• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN PERTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN PERTAMA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN PERTAMA

SKRIPSI MERI AFIZA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN PERTAMA

MERI AFIZA D14104005

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(3)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN PERTAMA

Oleh MERI AFIZA

D14104005

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer drh. Chusnul Choliq, M.S., M.M. NIP. 130354159 NIP. 19620530 198703 1 002

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 19670107 199103 1 003

(4)

ABSTRACT

Long-tailed Macaca’s (Macaca fascicularis) Blood Profiles Fed With High Energy Diet for Four Months at First Obese Period

Afiza, M., S.S. Mansjoer, and C. Choliq

The aim of this research was to determine blood profiles of Long-tailed Macaca (Macaca fascicularis) which were fed with high fat and soluble carbohydrate as the obese diet. The ingredients of obese diet came from local source such as sugar, wheat flour, tallow, vegetable oil, fish meal, maize flour, soybean meal, rice bran, yolk, mineral (calsium carbonat and calsium phosphate) and fiber source from agar-agar. Environmental enrichment was alternately given fruit apple, orange, papaya, and guava (weight 10 g/head/day) in a frozen state. Bananas were given about 70 g/day as additional feed. Ten adult males (av. BW 3-5 kg, 5-6,5 year) and five adult males (BW 3-5 kg, 5-6,5 year) subsequently treated with obese diet and control diet. Observed variable are red blood cells count, hemoglobin, hematocrit, Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Volume (MCV) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) for red bood cell indices and neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit and monosit for white blood cell differentiation. The blood was collected from femoral vein under anaesthetized condition. Blood samples were analyzed by automated machine (hematology analyzer). High energy diet had highly significant influence (P<0,01) red blood cell count, hemoglobin, hematocrit, and MCV and less significant for MCHC and white blood cells differentiation (P>0,05). Period nested within feed treatment did not significantly (P>0,05) except on MCHC (highly significant, P<0,01). Duncan test results showed that diet B was the most significant influence and feed A had the same influence with feed to red blood cells count (P<0,05). The influence of feed B significantly higher than the feed A, and feed A feed was higher than feed for hemoglobin and hematocrit (P<0,05). The influence of feed C was significantly higher than feed B, and diet B was higher than feed A (P<0,05) for MCV and MCH. Fourth period was higher influence, 3rd and 2nd period were higher than initial period and 1st period for MCHC.

Keywords: Macaca fascicularis, laboratory animal, high energy diet and blood profiles

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi Pada Periode Obesitas Empat Bulan Pertama” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat diketahui perkembangan profil darah monyet ekor panjang yang mendapat pakan energi tinggi dalam rangka membentuk hean model obesitas.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.

Bogor, September 2009

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Meri Afiza. Penulis dilahirkan pada tanggal 21 April 1986 di kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Penulis merupakan bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Maisir St. Parapatiah dan Ibu A. Fitri Yuniarti. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 29 Tangah, Kabupaten Agam dan diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di MTsN Kamang, Kabupaten Agam dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Negeri 2 Tilatang Kamang, Kabupaten Agam.

Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada HIMAPROTER, Famn Al-An’am, dan KEPAL-D Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga pernah terlibat pada Pengembangan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis ikut berpartisipasi pada Program Keaksaraan LPPM IPB bekerja sama dengan DIKNAS RI sebagai fasilitator/tutor.

(7)

RINGKASAN

MERI AFIZA. D14104005. 2009. Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi pada Periode Obesitas Empat

Bulan Pertama. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer

Pembimbing Anggota : drh. Chusnul Choliq, M.S., M.M.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran perkembangan darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan energi tinggi. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa sebanyak 15 ekor. Monyet dipelihara dalam kandang individu sistem terbuka, sedemikian sehingga satu sama lain masih dapat saling melihat dan mendengar.

Selama penelitian monyet ekor panjang diberi perlakuan berupa pakan A, pakan B, dan pakan C. Pakan A mengandung energi 4.480 kal/g dan BETN yang tinggi (59,42%) dengan sumber lemak utama berasal dari lemak sapi (tallow). Pakan B mengandung energi 4.208 kal/g, BETN yang tinggi (60,34%), dan sumber lemak utama berasal dari lemak sapi (tallow) dan kuning telur. Monkey chow digunakan sebagai pakan kontrol dengan energi 4331 kal/g, protein (29,39%) dan lemak kasar (5,55%). Pengkayaan berupa buah apel, jeruk, pepaya, dan jambu (bobot 10 g/ekor/hari) lingkungan diberikan secara bergantian dalam keadaan beku. Satu buah pisang dengan bobot sekitar 70 g/ekor/hari sebagai pakan tambahan. Peubah yang diamati adalah hematologi: jumlah sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan diferensiasi sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit). Pengamatan dilakukan setiap bulan penelitian mulai dari bulan ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4.

Pakan energi tinggi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, dan MCH. Pengaruh perlakuan pakan tidak nyata (P>0,05) pada peubah MCHC dan diferensiasi sel darah putih. Periode pengamatan yang tersarang pada perlakuan pakan tidak nyata (P>0,05) kecuali pada peubah MCHC (sangat nyata, P<0,01). Hasil uji lanjut menunjukkan pengaruh pakan B nyata paling tinggi dan pakan A mempunyai pengaruh yang sama dengan pakan C untuk jumlah sel darah merah (P<0,05). Pengaruh pakan B nyata lebih tinggi dari pakan A, dan pakan A lebih tinggi dari pakan C untuk peubah kadar hemoglobin dan nilai hematokrit (P<0,05). Pengaruh pakan C nyata lebih tinggi dari pakan B, dan pakan B lebih tinggi dari pakan A (P<0,05) untuk nilai MCV dan MCH. Periode 4 nyata paling tinggi dan periode pengamatan bulan ke-3 dan ke-2 lebih tinggi dari periode pengamatan bulan ke-0 dan bulan pertama terhadap nilai MCHC.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... Monyet Ekor Panjang ... 3

Satwa Primata sebagai Hewan Model ... 4

Obesitas ... 5

Pakan ... 7

Darah ... 10

Sel Darah Merah ... 12

Hemoglobin ... 12

Hematokrit ... 13

Mean Corpuscular Volume (MCV) ... 13

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) ... 13

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) 14

Diferensial Sel Darah Putih ... 14

METODE ... Tempat dan Waktu ... 16

Materi ... Hewan Model ... 16

Pakan ... 16

Kandang ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Rancangan Percobaan ... Perlakuan ... 18

Peubah yang Diamati ... 18

Prosedur ... Pengumpulan Data ... 18

(9)

Halaman

Pengambilan Contoh Darah ... 19

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah ... 19

Perhitungan Kadar Hemoglobin ... 20

Perhitungan Nilai Hematokrit ... 20

Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) ... 20

Analisis Contoh Darah Menggunakan Hematology Analyzer ... 21

Perhitungan Diferensiasi Sel Darah Putih ... 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian ... 25

Ransum Penelitian ... 26

Performa Monyet Ekor Panjang ... Hematologi ... 28

Jumlah Sel Darah Merah ... 28

Hemoglobin ... 30

Hematokrit ... 33

Mean Corpuscular Volume (MCV) ... 35

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) ... 38

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) 40

Diferensial Sel Darah Putih ... 42

Jumlah Neutrofil ... 42 Jumlah Eosinofil ... 43 Jumlah Basofil ... 45 Jumlah Limfosit ... 47 Jumlah Monosit ... 48 Bahasan Umum ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 52

Saran ... 52

UCAPAN TERIMA KASIH ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Monyet Ekor Panjang ... 3

2. Hematology Analyzer ... 18

3. Kandang Monyet Ekor Panjang Beserta Fasilitas: Pintu Masuk(a), Kandang Individu (b), Kegiatan Manajemen Kesehatan (c) dan Penimbangan Bobot Badan (d) ... 25

4. Bentuk Pakan A (a), pakan B (b), dan monkey chow sebagai pakan C(c) ... 27

5. Grafik Jumlah Sel Darah Merah Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 30

6. Grafik Kadar Hemoglobin Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 32

7. Grafik Nilai Hematokrit Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 35

8. Grafik Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 37

9. Grafik Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 39

10. Grafik Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 41

11. Grafik Jumlah Neutrofil Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 43

12. Grafik Jumlah Eosinofil Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 45

13. Grafik Jumlah Basofil Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 46

14. Grafik Jumlah Limfosit Monyet Ekor Panjang selama Perlakuan ... 48

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

Sel Darah Merah ... 60 2. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Kadar

Hemoglobin ... 60 3. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Nilai

Hematokrit ... 60 4. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Nilai

MCV ... 61 5. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Nilai

MCH ... 61 6. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Nilai

MCHC ... 61 7. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

Neutrofil ... 62 8. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

Eosinofil ... 62 9. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

Basofil ... 62 10. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

Limfosit ... 62 11. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) RAL Pola Tersarang Jumlah

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kategori BMI untuk Eropa dan Asia ... 6 2. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang ... 8 3. Kandungan Gross Energy dari Beberapa Bahan Makanan ... 9 4. Nilai Normal Hematologi dan Diferensiasi Sel Darah Putih pada

Monyet Ekor Panjang... 15 5. Komposisi Pakan Perlakuan (Pakan A dan Pakan B) ... 17 6. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian ... 26 7. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Jumlah Sel Darah Merah Monyet Ekor Panjang (MEP) selama

Perlakuan ... 29 8. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Kadar Hemoglobin Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 31 9. Rataan, Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK) Nilai

Hematokrit Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 34 10. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) Monyet Ekor Panjang (MEP)

selama Perlakuan... 36 11. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Monyet Ekor Panjang

(MEP) selama Perlakuan ... 38 12. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Monyet

Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 43 13. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Jumlah Neutrofil Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 44 14. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Jumlah Eosinofil Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 46 15. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Jumlah Basofil Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 47 16. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

Jumlah Limfosit Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan ... 49 17. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK)

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pakan berenergi tinggi dapat menimbulkan obesitas. Obesitas adalah kelebihan bobot badan sebagai akibat penimbunan lemak tubuh. Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat konsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit serius antara lain kardiovaskular, strok, diabetes melitus Tipe II, hipertensi, dislipidemia, kanker (payudara, endometrium, prostat dan usus besar), gagal ginjal, osteoarthritis, masalah pernafasan (asma dan tidur apneu) bahkan depresi (Racette et al., 2003).

Usaha mengatasi masalah obesitas sangat diperlukan dengan meningkatkan pemahaman tentang terjadinya sindrom metabolik khususnya mekanisme pencegahan dan pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji preklinis dengan menggunakan hewan model antara lain tikus, mencit, dan satwa primata seperti monyet bonnet (Macaca radiata), baboon (Papio hamadryas), monyet rhesus (Macaca mulatta), dan beruk (Macaca nemestrina). Satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia dalam hal anatomi maupun fisiologi. Hal ini menjadikan satwa primata dapat digunakan sebagai hewan model dalam penelitian yang berhubungan dengan biomedis, toksikologi dan neurologi.

Salah satu hewan primata yang banyak digunakan sebagai hewan model adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (MEP), karena bukan termasuk hewan yang terancam punah dan jumlahnya masih banyak. MEP sangat sesuai sebagai hewan model obesitas, karena memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al., 2006).

Usaha membentuk hewan model obes dapat dilakukan melalui intervensi pemberian pakan yang mengandung lemak dan karbohidrat tinggi. Bennet et al. (1995) melaporkan bahwa pakan yang mengandung energi tinggi yaitu 4,2 kkal/kg, terdiri dari lemak 21-31% dan karbohidrat 50-70% (sukrosa dan dekstrin) dapat menghasilkan hewan obes pada monyet rhesus (Macaca mulatta). Pada penelitian ini digunakan pakan yang tersusun dari karbohidrat mudah larut (gula, tepung terigu,

(14)

2 dan tepung maizena) dan lemak yang berasal dari tallow (lemak hewan), minyak goreng dan kuning telur.

Perumusan Masalah

Darah merupakan komponen tubuh yang sangat penting. Secara umum darah berperan dalam keseimbangan berbagai proses metabolisme tubuh. Diet yang masuk akan diedarkan dari saluran pencernaan ke seluruh tubuh melalui darah. Diet yang tidak seimbang akan menimbulkan gangguan dalam sistem sirkulasi, salah satunya ditampilkan melalui profil hematologi, yaitu jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, dan menghitung indeks sel darah merah yang meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) serta diferensiasi sel darah putih (neutrofil, eusonofil, basofil, limfosit dan monosit).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi hematologi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (MEP) yang mendapat perlakuan pakan berenergi tinggi untuk menjadi obes. Informasi hematologis yang akan diperoleh meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit dan nilai indeks eritrosit yang meliputi MCV, MCH dan MCHC serta diferensiasi sel darah putih (neutrofil, eusonofil, basofil, limfosit dan monosit).

Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai hewan model yang mengalami proses kegemukan akibat intervensi pakan obes yang bersumber dari bahan berenergi tinggi. Selain itu adanya informasi tentang karakteristik darah ini juga berguna untuk mengetahui hubungan antara gambaran hematologi dengan kondisi lingkungan.

(15)

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di PT. IndoAnilab, Taman Kencana, Bogor dan Laboratorium Patologi dan Lipid Pusat Studi Satwa Primata-IPB (PSSP-IPB), Bogor dari bulan Desember 2007 sampai bulan Juni 2008.

Materi

Hewan Model

Penelitian ini menggunakan 15 ekor monyet ekor panjang (MEP) dewasa berjenis kelamin jantan, bobot badan berkisar antara 4-5 kg, dan berumur 6-8 tahun. Monyet yang digunakan berasal dari kandang Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata di Darmaga Bogor yang bebas dari agen penyakit (patogen).

Pakan

Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Minum diberikan ad libitum. Selama penelitian monyet diberi perlakuan pakan buatan yang telah diformulasi dengan komposisi antara lain: gandum, gula, lemak sapi, minyak goreng, tepung ikan, tepung maizena, bungkil kedelai, dedak padi, agar Swallow, CMC (carboxymethyl cellulase), Premix, kalsium karbonat, kalsium fosfat dan kuning telur. Pakan yang digunakan mengandung lemak dan pati yang tinggi dengan energi sebesar masing-masing 4.480 kal/g dan 4.207 kal/g. Komposisi pakan energi tinggi (pakan A dan B) dapat dilihat pada Tabel 5.

Pada periode ke-dua penelitian (minggu ke-5 s/d minggu ke-8), MEP terlihat mengalami cekaman. Cekaman ini diekspresikan melalui tingkah laku yang selalu membuang air minum, memukul-mukul tempat minum ke lantai kandang bahkan ada satu ekor monyet yang mencabuti bulunya sendiri. Sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Animal Care and Use Commitee (ACUC yaitu Komisi Kesejahteraan Hewan Percobaan) PT. IndoAnilab dengan nomor protokol: 01-IA-ACUC-08, maka pada periode ke-3 penelitian monyet ekor panjang diberikan

(16)

17 enrichment. Bentuk enrichment tersebut adalah pemberian potongan buah-buahan seperti pisang, pepaya, jambu biji dan apel (±10 g/ekor) dalam bentuk kubus es.

Tabel 5. Komposisi Pakan Berenergi Tinggi (Pakan A dan Pakan B)

Bahan Pakan Pakan A Pakan B

--- (%) --- Gandum Gula Minyak goreng Tepung ikan Tepung maizena Bungkil kedelai Dedak padi Agar-agar CMC (carboxymethyl cellulose) Mineral mix Kuning telur Tallow Total 42,0 10,0 10,0 6,5 8,0 5,0 4,0 1,5 1,0 2,0 - 10,0 100,0 42,0 8,0 10,0 4,0 8,0 4,0 4,0 1,0 1,0 2,0 10,0 6,0 100,0 Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari stainless steel (squeeze back cage) untuk mempermudah pemeliharaan dan pengendalian. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum ad libitum. Kandang ditempatkan pada ruang tertutup dan bersih serta didesain sedemikian rupa sehingga monyet masih dapat saling melihat dan mendengar sesamanya. Di dalam ruangan kandang disediakan kran air, alat pembersih kandang, exhaust fan, dan ventilasi.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan untuk pengumpulan darah adalah syringe 5 ml, tabung darah (vacutainer) 5 ml yang telah berisi antikoagulan EDTA, obat bius (ketamin dengan dosis 0,01 mg/kg bobot badan), rak untuk tabung darah,

(17)

18 kapas/tissue, cool box dan dry ice. Bahan dan alat yang digunakan untuk pemeriksaan darah adalah contoh darah, alkohol 70%, Giemsa 10%, methanol, minyak imersi, syringe 5 ml, mikroskop cahaya (merek Nikon YB100), handcounter, kapas/tissue, gelas objek (merek Sail Brand), kaca penutup preparat, pipet mikro dan hematology analyzer (merek Nihon Kohden, Celltax). Gambar berikut merupakan contoh gambar mesin penganalisis contoh darah (hematology analyzer).

Gambar 2. Hematology Analyzer

Rancangan Percobaan

Perlakuan

Sebanyak 15 ekor monyet ekor panjang dibagi secara acak untuk mendapatkan 3 macam perlakuan pakan dengan ulangan sebanyak 5 ekor. Pakan A (n = 5 ekor) mengandung energi sebesar 4.480 kal/g, lemak 19,62%, dan BETN 59,42%. Pakan B (n = 5 ekor) mengandung energi 4.207 kal/g, lemak 19,62% dan BETN 60,34%. Pakan C (monkey chow) (n = 5 ekor) energi 4.330 kal/g, lemak 5,55% dan BETN 51,38%.

Peubah yang Diamati

Peubah untuk nilai hematologi adalah jumlah sel darah merah (106/ml), kadar hemoglobin (g/dl), nilai hematrokrit (%), nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) (fl), Mean Corpusular Hemoglobin (MCH) (ρg) dan nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (g/dl). Peubah untuk diferensiasi sel adalah neutrofil (%), eusinofil (%), basofil (%), limfosit (%) dan monosit (%).

(18)

19

Prosedur

Tahapan Persiapan dan Adaptasi

Adaptasi suatu individu terhadap perubahan lingkungan sangat bervariasi bergantung pada kondisi perubahan yang dialami. Dalam penelitian ini terjadi perubahan ransum lama dengan ransum baru untuk bahan penelitian. Selama penggantian ransum diperlukan masa adaptasi sampai hewan tertarik dan mengonsumsi ransum yang baru dan masa adaptasi masing-masing individu berbeda. Persiapan penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah persiapan dan masa adaptasi kandang, sedangkan tahap kedua adalah masa adaptasi pakan.

Monyet ekor panjang (MEP) dipelihara dalam kandang individu untuk mengurangi aktivitas harian dan diberi pakan monkey chow pada masa adaptasi kandang selama 60 hari. Kandang individu MEP ditempatkan dalam ruang tertutup, dan diposisikan sedemikian rupa, sehingga setiap MEP bisa saling melihat dan mendengar satu sama lain. Tiap kandang individu dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum ad libitum, kran air, selang, lampu dan termometer. Setelah adaptasi kandang, MEP dihabituasi terhadap pakan penelitian selama 10 hari. Selama masa adaptasi, baik kandang maupun pakan, MEP tidak menunjukkan kelainan ataupun gangguan kesehatan yang berarti.

Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi hari pukul 09.00 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Selain itu, pada siang hari diberikan pakan tambahan yaitu satu buah pisang per hari (40-80 g/ekor). Minum diberikan ad libitum. Pada awal perlakuan pakan MEP menunjukkan ekspresi ketakutan dan kegelisahan saat peneliti masuk kandang dan saat pemberian pakan atau minuman. Namun, setelah 3 minggu MEP mulai terbiasa setiap peneliti masuk dan memberikan pakan atau minuman.

Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui pengamatan dan pengambilan darah yang dilakukan setiap bulan (4 minggu), yaitu bulan ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa untuk setiap perlakuan diberikan 5 ulangan.

(19)

20 Pengamatan dilakukan pada masing-masing individu, sehingga pada setiap pengamatan didapatkan 15 data untuk masing-masing peubah.

Pengumpulan Contoh Darah

Darah diambil di daerah vena femoralis menggunakan syringe 5 ml. Sebelum darah diambil, monyet dibius terlebih dahulu dengan ketamin dosis 0,01 mg/kg secara intramusculer (Fortman et al., 2001). Contoh darah kemudian dibawa ke Laboratorium Patologi dan Lipid PSSP IPB untuk diamati profil darah MEP selama perlakuan pakan.

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah

Perhitungan jumlah sel darah merah dilakukan dengan alat kamar hitung sel darah merah menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100 kali (objektif 10 kali dan okuler 10 kali). Prosedur pengerjaannya sebagai berikut: aspirator dipasang pada pipet sel darah merah. Darah yang telah dihisap sampai batas angka 0,5 pada pipet. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu. Dengan cepat dan hati-hati larutan Hayem dihisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet. Pada pengisapan ini dihindari adanya gelembung, jika terdapat gelembung maka prosedur harus diulang. Selanjutnya aspirator dilepas dari pipet sel darah merah. Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk kanan, isi pipet dikocok dengan membuat gerakan angka 8 selama 3 menit. Bagian yang tidak ikut terkocok dibuang. Selanjutnya dengan hati-hati cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Butir-butir darah dibiarkan mengendap selama kurang lebih satu menit. Agar tidak terjadi penghitungan yang berulang maka sebaiknya menggunakan hand counter. Untuk menghitung sel darah merah dalam hemositometer, digunakan kotak sel darah merah yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak di pojok kanan bawah, dan satu kotak di pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak sel darah merah dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak sel darah merah dan luas kotak sel darah merah relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah sel darah merah didapatkan maka jumlah darah merah dikalikan

(20)

21 dengan 104, untuk mengetahui jumlah sel darah merah dalam 1 mm3 darah (Sastradipraja et al., 1989).

Perhitungan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam penelitian ini adalah metode Sahli. Larutan HCl 0,01 N diteteskan pada tabung Sahli sampai tanda tera 0.1 atau garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet hingga mencapai tanda tera atas (2 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan aquadest, teteskan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Larutan aquadest ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dapat dilihat di kolom ”gram %” yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradipraja et al., 1989).

Perhitungan Nilai Hematokrit

Penentuan nilai hematokrit dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah dan antikoagulan. Campuran darah kemudian disentrifikasi sampai sel-sel mengumpul di dasar. Nilai hematokrit dapat lansung diketahui baik langsung maupun tidak langsung dalam tabung tersebut. (Frandson, 1986).

Pengisisan pipa mikrometer dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai dua per tiga bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestoseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut disentrifikasi selama 15 menit dengan kecepatan 2.500-4000 rpm. Bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat sentrifuse. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume sel darah merah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematocrit reader) (Sastradipraja et al., 1989).

(21)

22

Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular

Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

(MCHC).

Satuan untuk MCV, MCH dan MCHC secara berturut-turut adalah femtoliters (fl, 1 fl = 10-15 l), picograms (ρg) dan g/dl. Untuk menghitung nilai MCV, MCH dan MCHC, digunakan rumus berikut:

MCV = MCH = MCHC =

Analisis Contoh Darah Menggunakan Hematology Analyzer

Cara penghitungan yang telah diuraikan tersebut di atas merupakan cara penghitungan secara manual. Pada penelitian ini digunakan Hematology Analyzer MEK-6450K Nihon Kohden, Celltax® untuk memperoleh informasi profil darah monyet ekor panjang selama perlakuan pakan. Cara penggunaan hematology analyzer adalah sebagai berikut ini.

1. Persiapan Pemeriksaan:

a. Jenis hewan asal contoh darah dipilih pada kotak “animal type”. Contoh: dog, cat, rat, horse, monkey, dan lain-lain.

b. Pada layar kanan atas, nama dan nomor label contoh darah dengan menekan tombol “SET”, untuk nama tombol yang ditekan adalah tombol “ABC” dan “123” untuk nomor contoh darah. Kemudian tombol “OK” ditekan.

2. Pemeriksaan

a. Contoh darah dihomogenkan kemudian diletakkan pada aspirator (di samping nozzle).

b. Pada panel kontrol, tombol “switch count” ditekan. (juta/ml) merah darah sel Jumlah 10 x (%) Hematokrit (juta/ml) merah darah sel Jumlah 10 x (g/dl) Hemoglobin (%) Hematokrit 100 x (g/dl) Hemoglobin

(22)

23 c. Hasil akan muncul kurang lebih setelah 1 menit kemudian.

d. Untuk mencetak hasil analisis contoh darah, tekan icon “print” pada layar.

Perhitungan Diferensiasi Sel Darah Putih

Darah yang telah disiapkan diteteskan ke gelas objek bersih. Kedua sudut sebelah kiri kaca objek dipegang dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kaca penutup dipegang tangan kanan (pinggiran kaca penutup dipegang ibu jari dan keempat jari tangan kanan), kemudian ujung kaca penutup ditempelkan dengan membentuk sudut kurang lebih 30o. Setelah itu, kaca penutup didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan dikeringkan selama beberapa menit. Lalu ulasan difiksasi dalam metanol selama 5–10 menit dan dikeringkan. Setelah fiksasi dengan larutan metanol, preparat ulas dicelupkan ke dalam pewarna Giemsa selama 30 menit. Kemudian ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna Giemsa. Preparat ulasan dikeringkan. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10 (Sastradipraja et al., 1989).

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak pola faktorial dengan faktor periode tersarang pada perlakuan pakan. Model matematis yang digunakan didasarkan pada Gill (1978) yaitu

Yij = µ + τi + Eij + εijk

Keterangan:

Yijk = data pengamatan, µ = nilai tengah populasi, τi = pengaruh pakan ke-i,

Eij = pengaruh periode ke- j tersarang pada perlakuan pakan ke-I, εijk = galat percobaan dari pengaruh periode ke-j tersarang pada

perlakuan pakan ke-i ulangan ke-k, i = perlakuan pakan,

j = pengaruh periode, dan k = ulangan (1,2,..,5).

(23)

24 Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan divisualisasikan dalam bentuk grafik. Data yang mempunyai nilai di bawah 30% (eosinofil, basofil, dan monosit) ditransformasi (archsin) terlebih dahulu sebelum diolah. Data hasil penelitian ini diolah dengan analisis statistik berupa uji ANOVA untuk melihat pengaruh perlakuan pakan yang diberikan dan pengaruh periode yang tersarang pada perlakuan pakan. Setelah diketahui bahwa perlakuan pakan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap peubah-peubah yang diamati maka dilakukan uji lanjut untuk melihat pengaruh masing-masing pakan dibandingkan dengan pakan lainnya. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis secara statistik ini adalah program SAS.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Monyet Ekor Panjang

Pengelompokan monyet ekor panjang dalam sistematika taksonomi menurut Lekagul dan McNeely (1977) adalah sebagai berikut: Filum Chordata, Sub-filum Vertebrata, Kelas Mammalia, Ordo Primata, Sub-ordo Antropoidae, Famili Cercophitecidae, Sub-famili Cercopithecinae, Genus Macaca, Spesies Macaca fascicularis Raffles 1821.

Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Macaca fascicularis dinamakan sebagai monyet ekor panjang karena memiliki ekor yang panjang. Panjang ekor monyet ini antara 80-110% dari total panjang kepala dan tubuh. Ukuran tubuh jantan memiliki panjang 412-648 mm dengan bobot badan 4,7-8,3 kg, sedangkan betina mempunyai panjang 385-503 mm dan bobot badan 2,5-5,7 kg. Ekor berbentuk silindris dan muskular serta ditutupi oleh rambut (Lekagul dan McNeely, 1977).

MEP memiliki warna bulu yang bervariasi dari coklat muda, kelabu sampai coklat. Variasi ini terjadi berdasarkan pada umur, musim dan lokasi. Monyet ekor panjang yang menghuni kawasan hutan umumnya berwarna lebih gelap, sedangkan yang menghuni daerah pantai umumnya berwarna lebih terang dan lebih mengkilap (Lekagul dan McNeely, 1977). Rambut bagian kepala pendek dan mengarah ke

(25)

4 belakang dari bagian alis yang terlihat seperti jambul. Pada bagian bawah mata terdapat kulit yang tidak berbulu berbentuk segitiga dan bulu pada bagian pipi mengarah ke depan (Deliana, 2004). Krisnawan (2000) menyatakan bahwa rambut pipi pada monyet jantan lebih lebat dibanding betina. Spesies ini mempunyai kantong pipi yang berperan dalam penyimpanan cadangan makanan.

Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa MEP bersifat diurnal, teresterial (banyak melakukan aktivitas di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa. MEP hidup dalam grup dengan sistem multimale atau multifemale yang terdiri dari 6-58 individu. Sistem hierarki di dalam grup berdasarkan sistem matrilineal. Ketika mencapai dewasa kelamin, MEP jantan akan meninggalkan natal grupnya dan bergabung dengan kelompok jantan muda atau grup sosial baru, sedangkan betina tetap tinggal.

Alderich-Black menyatakan bahwa pembagian waktu aktivitas harian MEP di alam terdiri dari 35% untuk makan, 20% untuk menjelajah, 34% untuk istirahat, 12% untuk grooming (berkutu-kutuan) dan 0,05% untuk aktivitas lainnya. Lekagul dan McNeely (1977) menyebutkan bahwa pada saat istirahat MEP sering kali melakukan grooming.

Monyet ekor panjang mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dan kehadiran manusia. MEP dapat dijumpai pada daerah aliran sungai, hutan primer dan sekunder, hutan bakau daerah mangrove, dan daerah pertanian. MEP biasanya dijumpai pada daerah dengan ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dan mempunyai daerah teritorial sejauh 1,25-2,00 km (Bonadio, 2000).

Satwa Primata Sebagai Hewan Model

Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia secara anatomis dan fisiologis dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi dan Lelana, 1993) dengan kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek (Bennett et al., 1995). Satwa primata adalah hewan yang sesuai sebagai hewan model obesitas. Tidak seperti tikus, satwa primata yang berukuran besar dan jangka waktu hidupnya lebih lama memungkinkan

(26)

5 pengambilan sampel untuk waktu yang lama (Wagner et al., 1996). MEP sangat sesuai sebagai hewan model obesitas, karena memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al., 2006). Sulaksono (2002) menyatakan bahwa variasi nilai rujukan parameter faal Macaca fascicularis menurut sentra hewan dan jenis kelamin, masih dalam batas yang dapat ditolerir untuk hewan percobaan yang dipelihara dengan kondisi pemeliharaan konvensional, sehingga dengan demikian para peneliti Indonesia yang menggunakan monyet sebagai model penelitiannya dapat menggunakan nilai rujukan tersebut sebagai salah satu referensinya.

Obesitas

Obesitas adalah kondisi kelebihan bobot tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing 20% dan 25% dari bobot tubuh normal (Rimbawan dan Siagian, 2004). Mokagon dan Ikhsan (2007) menambahkan bahwa obesitas adalah suatu keadaan yang disebabkan cadangan energi yang tersimpan pada jaringan lemak sangat meningkat, hingga mencapai tingkat tertentu yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu dan meningkatnya angka kematian.

Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya (Racette et al., 2003). Penelitian WHO (2006) menyimpulkan bahwa tingkah laku dan lingkungan merupakan faktor pertama penyebab obesitas dalam dua dekade terakhir. Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid) dan sosial ekonomi (Merdikoputro, 2006).

Vaisse et al. (2000) menyebutkan faktor genetik obesitas pada manusia melibatkan lima bentuk monogen. Gen-gen yang terlibat merupakan protein penyandi obesitas dari leptin axis dan leptin target pada sel otak yang melibatkan melanokortin. Gen-gen tersebut adalah leptin, leptin receptor,proconvertase 1, pro-opiomelanocortin (POMC) dan melanocortin-4 receptor (MC4-R). Menurut Merdikoputro (2006) terdapat 7 gen penyebab obesitas pada manusia: leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alfa MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl dan Dunnigan

(27)

6 partial lypo-dystrophy. MC4R yang diekspresikan dalam nukleus otak mempunyai keterkaitan dengan tingkah laku makan.

Kurnianingsih (2005) menyebutkan bahwa obesitas juga dapat disebabkan oleh virus. Virus ini menginfeksi lemak dan berasal dari adenovirus 36. Adenovirus 36 biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, dan lewat air. Cara penularannya sama seperti penularan flu biasa, yaitu dari seseorang yang terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi. Virus ini mempunyai kecenderungan menyerang orang yang gemuk, namun tidak menutup kemungkinan menyerang orang yang kurus.

Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit seperti kardiovaskular, strok, diabetes melitus Tipe II, hipertensi, dislipidemia, kanker (payudara, endometrium, prostat dan usus besar), gagal ginjal, osteoarthritis, masalah pernafasan (asma dan tidur apneu) bahkan depresi (Racette et al., 2003).

Menurut Adam (2005), banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur body mass index (BMI). Indeks massa tubuh merupakan perbandingan bobot badan (dalam kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (dalam meter) (Racette et al., 2003). Dua tabel berikut (Tabel 1) disajikan kategori nilai BMI yang dikeluarkan oleh WHO untuk tipe Eropa dan Asia.

Tabel 1. Kategori BMI untuk Eropa dan Asia

Kategori bobot badan BMI untuk Eropa BMI untuk Asia

--- (kg/m2) --- Kurang ≤ 18,5 ≤ 18,5 Normal 18,5 – 24,9 18,5 – 22,9 Overweight ≥ 25,0 ≥ 23,0 Pre Obesitas 25,0 – 29,9 23,0 – 24,9 Obesitas ≥ 30,0 -- Obesitas tipe 1 30,0 – 34,9 25,0 – 29,9 Obesitas tipe 2 35,0 – 39,9 ≥ 30,0 Obesitas tipe 3 ≥ 40,0 --

(28)

7 Obesitas terjadi pada MEP jantan dan betina, baik dewasa atau remaja. MEP memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut. Monyet yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan tanda-tanda obesitas dengan body mass index (BMI) sampai 61,57 kg/m2 pada jantan dan 60,07 kg/m2 pada betina (Putra et al., 2006).

Pakan

Menurut Ensminger et al. (1990) hewan mengkonsumsi pakan bertujuan untuk mendapatkan zat makanan yang berguna untuk berbagai proses dan fungsi tubuh seperti kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Sutardi (1980) menambahkan bahwa nutrisi yang terdapat dalam pakan mempunyai beberapa fungsi fisiologis. Peranan fisiologis pakan adalah (1) menyediakan energi untuk melansungkan berbagai reaksi dalam tubuh, (2) membangun bagian tubuh yang aus dan mempertahankan bagian tubuh yang terpakai dan (3) mengatur keseimbangan proses-proses yang terjadi dalam tubuh dan mempertahankan kondisi tubuh.

MEP termasuk satwa omnivora (Legakul dan McNeely, 1977). Jenis makanan yang dikonsumsi antara lain buah-buahan, akar-akaran, daun-daunan, serangga, hasil pertanian dan moluska (Napier dan Napier, 1985). Clutton (1977) menyatakan bahwa pakan utama dari monyet ekor panjang adalah 60% buah-buahan. Fiennes (1976) menyatakan bahwa pemberian pakan untuk monyet yang dipelihara dalam sebuah penangkaran, sebaiknya terdiri dari: buah-buahan, umbi-umbian, daun muda dan biji-bijian. Menurut Edwards (1977), semua primata yang tertangkap harus diberikan makanan kering yang seimbang sebagai makanan utama dengan penambahan buah-buahan atau sayuran sampai 50% dengan pertimbangan kandungan nutrisi yang kaya dan kandungan air yang mencapai 88-94%.

Pakan dasar yang dibutuhkan oleh satwa primata mengandung 24% protein kasar, 7,5% lemak kasar dan kurang lebih 2,5% serat. Pakan yang diberikan paling baik berbentuk pelet (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pakan tambahan diberikan untuk melengkapi nilai gizi pakan utama. Pakan tambahan ini seperti pisang, pepaya, tebu dan sayuran segar. Menurut Astuti (2000), pakan yang diberikan untuk monyet jantan dewasa 160g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80g/ekor/hari. Kebutuhan nutrisi monyet ekor panjang diperlihatkan pada Tabel 2.

(29)

8 Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang

Zat Makanan Kadar

Protein Kasar (%) 8,00

Essensial n-3 fatty acid (%) 0,50

Essensial n-6 fatty acid (%) 2,00

Kalsium (%) 0,55 Fosfor (%) 0,33 Magnesium (%) 0,04 Besi (mg/kg) 100,00 Mangan (mg/kg) 44,00 Tembaga (mg/kg) 15,00 Tiamin (mg/kg) ≥0,06-3 Riboflavin (mg/kg) 1,70 Asam pantotenat (mg/kg) 20,00 Niasin (mg/kg) 16,00 Vitamin B6 (mg/kg) 4,40 Biotin (mg/kg) 0,11 Folasin (mg/kg) 1,50 Vitamin B12 (mg/kg) 0,01 Vitamin C (mg/kg) 110,00 Vitamin A (UI/kg) 5.000,00 Vitamin D (UI/kg) 1.000,00 Vitamin K (UI/kg) 68,00 Sumber: NRC, 2003

Menurut McDonald et al. (2002), pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok serealia atau biji-bijian (jagung, gandum, dan sorgum), kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan), kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya) dan kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala

(30)

9 dan rumput setaria). Selain jenis pakan diatas ada beberapa sumber pakan yang memiliki kandungan energi tinggi yang bersumber dari karbohidrat dan lemak (Tabel 3).

Tabel 3. Kandungan Gross Energy dari Beberapa Bahan Makanan

Bahan makanan Gross Energy

(kal/g)

Tallow (lemak hewan) 9.0001

Minyak goreng 8.0002

Gula 4.5004

Tepung maizena 3.6203

Kuning telur 3.6101

Gandum 3.1634

Keterangan : 1. NRC (1994), 2. Winarno (1979), 3. Riana (2000), 4. Bogasari (1999)

Bahan makanan seperti tallow (lemak hewan), kuning telur dan minyak goreng merupakan sumber energi yang bersumber dari lemak. Kandungan lemak pada kuning telur adalah 99%, meliputi trigliserida 65,5%, fosfolipid 28,3%, dan kolesterol 5,2%. Selain lemak kuning telur juga memiliki kandungan nutrisi yang komplek, yaitu protein 16,6%, kalsium, besi, fosfor, seng, tiamin, B6, folat, dan B12

sebanyak 90%. Kandungan vitamin A, D, E dan K sebanyak 100%. Tallow terdiri dari saturated 52%, monounsaturated 32%, polyunsaturated 3% dan kolesterol 0,68%. Lemak sebagai bahan penyusun ransum mempunyai beberapa keuntungan diantaranya sebagai sumber energi dan disimpan dalam kelenjar adiposa, sebagai sumber asam-asam lemak esensial, pembawa vitamin, sumber kholin dan prostaglandin. Menurut Jensen et al. (1970), lemak dapat meningkatkan caloric density dan metabolic efficiency. Selanjutnya Wiseman (1985) menyatakan bahwa lemak juga dapat meningkatkan heat increment dan mempunyai extra caloric effect.

Menurut McDonald (2002), bahwa lemak merupakan salah satu sumber energi yang disimpan dalam jaringan lemak dengan bentuk trigliserida. Dalam tubuh trigliserida dapat dimobilisasi untuk mensuplai energi dengan bantuan enzim lipase. Jaringan lemak mempunyai fungsi yaitu sebagai calorichomeostasis (mengatur jumlah asam lemak bebas dan trigliserida yang dibutuhkan di dalam jaringan). Energi diperoleh melalui perombakan karbohidrat, protein dan lemak dalam

(31)

10 makanan menjadi asetil koenzim-A melalui siklus asam trikarboksilat yang merupakan jalur metabolisme utama (Tillman et al. 1998). Degradasi molekul dalam proses metabolisme dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama, polisakarida dihidrolisis menjadi monosakarida, protein dihidrolisis menjadi komponen asam amino, dan triasigliserol sebagai sumber utama lipid makanan dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.

Tahap kedua, monosakarida, gliserol dan asam lemak didegradasi membentuk asetil KoA, dalam glikolisis heksosa diubah menjadi piruvat kemudian menjadi asetil KoA. Hal yang sama juga terjadi pada asam lemak rantai panjang dioksidasi menjadi asetil KoA, sementara gliserol diubah menjadi piruvat dan asetil KoA melalui rangkaian glikolitik. Mononukleotida didegradasi menjadi gula pentosa, basa nitrogen dan lainnya. Khusus untuk asam amino pada tahap kedua asam amino seperti alanin, serin, treonin, glisin dan sistein, didegradasi menjadi piruvat dan diubah menjadi asetil KoA. Asam amino prolin, histidin, glutamin, dan arginin, didegradasi menjadi asam glutamat melalui proses transaminasi menghasilkan α-ketoglutarat. Setelah proses kedua tahap diatas, kerangka karbon asam amino, karbohidrat, dan lipid menghasilkan senyawa untuk siklus asam sitrat atau asetil KoA. Pada tahap ketiga, ATP yang kaya akan energi dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif.

Bennett et al. (1995) mendefinisikan pakan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,2 kkal/kg, 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohydrates (sukrosa dan dextrin). Pada penelitian ini digunakan formula pakan menurut Astuti et al. (2007) yang terdiri dari gandum, dextrin, gula, lemak sapi (tallow), minyak sayur, tepung ikan, maizena, bungkil kedelai, agar-agar, CMC (carboxymethyl cellulose), mineral mix, kalsium karbonat dan kalsium fosfat.

Darah

Menurut Rastogi (1977) darah merupakan jaringan ikat yang berbentuk larutan dan mengalir dalam sistem peredaran yang tertutup. Tortora dan Anagnostakos (1990) mengelompokkan peranan penting darah menjadi 3 fungsi utama yaitu fungsi transportasi, fungsi pengaturan dan fungsi pertahanan tubuh. Darah mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

(32)

11 mengangkut karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Makanan yang telah dicerna pada saluran pencernaan diangkut oleh darah ke seluruh sel. Darah juga mengangkut sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatin, air, karbondioksida dibawa keluar tubuh melalui ginjal, paru-paru, kulit dan saluran pencernaan. Disamping itu, darah juga berperan penting dalam mengangkut hormon dari kelenjar endokrin dan enzim ke organ-organ lain di dalam tubuh (Rastogi, 1977).

Fungsi pengaturan ditujukan agar kondisi tubuh tetap dalam keadaan homeostatis. Dalam hal ini, darah berperan dalam menjaga keseimbangan pH dan komposisi elektrolit dalam cairan interstisial dan mengatur suhu tubuh tetap normal dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh melalui oksidasi karbohidrat dan lemak serta menjaga keseimbangan air tubuh dengan pertukaran air antara darah dengan cairan pada jaringan (Rastogi, 1977).

Fungsi ketiga yaitu fungsi pertahanan tubuh. Darah mengandung komponen-komponen yang dapat menjaga tubuh dari benda asing dan infeksi. Di samping itu, terdapat mekanisme pembekuan darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah untuk mencegah terjadinya kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (Rastogi, 1977).

Darah merupakan cairan yang kental. Viskositas darah berkisar antara 4,5-5,5. Darah memenuhi 8% dari total bobot tubuh. Volume darah rata-rata pada pria dan wanita secara berturut-turut adalah 5-6 l dan 4-5 l. Temperatur darah sekitar 38oC (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Dalam keadaan normal pH darah berkisar antara 7,35-7,45. Nilai pH dipertahankan dengan adanya larutan penyangga terutama oleh natrium bikarbonat (Frandson, 1986). Dalam keadaan normal, darah mempunyai tekanan osmotik sebesar 28 mmHg (Rastogi, 1977).

Darah akan menghasilkan dua fraksi yang berpisah apabila disentrifusi yaitu fraksi padatan yang disebut butir-butir darah dan fraksi cairan (plasma). Butir darah dapat digolongkan menjadi 3 komponen penting yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan platelet atau trombosit (Rastogi, 1977).

(33)

12

Sel Darah Merah

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf (pinggiran sirkuler dengan ketebalan 1,5µ dan pusat sel yang tipis). Sel darah merah mempunyai diameter sebesar 7,5µ (Frandson, 1986). Dalam proses pembentukannya, sel darah merah kehilangan organela dan kekurangan mitokondria, ribosom dan nukleus (Martini et al., 1992). Sel darah merah dapat hidup selama 120 hari pada manusia (Ganong, 1979).

Jumlah sel darah merah dalam peredaran darah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, keadaan gizi, masa laktasi, kebuntingan, produksi telur, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, waktu harian, temperatur lingkungan dan ketinggian (Swenson, 1984). Jika jumlah sel darah merah dalam tiap mm3 darah meningkat, viskositas darah ikut meningkat dan mengalir lebih lambat. Jumlah sel darah yang terlalu tinggi memungkinkan sel darah merah akan menggumpal dan menghambat aliran darah pada pembuluh kapiler. Jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit (rendah) menyebabkan tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan asupan oksigen, darah akan menjadi tipis dan mengalir lebih cepat (Marieb, 1988).

Hemoglobin

Rastogi (1977) menyatakan bahwa warna merah pada darah disebabkan karena adanya hemoglobin. Hemoglobin merupakan kompleks protein dan besi. Globin merupakan komponen protein dan heme merupakan komponen besi nonprotein. Empat molekul heme bergabung dengan satu molekul globin membentuk hemoglobin. Hemoglobin disintesis pada sel darah merah dari asam asetat dan glisin. Menurut Kaneko (1980) dalam proses pembentukan hemoglobin diperlukan vitamin B6, vitamin B12, asam folat, asam asetat dan glisin.

Adanya hemoglobin membuat darah dapat mengikat oksigen dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan karbondioksida dalam bentuk karboksihemoglobin

HbCO2. Semakin banyak jumlah molekul hemoglobin yang terkandung dalam sel

darah merah, semakin banyak oksigen yang dapat diikat. Konsentrasi hemoglobin diukur dalam g/100 ml darah (Frandson, 1986). Penurunan kemampuan darah

(34)

13 mengikat oksigen disebut anemia. Anemia bisa disebabkan oleh jumlah sel darah merah di bawah normal atau hemoglobin yang terkandung dalan sel darah merah dibawah normal (Marieb, 1988).

Bila sel darah merah tua dihancurkan dalam sistem reticulo-endothelial, bagian globin dari molekul hemoglobin dipisahkan. Heme diubah menjadi biliverdin. Pada manusia, sebagian besar heme diubah menjadi bilirubin. Bilirubin dieksresikan dalam empedu. Besi dari heme dipakai kembali untuk sintesis hemoglobin (Ganong, 1979).

Hematokrit

Menurut Wijayakusuma dan Sikar (1986), hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Pada hewan normal nilai hematokrit sebanding dengan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Kebanyakan hewan mempunyai nilai hematokrit antara 38-48% dengan rataan 40%. Martini et al., (1992) menyatakan hematokrit biasanya digunakan untuk memonitor sirkulasi sel darah merah. Hematokrit abnormal menunjukkan adanya masalah pada sirkulasi darah merah. Pengujian nilai hematokrit digunakan untuk diagnosa anemia dan polycytemia (Tortora dan Anagnostakos, 1990).

Mean Corpuscular Volume (MCV)

Mean Corpuscular Volume (MCV) menunjukkan ukuran (volume) rata-rata dari satu sel darah merah. MCV akan naik bila ukuran sel darah merah lebih besar dari ukuran normal (macrocytic), contohnya pada anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. MCV turun berarti ukuran sel darah merah lebih kecil dari

ukuran normal (microcytic), biasanya terjadi karena defisiensi zat besi atau thalasemia (American Association for Clinical Chemistry, 2009).

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) menunjukkan rata-rata jumlah oksigen terikat hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. MCH yang rendah mengindikasikan sel darah mengandung hemoglobin yang rendah. Hal ini disebabkan karena produksi hemoglobin yang kurang. Saat diperiksa di bawah

(35)

14 mikroskop, sel darah terlihat pucat. MCH yang rendah ini disebut anemia hypochromic. Anemia hypochromic biasanya disebabkan oleh kekurangan zat besi. MCH biasanya akan meningkat dalam keadaan anemia macrocytic yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan asam folat (American Association for

Clinical Chemistry, 2009).

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap sel darah merah. Penurunan nilai MCHC (hypochromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang encer. Hal ini dapat terjadi karena anemia defisiensi zat besi dan thalasemia. Peningkatan nilai MCHC (hyperchromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang pekat. Hemoglobin yang pekat dalam darah terjadi pada pasien yang mengalami kebakaran (luka bakar berat), hereditary spherocytosis, dan kelainan congenital. MCHC dapat turun saat nilai MCV turun, sedangkan peningkatannya terbatas hanya sampai pada jumlah hemoglobin yang layak dalam kapasitas tampung sebuah sel darah merah (American Association for Clinical Chemistry, 2009)

Diferensiasi Sel Darah Putih

Sel darah putih berdasarkan granula dalam sitoplasmanya dibagi menjadi 2 jenis yaitu granulosit dan agranulosit. Kelompok granulosit adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil, sedangkan yang termasuk kelompok agranulosit adalah limfosit dan monosit. Neutrofil berbeda dengan dua granulosit lainnya karena mempunyai granul yang lebih kecil dan lebih pucat di dalam sitoplasma. Inti dari sel neutrofil dicirikan dengan jembatan tipis di antara lobulus. Inti berbentuk seperti tapal kuda. Ketika infeksi terjadi, neutrofil diproduksi di sumsum tulang. Eosinofil dicirikan dengan inti yang mempunyai 2 lobus, sama seperti neutrofil, berbentuk tapal kuda tetapi warna terang dan lebih besar. Basofil merupakan leukosit yang sangat sedikit ditemui. Basofil dicirikan dengan granul di dalam sitoplasma yang berwarna gelap, intinya besar dan bentuknya bervariasi (Benson et al., 1999).

Limfosit mempunyai nukleus yang besar dan berbentuk kacang. Di dalam tubuh, limfosit bertebaran dimana saja dan tidak menunjukkan adanya pergerakan.

(36)

15 Limfosit mengandung antibodi dan berfungsi pada reaksi pertahanan tubuh. Limfosit juga berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Monosit adalah sel darah yang terbesar. Monosit dapat dikenali dengan ciri inti yang berlekuk atau berbentuk tapal kuda. Pergerakan monosit terjadi karena terdapatnya pseudopodia yang merupakan alat fagositik untuk menelan dan menghancurkan kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Rastogi, 1977).

Penyimpangan persentase jumlah dari diferensiasi sel darah putih menunjukkan kondisi patologis yang serius. Neutrofil yang tinggi terjadi ketika terjadi infeksi, sedangkan akan rendah pada demam dan influenza. Eosinofil yang tinggi mengindikasikan terjadinya kondisi alergi atau serangan cacing. Limfosit akan tinggi pada saat terjadi batuk parah, atau serangan virus. Peningkatan pada jumlah monosit terjadi karena kemunculan virus Epsein-Barr (Benson et al., 1999). Pada Tabel 4 disajikan profil hematologi normal pada monyet ekor panjang.

Tabel 4. Nilai Normal Hematologi pada Monyet Ekor Panjang

Parameter (Satuan) Nilai

RBC (× 106/ml) Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (g/dl) WBC (× 106/ml) Neutrofil (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Platelet (× 103) 5,3-6,3 11,0-12,4 33,1-37,5 59,0-66,0 19,0-21,0 32,0-35,0 6,1-12,5 35,0-61,0 1,3-9,1 0,0-0,2 34,0-56,0 0,4-3,0 300,0-512,0

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Kondisi lingkungan sekitar lokasi penelitian sedikit banyak memberikan pengaruh pada selera makan dan keadaan monyet. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah kebersihan, kenyamanan kandang dan suhu serta kelembaban kandang. Kandang dibersihkan setiap hari oleh teknisi dan kenyamanannya dijaga dengan adanya lampu, ventilasi dan exhaust fan, sehingga sirkulasi udara lancar. Suhu udara dan kelembaban udara rata-rata selama penelitian berkisar antara (26,05±0,60) oC dan (91,91±4,99) % pada pagi hari, (28,41±0,85) oC dan (83,27±4,03) % pada siang hari, dan (27,27±0,88) oC dan (86,05±5,86) %. Kondisi suhu dan kelembaban ini tercatat lebih tinggi dari kondisi ideal yang sesuai untuk MEP. Menurut Fiennes (1976), suhu yang sesuai untuk MEP berkisar antara 21-24 oC dan kelembaban relatif 50%. Gambar berikut memperlihatkan kondisi umum penelitian (kandang, pemeriksaan kesehatan dan pengambilan data).

a b

c d

Gambar 3. Kandang MEP beserta fasilitas: pintu masuk (a), kandang individu (b), manajemen kesehatan (c), dan penimbangan bobot badan (d).

(38)

26 Secara keseluruhan, baik pada masa persiapan dan adaptasi serta masa perlakuan pakan MEP diperiksa kesehatannya secara rutin oleh dokter hewan dan teknisi kandang PT. IndoAnilab.

Ransum Penelitian

Monyet ekor panjang (MEP) diberi tiga perlakuan pakan yaitu 2 perlakuan pakan energi tinggi (pakan A dan pakan B) dan pakan C. Pakan A memiliki kandungan energi 4,48 kkal/kg. Pakan ini mengandung BETN tinggi dan lemak tinggi yang berbahan dasar lemak sapi (beef tallow). Pakan formulasi B memiliki kandungan energi 4,21 kkal/kg. Komposisi pakan B sama dengan pakan A, berbahan dasar lemak sapi namun ditambahkan kuning telur. Pakan C mengandung energi 4,33 kkal/kg yang berasal dari ransum dengan persentase protein kasar tinggi. Hasil analisis proksimat ransum penelitian diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

No Nutrisi

Pakan A Pakan B Pakan C

(pakan berlemak sapi) (pakan berlemak sapi dan berkuning telur) (monkey chow) 1 2 1 2 1 2 1 Bahan Kering (%) 68,09 100 70,18 100 92,75 100 2 Kadar abu (%) 4,73 6,95 3,89 5,54 7,65 8,25 3 Protein Kasar (%) 14,42 21,18 15,01 21,39 29,39 31,69 4 Serat Kasar (%) 1,81 2,66 1,14 1,62 6,02 6,49 5 Lemak Kasar (%) 19,62 28,81 19,62 27,96 5,55 5,98 6 BETN (%) 59,62 87,56 60,34 85,98 51,38 55,40 7 Ca (%) 1,41 2,07 1,25 1,78 1,66 1,79 8 P (%) 0,65 0,95 0,58 0,83 1,55 1,67

9 Gross energi (kkal/kg) 4,48 6,58 4,21 6,00 4,33 4,67

Keterangan : 1 = jumlah aktual berdasarkan hasil analisis proksimat

2 = jumlah unsur nutrisi berdasarkan 100% bahan kering masing-masing pakan

Hasil analisis proksimat Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, 2008

Terdapat perbedaan bentuk fisik pakan yaitu pakan A dan B berwarna merah dengan bentuk bulat lonjong dengan konsistensi lembek. Berat kering (selanjutnya

(39)

27 disingkat menjadi BK) pakan A berkisar 68% dan pakan B berkisar 70%. Pakan C berwarna coklat kekuningan dan berbentuk lebih pipih, lonjong dan keras (BK 93%). Di antara pakan energi tinggi yang dibuat, pakan B terlihat lebih kalis. Bentuk fisik dan tekstur pakan C lebih baik dibandingkan pakan energi tinggi. Pembuatan pakan secara manual dan penyajian pakan energi tinggi dalam bentuk basah menyebabkan pakan energi tinggi kurang tahan lama dibanding pakan C. Pakan tersebut semua disukai, namun yang paling tinggi dikonsumsi adalah pakan B. Hal ini disebabkan karena kandungan kuning telur yang terdapat pada pakan tersebut. Gambar ketiga pakan diperlihatkan pada Gambar 4 di bawah ini.

a b c

Gambar 4. Bentuk fisik masing-masing pakan perlakuan: pakan A (a), pakan B (b) dan monkey chow sebagai pakan C (c)

Telur berfungsi untuk menjaga kelembaban cake, mengikat udara selama pencampuran adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna dan sebagai emulsifier karena mengandung lecithin. Emulsifier (lecithin pada telur, monogliserida) berfungsi untuk meningkatkan volum cake, memperbaiki rasa, memperbaiki struktur crumb (butiran remah), meningkatkan kelembutan crumb, mengurangi laju kehilangan kadar air selama penyimpanan, mengurangi laju pengerasan atau pengerutan cake, dan meningkatkan volume adonan (Widowati, 2003).

(40)

28

Profil Darah Monyet Ekor Panjang

Gambaran nilai hematologis darah sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, dan latihan yang berlebihan. Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, stres, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 1997).

Sel Darah Merah Jumlah Sel Darah Merah

Peningkatan atau penurunan jumlah sel darah merah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu ras (breed), aktivitas dan ketinggian tempat (Schalm, 1975). Faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah dalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin B12

dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari sel darah merah (Meyer dan Harvey, 2004).

Tabel 7 menyajikan perkembangan jumlah sel darah merah MEP yang diberi perlakuan pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah sel darah merah sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh perlakuan pakan, sedangkan periode pengamatan yang tersarang pada perlakuan pakan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05). Perlakuan pakan B nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pakan A dan pakan C, sedangkan pakan A tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan pakan C. Rataan jumlah sel darah merah MEP pakan C selama perlakuan adalah 6,36 (106/ml). Kisaran normal sel darah merah MEP menurut Fortman et al. (2001) adalah 5,3-6,3 (106/ml).

(41)

29 Tabel 7. Rataan ( ), Simpangan Baku (SB), dan Koefisien Keragaman (KK) Jumlah Sel Darah Merah Monyet Ekor Panjang (MEP) selama Perlakuan Periode (bulan ke-) Perlakuan Pakan A B C ± SB KK ± SB KK ± SB KK (106/ ml) (%) (106/ ml) (%) (106/ ml) (%) 0 6,20±0,30 4,81 6,47±0,32 4,94 6,07±0,52 8,63 1 6,48±0,38 5,80 6,57±0,27 4,14 6,28±0,50 7,89 2 6,58±0,30 4,58 6,95±0,57 8,15 6,54±0,37 5,62 3 6,53±0.33 5,01 7,08±0,47 6,62 6,50±0,31 4,74 4 6,69±0,15 2,20 7,14±0,58 8,07 6,44±0,36 5,63 Rataan 6,50±0,29b --- 6,84±0,44a --- 6,37±0,41b ---

Keterangan : Supercript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh pakan yang nyata.

Nutrisi yang dibutuhkan oleh satwa primata harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Jumlah kandungan masing unsur nutrisi berdasarkan 100% bahan kering masing-masing-masing pakan (Tabel 6) memperlihatkan pakan B mempunyai unsur nutrisi yang lebih banyak dari pakan perlakuan lainnya untuk pembentukan sel darah merah. Kaneko (1980) mengatakan bahwa dalam proses pembentukan sel darah merah diperlukan glisin, asam asetat, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, dan zat besi.

Pakan B mengandung lemak dan BETN yang lebih tinggi dibanding pakan A dan pakan C. Lemak sebagai bahan penyusun ransum mempunyai beberapa keuntungan antara lain sebagai sumber energi dan disimpan dalam kelenjar adiposa, sebagai sumber asam-asam lemak esensial, pembawa vitamin, dan sumber kholin dan prostaglandin (Oktarina, 2009). Oktarina juga menyebutkan bahwa, pakan B lebih disukai dengan jumlah konsumsi yang paling tinggi dari perlakuan pakan lainnya. Perkembangan jumlah sel darah merah selama perlakuan pakan disajikan pada Gambar 5.

Gambar

Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Tabel 1. Kategori BMI untuk Eropa dan Asia
Gambar 3. Kandang MEP beserta fasilitas: pintu masuk (a), kandang individu  (b), manajemen kesehatan (c), dan penimbangan bobot badan (d)
Gambar  6.  Grafik  Rataan  Kadar  Hemoglobin  Monyet  Ekor  Panjang  (MEP)  selama Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Struktur Naskah Paralel Parallel Structure dalam definisi Schmidt 2005 adalah sebuah struktur naskah yang mempunyai dua atau lebih plot cerita yang terjadi pada waktu yang

Bagi siswa disarankan untuk membangun pergaulan yang positif dengan teman- teman, khususnya teman-teman yang memiliki hubungan yang secure dengan Tuhan karena teman

Jasa Raharja (Persero) Perwakilan Jember, sebaiknya meningkatkan kerjasama dengan instansi lain seperti Kepolisian lalu- Lintas, Dinas Lalu-Lintas Angkutan Jalan

Untuk bagian sumbu utama peluncur sama seperti penjelasan di atas, sedangkan untuk bagian yang berada di dalam lingkaran putih (gambar di atas), pengeleman

Ber dasar kan sur at penetapan pemenang untuk paket peker jaan dan kegiatan : Kegiatan : Pembangunan Sar ana dan Pr asar ana Per hubungan Udar a Peker jaan : Per encanaan

Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang

Sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

dalam Pembelajaran Bahasa Bali Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah Penelitian Hibah Bersaing