• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Latihan Stimulasi Ritmik Sistem Pendengaran terhadap Pola dan Kemampuan Berjalan Pasien Hemiparesis Pascastroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manfaat Latihan Stimulasi Ritmik Sistem Pendengaran terhadap Pola dan Kemampuan Berjalan Pasien Hemiparesis Pascastroke"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Manfaat Latihan Stimulasi Ritmik

Sistem Pendengaran terhadap Pola

dan Kemampuan Berjalan Pasien

Hemiparesis

Pascastroke

Yenni Limyati,* Widjajalaksmi,** Ira Mistivani,** Marietta Shanti,*** Hadyana Sukandar****

*Departemen Keterampilan Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung **Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta ***Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

****Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

Abstrak

Tujuan: Membandingkan pengaruh latihan berjalan menggunakan stimulasi ritmik sistem pendengaran (SRSP) dengan latihan konvensional terhadap perbaikan pola dan kemampuan berjalan pasien hemiparesis pascastroke iskemik.

Metode: Dua puluh tiga pasien hemiparesis pascastroke iskemik tersebar acak dalam kelompok perlakuan dan kontrol. Pasien melakukan latihan berjalan 3x/minggu selama 2 minggu. Kelompok perlakuan mendapat latihan berjalan SRSP, sedangkan kelompok kontrol mendapat latihan berjalan konvensional. Uji jalan 2 menit dan 10 menit dilakukan untuk menilai kemampuan dan pola berjalan sebelum dan sesudah latihan.

Hasil: Terdapat perbaikan pola dan kemampuan berjalan (p<0,05) dengan SRSP selama 2 minggu. Dibanding dengan latihan konvensional, SRSP lebih baik secara klinis, tetapi tidak berbeda bermakna pada pola berjalan (p>0,05). Terdapat peningkatan persentase kemampuan berjalan meliputi kecepatan (56,9% vs 22,4%; p<0,05) dan jarak tempuh (57,6% vs 21,7%; p<0,05) pada kelompok perlakuan dibanding kontrol.

Kesimpulan: Latihan berjalan SRSP dibandingkan latihan konvensional memperbaiki pola dan kemampuan berjalan pasien hemiparesis pascastroke iskemik. J Indon Med Assoc. 2012;62:183-8.

Kata kunci: kemampuan berjalan, latihan berjalan, pola berjalan, stimulasi ritmik sistem pendengaran, stroke.

(2)

Effect of Gait Training Using Rhythmic Auditory Stimulation on Walking Pattern and Ability in Hemiparetic Poststroke Patients

Yenni Limyati,* Widjajalaksmi,** Ira Mistivani,** Marietta Shanti,*** Hadyana Sukandar****

*Skills Laboratorium Department, Faculty of Medicine Universitas Kristen Maranatha,Bandung **Physical Medicine and Rehabilitation Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta ***Physical Medicine and Rehabilitation Department, Faculty of Medicine Universitas Padjajaran, Bandung

****Community Medicine Department, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran, Bandung

Abstract

Objective: To compare the effect of rhythmic auditory stimulation (RAS) to conventional gait

training for improving walking pattern and ability in hemiparetic postischemic stroke patients.

Methods: Twenty-three hemiparetic postischemic stroke patients were randomized into

experi-mental group that receined RAS gait training and control group that receined conventional gait training. Pre- to posttest after a period of 3x/week for two weeks training were performed in a 2-meter and a 10-minute-walk tests to assess walking ability and pattern.

Results: Pre- to posttest measurements revealed an improving walking pattern and ability for the

RAS group (p<0.05). Yet, compared to conventional group, the latter results showed clinically better improvement but not statistically significant (p>0.05). The improvements occured in veloc-ity (56.9% vs 22,4%; p<0,05) and distance (57.6% vs 21,7%; p<0,05).

Conclusion: RAS gait training improve walking pattern and ability more than conventional gait

training in hemiparetic postischemic stroke patients. J Indon Med Assoc. 2012;62:183-8.

Keywords: Gait Training, RAS, Stroke, Walking Ability, Walking Pattern.

Pendahuluan

Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang mengakibatkan gangguan fungsi dan kematian sel.

Gangguan itu menyebabkan gangguan kontrol motorik.1 Di

negara maju stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi stroke di Indonesia sebesar 8,3 per 1000 penduduk.2 Salah satu

kondisi yang mempengaruhi kualitas hidup pascastroke ialah pola berjalan hemiplegic sebagai akibat kondisi hemipare-sis. Pola berjalan tersebut ditandai dengan stance phase yang lama, swing phase dan cadence yang lebih sedikit, step length dan stride length yang pendek, dan step width yang lebar.3-5 Oleh karena itu, pasien pascastroke berjalan dengan

kecepatan dan jarak tempuh lebih pendek.6-8 Karakteristik

berjalan hemiplegic pasien Indonesia telah banyak di-teliti.9-13

Stimulasi ritmik sistem pendengaran (SRSP) adalah teknis neurologis menggunakan efek fisiologis auditory

rhythm terhadap kontrol gerak yang dapat digunakan baik sebagai modalitas terapi maupun rehabilitasi. Penelitian Thaut

et al14,15 dan Kwak16 menunjukkan latihan SRSP dibandingkan

latihan konvensional dan metode Bobath meningkatkan kecepatan berjalan, stride length, cadence dan gait

perfor-mance secara bermakna.

Penelitian ini membandingkan pengaruh latihan berjalan menggunakan SRSP dengan latihan konvensional terhadap perbaikan pola berjalan, yang meliputi peningkatan cadence,

stride length, step length sisi paresis, step length sisi sehat, penurunan step width, dan perbaikan kemampuan berjalan, yang meliputi peningkatan kecepatan berjalan dan jarak tempuh.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain uji acak terkontrol dengan pengamatan sebelum dan sesudah perlakuan. Pemilihan subjek berdasarkan consecutive sampling pada semua pasien stroke yang datang ke Poliklinik Ilmu Kedok-teran Fisik dan Rehabilitasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung selama bulan Agustus-Desember 2010. Subjek diseleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi laki-laki atau perempuan usia 40–65 tahun, pascastroke iskemik serangan pertama pada fase pemulihan 2 minggu-6 bulan, memahami instruksi lisan, tulisan, isyarat (MMSE >24), dapat berjalan mandiri 10 meter tanpa menggunakan alat bantu, kekuatan motorik 3-4 pada anggota gerak bawah paresis, spastisitas skala Ashworth derajat 1-2. Kriteria eksklusi meliputi kondisi gangguan pendengaran, kardiopulmonal, koordinasi, propriosepsi, muskuloskeletal

(3)

yang dapat menghambat prosedur latihan.

Subjek selanjutnya dibagi secara acak permutasi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Penelitian telah mendapat persetujuan komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran - RSUP dr. Hasan Sadikin.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Sebanyak 23 pasien hemiparesis pascastroke iskemik melakukan latihan berjalan 3x/minggu selama 2 minggu. Kelompok perlakuan (n=12) mendapat latihan berjalan SRSP sedangkan kelompok kontrol (n=11) mendapat latihan berjalan konvensional. Alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1. Subjek juga melakukan uji jalan 2 menit dan 10 menit.

Analisis data yang digunakan adalah uji-t dan uji Mann-Whitney untuk perbandingan dua rerata tidak berpasangan, uji Fisher Exact untuk hubungan dua variabel data kategori, dan uji-t berpasangan untuk perbedaan rerata sebelum dan sesudah latihan. Data yang diperoleh diolah dengan pro-gram SPSSversi 13.0 dengan batas kemaknaan (α) ditetapkan sebesar 0,05.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Persetujuan Etik (+) Pasien Stroke yang Datang ke Poli IKFR RSHS

DO : 3 orang 1 org kembali bekerja

2 org tidak ada yang

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Kriteria penerimaan n = 23 Randomisasi Blok Diabaikan Tidak Ya n = 12 orang n = 11 orang n = 9 orang n = 9 orang Dibandingkan & DO : 2 orang 1 org th/ alternatif 1 org tidak ada yang

0,68

Gambar 1. Alur Penelitian

Prosedur Latihan Berjalan

Pada 15 menit pertama kedua kelompok melakukan latihan berjalan pendahuluan terbagi dalam tiga sesi masing-masing selama 5 menit. Pada sesi pertama subjek berjalan uji keseimbangan dengan berpegangan pada paralel baru dilanjutkan dengan latihan memindahkan berat badan pada ekstremitas yang terkena. Pada sesi kedua subjek berjalan di tempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua tungkai. Pada sesi terakhir subjek berjalan maju di paralel bar dengan pola berjalan yang benar. Selanjutnya, kelompok kontrol berjalan di lantai tanpa alat bantu selama 15 menit, sedangkan kelompok perlakukan mendapat intervensi berupa ketukan metronom untuk menyesuaikan langkah kaki sesuai ketukan.

Dari tinta yang tergambar di kain putih, didapatkan jumlah langkah subjek. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah langkah dalam 1 menit (cadence) yang merupakan dosis bagi masing–masing subjek untuk menentukan ketukan metronom.

Hasil

Total subjek yang diikutkan dalam analisis pada penelitian ini ialah 18 orang. Karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Kelompok

Perlakuan Kontrol

(n= 9) (n= 9)

Jenis kelamin laki-laki 44,4% 22,2%

Usia (tahun) 53,3 ± (7,6) 54,6 ± (6,4)

Tinggi Badan (cm) 154,6 ± (10,7) 150,7 ± (11,7)

Berat Badan (kg) 54,4 ± (5,6) 50 ± (5,4)

Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 23 ± (4) 22,3 ± (3,9)

Pasien bekerja 44,4% 66,7%

Onset (bulan) 4 ± (1,9) 3 ± (2,1)

Hemiparesis kanan 55,6% 44,4%

Tabel 2. Nilai Variabel Pola dan Kemampuan Berjalan Ke-lompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Latihan Berjalan

Variabel Kelompok p1

Perlakuan Kontrol (n= 9) (n= 9) Pola Berjalan (mean ± SD)

Cadence (x/mnt) 7 3 ± (28,7) 7 2 ± (27,5) 0,94

Stride length (cm) 74,5 ± (24) 62,8 ± (18,7) 0,27

Step length sisi paresis (cm) 31,7 ± (14,4) 29,3 ± (9,6) 0,68

Step length sisi sehat (cm) 42,8 ± (12,6) 33,5 ± (9,46) 0,10

Step width (cm) 13,2 ± (3,2 ) 12,9 ± (3,5) 0,84 Kemampuan Berjalan (mean±SD)

Kecepatan (m/S) 0,61 ± (0,29) 0,55 ± (0,24) 0,68

Jarak tempuh (m) 72,6 ± (34,7) 66,3 ± (28,4) 0,68

(4)

Tabel 2 menggambarkan hasil pengukuran sebelum diberikan latihan berjalan. Berdasarkan uji t tidak berpasangan nilai variabel yang menunjukkan pola berjalan (cadence, stride length, step length sisi paresis, step length sisi sehat, step width) dan kemampuan berjalan (kecepatan dan jarak tempuh) pada kedua kelompok sebelum pemberian latihan berjalan, tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Tabel 3 menggambarkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah latihan berjalan pada kedua kelompok. Pada kelompok perlakuan, berdasarkan uji t berpasangan peru-bahan nilai variabel yang menentukan pola berjalan bermakna untuk stride length, step length sisi paresis, step length sisi sehat, step width, dan cadence. Demikian juga perubahan nilai variabel yang menentukan kemampuan berjalan yaitu kecepatan dan jarak tempuh menunjukkan hasil bermakna. Pada kelompok kontrol, berdasarkan uji t ber-pasangan perubahan nilai variabel yang menentukan pola berjalan, yaitu cadence, stride length, step length sisi paresis, step

length sisi sehat bermakna, kecuali perubahan step width (p=0,647). Perubahan nilai variabel yang menentukan kemampuan berjalan, yaitu kecepatan dan jarak tempuh tidak terdapat perbedaan bermakna.

Tabel 4 menggambarkan hasil pengukuran sesudah diberikan latihan berjalan. Berdasarkan uji t tidak berpa-sangan nilai variabel yang menunjukkan pola berjalan

Tabel 3. Nilai Rerata dan Standar Deviasi dari Pola dan Kemampuan Berjalan Sebelum dan Sesudah Latihan Berjalan pada Kedua Kelompok

Variabel Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol p1

(n=9) (n=9)

S e b e l u m S e s u d a h S e b e l u m S e s u d a h Perlakuan Kontrol Pola Berjalan:

Cadence (x/menit) 7 3 ± (28,7) 102,1 ± (27,3) 7 2 ± (27,5) 85,5 ± (27,5) <0,001* 0,047*

Stride length (cm) 74,5 ± (24) 97 ± (28,9) 62,8 ± (18,7) 8 7 ± (23,3) 0,002* 0,004*

Step length sisi paresis (cm) 38,7 ± (14,3) 44,5 ± (15,1) 29,3 ± (9,6) 39,7 ± (12,6) 0,003* 0,008*

Step length sisi sehat (cm) 42,8 ± (12,6) 52,6 ± (14,8) 33,5 ± (9,4) 47,3 ± (11,4) 0,004* 0,003*

Step width (cm) 13,2 ± (3,2) 10 ± (2,4) 12,9 ± (3,5) 12,2 ± (4,7) 0,047* 0,647 Kemampuan Berjalan:

Kecepatan (m/dtk) 0,61 ± (0,29) 0,86± 0,32 0,55 ± 0,24 0,67 ± (0,33) 0,001* 0,086

Jarak tempuh (m) 72,6 ± (34,7) 103,9 ± 38,5 66,3 ± 28,4 80,3 ± (39,2) 0,002* 0,089

*berbeda bermakna (p<0,05)

Tabel 4. Nilai Variabel Pola dan Kemampuan Berjalan Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Latihan Berjalan

Variabel Kelompok Uji-t p1

Perlakuan Kontrol Pola Berjalan:

Cadence (x/menit) Rerata (SD) 102,1 (27,3) 85,5 (27,5) 1,288 0,216

Stride length (cm) Rerata (SD) 97 (28,9) 8 7 (23,3) 0,805 0,433

Step length sisi paresis (cm) Rerata (SD) 44,5 (15,1) 39,7 (12,7) 0,722 0,481

Step length sisi sehat (cm) Rerata (SD) 52,6 (14,8) 47,3 (11,4) 0,839 0,414

Step width (cm) Rerata (SD) 10 (2,4) 12,2 (4,7) 1,263 0,225

Kemampuan Berjalan: Kecepatan (m/dtk) 0,87 (0,32) 0,67 (0,33) 1,273 0,221

Jarak tempuh (m) 103,9 (38,5) 80,3 (39,2) 1,286 0,217

1Uji T tidak berpasangan

(cadence, stride length, step length sisi paresis, step length sisi sehat, step width) dan kemampuan berjalan (kecepatan dan jarak tempuh) pada kedua kelompok sesudah diberikan latihan berjalan tidak terdapat perbedaan bermakna. Secara klinis tampak bahwa nilai variabel yang menentukan pola dan kemampuan berjalan pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan kelompok kontrol sehingga dilakukan pengukuran presentase perubahan pada kedua kelompok seperti yang digambarkan dalam tabel 5.

Tabel 5. Persentase Perubahan Pola dan Kemampuan Ber-jalan antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol % Perubahan Kelompok p Perlakuan Kontrol (n=9) (n=9) Pola Berjalan: Cadence (x/mnt) 48,8 27,9 0,270 Stride length (cm) 33,5 43,1 0,464

Step length sisi paresis (cm) 56,5 41,42 0,547

Step length sisi sehat (cm) 25,4 46,4 0,159

Step width (cm) -19,8 -3,4 0,294 Kemampuan Berjalan:

Kecepatan (m/dtk) 56,9 22,4 0,027*

(5)

Diskusi

Seperti dinyatakan oleh Twitchell, perjalanan alami

stroke adalah peningkatan spastisitas dan deformitas. 5

Tungkai yang paresis menjadi kaku, semifleksi diikuti berputar ke kaki, dan kontrol volunter makin berkurang. Hal ini menyebabkan langkah pasien menjadi pendek dengan periode weight bearing yang singkat pada sisi paresis. Hemi-paresis menyebabkan kontrol postural yang tidak adekuat sehingga terjadi peningkatan step width sebagai kompensasi

dalam mempertahankan keseimbangan. Nayak et al17dan

Gabell18 melaporkan bahwa step width dan double support

berhubungan dengan keseimbangan. Meningkatnya step

width dan double support pada pasien stroke bertujuan memberikan stabilitas yang merupakan kompensasi adanya instabilitas. Lamanya double support berhubungan langsung dengan cadence.19

Kontrol selektif merupakan fungsi normal seorang individu yang dapat mengontraksikan secara volunter otot atau kelompok otot sesuai kebutuhan. Kontrol selektif membuat gerakan berjalan menjadi baik.Pada pasien stroke terjadi substitusi yang menghasilkan gerakan kompensasi. Saat mulai weight bearing kontraksi otot kuadrisep sisi paresis tidak adekuat sehingga tidak ada heel strike. Ekstensor panggul lemah sehingga trunk condong ke depan dan jatuh pada sisi yang sehat. Otot soleus juga tidak berkontraksi tepat waktu sehingga lutut hiperekstensi. Saat swing phase tungkai yang paresis mengalami drop foot, toe drag, dan kehilangan kemampuan mengayunkan kaki.5 Hal tersebut akan

menyebabkan terjadinya peningkatan energy expenditure

sehingga menurunkan kemampuan berjalan pasien stroke8

seperti tampak pada tabel 2. Lamontagne dan Fung20

menyatakan kecepatan berjalan pasien stroke melambat sebagai adaptasi terhadap perubahan keseimbangan dan

endurance yang menurun.

Fasilitasi ritmik dalam latihan berjalan pada kelompok perlakuan memberikan perbaikan bermakna dari pola dan kemampuan berjalan. Studi awal mengenai SRSP yang dilakukan oleh Paltsev et al21 dan Rossignol et al22

me-nunjukan bahwa auditory motor pathway dapat mem-pengaruhi ambang eksitabilitas motor neuron spinal dalam menghasilkan kesiapan (priming effect) sistem motorik melalui input pendengaran. Rossignol menyatakan bahwa

priming effect tersebut dapat berubah menjadi timing effect yang secara fungsional memfasilitasi pola aktivitas otot saat kaki bergerak melalui stimulasi ritmik sistem pendengaran.

Sistem pendengaran sangat sensitif terhadap informasi waktu dan menghasilkan cetakan di temporal motorik yang tepat dan stabil dalam menghasilkan gerakan. Stimulasi ritmik sistem pendengaran memperbaiki motor kontrol dengan cara memfasilitasi perencanaan dan eksekusi sistem motorik melalui efek sinkronisasi sinyal sensoris ritmik berulang. Stimulasi ritmik sistem pendengaran merupakan metode baru yang lebih menitikberatkan perbaikan kualitas gerakan. Stimulasi ritmik tersebut memfasilitasi kualitas gerakan sisi

yang hemiparesis dengan memfokuskan pengurangan gerakan kompensasi.23

Terdapat beberapa kelebihan metode SRSP diban-dingkan dengan konvensional. Kelompok perlakuan mendapat program yang disusun secara individu atau tailor

made sesuai dengan kemampuan dan cadence masing– masing, sedangkan seluruh kelompok konvensional memiliki dosis latihan yang sama.24 Progresivitas latihan berjalan pada

kelompok perlakuan dilakukan dengan meningkatkan kecepatan. Dalam setiap pertemuan dosis latihan berjalan kelompok perlakuan ditingkatkan 5% dari dosis awal cadence sehingga pasien stroke dipacu untuk berjalan lebih cepat. Metode SRSP menggunakan alat yang murah dan mudah didapat, yaitu metronom. Peningkatan ketukan metronom akan menambah repetisi pada latihan kedua dan seterusnya. Terdapat kekurangan dari metode SRSP, yaitu peng-gunaan kain blacu dalam uji jalan 10 meter yang kurang sensitif menilai parameter berjalan jika dibandingkan dengan

gait analyzer. Hal itu terkait keterbatasan tempat penelitian dalam pengadaan gait analyzer. Kelemahan lain dari penggunaan kain blacu adalah adanya perasaan takut jatuh pasien saat berjalan. Namun pemakaian kain blacu pernah dilakukan oleh dua peneliti sebelumnya, yaitu Mistivani,10

Gunawan.11 Penelitian tersebut tidak melaporkan adanya

kejadian tidak diinginkan dari pemakaian kain blacu. Kelebihan dari penelitian ini adalah desain penelitian berupa studi intervensional. Subjek dipilih dengan metode

consecutive sampling dan dilakukan randomisasi permutasi blok. Uji homogenisasi dilakukan pada kedua kelompok terhadap karakteristik, variabel pola, dan kemampuan berjalan. Keterbatasan penelitian ini adalah besar sampel yang sedikit dan angka drop out besar.

Kesimpulan

Latihan berjalan menggunakan stimulasi ritmik sistem pendengaran secara klinis lebih baik dibandingkan dengan latihan konvensional dalam memperbaiki pola berjalan pasien hemiparesis pascastroke, tetapi tidak bermakna secara statistik. Latihan berjalan menggunakan stimulasi ritmik sistem pendengaran lebih baik dalam peningkatan ke-mampuan berjalan dibandingkan dengan latihan konven-sional pada pasien hemiparesis pascastroke iskemik.

Daftar Pustaka

1. Good DC. Treatment strategies for enhancing motor recovery in

stroke rehabilitation. J Neurol Rehabil. 1994;8:177-86.

2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2007.

3. Dobkin SH. The clinical science of neurologic rehabilitation. 2nd

ed. Oxford University Press.

4. Hayes SM. Gait awareness. In: Gillen G. Stroke rehabilitation a

functional-based approach. Mosby; 1998.

5. Perry J, Montgomery J. Gait of the stroke patient and orthotic

indications. In: Brandsaster ME, editors. Stroke rehabilitation. William & Wilkins; 1987.

(6)

effect of using cane. Arch Phys Med Rehabil. Jul 1990;80:777-84.

7. Wert DM, Brach J, Perera S, van Swearingen JM. Gait

biome-chanics, spatial and temporal characteristics, and the energy cost of walking in older adults with impaired mobility. Phys Ther. 2010;90(7):977-85.

8. Carr JH, Shepherd RB. Stroke rehabilitation guidelines for

exer-cise and training to optimize motor skill. Elsevier Science Lim-ited; 2003.

9. Pandji TD. Hubungan pemulihan motorik, keseimbangan saat

berdiri dan fungsi berjalan pada hemiparesis pasca strok [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; tahun 1993.

10. Mistivani I. Uji jalan pasien hemiparesis paska strok [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; tahun 2004.

11. Santoso G. Pengaruh penggunaan tongkat terhadap pola jalan pada hemiplegi strok iskemi [thesis]. Jakarta: Universitas Indo-nesia; tahun 2005.

12. Rachmi A. Pengaruh latihan treadmill dan program overground

walking terhadap kecepatan dan kapasitas berjalan pasien strok [thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; tahun 2006.

13. Purba RH. Kemampuan berjalan 2 menit pada penderita hemiparese paska strok non hemoragik fase lanjut [thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; tahun 2008.

14. Thaut MH, McIntosh GC, Rice RR. Rhythmic facilitation of gait training in hemiparetic stroke rehabilitation. Journal of Neuro-logical Sciences. 1997:207-12.

15. Thaut MH, Leins AK, Rice RR, Argstatter H, Kenyon GP, McIntoch GC, et al. Rhythmic auditory stimulation improves gait more than NDT/Bobath training in near-ambulatory

pa-tients early poststroke: A single-blind, randomized trial. The American Society of Neurorehabilitation. 2007:455-59. 16. Kwak EE. Effect of rhythmic auditory stimulation on gait

per-formance in children with spastic cerebral palsy. Journal of Music Therapy. 2007:198-215.

17. Nayak, Gabell, Simons A. Measurement of gait and balance in the elderly. Journal of the American Geriatric Society. 1982;30(8):67-76.

18. Gabell A. The effect of age on variability in gait. Journal of Gerontology. 1994;39(6):88-93.

19. Reyes TM. Normal human locomotion In: Kinesiology. 1st ed.

Manila: UST Printing; 1978.

20. Lamontagne A, Fung J. Faster is better, implications for speed-intensive gait training after stroke. Stroke. 2004: 23-7. 21. Paltsev YI, Elner AM. Change in functional state of segmental

apparatus of spinal cord under influence of sound stimuli and its role in voluntary movement. Biophysics-USSR. 1967:543. 22. Rossignol S, Jones GM. Audiospinal influences in man studied by

the h-reflex and its possible role in rhythmic movement syn-chronized to sound. Electroencephal Clin Neurophysiol. 1976:34-40.

23. Malcolm MP, Massie C, Thaut M. Rhythmic auditory-motor entrainment improves hemiparetic arm kinematics during reach-ing movements: A pilot study. Top Stroke Rehabil. 2009; 16(1):65-75.

Gambar

Tabel 2. Nilai  Variabel  Pola  dan  Kemampuan  Berjalan Ke- Ke-lompok  Perlakuan  dan  Kontrol  Sebelum  Latihan Berjalan
Tabel 2 menggambarkan hasil pengukuran sebelum diberikan latihan berjalan. Berdasarkan uji t tidak berpasangan nilai variabel yang menunjukkan pola berjalan (cadence, stride length, step length sisi paresis, step length sisi sehat, step width) dan kemampua

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Perancangan fitur OpenERP pada Pabrik Gula Jatibarang dengan modul sales and distribution dapat membantu proses penjualan gula yang saat ini menggunakan system

This paper introduces potential contaminant dispersion analysis inside interim storage building for spent nuclear fuel in Serpong Indonesia.. In normal condition there are

Siswa melakukan refleksi dari seluruh kegiatan yang telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung dengan bimbingan guru.. Siswa mencatat kesimpulan dari kegiatan yang

Presentase wilayah berdasarkan luas kecamatan tertinggi adalah Kecamatan Wulanggitang di Pulau Flores T imur (Larantuka) dengan presentase sebesar 14.11% sedangkan

Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam

The purpose of this case study is to analyze effect of the condensing turbine load on secondary circuit and to present a Cycle-Tempo simulation based on investigation of