• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN PUSTAKA 1. Otonomi Daerah

Dalam pemerintahan Reformasi, perkembangan ekonomi di daerah ikut berkembang dengan baik. Tidak pada pemerintahan Orde Baru dimana pemerataan pembangunan daerah diatur oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah tidak dapat ikut merasakan kekayaan SDA daerahnya sendiri.

Hubungan keuangan pusat dan daerah yang berlaku sejak pemerintah Orde Baru hingga diberlakukannya Otonomi Daerah menyebabkan relatif kecilnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) didalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain peranan I kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan mendominasi konfigurasi APBD. (Anjar, 2010)

Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Oleh karena itu anggaran belanja daerah akan tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin (abimanyu, 2005)

(2)

14 2. Proses Penyusunan Anggaran

Anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai suatu sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial (schiff dan Lewin 1970).

Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan metode penganggaran yang banyak dianut oleh banyak negara termasuk Indonesia. Performance Budgeting menggantikan metode yang lama yaitu Item Line Budgeting dimana dalam sistem Item Line Budgeting rangkaian kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan tidak dianalisa, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperika dan diteliti apakah dana tersebut sudah digunakan secara efisien dan efektif atau tidak. (Anggaran Berbasis Kinerja, Depkeu). Berbeda dengan metode penganggaran Performance Budgeting dimana metode ini lebih menitikberatkan pada pelaksanaannya, sehingga dana yang digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan digunakan secara efektif atau tidak juga pelaksanaan (Performance dan prestasi) dalam kegiatan tersebut diperiksa, sehingga terlihat adanya keterkaitan antara dana yang dianggarkan dengan hasil yang diharapkan.

Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan – kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan kebijakan umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran) sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legilatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan

(3)

15

dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggung jawaban kepala daerah. (Darwanto, 2007).

Tahap penyusunan anggaran menurut Direktorat Jenderal Anggaran kementerian Keuangan Republik Indonesia, terdiri dari :

1. Tahap Penyusunan Anggaran 2. Tahap Pengesahan Anggaran 3. Tahap Pelaksanaan Anggaran

4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan Anggaran 5. Tahap Pengesahan Perhitungan Anggaran

3. Potensi Keuangan Daerah

Pemerintah daerah dalam menggali potensi yang dimiliki daerahnya terdapat beberapa faktor yaitu :

1. Sumber – sumber yang belum tergali, yang meliputi sumber daya alam dan sumber – sumber lainnya

2. Sumber – sumber keuangan yang telah digali tapi belum dioptimalkan secara efektif, juga meliputi sumber daya alam dan sumber – sumber lain.

Otonomi daerah dapat terselenggara dengan baik, nyata, bertanggung jawab dan transparan dengan memerlukan keuangan dengan menggalli sumber – sumber keuangan sendiri yang didukung pula oleh pembagian keuangan antara pusat dan daerah. Keuangan daerah merupakan hak dan kewajiban daerah dalam

(4)

16

penyelenggaraan kegiatan menyejaherakan masyarakatnya yang dapat dinilai dengan uang, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang mandiri dan bertanggung jawab, pemerintah pusat memberikan hak, wewenang dan kewajiban kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Termasuk dalam hal mengatur masalah keuangan daerah, maka dari itu Pemda diperbolehkan menggali sumber – sumber daya daerahnya selagi dalam ketentuan yang berlaku.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anjar, 2011 bahwa guna mendapatkan keuangan yang memadai dalam mengurus rumah tangganya, pemerintah daerah membutuhkan sumber keuangan yang memadai pula. Dalam hal ini pemerintah dapat memperolehnya melalui beberapa cara, yakni :

1. Pemerintah daerah dapat mengumpulkan dana dan pajak daerah yang sudah disetujui oleh pemerintah pusat

2. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau pemerintah pusat

3. Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut daerah, misalnya sekian persen dari pendapatan sentral tersebut.

4. Dasar Hukum Keuangan Daerah

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata kepada pemerintah daerah secara proposional. Dengan pengaturan,

(5)

17

pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya alam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan mengembangkan suatu sistem perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang adil. Sistem ini dilaksanakan untuk mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara transparan. Kriteria keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya aspirasi semua warga, dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada serta pengembangan sumber – sumber pembiayaan.

Pada Pasal 18 UUD 1945, disebutkan bahwa negara kesatun Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi. Selanjutnya, daerah provinsi itu dibagi lagi atas kabupaten dan kota, dimana setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan Undang – undang. Pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang merupakan urusan pemerintah pusat berdasarkan Undang – undang. Pemda berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi serta tugas pembantuan. Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonomi, pasal 18 A (2) UUD Dasar 1945 menjelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lannya antara pemerintah pusat dan daerah diatur serta dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.

(6)

18 5. Struktur Belanja

Belanja menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Hal ini dikelompokan menjadi dua guna memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan. Memonitor segala pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda dengan mengelompokan Belanja.

a. Belanja Langsung

Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Besar kecilnya belanja dipengaruhi secara langsung oleh adanya kegiatan. Semakin banyak kegiatan maka semakin banyak juga belanjanya. Belanja langsung dapat disebut variabel cost

b. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sehingga besar kecilnya belanja tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya kegiatan. Belanja tidak langsung disebut sebagau Fix Cost.

(7)

19 Tabel 2.1 Struktur Belanja STRUKTUR BELANJA A. Belanja Langsung 1 Belanja Pegawai

2 Belanja Barang dan Jasa 3 Belanja Modal

B. Belanja Tidak Langsung 1 Belanja Pegawai 2 Belanja Bunga 3 Belanja Subsidi 4 Belanja Hibah

5 Belanja Bantuan Sosial 6 Belanja Bagi Hasil

7 Belanja Bantuan Keuangan 8 Belanja Tidak Terduga

6. Belanja Modal

Menurut Perdirjen Perbendaharaan No. PER-33/PB/2008 belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

(8)

20

mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kuantitas aset.

Sedangkan menurut PMK No. 91/PMK.06/2007 belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja dan bukan untuk dijual.

Belanja Modal dapat dikategorikan menjadi 5 kategori utama yaitu Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan Belanja Modal Fisik Lainnya (Syaiful, 2006). Jumlah nilai belanja yang dikapitalisasi menjadi aset tetap adalah semua belanja yang dikeluarkan sampai dengan aset tersebut siap digunakan atau biaya perolehan.

7. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri. Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2007). UU No. 33 tahun 2004 pasal 6 menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari :

(9)

21 1. Pajak Daeah

2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. Lain – lain PAD yang sah

Dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah, jenis pajak daerah dan retribusi yang dapat dipungut oleh Pemda adalah sebagai berikut :

a. Jenis pajak daerah propinsi terdiri dari :

1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air

2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

PKB dan BBNKB kendaraan dan kendaraan diatas air sedikitnya 30% diserahkan kepada Kota dan Kabupaten di Propinsi yang berssangkutan. Sedangkan Pajak bahan bakar dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, sedikitnya 70% diserahkan kepa Kabupaten/Kota.

b. Jenis Pajak daerah kabupaten/kota terdiri dari : 1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

(10)

22 5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7. Pajak Parkir

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009, tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar : a. Pajak kendaraan bermotor 10%

b. Bea balik nama kendaraan bermotor 20% c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10% d. Pajak air permukaan 10%

e. Pajak Rokok 10% f. Pajak Hotel 10% g. Pajak Restoran 10% h. Pajak Hiburan 35% i. Pajak Reklame 25%

j. Pajak penerangan jalan 10%

k. Pajak mineral bukan logam dan batuan 25% l. Pajak Parkir 30%

m. Pajak Air Tanah 20%

n. Pajak sarang burung walet 10%

o. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 0,3% p. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%

Retribusi daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 Pasal 1 adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang

(11)

23

khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Retribusi daerah terdiri dari tiga kelompok retribusi yaitu : 1. Jasa Umum

2. Jasa Usaha 3. Perijinan tertentu

Kriteria retribusi sebagai berikut : a. Retribusi Jasa Umum

1. Bersifat bukan pajak dan bukan masuk jasa usaha atau perijinan tertentu

2. Merupakan kewenangan daerah

3. Memberikan manfaat khusus bagi yang membayar retribusi tersebut 4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi

5. Tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

6. Dapat dipungut secara efektif dan efisien sebagai sumber PAD potensial

7. Pemungutan retribusi memungkinkan jasa tersebut diberikan dengan pelayanan berkualitas

b. Retribusi Jasa Usaha :

1. Bersifat bukan pajak dan bukan masuk retribusi jasa umum atau perijinan tertentu

(12)

24 c. Retribusi Perijinan Tertentu :

1. Merupakan domain otonomi daerah 2. Untuk melindungi kepentingan umum

3. Dampak biaya yang ditimbulkan dari pemberian ijin tersebut cukup besar dan layak dibiayai dengan retribusi perijinan.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan dari anggaran atau keuangan daerah, pada umumnya adalah berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 26 ayat 3 hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari :

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah / BUMD 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahan milik pemerintah /

BUMN

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat

Lain – lain PAD yang sah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 6 ayat 2 jenis pendapatan ini meliputi :

1. Hasil Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

(13)

25

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

7.Dana Alokasi Umum (DAU)

Sumber asli yang kedua menurut UU No. 32 Tahun 2004 yaitu Dana Perimbangan didalamnya terdapat Dana Alokasi Umum.

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersunber dari APBN yang diserahkan sepenuhnya kepada daerah guna membiayai kebutuhan pembelanjaan , diserahkan dalam bentuk block grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Dana alokasi umum yang merupakan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah wujud sebagai dana pembangunan yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Perhitungan DAU menurut ketentuan yang berlaku yaitu :

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Aloasi Umum (DAU untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk

(14)

26

daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaiman dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh Indonesia. (Prakosa, 2004).

DAU dihitung dengan menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan kapasitas fiscal (fiscal capacity) daerah dan Alokasi Dasar (AD) berupa jumlah gaji PNS, sehingga diperoleh formula sebagai berikut :

DAU = AD + CF Keterangan :

DAU =Dana Alokasi Umum AD = Alokasi Dasar CF = Celah Fiskal

Dimana AD dihitung berdasarkan realisasi gaji PNS tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan tunjangan – tunjangan yang diatur sesuai dengan

peraturan penggajian PNS yang berlaku. Sedangkan CF adalah selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal (KbF – KpF). Jadi apabila daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dengan kebutuhan fiskalnya rendah maka Dana Alokasi Umum yang didapat oleh daerah tersebut jumlahnya akan kecil, begitu juga sebaliknya apabila daerah yang kapasitas fiskalnya rendah sedangkan

(15)

27

kebutuhan fiskalnya tinggi Dana Alokasi Umum yang diperoleh jumlahnya pun akan besar.

Jika dalam perhitungan CF bernilai negatif berarti kapasitas fiskal lebih besar dari kebutuhan fiskal, hal tersebut menandakan bahwa pendapatan daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dari Pemda tersebut sudah cukup tinggi dan alokasi dana dari pusat lebih sedikit atau bahkan tidak membutuhkan alokasi tersebut untuk membiayai belanja daerah.

8. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi bisa dikatakan perluasan kegiatan ekonomi, hal ini merupakan satu-satu nya cara untuk meningkatan pendapataan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Proses pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat (BPS, 2008:1). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah adalah tenaga kerja, akumulasi modal dan tingkat kemajuan teknologi negara/daerah tersebut. Pemerintah mengeluarkan dana untuk peningkatan sarana dan prasarana adalah salah satu komponen pembentuk

(16)

28

GDP yang akan menyebabkan adanya pertukaran output barang dan jasa dalam perekonomian. Keberhasilan kinerja perekonomian dapat diukur dengan salah satu indikator makro yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi didalam suatu wilayah atau daerah pada periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhitungkan kepemilikan.

9. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, dimana biasanya satu tahun. Perhitungan pendapatan per kapita didapat dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat berhubungan dengan pendapatan per kapita nya karena pembangunan ekonomi menyebabkan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Sebagai indikator ekonomi yang mengukur tingkat kemakmuran suatu negara, indikator ini dihitung secara berkala tiap tahunnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang

(17)

29

sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsig & Rahayu, 2002). Adapun kegunaan pendapatan per kapita ini yaitu guna melihat tingkat perbandingan kesejahteraan masyarakat suatu negara atau daerah dari tahun ke tahun dan dari perbandingan tersebut pemerintah dapat mengambil kebijakan di bidang ekonomi dengan dasar pendapatan per kapita.

10. Kepadatan Penduduk

Menurut Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur dengan menggunakan indikator tertentu yang diantaranya adalah jumlah penduduk dan luas wilayah (Abdul Aziz, 2014). Kebutuhan fiskal daerah adalah kebutuhan pendanaan daerah dimana hal tersebut digunakan untuk melaksanakan fungsi layanan kepada masyarakat. Kebutuhan pendanaan diukur dengan menggunakan indikator tertentu yang diantaranya adalah jumlah penduduk dan luas wilayah. Akan tetapi luas wilayah bersifat statis (tidak berubah) sedangkan jumlah penduduk berubah setiap tahunnya. Indikator tersebut saling terkait dan secara bersama-sama mempengaruhi formulasi kebutuhan pendanaan daerah. Pendanaan daerah itu akan digunakan untuk memenuhi belanja langsung dimana salah satunya adalah untuk belanja modal.

(18)

30

Dalam pengalokasian belanja modal, luas wilayah mempengaruhi besarnya kebutuhan belanja modal karena sarana dan prasarana layanan publik yang dibuat mengikuti luas wilayah daerah itu sendiri. Akan tetapi, daerah yang memiliki wilayah yang lebih kecil dengan jumlah penduduk yang lebih banyak seharusnya mengalokasikan belanja modal yang lebih banyak pula dari wilayah yang lebih luas dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit.

Jumlah penduduk atau kepadatan penduduk suatu daerah dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rasio kepadatan penduduk (density). B. PENELITIAN TERDAHULU Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti (Tahun)

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Angela Andromeda Setiadarma (2011)

- Pertumbuhan Ekonomi - Pendapatan Asli Daerah - Dana Alokasi Umum - Belanja Modal

Secara Parsial, Dana Alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh

(19)

31

terhadap Belanja Modal. 2 Nugraha

Suratno Putro (2010)

- Pertumbuhan Ekonomi - Pendapatan Asli Daerah - Dana Alokasi Umum - Belanja Modal

Dana Alokasi Umum

berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

3 Dewi Djumiyati (2013)

- Pendapatan Asli Daerah - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus - Belanja Modal

Secara parsial PAD & DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal, sedangkan DAK tidak berpengaruh terhadap belanja modal.

4 Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012)

- Dana Alokasi Umum - Pendapatan Asli Daerah

- Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran - Luas Wilayah

- Belanja Modal

Secara parsial DAU tidak berpengaruh positif terhadap belanja modal, sedangkan PAD, SiLPA, dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal.

5 Darwanto dan Yulia

- Pertumbuhan Ekonomi - Pendapatan Asli Daerah

Seccara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli

(20)

32 Yustikasari

(2006)

- Dana Alokasi Umum - Belanja Modal

Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal.

6 David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007)

- Dana Alokasi Umum - Pendapatan Asli Daerah - Pendapatan Per Kapita - Belanja Modal

Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal, dan Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan Pendapatan Per Kapita.

C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Alokasi Belanja Modal

Penelitian mengenai pengaruh pendapatan daerah (local own resource revenue) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, misalnya Saptaningsih Sumarni (2008) yang meneliti “Pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap Belanja Modal Daerah

(21)

33

Kabupaten/Kota Provinsi D.I Yogyakarta” menyatakan bahwa PAD dan DAK berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah, dan DAU berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal daerah dalam APBD.

Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi (Indah Rahmawati, 2010).

Berdasarkan penelitian – penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Darah (PAD) adalah sumber pendapatan yang penting untuk sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Semakin besar jumlah PAD yang didapat semakin memungkinkan bahwa daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus bergantung pada dana yang berasal dari Pemerintah Pusat, begitu juga sebaliknya. Maka dari itu PAD sering kali menjadi tolak ukur tingkat kemandirian suatu daerah.

Maka hipotesis untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Pemerintah Kabupaten/Kota adalah :

H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap

(22)

34

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Modal

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang tujuannya untuk pemerataan dimana pemerataan tersebut memperhatikan potensi, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. DAU suatu daerah ditentukan berdasarkan besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) daerah itu sendiri, dimana fiscal gap merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal (Puspita Sari, 2010).

Nugroho (2010) meneliti hubungan DAU terhadap belanja modal, penelitian yang dilakukannya menunjukan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Dalam penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap belanja modal. Dengan menggunakan analisis data panel (pooled data) serta sampel laporan realisasi anggaran sejawa bali dari tahun 2004-2005. Dan menyimpulkan bahwa secara simultan PDRB, PAD, dan DAU berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal

(23)

35

Berdasarkan uraian penelitian – penelitian yang telah dilakukan diatas, maka hipotesis untuk Dana Alokasi Umum (DAU) di Pemerintah Kabupaten/Kota adalah :

H2 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap

alokasi Belanja Modal

3. Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Alokasi Belanja Modal

Pembangunan yang dilaksanakan Pemda tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau penduduk daerah itu sendiri, proses pembangunan harus disesuaikan dengan sumber daya alam dan lingkungan serta kondisi masyarakatnya. Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar. Maka dari itu penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program pembangunan yang akan dilakukan Pemda. Pembangunan yang dilakukan oleh Pemda harus dapat dinikmati dan diambil manfaatnya oleh penduduk yang bersangkutan, dengan demikian pembangunan disebut berhasil apabila mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk. Oleh karena penduduk merupakan subyek pembangunan yang dilakukan pemerintah maka keadan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi kebijakan apa yang akan diambil oleh Pemda. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk dan saran prasarana yang disediakan oleh

(24)

36

pemerintah memadai maka dapat dikatakan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.

Menurut penelitian yang dilakukan Hadi Sasana (2011) mengenai Analisis Determinan Belanja Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal. Populasi penelitian ini adalah Pemda Provinsi Jawa barat, sebanyak 26 daerah yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota. Dan periode penelitian ini adalah 2004 – 2008. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa PDRB, Transfer dana dan pengaruh populasi berpengaruh terhadap belanja pemerintah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.

H3 : Kepadatan Penduduk berpengaruh signifikan terhadap

alokasi Belanja Modal

4. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Alokasi Belanja Modal

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, Pemda harus mendorong untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Akan tetapi perbedaan kemampuan setiap daerah dalam mengelola potensi lokalnya dan ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi antara suatu daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda.

(25)

37

Pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Darwanto dan Yustikasari (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi terhadap alokasi belanja modal berpengaruh signifikan positif.

Dalam keterangan yang disebutkan diatas dapat ditarik hipotesis Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal adalah :

H4 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan

terhadap Alokasi Belanja Modal

5. Pengaruh Pendapatan Per Kapita Terhadap Alokasi Belanja Modal

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan per kapita dan perbaikan tingkat kesejahteraan pada masyarakat.

Dalam penelitian yang dilakukan David dan Priyo (2007) tentang hubungan antara DAU, Belanja Modal, PAD, dan Pendapatan Per Kapita. Hasil dalam penelitiannya menunjukan bahwa Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan PAD serta PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan Pendapatan Per Kapita.

(26)

38

Berdasarkan uraian diatas menunjukan hipotesis yang dapat diambil bahwa perngaruh Pendapatan Per Kapita terhadap Alokasi Belanja Modal yaitu :

H5 : Pendapatan Per Kapita berpengaruh signifikan

(27)

39 D. Model Konseptual

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dibuat suatu kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan variabel – variabel yang telah dijelaskan sebelumnya H1 H2 H3 H4 H5 Gambar 2.1

Model Konseptual Penelitian Pendapatan Asli

Daerah

Dana Alokasi

Umum

Kepadatan

Penduduk Belanja Modal

Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan Per Kapita

Referensi

Dokumen terkait

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Menimbang, bahwa tanpa mengulang menguraikan unsur-unsur tersebut diatas, Pengadilan Tinggi sependapat dengan pendapat Hakim Anggota I yang pada pokoknya menyatakan bahwa

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

4.3 Menyunting teks eksposisi sesuai dengan unsur-unsur pembentuk kalimat baik secara lisan maupun tulisan. Menuliskan kesalahan kata pada teks eksposisi sesuai dengan unsur-unsur

Berdasarkan taraf integritas, terdapat 120 data tergolong pada kelompok pertama yaitu unsur asing yang belum sepenuhnya terserap kedalam bahasa Indonesia, dan 91