• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN

KECERNAAN SECARA IN-VITRO

Nurhaita1) dan Ruswendi2)

1)Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu 2)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu nurhaita@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh beberapa metode pengolahan pada daun sawit terhadap nilai gizi dan kecernaan zat-zat makanan secara in-vitro. Perlakuan pengolahan terdiri dari kontrol (tanpa perlakuan), steam, amoniasi, silase dan steam amoniasi. Penelitian metoda pengolahan daun sawit menggunakan rancangan acak lengkap dan uji kecernaan in-vitro menggunakan rancangan acak kelompok. Variabel yang di ukur adalah 1) kandungan zat makanan (bahan kering, bahan organik, protein kasar ) dan fraksi serat (NDF,ADF, selulosa dan Hemiselulosa) dan 2) Kecernaan zat-zat makanan dan fraksi serat secara in-vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) dapat meningkatkan kualitas daun sawit. Hal ini terutama tercermin dari meningkatnya kandungan protein kasar 38.83%-73.19.% dan turunnya kandungan lignin 18.66% – 24.64%. Hal ini menyebabkan meningkatnya kecernaan zat makanan secara in vitro, terutama kecernaan protein kasar sebesar 68.09% - 126.29% dan kecernaan ADF sebesar 29.14%-96.63% dibanding kontrol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metoda pengolahan yang terbaik untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan daun sawit adalah amoniasi dengan urea.

Kata kunci : daun sawit, metoda pengolahan, kandungan gizi, kecernaan in-vitro

PENDAHULUAN

Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan merupakan solusi alternatif untuk mengatasi masalah kesulitan pakan hijauan bagi ruminansia. Salah satu limbah perkebunan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan adalah daun kelapa sawit. Daun sawit dihasilkan dari pemangkasan/pemotongan pelepah sawit tua pada pemeliharaan dan pemanenan buah. Pada saat pemanenan buah akan dipotong 2-3 pelepah dengan siklus panen 2 kali sebulan. Satu pelepah sawit beratnya rata-rata 10 kg terdiri dari 30% daun dan 70% pelepah daun (Nevy Diana, 2004). Menurut Sa’id (1996) tanaman kelapa sawit akan menghasilkan limbah pelepah sawit sebanyak 10,40 ton bahan kering/ha/tahun. Dengan luas perkebunan sawit 4.116.646 ha diperkirakan produksi limbah pelepah sawit Indonesia pada tahun 2002 adalah 42.813.111,4 ton bahan kering/tahun.

Kandungan gizi daun sawit adalah : bahan kering 54,12%, bahan organik 89,86%, protein kasar 8,51% dan serat kasar 28,48%, sedangkan kandungan NDF adalah 59,11%, ADF 42,87%, selulosa 24,69%, dan hemiselulosa 16,24%, dan lignin 12,90%. Tingginya kandungan lignin merupakan kendala dalam pemanfaatanya sebagai pakan ternak yang akan menyebabkan rendahnya kecernaan pada daun sawit. Winugroho dan Maryati (1999) mendapatkan daya cerna in-vitro daun kelapa sawit <50%, dan disarankan pemberiannya hanya 15 – 20% dalam ransum. Untuk penggunaan lebih dari 40% dalam ransum perlu dilakukan upaya pengolahan terlebih. Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah, dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate, 1966). Bertitik tolak dari uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh beberapa metode pengolahan terhadap kandungan gizi dan kecernaan daun sawit secara in vitro

BAHAN DAN METODA

Materi utama yang digunakan adalah daun kelapa sawit tua, urea untuk amoniasi, dedak untuk pembuatan silase, cairan rumen sebagai donor mikroba ,dan larutan Mc Dougall’s sebagai buffer. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: parang, timbangan O-Hause, tali rafia, autoclave, kantong plastik, selotip, oven untuk mengeringkan bahan, mesin giling untuk menggiling bahan sebelum dianalisa, perangkat in-vitro, pH meter digital untuk mengukur pH cairan rumen, dan

(2)

seperangkat peralatan laboratorium untuk analisis Proksimat, Van Soest, VFA, dan NH3-N. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari : A = Kontrol (tanpa perlakuan), B = pengolahan secara fisik (Steam), C = pengolahan secara kimia (Amoniasi), D = pengolahan secara biologis (Silase), dan E = kombinasi fisik-kimia

(Steam-Amoniasi). Model rancangan yang digunakan menurut Steel and Torrie (1989) adalah sebagai

berikut :

Dimana: Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke-j

= nilai tengah umum Pi = pengaruh perlakuan ke i K = pengaruh kelompok ke j

ij = pengaruh sisa pada perlakuan yang ke i ulangan ke j

Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (anova) menurut Steel and Torrie (1989). Perbedaan antar perlakuan akan diuji dengan Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT).

Prosedur Penelitian

1. Pengolahan daun kelapa sawit

Daun kelapa sawit terlebih dahulu dibuang lidinya, lalu dipotong-potong sepanjang + 5 cm. Perlakuan A (kontrol =tanpa olahan). Perlakuan B (steam): timbang daun sawit yang telah

dipotong-potong sebanyak 1 kg, lalu steam dengan autoclave pada tekanan 0.5 kg/cm3, suhu 1210

C selama 30 menit (Nurhaita, 2006). Perlakuan C = amoniasi dengan 4% N-urea (Komar, 1984): Timbang 1 kg daun sawit yang telah dipotong-potong, masukkan ke dalam kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2. Larutkan 47 gr urea dalam 80 ml air lalu siramkan merata ke dalam kantong yang telah berisi daun sawit. Padatkan daun sawit dalam kantong dan ikat kuat dengan tali rafia, lalu simpan selama 21 hari. Setelah 21 hari kantong plastik dibuka dan hasil amoniasi dikering anginkan. Perlakuan D (Silase); 1 kg daun sawit yang telah dipotong-potong lalu tambah dedak halus sebanyak 10%, campur rata. Masukkan daun sawit tersebut ke dalam kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2, lalu padatkan dan ikat kuat plastik dengan tali rafia, selanjutnya disimpan selama 21 hari. Setelah 21 hari silase dibuka dan dilakukan penilaian fisik yaitu pH, warna, bau, tekstur,dan jamur. Perlakuan E (Steam-Amoniasi) merupakan gabungan perlakuan steam dan amoniasi. Daubn sawit yang telah disteam diamoniasi dengan 4% N-urea lalu diperam salama 21 hari. Semua produk daun sawit olahan dikeringkan dan digiling untuk selanjutnya dianalisa kandungan gizinya dan diuji kecernaannya secara in-vitro.

2. Uji kecernaan in-vitro daun kelapa sawit olahan

Sampel daun kelapa sawit olahan yang telah digiling haus dimasukkan ke dalam tabung

erlemenyer, tambahkan larutan buffer Mc Dougall’s (suhu 390

C, pH 6.92-7.02) dan cairan rumen

sebagai donor mikroba. Alirkan gas CO2 selama + 30 detik agar kondisi tetap an aerob, lalu mulut

tabung ditutup rapat. Sampel tersebut diinkubasikan pada water shakerbath selama 2 x 24 jam

pada suhu 390 C, setelah fermentasi berakhir tabung erlenmenyer berisi sampel dimasukkan ke

dalam air es. Selanjutnya semua sampel disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm selama 15 menit,

supernatan diambil untuk selanjutnya diukur pH, NH3-N dan VFA, sedangkan endapan

dikumpulkan dan dikeringkan untuk dianalisis BK; BO; PK; NDF; ADF; selulosa dan hemiselulosa.

3. Parameter yang diamati :

1) Kandungan BK,BO, PK, dan Fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan Hemiselulosa) daun sawit hasil olahan. (Analisis proksimat dan analisis Van Soest)

2) Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat (NDF,ADF, Selulosa dan hemiselulosa) secara in-vitro dengan metode Tilley and Terry (1963).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Gizi Daun sawit

Hasil analisis kandungan gizi 5 perlakuan pengolahan daun sawit yang diteliti, memperlihatkan hasil pengolahan secara nyata (P <0.05) mempengaruhi kandungan zat-zat makanan pada daun sawit (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan daun kelapa sawit masing-masing perlakuan pengolahan.

Parameter Kandungan zat makanan daun sawit pada perlakuan (%BK) SE

A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi)

B. Kering 55,05b 61,37a 41,72c 42,01c 62,40a 0,785 B. Organik 89,01a 85,76b 86,54b 86,36b 86,71b 0,514 PK 8,8c 12,41b 14,64a 11,92b 14,86a 0,493 NDF 62,91a 58,47b 53,51c 52,94c 61,79a 0,699 ADF 44,62b 42,86c 41,23d 40,96d 46,89a 0,474 Selulosa 24,12a 20,40b 19,72b 20,59b 21,99a 0,677 Hemiselulosa 18,29a 15,61b 12,29c 11,98c 14,90b 0,475 Lignin 12,97a 10,28b 9,94b 9,81b 10,55b 0,850

Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Tabel 1. Memperlihatkan kandungan Bahan Kering (BK) daun sawit hasil penelitian berkisar antara 41,72 - 62,40%. Hasil uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam (B) dan steam-amoniasi (E) nyata meningkatkan kandungan bahan kering dibanding kontrol (A). Sedangkan perlakuan amoniasi (C) dan silase (D) secara nyata menurunkan kandungan bahan kering dibanding kontrol, namun kandungan bahan kering antar perlakuan amoniasi dan silase berbeda tidak nyata, demikian juga antara perlakuan steam dan steam-amoniasi.

Peningkatan kandungan bahan kering pada pengolahan secara steam dan steam amoniasi disebabkan oleh hilangnya sebagian kandungan air bahan melalui penguapan. Selama proses steam akan terjadi perenggangan struktur dinding sel oleh tekanan uap panas, sehingga dinding sel menjadi lebih longgar, pada saat itu sejumlah air yang mengisi rongga antar dinding sel tersebut keluar, sehingga kadar air bahan menjadi turun dan mengakibatkan meningkatnya kandungan bahan kering. Pada penelitian ini terjadi peningkatan kandungan bahan kering daun sawit sebesar 6,32 – 7,35% dari kontrol. Perlakuan amoniasi dan silase secara nyata menurunkan kandungan bahan kering sebesar 13%, hal ini terjadi karena terlarutnya sebagian fraksi yang soluble sebagai akibat dari reaksi kimia pada proses amoniasi dan terjadinya efluent lose pada metabolisme sel selama proses ensilase.

Kandungan bahan organik pada daun sawit olahan secara nyata menurun dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata antara perlakuan daun sawit olahan. Hal ini disebabkan hilangnya sebagian bahan organik selama proses pengolahan.

Kandungan protein kasar daun sawit olahan secara nyata (P<0.05) meningkat 38,93 -73.19% dibanding kontrol. Pada perlakuan steam terjadi peningkatan kandungan protein sebesar 44,63% karena terjadinya denaturasi protein oleh panas dan meningkatnya kandungan bahan kering. Sedangkan pada silase peningkatan kandungan protein sebesar 38,93% merupakan sumbangan dari bakteri asam laktat selama proses ensilase. Peningkatan kandungan protein yang tertinggi terjadi pada pengolahan secara amoniasi dan steam-amoniasi yaitu: 70,63 – 73,19%. Hal ini disebabkan adanya penambahan urea yang merupakan sumber N, sesuai dengan pendapat Leng (1991) bahwa amoniasi dengan urea pada pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen untuk pertumbuhan bakteri tersebut.

Perlakuan steam, amoniasi dan silase secara nyata (P<0.05) dapat menurunkan kandungan fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa). Penurunan fraksi serat tersebut adalah sebesar 1,78 - 15,85%; 3,94 - 8,20%; 8,83 – 18,24% dan 14,65 - 34,50% masing-masing untuk NDF; ADF; Selulosa dan Hemiselulosa. Hal ini sesuai dengan anjuran Preston dan Leng (1987) yang mengatakan perlu diadakan perlakuan awal terhadap bahan berserat tinggi untuk meningkatkan kecernaan potensial dari serat kasar. Sa’id (1996) menambahkan perlakuan awal berguna untuk meningkatkan laju hidrolisis bahan lignoselulosa.

(4)

Kandungan fraksi serat pada perlakuan steam-amoniasi (E) hampir sama dengan kontrol (A) dengan kata lain tidak terjadi penurunan fraksi serat. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan steam yang dilanjutkan dengan amoniasi tidak efektif menurunkan fraksi serat. karena pada pengolahan metoda steam sebagian zat yang mudah larut telah menguap, sehingga yang tinggal adalah zat-zat yang sukar larut (unsoluble),dan amoniasi tidak bisa menurunkan kandungan fraksi serat tersebut.

Degradasi Zat Makanan Daun Sawit

Peningkatan kandungan zat makanan daun sawit diikuti pula oleh peningkatan degaradasi zat makanan, hasil uji in-vitro diperoleh hasil peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit masing-masing perlakuan pengolahan.

Parameter Peninngkatan degradasi zat makanan daun sawit perlakuan (%) SE

A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi)

B. Kering 32,516 bc 37,949a 36,783a 31,862 c 35,646ab 1,009 B. Organik 39,539 b 42,395a 43,821a 38,456b 41,001ab 0,934 PK 20,879d 42,003b 47,248a 42,699b 35,095c 1,160 NDF 31,094b 36,434a 32,639c 33,493b 37,460a 0,441 ADF 18,333c 36,048a 23,675b 25,946b 27,261b 0,862 Selulosa 29,004bc 40,667a 30,188b 26,311c 39,038a 0,912 Hemiselulosa 6,027b 40,290d 51,830c 52,549c 64,554a 1,009 Lignin 32.516 bc 37.949a 36.783a 31.862 c 35.646ab 1.009

Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) mempengaruhi degradasi zat-zat makanan. Dari uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam nyata (P<0.05) meningkatkan degradasi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit tanpa olahan (kontrol). Peningkatan degradasi zat makanan ini disebabkan terjadinya perenggangan struktur permukaan dinding sel karena pengaruh tekanan uap panas selama steam, sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Doyle et all.,. (1986) bahwa prinsip kerja tekanan uap terhadap substrat adalah mengembangkan serat atau ikatan komplek bahan pakan, sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme. Akibat pemecahan ikatan glikosidik atau ikatan lignoselulosa, permukaan substrat semakin luas sehingga mempermudah penetrasi enzim mikroba ke dalam substrat. Pengolahan dengan tekanan uap cukup efektif dalam meningkatkan palatabilitas dan kecernaan bahan makanan (Broderick et all., 1993).

Perlakuan C (amoniasi) secara nyata (P<0.05) meningkatkan degradasi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit tanpa olahan (kontrol=A). Peningkatan degaradasi protein pada perlakuan amoniasi ini paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (1991) bahwa perlakuan amoniasi dengan urea pada pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen untuk pertumbuhan bakteri tersebut

Degradasi zat makanan pada silase daun sawit (D) juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Peningkatan ini terjadi karena adanya perombakan molekul komplek menjadi sederhana oleh aktifitas bakteri asam laktat selama proses ensilase. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dalam keadaan segar dalam kondisi anaerob. Pada proses ensilase terjadi fermentasi oleh bakteri asam laktat dan streptococcus laktic yang hidup anaerob pada pH 4. Akibat bekerjanya bakteri ini dan terjadinya penurunan pH, maka pertumbuhan bakteri lain yang menyebabkan pembusukan hijauan dalam silo dapat dicegah (Susetyo, 1980).

(5)

Perlakuan steam-amoniasi (E) pada penelitian ini nampaknya tidak begitu banyak meningkatkan degaradasi zat makanan. Terlihat dari degaradasi bahan kering dan bahan organik yang hampir sama dengan perlakuan A (kontrol), tetapi cukup signifikan meningkatkan kecernaan protein kasar dan fraksi serat. Hal ini disebabkan pada saat melakukan steam sebagian zat yang mudah larut (soluble) ikut terlarut/hilang sehingga yang tertinggal hanyalah fraksi insoluble, dan pada proses amoniasi zat soluble tersebut tidak dapat ditingkatkan lagi. Pada penelitian ini pengolahan dengan steam-amoniasi terlihat kurang meningkatkan degradasi NDF dan ADF dibandingkan dengan amoniasi.

KESIMPULAN

1. Pengolahan daun sawit mampu meningkatkan kualitas (kandungan gizi dan kecernaan) daun

sawit dan

2. Metoda pengolahan yang terbaik adalah secara amoniasi.

DAFTAR PUSTAKA

Broderick, G.A., J. H Yang dan R.G Koegel. 1993. Effect of Steam Heating Alfalfa Hay on utilazion by lactating dairy cows. Journal Dairy Science 76; 165-174

Doyle. P.T., C. Davendra and B. R Pearce. 1986. Rice Straw as Feed for Ruminants. IDP. Cenberra. P. 54-74.

Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It’s Microbes. Departement of Bacteriology and Agriculture Experiment Station University of California. Davis California Academy Press. London.

Leng, R. A. 1991 Application of Biotechnology of Nutrition of Animal in Developing Countries.

FAO. Animal Production and Health paper.

Nevy Diana, H. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku

Pakan Domba. Skripsi Fakultas. Pertanian Univiversitas Sumatera Utara. Medan.

Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Available Recources in The Tropics. Preamble Books. Armidale

Sa’id E. G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya. Ungaran.

Stell, R. G. and J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia, Jakarta. Susetyo. 1980. Padang Pengembalaan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Tilley, J.M.A. and Terry. 1963. A Two Stage Technique for in-vitro Digestion of Forage Cropes. J,

Brit, Grassland Society. 18 (2):104 – 111

Winugroho, M and Maryati. 1999. Kecernaan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak

Ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Bogor.

HASIL DISKUSI

Tanya : Apakah sudah diaplikasikan pada ternak dan bagaimana respon ternaknya ? Kemudian dari analisa usaha taninya bagaimana hasilnya ?

Jawab : Belum ada aplikasi keternak secara langsung dan penelitian ini sedang berlanjut pada ternak domba 100% bisa menggantikan rumput. Belum sampai ke analisis usahatani.

Tanya : Perlu dilakukan penelitian lanjutan karena penggunaan daun kepala sawit bukan karena kekurangan pakan tetapi untuk memanfaatkan limbah?

Jawab : Pada kondisi tertentu Bengkulu kekurangan pakan hijauan, terutama pada ternak wilayah sentra pengembngan sapi di Bengkulu.

Gambar

Tabel 1.   Kandungan zat-zat makanan daun kelapa sawit masing-masing perlakuan pengolahan
Tabel 2.  Peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit masing-masing perlakuan pengolahan

Referensi

Dokumen terkait

a) Musik untuk pengiring suara sebaiknya dengan intensitas volume yang lemah (soft) sehingga tidak mengganggu sajian visual dan narator. b) Musik yang digunakan

adalah kotak kado yang berisi papertoy dan diorama dari karakter orang yang akan kita..

Kecenderungan akan masyarakat kelas atas yang memiliki pola hidup hedonisme, menggemari pesta, barang-barang koleksi mahal, berkumpul atau hanya sekedar berlibur di

Apabila peserta yang memasukan penawaran kurang dari 3 ( tiga ) penawaran maka dilakukan Klarifikasi Teknis dan Negosiasi Harga bersamaan dengan evaluasi dokumen penawaran untuk

more tghlenng one of lhem s the bruta aclons conducl€d bv sludenlslon.d n a qoup caled llre Gang ol Nero lshod lcr Neko neko dLkeroyok / Lf vou make any troube uJe alvrlaltackyo!)

Sesuai dengan Rencana Umum Pengadaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko TA 2017, dengan ini kami sampaikan pengumuman Penunjukan Langsung untuk paket

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis mencoba untuk membuat suatu program yang dapat membantu seorang sekretaris dalam membuat jadwal (rencana kerja) atasannya secara

In the previous study of cerebellar vermis, patients were found to have a positive correlation between the size of the vermis and the size of the temporal lobe, with both of