• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Produksi Sapi Potong pada Musim Kemarau di Peternakan Rakyat Daerah Pertanian Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efisiensi Produksi Sapi Potong pada Musim Kemarau di Peternakan Rakyat Daerah Pertanian Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:52-58 ISSN 2301-9921

Efisiensi Produksi Sapi Potong pada Musim Kemarau di Peternakan

Rakyat Daerah Pertanian Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul

K. Nurdiati, E. Handayanta dan Lutojo

Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126

E-mail: ekahandayanta@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi produksi sapi potong pada usaha peternakan rakyat di daerah pertanian lahan kering pada musim kemarau. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan bulan September 2011 dilakukan pada usaha peternakan rakyat di Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Materi yang digunakan adalah 28 ekor ternak sapi potong dari 17 peternak/responden, dengan jenis sapi Peranakan Ongole (PO) berjumlah 10 ekor, Peranakan Simmental (Simpo) berjumlah 10 ekor dan Peranakan Limausin (Limpo) berjumlah 8 ekor dengan rerata berat awal adalah ± 292,25 kg. Penelitian ini dilakukan dengan metode Partisipatory Rural Appraisal yaitu proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif antara pengumpul data dengan responden. Parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian (PBBH), efisiensi pakan, feed cost per

gain (FC/G) dan income over feed cost (IOFC). Data yang diperoleh dalam penelitian adalah konsumsi pakan 8,42 kg/ekor/hari, PBBH 0,19 kg/ekor/hari, efisiensi pakan 0,02, FC/G Rp 46.166,62 dan IOFC sebesar Rp 3.985,55. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa efisiensi produksi sapi potong pada peternakan rakyat di pertanian lahan kering adalah rendah, dikarenakan PBBH, FC/G dan IOFC yang dihasilkan sangat kecil sehingga jika dihitung secara ekonomis hasilnya kurang menguntungkan.

Kata kunci: sapi potong, efisiensi pakan, pertambahan bobot badan harian, income over feed cost

Production Efficiency of Beef Cattle at Dry Season in Dry Farming Area Smallholder Farmer of Gunungkidul

ABSTRACT

This research was conducted to know the production efficiency of beef cattle in smallholder farmer in dry farming area at dry season. Research has been started on June and finished on September 2011 at smallholder farmer in the village Kemejing, Semin subdistrict, district Gunungkidul, DIY. The research materials are 28 heads of beef cattle from 17 farmer, which consist of 10 heads of PO breed, 10 heads of Simpo breed, and 8 heads of Limpo breed with ± 292.25 kg of initial body weight. This research was using Partisipatory Rural Apprasial method which is a colecting data process that an active teamwork between data collector and farmer. Collected parameter are feed intake, average daily gain (ADG), feed efficiency, feed cost per gain (FC/G), and income over feed cost (IOFC). Data result from this research are 8.42 kg/head/day of feed intake, 0.19 kg/head/day of ADG, 0.02 of feed efficiency, Rp 46.166,62 of FC/G, and Rp 3.985,55 of IOFC. It can be concluded that the efficiency of beef cattle production in smallholder farmer at dry area is low, because ADG, FC/G, IOFC produced are extremely small so if the calculated economic result is less favorable.

(2)

PENDAHULUAN

Kondisi lahan yang kurang subur merupakan kendala utama kurang tersedianya pakan hijauan. Keringnya lahan pertanian di suatu wilayah menyebabkan tidak semua jenis tanaman hijauan dapat tumbuh subur. Sistem pertaniannya sangat bergantung pada daur iklim khususnya curah hujan. Oleh karena lahan pertanian berupa lahan kering maka di samping bercocok tanam sebagai kegiatan utama, untuk meningkatkan pendapatan petani juga memelihara ternak (Abdurrahman et al., 1997). Pengembangan usaha ternak sapi potong rakyat di suatu daerah dilakukan dengan memanfaatkan limbah pertanian mengingat penyediaan rumput dan hijauan pakan lainnya sangat terbatas. Limbah pertanian yang berasal dari limbah tanaman pangan yang memiliki potensi untuk pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, daun ubi jalar, daun singkong serta limbah pertanian lainnya yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pola pertanian tanaman pangan di suatu wilayah (Febrina dan Liana 2008).

Faktor musim menjadi salah satu faktor penentu ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi ketersediaan hijauan, dan secara periodik selalu terjadi kekurangan selama musim kemarau. Kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas hijauan pakan tidak terjamin sepanjang tahun sehingga menyebabkan ternak tidak dapat berproduksi optimal (Widiati, 2003). Produktifitas ternak ruminansia pada umumnya rendah karena mengkonsumsi pakan dalam jumlah dan kualitas rendah. Permasalahan muncul ketika memanfaatkan lahan kering untuk usaha pertanian atau peternakan. Lahan kering pada umumnya miskin unsur hara, kurang air dan kurang subur, sehingga kurang produktif untuk menghasilkan sumber pangan dan bahan pakan. Dari permasalahan tersebut di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui efisiensi produksi sapi potong

pada peternakan rakyat di daerah pertanian lahan kering.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2011 pada usaha peternakan sapi potong rakyat di desa Kemejing, kecamatan Semin, kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ternak sapi potong yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 28 ekor dari 17 peternak atau responden di desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Tanpa membedakan jenis sapi potong yang dipelihara, ada 3 jenis sapi yang dipelihara oleh peternak responden diantaranya adalah jenis sapi Peranakan Ongole (PO), Simmental PO (Simpo), dan Limausin PO (Limpo) dengan rerata berat awal adalah ± 292,25 kg. Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah sesuai dengan yang diberikan oleh peternaknya tanpa campur tangan dari peneliti berupa rumput-rumputan (rumput kultur dan rumput alam), kacang-kacangan (legum), hijauan dari tanaman lain, serta limbah pertanian.

Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan waktu dan kemampuan serta jangkauan peneliti terhadap desa Kemejing, kecamatan Semin, kabupaten Gunungkidul. Syarat pemilihan sampel peternak dalam penelitian ini diantaranya adalah (1). Petani/peternak yang memiliki ternak sapi minimal 2 ekor, dan (2). Peternak sudah mempunyai pengalaman beternak minimal 2 tahun. Syarat ini diperlukan untuk memudahkan dalam menggali data informasi terkait dengan pengelolaan pemberian pakan pada ternak sapinya.

Setelah menentukan syarat-syarat dalam pemilihan sampel peternak/responden selanjutnya menentukan jumlah responden. Sebanyak 17 orang peternak responden yang ditentukan secara purposive sampling. Penentuan jumlah responden ini terkait dengan pertimbangan akses lokasi (secara teknis dapat digunakan sebagai lokasi

(3)

Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:52-58 ISSN 2301-9921

pengambilan sampel), waktu, tenaga, biaya dan sesuai dengan model penelitian yang bersifat partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA).

Penelitian ini dilakukan dengan metode Partisipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif antara pengumpul data dengan responden (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengambilan data dilakukan selama 4 bulan tanpa masa adaptasi. Konsumsi pakan baik limbah pertanian dan hijauan rumput dihitung setiap hari dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan serta menimbang sisa pakan jika ada keesokan harinya. Air minum diberikan pada ternak sapi potong ini adalah ad libitum dan dilakukan pergantian setiap hari. Pemberian pakan ternak sapi potong ini dilakukan 3 kali sehari, yaitu pukul 06.00 pagi, pukul 12.00 siang dan 16.00 sore. Penimbangan pakan dilakukan oleh peneliti, untuk jumlah dan jenis pakan ternak sapi potong adalah sesuai yang diberikan oleh peternaknya tanpa campur tangan dari peneliti. Untuk pemberian pakan sebelum diberikan ke ternak sapi dicacah terlebih dulu lalu ditimbang bobot pakannya di dalam karung kemudian dicatat jumlah pemberian pakannya.

Pertanyaan-pertanyaan umumnya tidak dirancang secara baku, melainkan hanya garis-garis besarnya saja. Topik-topik pertanyaan bahkan dapat muncul dan berkembang berdasarkan proses tanya-jawab dengan responden. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Ciri-cirinya adalah memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada sekarang, pada masalah-masalah yang aktual dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian atau memberikan gambaran hubungan antar fenomena, menguji hipotesa, membuat prediksi serta implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Manti et al., 2003). Data yang diperoleh dalam penelitian

ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dengan metode PRA dari para responden sebanyak 17 peternak sapi potong di desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul yang merupakan lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah dengan pengambilan data selama 10 hari berturut-turut disesuaikan dengan ketersediaan/ perubahan sumber pakan yang ada dilapangan, yakni disesuaikan dengan waktu panen tanaman pangan dimana limbahnya biasanya digunakan untuk pakan ternak. Data yang diperoleh secara langsung di lapangan diantaranya adalah Konsumsi bahan kering (BK), Pertambahan bobot badan harian (PBBH), Efisiensi pakan, Feed Cost per Gain (FC/G), Income Over Feed Cost (IOFC).

Data sekunder adalah data-data pendukung yang diperoleh dari buku-buku, majalah, maupun sumber lain dari berbagai instansi terkait seperti Balai Desa, Kantor Kecamatan, Dinas Peternakan, Pertanian, Badan Penyuluhan Pertanian, Badan Pusat Statistik tahun 2011 di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Data sekunder ini meliputi: kondisi geografis, curah hujan, luas lahan, penggunaan lahan, jenis dan jumlah produksi hasil pertanian, serta jenis dan populasi ternak.

Data yang diperoleh dalam penelitian, baik data primer maupun sekunder yang bersifat kuantitatif dilaporkan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data performan sapi potong hasil penelitian yang meliputi konsumsi BK, PBBH, Efisiensi Pakan, FC/G dan IOFC seperti terlihat pada (Tabel 1).

Konsumsi Pakan

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa rerata bahan kering yang

(4)

Tabel 1. Performan sapi potong peternakan rakyat di Desa Kemejing, Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul

Parameter Nilai

Terendah Tertinggi Rerata

Rerata Konsumsi BK (kg) 4,24 16,28 8,42

Rerata Kons BK trhdp BB (%) 1,91 5,19 2,74

Rerata PBBH (kg/ekor/hari) -0,07 0,62 0,19

Efisiensi Pakan -0,02 0,06 0,02

Rerata feed cost (Rp) 4.225,40 17.825,78 7.831,31

Feed cost per gain (Rp/kg) -77.241,14 196.301,33 46.166,62

Income over feed cost (Rp) -1.238,45 13.248,08 3.985,55

Sumber : Data primer diolah (2012).

dikonsumsi sapi tertinggi selama penelitian sebesar 16,28 kg/ekor/hari dan terendah 4,24 kg/ekor/hari. Perbedaan tingkat konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh faktor psikologis (ternak dalam keadaan sehat, sakit atau sedang bunting); faktor fisiologis (bobot badan, spesies, umur ternak, kapasitas lambung, laju pencernaan rumen); faktor pakan (jenis pakan, ukuran pakan, jumlah pakan, pengaruh campuran pakan, palatabilitas); dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Salah satu masalah yang umum dihadapi oleh petani ternak tradisional adalah rendahnya kualitas pakan yang diberikan pada ternak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Winugroho et al., (1998) yang menyatakan bahwa ketersediaan hijauan pakan dipengaruhi oleh iklim dan pola pertanian tanaman pangan, dimana pada musim kemarau produksi hijauan mengalami penurunan dan bahkan tidak tersedia sama sekali seperti yang dialami peternak di Kabupaten Gunungkidul.

Menurut Tillman et al., (1991), kemampuan mengkonsumsi pakan setiap sapi perharinya dalam bentuk bahan kering sebanyak 3% dari berat badannya. Rerata konsumsi bahan kering sapi yang diamati selama masa penelitian adalah 8,42 kg/ekor/hari atau sebesar 2,74% dari rerata bobot badan sapi potong. Dari data tersebut diketahui bahwa konsumsi bahan kering sapi selama penelitian hampir mencukupi dari kebutuhan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Berdasarkan pengukuran bobot badan sapi diperoleh rerata PBBH sebesar 0,19 kg/ekor/hari. Rerata tersebut diperoleh dari pengukuran bobot badan awal sebesar 292,25 kg dan bobot badan akhir sebesar 322,48 kg. Angka PBBH tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan PBBH sapi PO Jantan yang diberi pakan basal jerami padi dan dedak halus dengan aditif pakan kultur mikroba, sehingga didapat PBBH pada kisaran normal yaitu sebesar 0,38 kg (Bonga, 2003), sedangkan untuk rata-rata PBBH sapi SIMPO betina yang diberi pakan limbah hasil pertanian dan bekatul adalah 0,65 kg (Hasbullah, 2003).

Dalam penelitian tersebut, didapat PBBH tertinggi adalah 0,62 kg/ekor/hari dan yang terendah adalah -0,07 kg/ekor/hari. Sapi yang mempunyai PBBH rendah mayoritas adalah sapi yang memiliki feed cost rendah dan begitu juga sebaliknya, PBBH tinggi diikuti oleh feed cost yang tinggi juga. Perbedaan PBBH dalam penelitian ini disebabkan oleh konsumsi bahan kering yang diberikan oleh peternak yang bervariasi jenis maupun jumlahnya pada tiap sapi, meskipun banyak akan tetapi nutrien yang terkandung dalam bahan pakan belum mencukupi kebutuhan ternak sehingga meskipun konsumsi BK tergolong normal tetapi PBBH yang dihasilkan rendah. Nilai PBBH yang negatif menunjukkan bahwa sapi tersebut mengalami penurunan berat badan selama penelitian.

Menurut Parakkasi (1995), sapi yang memperoleh asupan nutrien kurang dari kebutuhan tidak dapat menunjukkan

(5)

Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:52-58 ISSN 2301-9921

produktifitas optimal, karena untuk menambah bobot badan sapi harus terpenuhi beberapa kebutuhan seperti kandungan bahan kering, protein kasar, dan penambahan sumber energi. Dari data yang diperoleh pada penelitian dapat diamati bahwa mayoritas bahan pakan yang digunakan peternak adalah jerami padi yang mempunyai nilai nutrien rendah, sehingga asupan nutrien sapi yang dipelihara rendah.

Efisiensi Pakan

Berdasarkan hasil penelitian konsumsi BK dan PBBH maka dapat dihitung nilai efisiensi pakan dan feed cost. Efisiensi penggunaan pakan pada penelitian ini sebesar 0,02 yang artinya setiap 1 kg bahan kering ransum menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,02 kg. Hasil yang didapat menunjukkan nilai efisiensi yang tergolong rendah. Nilai efisensi pakan yang rendah disebabkan karena rendahnya rerata PBBH dan rendahnya nilai nutrien dari bahan pakan yang dikonsumsi sapi. Nilai efisiensi penggunaan pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ransum yang dikonsumsi semakin sedikit untuk menghasilkan pertambahan bobot badan. Efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan (Sagala, 2011).

Nilai efisiensi pakan yang terendah selama penelitian adalah -0,02 dan yang tertinggi adalah 0,06. Nilai efisiensi negatif disebabkan oleh nilai PBBH yang negatif juga. Menurut Siregar (2001) efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar 7,52%-11,29%. Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara lain umur, kualitas pakan dan bobot badan. Semakin baik kualitas pakan semakin baik pula efisiensi pembentukan energi dan produksi (Pond et al., 2005). Nilai efisiensi pakan yang didapat dalam penelitian ini semua di bawah kisaran normal. Hal ini

disebabkan karena pakan yang diberikan oleh peternak di Semin pada saat penelitian mempunyai kualitas rendah.

Feed cost per gain (FC/G)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa besarnya feed cost per gain adalah Rp 46.166,62. Ini berarti untuk menaikkan bobot badan sebanyak 1 kg diperlukan biaya pakan sebesar Rp 46.166,62. Nilai FC/G yang dicapai tergolong tinggi, hal ini disebabkan oleh nilai efisiensi pakan yang rendah sehingga walaupun sapi mengkonsumsi BK dalam jumlah yang mendekati standar tetap tidak bisa memberikan PBBH yang baik. Hasil PBBH yang dicapai tidak sebanding dengan biaya pakan yang sudah dikeluarkan. Nilai FC/G terendah adalah Rp -77.241,14 dan nilai tertinggi adalah Rp 196.301,33. Semakin rendah nilai FC/G akan semakin baik, akan tetapi nilai FC/G yang negatif justru menunjukkan bahwa sapi tersebut memiliki performan yang buruk karena nilai negatif tersebut disebabkan oleh PBBH yang negatif. Dalam penelitian ini

nilai FC/G yang terbaik adalah Rp 12.949,65.

Saat musim kemarau peternak sangat kesulitan mencari hijauan pakan di lahan pertaniannya sendiri, sehingga banyak peternak yang membeli pakan hijauan dari luar daerah dengan harga mahal yang mengakibatkan nilai feed cost tinggi. Angka FC/G dapat ditekan dengan cara mengoptimalkan PBBH dan menekan biaya pakan dengan menggunakan pakan yang lebih efisien. Nilai PBBH dapat dioptimalkan dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik seperti pemberian pakan yang berkualitas, sanitasi dan kebersihan, dan tata laksana pemeliharaan kesehatan ternak (Williamson dan Payne, 1987). Feed cost dapat ditekan dengan memilih bahan pakan untuk menyusun ransum yang mudah dicari atau tersedia secara kontinyu dan murah harganya akan tetapi dapat saling

(6)

melengkapi membentuk formulasi ransum yang serasi dan seimbang (Basuki, 2002).

Income over feed cost (IOFC) Penghitungan IOFC dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomis pakan terhadap pendapatan petani ternak sapi potong, IOFC dihitung karena biaya pakan berkisar antara 60%-80% dari biaya total produk (Astutik et al., 2002). Income PBBH dihitung dengan cara mengalikan rerata PBBH 0,19 kg/ekor/hari dengan asumsi harga jual sapi

per kg berat hidup saat penelitian, yaitu Rp 22.000,00 sehingga didapat income dari

PBBH sebesar Rp 4.180,00. Income dari feses diperoleh dari penjualan pupuk yang berasal dari feses sapi dan sisa pakan yang ditampung oleh peternak. Kotoran ternak biasanya ditampung oleh peternak untuk kebutuhan pupuk di lahan pertaniannya sendiri, selebihnya akan dijual dalam bentuk kering tanpa proses pengomposan. Sapi Peranakan Ongole dewasa mampu menghasilkan kotoran sebesar 15 kg/ekor/hari (Deptan, 2001). Sapi yang dipelihara oleh peternak di Desa Kemejing, Kecamatan Semin menghasilkan feses rata-rata sebesar 15,40 kg/ekor/hari dalam bentuk basah, sehingga income dari feses dihitung dengan cara mengalikan kisaran produksi feses harian sebesar 15,40 kg dengan kadar BK feses 45%, kemudian dikalikan dengan asumsi harga feses kering per kg yaitu Rp 400,00 sehingga dihasilkan income feses Rp 2.772,00.

Selama penelitian berlangsung, terjadi kelahiran pedet sebanyak 6 ekor dan penjualan ternak sapi atau sapi sakit saat penelitian sebanyak 3 ekor, maka cara menghitung income dari pedet adalah 6 ekor dikalikan dengan asumsi harga pedet per ekor saat penelitian yaitu Rp 3.000.000,00 kemudian dibagi dengan lama penelitian 148 hari dan jumlah ternak 25 ekor. Sehingga didapat rata-rata income dari pedet untuk setiap ekor sapi yang diamati adalah Rp 4.864,86. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 1, diperoleh nilai Rp 3.985,55 yang berarti usaha peternakan sapi ini

mendapatkan keuntungan sebesar Rp 3.985,55 per ekor per hari. Nilai positif menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan mengalami keuntungan meskipun nilainya kecil (rendah). Keuntungan yang kecil ini disebabkan oleh nilai income yang berasal dari PBBH sangat rendah. Nilai PBBH mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam memperoleh income, sehingga hal-hal yang mempengaruhi PBBH perlu perhatian yang sangat besar agar mendapat PBBH yang maksimal dan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa efisiensi produksi sapi potong pada usaha peternakan rakyat di daerah pertanian lahan kering adalah rendah. Secara keseluruhan usaha peternakan sapi ini mendapatkan keuntungan yang kecil, yaitu sebesar Rp 3.985,55 per ekor per hari.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A., I.G. Ismail dan Sutono. 1997. Dukungan Penelitian Terhadap Pertanian Lahan Kering. Dalam : Prosiding. Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Kering Beberapa Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur Indonesia. Malang. Astutik, S.I.B., M. Arifin, & W.S. Dilaga. 2002.

Respon Sapi Po Berbasis Pakan Jerami Padi Terhadap Berbagai Formula “Urea Molases Blok”. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Basuki, P. 2002. Pengantar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Bahan Kuliah. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Bonga, S.M.D. 2003. PBB Sapi PO Jantan yang diberi Pakan Basal Jerami Padi dan Dedak Halus dengan Aditif Pakan Kultur Mikroba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

(7)

Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:52-58 ISSN 2301-9921

Deptan. 2001. Teknologi Usaha Pengemukan Sapi Potong. BPTP. Jawa tengah.

Febrina, D dan M. Liana. 2008. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia pada Peternak Rakyat di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu. Jurnal peternakan 5 (1) : 28 – 37.

Hasbullah, E.L. 2003. Kinerja Pertumbuhan dan Reproduksi Sapi Persilangan Simmental dengan Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Manti. I, Azmi, E. Priyotomo, dan D. Sitompul. 2003. Kajian sosial ekonomi sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). Dalam : Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa – Sapi. Bengkulu, September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Pond, W.G., D.C. Church, K.R. Pond and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fifth Ed. John Wiley and Sons, Inc. United States. 91-109.

Sagala, W. 2011. Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal Pada

Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak). Skripsi S1. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3EI. Jakarta. Siregar, S. 2001. Ransum Ternak Ruminansia.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusuma., dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Williamson, G. dan J.A. Payne. 1987. An Introduction to Animal Husbandry in The Tropics. Longman Group. London. Dalam Darmadja, D. (edt). 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah mada University Press, Yogyakarta.

Widiati, R. 2003. Analisis Linier Programming Usaha Ternak Sapi Potong dalam Sistem Rumah Tangga Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Winugroho, M., B. Hariyanto, dan K. Ma’sum.

1998. Konsep Pelestarian Pasokan Hijauan Pakan Dalam Usaha Optimalisasi Produktivitas Ternak Ruminansia. Dalam : Prosiding. Seminar Nasional Peternakan Dan Veteriner. Jilid I. Puslitbang Peternakan. Bogor.

Gambar

Tabel  1.  Performan  sapi  potong  peternakan  rakyat  di  Desa  Kemejing,  Kecamatan  Semin  Kabupaten Gunungkidul

Referensi

Dokumen terkait

Terlepas dari urgensi keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia dan implikasinya terhadap reformasi konstitusi di Indonesia, penelitian ini memberi sebuah kajian

Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan hasil belajar seni budaya khususnya seni tari dengan materi gerak tari berdasarkan

Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari beberapa

Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton,termasuk ganggang dan

Seperti para sofis lainnya, Sokrates memilih manusia sebagai obyek penyelidikannya dan ia memandang manusia lebih kurang dari segi yang sama seperti mereka:

Melihat manfaat isi biji mangga yang sangat besar serta ketersediaan bahan yang melimpah ketika musim panen mangga maka timbul ide untuk melatih masyarakat desa Kendel

Klik tombol “View Proforma” untuk melihat perhitungan estimasi biaya dari daftar container yang telah dibuat.. Klik tombol “Create Job Order” untuk membuat

❖ membaca dari berbagai sumber lain yangrelevan, media massa, internet, web atau media sosial lainnya, danmengumpulkan informasi untuk mengerjakan Tugas