• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengertian ijtihad dan pembahasannya Id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengertian ijtihad dan pembahasannya Id"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IJTIHAD DAN MUJTAHID

Materi diskusi

Mata Kuliah:

USHUL FIQIH

Dosen pengampu:

Syaiful Bahri, M.HI

Oleh

Ghamal Sholeh H. (932113714)

Dody Utomo (932113114)

Musta’in Asyhari (932115014)

Jurusan Tarbiyah

Prodi Pendidikan Agama Islam

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) KEDIRI

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin berkembangnya sosial masyarakat akan menimbulkan permasalahan baru yang semakin kompleks. Permasalan-permasalahan itu perlu adanya pengkajian guna penetapan hukum yang sesuai dengan ajaran yang disyariatkan agama.

Penetapan hukum itu tidaklah segampang membalik telapak tangan melainkan membutuhkan pemikiran-pemikiran yang harus berdasar pada hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist.

Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh Al-Qur’an dan Hadits. Maka untuk itu ijtihad menjadi sangat penting.

Bukan hanya tahu hukum al Qur’an dan hadist saja, seorang yang akan berijtihad harus mempunyai pengetahuan yang mumpuni dalam ijtihadnya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad ?

2. Apa dasar hukum Ijtihad ? 3. Apa saja objek Ijtihad ?

4. Apa saja syarat-syarat dalam melakukan ijtihad ?

5. Apa saja metode-metode yang digunakan dalam Ijtihad ? 6. Apa saja macam-macam Ijtihad ?

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad

Kata ijtihad berakar dari kata al-juhd,yang berarti al-thaqah (daya,kemampuan,kekuatan) atau dari kata jahd yang berarti al-masyaqqah (kesulitan,kesukaran).Dari itu,ijtihad menurut pengertian kebahasaannya “badzl al-wus’wa al-majhud” (pengerahan daya dan kemampuan),atau pengerahan daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar.1

Dengan kata lain,ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’.2

Sedangkan ijtihad menurut istilah ulama’ ushul adalah mengerahkan segala daya untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalilnya yang rinci diantara dalil syara’.3

B. Dasar Hukum Ijtihad

Adapun yang menjadi dasar ijtihad adalah al-qur’an dan hadits.Diantara ayat al-qur’an yang menjadi dasar sebagai ijtihad adalah sebagai berikut:

















Artinya:dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram.

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari masjidil haram,apabila akan shalat,dapat mencari dan menentukan

1 Nasrun Rusli.KONSEP IJTIHAD AL-SYAUKANI.(Cet I,Jakarta:PT Logos Wacana Ilmu,1999)hlm 73-74 2 Rachmat Syafe’i, MA.ILMU USHUL FIQIH.(Cet IV,Bandung: CV Pustaka Setia,2010)hlm 99

(4)

arah itu melalui ijtihad dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada.

Adapun keterangan dari sunnah,yang menjadi dasar berijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :

”apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala”

Dan hadis Mu’adz ibnu Jabal ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Yaman untuk menjadi hakim di Yaman:

Rasulullah bertanya:’’dengan apa kamu menghukumi?”Ia menjawab,’’dengan apa yang ada dalam kitab allah.Bertanya Rasulullah,’’jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab allah’’?Dia menjawab aku memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah’’.Rasulullah bertanya lagi,’’jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?’’ Berkata Mu’adz,’’aku berijtihad dengan pendapatku.’’Rasulullah bersabda,’’aku bersyukur kepada allah yang telah menyepakati utusan dari Rasulnya.

Dari dialog antara Mu’adz ibnu Jabal dengan Nabi Muhammad SAW,dapat diambil kesimpulan bahwa selama masih ada nash-nash yang mengatur sesuatu itu dalam qur’an,maka dapat menggunakan al-qur’an,apabila tidak ada dalam al-qur’an menggunakan hadits nabi,dan bilamana dari hadis Rasulullah SAW tidak terdapat aturannya atau apabila tidak ada nash (dalil) tertulis,barulah diperlukan ijtihad.4

C. Objek Ijtihad

4Khairul Uman & Achyar Aminudin.USHUL FIQIH II.(Cet I,Bandung:CV Pustaka

(5)

Tidak boleh melakukan ijtihad dalam masalah yang terdapat nash yang jelas dan pasti.Jika kejadian yang hendak diketahui hukum syara’nya itu telah ditunjukkan oleh dalil yang sharih (jelas) dan petunjuk serta maknanya adalah pasti,maka tidak ada peluang untuk ijtihad.5

Menurut Al-Ghazal,objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qathi.Dari pendapatnya itu,diketahui ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.

Dengan demikian,syari’at Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian :

1. Syari’at yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad,yaitu hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok islam,yang berdasarkan dalil-dalil yang qathi,seperti kewajiban melaksanakan shalat,zakat,puasa,haji,atau haramnya melakukan zina,mencui,dan lain-lain.Semua itu telah ditetapkan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2. Syari’at yang bisa dijadikan lapangan ijtihad,yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat dzanni,baik maksudnya,petunjuknya,serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama’.

Apabila ada nash yang keberadaannya masih dzanni,hadis ahad misalnya,maka yang menjadi lapangan ijtihad di antaraya adalah meneliti bagaimana sanadnya,derajat para perawinya,dan lain-lain.

Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nash-nya,maka yang menjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara menggunakan kaidah-kaidah yang bersumber dari akal,seperti qiyas,istihsan,maslahah mursalah,dan lain-lain.6

5 Abdul Wahhab Khallaf.Ilmu Ushul Fiqih.(Cet I,Jakarta:Pustaka

Amani,2003)hlm 317

6 Rachmat Syafe’i, MA.ILMU USHUL FIQIH.(Cet IV,Bandung: CV Pustaka

(6)

D. Syarat-syarat Melakukan Ijtihad

Ulama’ ushul fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad).Secara umum,pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-qur’an yang berhubungan dengan masalah hukum.Dalam arti,membahas ayat-ayat tersebut untuk menggali hukum. 2. Memiliki pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits Nabi

SAW yang berhubungan dengan masalah hukum.

3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ agar dalam menentukan hukum sesuatu tidak bertentangan dengan ijma’.

4. Memiliki pengetahuan yang luas tentang qiyas dan dapat mempergunakannya dalam proses istinbath hukum.

5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam.Sebab,al-qur’an dan hadits sebagai sumber hukum islam tersusun dalam gaya bahasa Arab yang tinggi.

6. Mengetahui pengetahuan mendalam tentang nasikh-mansukh dalam al-qur’an dan hadits agar dalam menggali hukum tidak menggunakan ayat al-qur’an atau hadits yang telah dinaskh (hapus).

7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul) dan sebab-sebab keluarnya hadits (asbabul al-wurud),agar dapat menggali hukum secara tepat.

(7)

9. Menguasai kaidah-kaidah ushul fiqih sehingga mampu mengolah dan menganalisis dalil-dalil hukum untuk menghasilkan sebuah hukum suatu permasalahan yang akan digali hukumnya.7

10. Mengetahui maqashidu asy-syari’ah (tujuan syari’at) secara umum,karena bagaimanapun juga syari’at itu berkaitan dengan maqashidu asy-syari’at atau rahasia disyari’atkannya suatu hukum.Sebaiknya,mengambil rujukan pada istihsan,maslahah mursalah,urf,dan sebagainya yang menggunakan maqashidu syari’at sebagai standarnya.Maksud dari maqashidu asy-syari’at antara lain menjaga kemaslahatan manusia dan menjauhkan dari kemudharatan.8

7 Suyatno.DASAR-DASAR ILMU FIQIH & USHUL FIQIH.(Jogjakarta:Ar-Ruzz

Media,2011)hlm183-184

8 Rachmat Syafe’i, MA.ILMU USHUL FIQIH.(Cet IV,Bandung: CV Pustaka

(8)

E. Metode-metode Ijtihad

Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad.Di antara metode atau cara berijtihad yaitu:

1. Ijma’ adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa. 2. Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat

ketentuannya di dalam al-qur’an dan hadits dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam al-qur’an dan hadits karena persamaan ‘illat (penyebab atau alasan)nya.

3. Maslahah mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik dalam al-qur’an maupun hadits,berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.

4. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.Istihsan merupakan metode yang unik dalam mempergunakan akal pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriyah demi kepentingan masyarakat dan keadilan.

5. Istishab adalah penetapan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya,sampai ada dalil yang mengubahnya,atau dengan kata lain istishab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.

6. ‘urf adalah metode Ijtihad yang dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita.9

9 Mohammad Daud Ali.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.(Cet

(9)

F. Macam-macam Ijtihad

Ijtihad dapat dibagi menjadi:

1. Ijtihad Al-Bayani,yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash.

2. Ijtihad Al-Qiyasi,yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan menggunakan metode qiyas.

3. Ijtihad Al-Istislah,yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terhadapat dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istislah.

Menurut Muhammad Taqiyu al-hakim,pembagian ijtihad di atas masih belum sempurna.Menurutnya ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja:

1. Ijtihad al-aqli,yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal tidak menggunakan dalil syara’.Mujtahid dibebaskan untuk berfikir,dengan mengikuti kaidah-kaidah yang pasti.

2. Ijtihad syari,yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’,termasuk dalam pembagian ini adalah ijma’,qiyas,istihsan,istislah,’urf, istishab,dan lain-lain.10

10 Rachmat Syafe’i, MA.ILMU USHUL FIQIH.(Cet IV,Bandung: CV Pustaka

(10)

G. Hukum Melakukan Ijtihad

Menurut para ulama’,bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad,ada empat hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenaan dengan ijtihad,yaitu:

1. Orang tersebut dihukumi fardu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan yang menimpa dirinya dan harus mengamalkan hasil dari ijtihadnya,dan tidak boleh taqlid kepada orang lain.Karena hukum ijtihad itu sama dengan hukum allah terhadap permasalahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum allah.

2. Juga dihukumi fardu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum ada hukumnya.Karena jika tidak segera dijawab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan hukum tersebut atau habis waktunya dalam mengetahui kejadian tersebut.

3. Dihukumi fardu kifayah,jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya,atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi syarat-syarat sebagai seorang mujtahid.

4. Dihukumi sunnah apabila berijtihad terhadap suatu peristiwa atau permasalahan yang belum terjadi,baik ditanya ataupun tidak.

5. Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara qathi,sehingga hasil ijtihadnya itu bertentangan dengan dalil syara’.11

(11)

H. Tingkatan Mujtahid

Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid,adapun tingkatan mujtahid menurut para ulama’ dibagi menjadi lima tingkatan,diantaranya:

 Pertama,al-Mujtahid al-Mustaqill,yaitu mujtahid yang membangun fiqih atas dasar metode dan kaidah yang ditetapkannya sendiri.Atau dengan kata lain,mujtahid tersebut memiliki ushul fiqih dan fiqih sendiri,yang berbeda dari ushul fiqih dan fikih mujtahid yang lain.

 Kedua,al-Mujtahid al-Mutlaq ghair al-Mustaqill,yaitu seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad,tetapi tidak memiliki metode tersendiri dalam melakukan ijtihad,ia melakukan ijtihad sesuai dengan metode yang telah digariskan oleh salah seorang imam dari imam-imam madzab.Contoh mujtahid peringkat ini,antara lain Abu Yusuf pengikut Abu Hanifah,ibnu al-Qashim pengikut Malik,al-Muzani dari kalangan pengikut al-Ayafi’i.

(12)

 Keempat,Mujtahid al-Tarjih,yaitu ahli fiqih yang berupaya mempertahankan madzab imamnya,mengetahui seluk-beluk pandangan imamnya,dan mampu men-tarjihkan pendapat yang kuat dari imam dan pendapat-pendapat yang terdapat dalam madzabnya.Contoh: al-Quduri dan al-Marginani dari madzab Hanafi.

 Kelima,Mujtahid al-Fatwa,yaitu ahli fiqih yang berupaya menjaga madzabnya,mengembangkannya,dan mengetahui seluk-beluknya,serta mampu memberikan fatwa dalam garis yang telah ditentukan oleh imam madzabnya.12

12 Nasrun Rusli.KONSEP IJTIHAD AL-SYAUKANI.(Cet I,Jakarta:PT Logos Wacana

(13)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan.Bahwa ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.Dasar yang dijadikan ijtihad bersumber dari al-qur’an dan hadis sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Objek yang bisa dijadikan lapangan ijtihad,yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat dzanni,baik maksudnya,petunjuknya,serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama’.

Di dalam melakukan ijtihad tidak sembarang orang bisa melakukannya, seorang mujtahid yang ingin melakukan ijtihad diharuskan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.Terdapat beberapa beberapa metode dalam melakukan ijtihad diantaranya ijma,qiyas,maslahah mursalah,istihsan,istishab,dan lain-lain.

Ijtihad dapat dibagi menjadi,Ijtihad Bayani,Ijtihad Qiyasi,Ijtihad Al-Istislah.Menurut Muhammad Taqiyu al-hakim,pembagian ijtihad di atas masih belum sempurna.Menurutnya ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja yaitu Ijtihad al-aqli dan Ijtihad syari.

Menurut para ulama’,bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad,ada empat hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenaan dengan ijtihad,yaitu fardu ain,fardu kifayah,sunnah dan haram.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Ali,Mohammad Daud.2000.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.Cet VIII,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Khallaf,Abdul Wahhab.2003.Ilmu Ushul Fiqih.Cet I,Jakarta:Pustaka Amani. Rusli,Nasrun.1999.KONSEP IJTIHAD AL-SYAUKANI.Cet I,Jakarta:PT Logos Wacana Ilmu.

Suyatno.2011.DASAR-DASAR ILMU FIQIH & USHUL FIQIH .Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.

Referensi

Dokumen terkait

Model IFLP akan diselesaikan dengan solusi interaktif dua tahap yang dikembangkan Huang et al (1993) sehingga dari hasil perhitungan akan didapatkan interval

Setidaknya, ada tiga karakter dasar yang memungkinkan pesantren memberi kontribusi besar dalam mengembangkan pendidikan kemasyarakatan (sosial) dan kebudayaan; 1)

Berdasarkan penelitian tentang rekayasa kualitas kompos brangkasan kacang tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi gogo (Oryza sativa L.) dapat

Ada beberapa objek lain yang bisa ditambahkan yang tidak terdapat dalam Microsoft Visual Basic versi standar edition, yaitu dengan cara memilih atau member tanda check

Hal tersebut akan saya jabarkan dalam beberapa bagian, bertujuan untuk pembaca lebih mengerti secara dalam terutama mengenai Struktur dan Skala Upah, dan akhirnya memiliki

Dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang pelayanan umum, khususnya penyediaan air bersih/minum kepada masyarakat Kabupaten Banjar dan untuk

Sebelum memilih Bendesa Agung, calon Bendesa Agung diusulkan terlebih dahulu sebagai kandidat oleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah bendesa adat yang hadir dalam Paruman Agung