam Syafi’i tidak ada teori penyerapan (al-jabbu), melainkan semua hukuman harus dijatuhkan selama tidak saling

(46)

38

melengkapi (tadakhul). Caranya adalah dengan mendahulukan

hukuman bagi hak-hak adami yang bukan hukuman mati, kemudian hukuman bagi hak Allah yang bukan hukuman mati, kemudian lagi hukuman mati.45

(47)

39 BAB III

TINDAK PIDANA MELARIKAN ANAK GADIS DI BAWAH UMUR DAN MEMBUJUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DALAM PUTUSAN

NOMOR 532/ PID.SUS/2015/SMN

A. Deskripsi Kasus

Pada studi kasus tentang tindak pidana melarikan anak gadis dibawah umur dan membujuk anak melakukan persetubuhan dalam putusan perkara No.532/Pid.sus/2015/PN.Sleman merupakan tindak pidana dimana terdakwa Yudi Wibowo als Danu bin Sudarsono, awal mula kejadian adalah pada hari rabu tanggal 29 Juli 2015 sekira pukul 14.00 wib menjemput saksi Sandra disekolahnya di SMA YPKK Mejing Sidomoyo. Setelah bertemu saksi Sandra, dengan menggunakan sepeda motornya Terdakwa membonceng saksi Sandra menuju Kalasan.1

Setelah main ke rumah teman terdakwa, sekitar pukul 23.30 wib, saksi korban Sandra diajak ke Maguwo naik bus Mira ke Surabaya, terdakwa dan saksi korban sampai di Surabaya pada tanggal 30 Juli 2015, seharian mereka berada di terminal Bungurasih. kemudian mereka memutuskan untuk mencari penginapan, kebetulan dipenginapan tersebut sedang mencari tenaga kerja, akhirnya saksi korban Sandra bekerja ditempat tersebut sampai 2 (dua) minggu. Setelah bekerja selama 2 (dua)

minggu kemudian saksi korban Sandra keluar dari tempat kerjanya di penginapan tersebut, karena mengalami cekcok dengan teman kerjanya.

1

(48)

40

Kemudian saksi Sandra bekerja di tempat tukang bubur kacang hijau. Sementara saksi korban Sandra bekerja di tukang bubur kacang hijau sedangkan terdakwa Yudi bekerja di toko bangunan. Selama disurabaya terdakwa menginap ditempat saksi korban Sandra, yaitu dirumah tukang bubur kacang hijau. Saksi korban Sandra pergi ke surabaya dengan terdakwa tanpa ijin orang tua. Saksi korban Sandra mau diajak kesurabaya karena dipaksa oleh terdakwa.

Sekira bulan agustus 2015 pukul 12.30 wib di ruang tamu tempat saksi bekerja di rumah tukang bubur kacang hijau, Terdakwa datang dan langsung memegang tangan saksi Sandra dan mendorong tubuhnya hingga rebahan di lantai, Terdakwa langsung menurunkan celananya dan memasukkan alat kelaminnya kedalam alat kelamin saksi Sandra dimana saksi Sandra berada dibawah atau tertindih Terdakwa hingga akhirnya sperma Terdakwa keluar. Berselang tiga hari ditempat yang sama sekitar pukul 17.30 wib, Terdakwa datang dan langsung memaksa saksi Sandra untuk berhubungan badan, yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin Terdakwa kedalam alat kelamin saksi Sandra hingga berulang kali, sampai sperma Terdakwa keluar. Satu hari setelah perbuatan keduanya tersebut, Terdakwa masih memaksa saksi Sandra untuk berhubungan badan kembali.

Selang dua hari kemudian, pada saat saksi Sandra menyapu lantai, Terdakwa datang dan merebut sapu yang dipegang saksi Sandra kemudian

(49)

41

saksi Sandra berhubungan badan kembali di dapur tempat saksi Sandra bekerja dengan merebahkan dan kemudian memegang kedua tangan saksi Sandra dan menindihnya dan memasukkan alat kelamin Terdakwa kedalam alat kelamin saksi Sandra berulang kali hingga sperma Terdakwa keluar.2

Setelah itu saksi korban Sandra diajak oleh bos nya tukang bubur kacang hijau ke Kediri untuk bekerja di keluarga bos tukang bubur kacang hijau yang sedang sakit. Kemudian saksi korban Sandra di ketemukan di Kediri 1 (satu) bulan kemudian dari pemberitahuan polisi. Pada saat ditemukan saksi Sandra keadaannya baik-baik saja.

B. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dan Keterangan Saksi

Berdasarkan uraian kasus diatas perbuatan terdakwa Yudi Wibowo als Danu bin Sudarsono sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 332 KUHP yang berbunyi:3

1. Bersalah melarikan wanita diancam dengan pidana penjara :

a. Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita itu, baik didalam maupun di luar perkawinan;

b. Paling lama sembilan tahun, barangsiapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik didalam maupun di luar perkawinan. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan

3. Pengaduan dilakukan :

a. Jika wanita dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri, atau orang lain yang harus memberi izin bila dia kawin;

2 Berkas Putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 532/Pid.Sus/2015/PN. Smn.5

3 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) didalam KUHP (Jakarta: Sinar Grafika:

(50)

42

b. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh suaminya.

4. Jika yang dibawa pergi lalu kawin dengan perempuan yang dibawa pergi dan terhadap perkawinan itu berlaku aturan-aturan Burgerlijk Wetboek maka tak dapat dijatuhkan pidana sebelum perkawinan itu dinyatakan batal.

Serta pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:

1. Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Oleh karenanya jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan sebagai berikut:4

1. Menyatakan terdakwa Yudi Wibowo Als Danu bersalah melakukan tindak pidana “perkara melarikan anak gadis dibawah umur dan melakukan persetubuhan dengan anak dibawah umur” sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu dan kedua

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut diatas dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap berada dalam tahanan

dan denda Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) apabila tidak

4

(51)

43

mampu dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 7 (tujuh) bulan.

3. Menyatakan barang bukti berupa :

a. 1 (satu) lembar ijasah SD A.n Sandra Evy Rahayu yang dikeluarkan oleh SDN Sarikaya Depok Sleman pada tanggal 09 Juni 2012 dengan Nomor ijasah No.DN-04 Dd 0033261 Dikembalikan kepada korban Sandra Evy Rahayu

4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu) rupiah.

Alasan Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan seperti tersebut diatas adalah didasarkan berdasarkan keterangn saksi-saksi sebagai berikut: 1) Eny Nurmayanti Binti Darmanto dibawah sumpah yang pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:5

Setahu saksi tanggal 29 Juli 2015 saksi mengantar anak saksi Sandra Evi Rahayu ke sekolah di SMAYPKK Gamping, Sleman. Pagi itu saksi tidak merasa curiga sama sekali, ternyata hari itu anak saksi Evi Rahayu tidak pulang, kabar tersebut saksi terima dari ibu saksi/nenek dari saksi Sandra Evi Rahayu, selanjutnya saksi melaporkan perihal kejadian tersebut kepada polisi. Bahwa saksi langsung mengambil sikap melaporkan kepada polisi karena waktu itu saksi diberitahu oleh orang tua saksi jika anak saksi

Evi Rahayu dibawa lari oleh Terdakwa;

(52)

44

Orang tua saksi tahu jika anak saksi Evi dibawa lari oleh Terdakwa karena malam itu mereka ketemuan di rumah, setahu saksi antara anak saksi Evi dengan Terdakwa tidak pacaran, anak saksi kenal dengan Terdakwa kira-kira enam bulanan; anak saksi diketemukan satu bulan kemudian di kediri, saksi mengetahui anak saksi di ketemukan di kediri dari pemberitahuan polisi, anak saksi di temukan di kediri di rumah keluarga orang jualan bubur kacang hijau tempat dulu anak saksi bekerja sebelumnya di Surabaya dengan Terdakwa, pada saat di temukan kondisi anak saksi baik-baik saja;

2) Suhartati Binti Sugiman, dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:6

Pada tanggal 29 Juli 2015 sebelum saksi korban cucu saksi yang bernama Sandra Evi Rahayu pergi dibawa lari oleh Terdakwa, kira-kira pukul 03.30 wib. Terdakwa bersama saksi korban berada didalam kamar mandi rumah saksi yang terletak dibelakang rumah. Waktu itu karena curiga, kamar mandi saksi ketuk-ketuk namun Sandra Evi Rahayu tidak mau membuka pintunya dengan berbagai macam alasan, selanjutnya kamar mandi saksi tendang dan Terdakwa keluar melarikan diri. ketika saksi korban dan Terdakwa berada didalam kamar mandi, korban sudah tidak pakai celana sedangkan Terdakwa pakaiannya masih lengkap;

Saksi tidak langsung cerita kepada ibu korban kemudian ketika saksi mengetahui bahwa cucu saksi tidak pulang kerumah baru saksi cerita,

(53)

45

setelah itu ibu korban melaporkan kepada polisi. Terdakwa mulai kenal dengan saksi korban sejak saksi pindah ke Godean, rumah saksi diseberang jalan rumah Terdakwa (berhadapan). Terdakwa bisa dekat dengan korban karena Terdakwa adalah kenek anak saksi sehingga Terdakwa sering datang kerumah. Saksi sempat menanyakan pada saksi Sandra, dan menurut keterangan saksi Sandra sepulang sekolah ia langsung dibawa ke Kalasan oleh Terdakwa dengan menggunakan sepeda motor ke rumah teman Terdakwa, selanjutnya Terdakwa menggadaikan sepeda motor milik Terdakwa kemudian menuju tempat bis membawa korban ke Surabaya; 3) Saksi Sandra Evi Rahayu Binti Komari dibawah sumpah yang pada

pokoknya menerangkan sebagai berikut:7

Awalnya pada tanggal 29 Juli 2015 saksi penutupan Masa Orientasi Siswa (MOS) saksi dijemput oleh Terdakwa kemudian dibawa main ke rumah temannya di daerah Kalasan, saksi main dirumah teman Terdakwa sampai pukul 23.00 wib. Setelah main dirumah Terdakwa saksi di ajak ke Maguwo naik bus ke Surabaya, Jawa Timur. Sampai di Surabaya pada tanggal 30, seharian Terdakwa dan saksi berada di terminal, kemudian cari penginapan kebetulan disitu cari tenaga kerja sehingga saksi bekerja ditempat tersebut sampai dua minggu kemudian saksi keluar dan bekerja ditempat tukang bubur kacang hijau, sedangkan terdakwa di toko

bangunan. Saksi pergi ke Surabaya tanpa ijin orang tuanya, saksi mau diajak ke Surabaya dengan Terdakwa karena dipaksa dengan cara ditarik

(54)

46

tangan saksi disuruh naik ke sepeda motor, saksi kenal terdakwa bulan Oktober 2014, saksi tidak pacaran dengan Terdakwa.

Waktu di Surabaya saksi berhubungan badan dengan Terdakwa sebanyak empat kali di rumah tukang bubur kacang hijau. Saksi di paksa pada saat saksi menonton televisi badan saksi langsung didorong. Setelah celana dalam saksi dilepas oleh Terdakwa, kemudian Terdakwa memasukkan alat kelaminnya ke kemaluan saksi hingga mengeluarkan sperma dan sperma terdakwa dikeluarkan di luar. Ketika berhubungan badan dirumah tukang burjo, keadaan rumah sepi tidak ada siapa-siapa.

Ketika berhubungan badan ke-2, ke-3, dan ke-4 saksi masih dipaksa, Terdakwa tidak pernah mengancam atau memukul ketika mengajak berhubungan. Sejak berteman dekat, Terdakwa sering memberikan uang kepada saksi, kadang saksi di beri uang Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah). Terdakwa mengatakan kepada saksi Sandra jika ia serius, mencium-cium saksi dan mengatakan jika kenapa-kenapa ia akan tanggung jawab. Terdakwa juga pernah mengatakan mau menikahi saksi namun tidak saksi gubris. Selama di Surabaya Terdakwa tidak memberikan makan karena selama di Surabaya yang memberi makan saksi bos tempat saksi tinggal.

Selanjutnya terdakwa mengajukan saksi yang meringankan yaitu:8

1. Saksi Sari Indrayani di bawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Semua instrumen keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi, pendapatan atau beban bunga dicatat dengan menggunakan metode Suku Bunga Efektif (“SBE“), yaitu

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan sebaran batuan yang mengandung bijih besi menggunakan metode geomagnet di Desa Pringgabaya Utara

Bagian A merupakan modus latihan dengan komponen F0 adalah layer input yang berfungsi melakukan normalisasi sampel training sehingga diperoleh gelombang pulsa yang sama panjang,

Variable dalam penelitian ini adalah Strategi Coping stres adalah suatu cara individu mencoba dua yaitu Problem focused coping (coping yang berpusat pada

Unit analisis adalah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah entitas sosial budaya ekonomi dan politik, unit analisis pendukung penelitian dalam mempelajari kasus

Dari hasil analisa simulasi pengaruh kecepatan mobile station terhadap BER, semakin besar data rate yang digunakan maka untuk mencapai BER 10 -4 dibutuhkan daya yang

Penggunaan media konvensional dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi membuat siswa kurang tertarik dalam pelajaran, sehingga berpengaruh dalam hasil

Tahap pertama sebelum melakukan penilitian dilakukan observasi dan wawancara terhadap dosen, asdos dan mahasiswa yang dilakukan di FTI UKSW Salatiga.Hasil wawancara