• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan merupakan sumber daya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi. Keberadaan hutan ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000). Pengelolaan hutan lestari adalah pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari bertujuan sosial, ekonomi dan lingkungan. Berbagai lembaga kehutanan sekarang berbentuk pengelolaan hutan berkelanjutan dan berbagai metode dan alat yang tersedia yang telah diuji dari waktu ke waktu. Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan rakyat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibolehkan mengubah fungsi utamanya. Perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk memperhatikan dan memperhitungkan keberadaan hutan rakyat., hal ini berkaitan dengan semakin terasanya kekurangan hasil kayu dari kawasan hutan negara, baik hasil kayu sebagai kayu pertukangan, kayu industri, maupun kayu bakar. Selain itu pembangunan hutan rakyat juga berfungsi untuk menanggulangi

(2)

lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, juga sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan dengan memperdayakan masyarakat setempat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penyelenggaraan kehutanan dengan memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masyarakat telah menjadi landasan yang utama. Bahkan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna (Pasal 70 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Bentuk peran masyarakat dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah salah satunya adalah pembangunan hutan rakyat (Rahmawaty, 2004).

Pengertian Hutan Rakyat

Gambar 1. Skema resmi pengelolaan hutan berbasis masyarakat

Menurut UU No.41/1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa

(3)

keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980).

Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan mengerti hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial (kepemilikan). Pandangan pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan kepentingan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat. Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung letak geografis, ada yang di dataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuh, dan sesuai dengan iklim mikro. Pandangan sistem tenurial berkaitan dengan status misalnya statusnya hutan negara yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang, dkk, 2001).

Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pemilik Hutan rakyat adalah pemilik hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas title atau hak atas tanah. Hasil Hutan yang berasal dari hutan rakyat yang selanjutnya disebut hasil

(4)

hutan rakyat adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan rakyat atau lahan masyarakat (Kementrian Kehutanan, 2012).

Potensi hutan rakyat yang besar tidak serta merta memberikan jaminan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini karena kayu hasil hutan rakyat belum mampu bersaing di pasar, terutama untuk produk ekspor. Ada tuntutan konsumen luar negeri yang menghendaki agar produk-produk kayu dari Indonesia merupakan hasil produk yang berasal dari pengelolaan hutan berkelanjutan. Pengelolaan hutan rakyat masih belum mengacu pada aspek-aspek manajemen hutan yang berkelanjutan (Adinta, 2011).

Pengelolaan hutan rakyat juga tidak terlepas kebutuhan masyarakat itu sendiri, karena dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat istilah “tebang butuh”. Pemanenan dilakukan sesuai dengan kebutuhan keluarga, seperti untuk biaya sekolah, hajatan atau memenuhi kebutuhan untuk konstruksi rumah sendiri. Masyarakat akan melakukan pemanenan yang cenderung berlebih ketika mereka didesak pada kebutuhan ekonomi yang tinggi. Sukardayati (2006) mengatakan bahwa sulit mengendalikan kegiatan pemanenan di hutan rakyat, hal ini terkait dengan belum adanya landasan hukum dalam kegiatan pemanenan tersebut. Jika dibiarkan begitu saja maka akan berpengaruh kepada keberlanjutan hutan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjamin pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan maka pemerintah melakukan Sertifikasi Hutan Rakyat.

Masyarakat dan rakyat

Manusia adalah makhluk yang selalu hidup bermasyarakat (zoonpoliticon), yang selalu ingin hidup bersama dengan manusia lain.

(5)

Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai adat istiadat dan aturan-aturan tertentu yang lambat laun membentuk sebuah kebudayaan. Masyarakat juga merupakan sistem sosial yang terdiri dari sejumlah komponen struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi, pemerintah, agama, pendidikan, dan lapisan sosial yang terkait satu sama lainnya, bekerja secara bersama-sama, saling berinteraksi, berelasi, dan saling ketergantungan. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti yang seluas- luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

Rakyat adalah adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)

Sertifikasi Hutan bertujuan untuk memberikan dukungan bagi kepentingan-kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu untuk mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional dan internasional. Melalui sertifikasi diharapkan ada insentif yaitu berupa harga kayu yang cukup tinggi kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah mengelola hutan rakyat secara lestari (Adinta, 2011).

Suatu hal yang nyata bahwa sertifikasi membantu kejelasan status lahan, menguatkan posisi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan mengakui kapasitas atau kemampuan pengelolaan mereka. Pengenalan serifikasi oleh para pendukung yang menjanjikan insentif pasar untuk sertifikasi menjadi alasan utama bagi

(6)

masyarakat untuk terlibat dalam semua aspek sertifikasi. Pengakuan pasar, khususnya ketersediaan harga premium yang signifikan, diinterpretasikan sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendapatkan pengakuan yang lama dinantikan dalam pengelolaan hutan rakyat. Secara ideal, proyek-proyek sertifikasi hutan rakyat, memperkenalkan aspek-aspek pasar dalam tahap pengembangan agar dapat memastikan bahwa masyarakat lokal paham sepenuhnya persyaratan pasar dan pembeli sadar mengenai perkembangannya (Rohman, 2010).

Standard Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah sejumlah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang memuat standar, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Verifikasi Legalitas Kayu atau disingkat V-LK adalah rangkaian kegiatan Lembaga Verifikasi Independen (LVI) untuk menilai kayu dan produk kayu yang dihasilkan pemegang hak atau ijin yang berada di hulu atau hilir, apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan atau belum. Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang ijin atau pemilik hutan rakyat yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan rakyat telah memenuhi standar legalitas kayu.

Adanya sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi hutan rakyat telah mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki tata usaha kayu yang menyangkut penyederhaan mata rantai tata usaha kayu yang selama ini pengerjaannya lumayan panjang. Manfaat lain sistem verifikasi ini adalah terbentuknya unit manajemen yang memayungi para pemilik hutan rakyat. Berhimpun dalam unit manajemen, memungkinkan masyarakat menanggung renteng biaya sertifikasi legalitas kayu. Penilaian untuk sertifikasi legalitas kayu

(7)

memang bisa dilakukan secara kolektif untuk hutan milik maupun industri rumah tangga atau pengrajin. SVLK bisa didapatkan setelah melalui berbagai tahapan. Yang pertama, pengajuan aplikasi oleh unit manajemen. Kedua, dokumen tersebut ditinjau dan dipublikasikan ke masyarakat umum di website Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta media cetak. Ketiga, ada audit lapangan untuk mencocokkan data antara dokumen dengan yang ada di lapangan. Empat, lembaga penilai melakukan uji petik, yakni mengecek kesesuaian semua dokumen satu tahun kebelakang. Lima, terjadi panel review, setelah itu keluar Keputusan sertifikasi yang dilanjutkan dengan penerbitan SVLK.

SVLK memiliki dua dimensi yaitu dimensi Standar atau Alat untuk menilai dan dimensi Sistem atau Mekanisme yang harus diikuti. Dengan demikian SVLK merupakan alat dan mekanisme untuk menilai atau memverifikasi legalitas kayu atau produk kayu. Manfaat penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yaitu menjamin kayu berasal dari sumber yang legal, jika industri pengolahan kayu ingin agar produk kayu masuk ke pasar international maka dengan mendapatkan bahan baku yang berasal dari sumber yang legal, maka produk industri akan masuk pasar tanpa hambatan terutama self endorsement (pengesahan sendiri) terkait dengan pemberitahuan eksport barang. Pemilik kayu yang berasal dari sumber yang legal akan memiliki posisi tawar yang kuat terutama dalam penentuan harga jual karena tidak ada pilihan lain selain membeli bahan baku yang legal. Penerapan SVLK disamping merupakan pemenuhan standar, kriteria, indikator dan norma penilaian, atau sebagai alat untuk memastikan bahwa industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan cara legal tetapi lebih dari itu adalah upaya untuk menerapkan tata kelola pemerintahan

(8)

yang akun tabel dan transparan, menyelamatkan hutan dari pembalakan liar, menekan laju deforestasi, juga menekan merosotnya cadangan karbon.

SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak stakeholder kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian. Standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian untuk masing-masing pemegang izin dan pemilik hutan hak telah diatur secara lengkap pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Bina Usaha Kehutanan No. P.8/VI-BPPHH/2012.

Tabel 1. Kriteria dan indikator standar pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012 tentang Standar Verifikasi Legalitas Kayu Pada Hutan rakyat

Standar Verifikasi Pedoman Verifikasi

Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Verifikasi

Kepemilikan kayu dapat dibuktikan keabsahannya

Keabsahan hak milik dalam hubungannya dengan areal, kayu dan perdagangannya. Pemilik hutan rakyat mampu menunjukkan keabsahan haknya. a. Dokumen kepemilikan lahan yang sah (alas title/ dokumen yang diakui pejabat yang berwenang) b. Peta areal hutan rakyat dan batas-batasnya dilapangan  Periksa Sertifikat Hak Milik,Leter C, Leter B, Girik; serta Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai ataupun bukti

kepemilikan lainnya yang sah  Periksa keberadaan peta lokasi.  Periksa kejelasan tanda batas areal hutan.  Memenuhi: Dokumen tersedia, lengkap, dan abash (dapat berupa Sertifikat Tanah, Leter C, Leter B, Girik, Sertifikat HGU atau Hak Pakai,ataupun buktike pemilikan lainnya yang sah  Memenuhi: Peta lokasi tersedia.  Memenuhi: Tanda-tanda jelas (dapat berupa patok atau pematang atau tanaman pagar). Unit kelola masyarakat mampu membuktikan dokumen angkutan kayu yang sah. Dokumen SKAU atau SKSKB Cap KR  Periksa keabsahan SKSKB di petani/ pedagang dan kantor Dinas Kabupaten setempat.  Periksa

 Memenuhi: SKSKB yang diberi cap Kayu Rakyat (KR) dan diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.  Memenuhi:

(9)

keabsahan dokumen Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) di petani/pedagang dan kantor Kepala Desa untuk jenis kayu tertentu.

a. Penerbit dokumen SKAU adalah Kepala Desa/ Lurah atau pejabat yang setara dimana kayu tersebut akan diangkut. b. Jenis kayu dalam

dokumen SKAU sesuai dengan jenis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kehutanan yang berlaku. Unit kelola menunjukkan bukti pelunasan pungutan pemerintah sektor kehutanan atas tegakan yang tumbuh Faktur/ kwitansi penjualan  Periksa kesesuaian rekapitulasi izin tebang dengan SKSHH  Periksa keabsahan dan kesesuaian dokumen faktur/ kwitansi yang menyertai perjalanan kayu.  Memenuhi: Rekapitulasi izin tebang sesuai dengan SKSKB Cap KR ataupun SKAU  Memenuhi: a. Dokumen faktur/kwitansi dikeluarkan oleh pihak pemilik kayu. b. Dokumen faktur/kwitansi sesuai dengan fisik kayu demikian juga sebaliknya. c. Dokumen faktur/kwitansi memuat tujuan pengiriman secara jelas. Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan oleh Masyarakat

Ritchie dkk (2001) melalui Centre for International Forestry Research

(CIFOR) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip Pengelolaan Hutan oleh

Masyarakat Lestari (PHML), yaitu :

1. Kesejahteraan masyarakat (kelembagaan) terjamin 2. Kesejahteraan rakyat terjamin

3. Kesehatan lanskap hutan terjamin

(10)

Penelitian ini mencoba menggali prinsip pertama dan kedua PHML, yaitu prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin. Dalam pengembangan K&I (Kriteria dan Indikator) untuk kesejahteraan suatu masyarakat, masalah utama adalah menyangkut kemampuan masyarakat tersebut untuk mengelola dan mengatur fungsi ganda penggunaan dan pemanfaatan hutan secara kolektif, sehingga manfaatnya dapat terbagi rata untuk perorangan , rumah tangga meupun kelompok, yang pada akhirnya sumberdaya hutan dapat menghasilkan kegunaan dan manfaat di masa mendatang.

Prinsip yang pertama (I) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut : a. Lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi

Untuk mengatur penawaran dan permintaan sumberdaya hutan masyarakat (termasuk pembagian hak dan kewajiban, kerjasama, dan perlindungan hutan) kebanyakan sistem PHM setempat mengembangkan beberapa bentuk organisasi masyarakat. Organisasi serupa didirikan untuk membantu masyarakat untuk memusatkan perhatian pada pengembangan dan pelaksanaan peraturan melalui sistem insentif, persuasif atau penegakan sangsi. Keberadaan organisasi masyarakat yang kuat sangat penting demi kelangsungan PHM.

b. Mekanisme pengelolaan lokal (norma, peraturan, undang-undang)

Agar dapat berpengaruh terhadap keputusan pengelolaan oleh masyarakat, sistem PHM yang mampu bertahan pada umumnya mengembangkan seperangkat instrumen pengelolaan yang sesuai untuk mengatur dan mengawasi penggunaan sumberdaya hutan oleh anggota masyarakat. Istilah mekanisme pengelolaan disini digunakan untuk mencakup seluruh instrumen formal dan informal, termasuk peraturan, norma, adat istiadat, larangan/tabu, undang-undang, dll yang telah

(11)

dikembangkan masyarakat. Aturan-aturan tersebut terkadang rumit dan tidak jelas terlihat, dan layaknya organisasi itu sendiri, tertanam dalam kebudayaan setempat, spiritual dan lingkungan ekologinya. Mekanisme seperti diberlakukannya sangsi-sangsi bagi pelanggar aturan, merupakan hal yang sangat penting di Indonesia (melalui sistem adat tradisional).

c. Manajemen konflik

Masyarakat perlu menemukan cara untuk mengatasi konflik yang suatu saat dapat timbul. Cara tersebut dapat dilakukan secara formal atau informal. Masyarakat mengharapkan agar mekanisme tersebut dapat diterapkan secara efektif. Sebagai tambahan, kemampuan menggunakan mekanisme eksternal, yaitu legal atau kenegaraan untuk mengatasi konflik juga merupakan hal yang penting. d. Kewenangan untuk pengelola (status kepemilikan lahan)

Masyarakat membutuhan jaminan kepemilikan atas sumber dayanya untuk memperoleh wewenang pengelolaan. Tanpa adanya jaminan status kepemilikan, orang sering ragu untuk melakukan investasi pengelolaan jangka panjang. Ketiga lokasi yang diuji memasukkan kriteria dan indikator yang mengacu pada sistem kepemilikan lahan masyarakat yang telah diakui masyarakat atau negara secara hukum (de jure). Isu status kepemillikan lahan termasuk juga permasalahan tata batas lahan milik umum atau hutan masyarakat, keberadaan peta yang menunjukan tata batas tersebut, dan atau adanya penerapan sistem hak dan adat yang sering kali rumit yang muncul pada masyarakat.

(12)

Prinsip yang kedua (2) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut : a. Kesehatan dan makanan

Interaksi dengan hutan memberikan manfaat secara langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraan fisik manusia. Banyak hal yang menunjukkan pentingnya hasil hutan sebagai sumber bahan makanan. Di Indonesia, tidak ada acuan yang dibuat menyangkut makanan atau kesehatan masyarakat. Kebanyakan K&I pengelolaan hutan lestari dan kesehatan masyarakat setempat dijadikan sebagai kriteria penting. Di Brazil, dimasukkan pula pemikiran tambahan bahwa pengawasan petumbuhan populasi dan reproduksi sangat penting untuk kelestarian pengelolaan hutan.

b. Kesejahteraan (mata pencaharian, pembagian biaya dan manfaat, kesetaraan) Mata pencaharian penduduk setempat bergantung pada keberadaan hutan. Permasalahan yang dibahas disini mencakup keuntungan ekonomi yang diperoleh dari hutan baik secara langsung atau melalui industri kecil (kerajinan tangan), sehingga memberikan nilai tambah bagi bahan mentah hutan melalui ketrampilan dan kreatifitas pekerjanya. Kamerun dan Brazil menyoroti masalah hasil hutan ganda dan beraneka ragam, dan pentingnya kelompok pengguna hutan yang berbeda yang saling melengkapi dengan cara menggunakan sumberdaya yang berbeda. Indonesia menekankan pemerataan pembagian produk hutan.

c. Kebijaksanaan dan kebersamaan dalam berbagi ilmu pengetahuan

Aspek utama dalam pengelolaan hutan lestari adalah dasar pengetahuan masyarakat yang berlaku dan berjalan baik, dan pengelolaan dilakukan atas dasar kebijakan bersama masyarakat. Alih pengetahuan antara generasi (dari tua ke muda) merupakan hal penting demi menjaga kelangsungan pengetahuan tersebut

(13)

untuk masa depan. Hal ini tampak penting bagi kehidupan spiritual dan kebudayaan masyarakat lokal agar berakar kuat di dalam ekosistem hutan.

d. Kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat

Di kebanyakan PHM yang tetap berlaku, perlunya kepastian akses yang merata terhadap hutan dan sumberdaya lainnya menimbulkan perkembangan adanya kesepakatan status kepemilikan lahan setempat. Kesepakatan penting ini berlaku antar perorangan (dan/atau rumah tangga atau kelompok) dan masyarakat, kesepakatan ini sesuai dengan budaya lokal dan kebutuhan pengelolaan sumberdaya, dan biasanya didukung oleh norma dan peraturan yang berlaku. Hubungan antar individual (rumah tangga/kelompok), masyarakat dan wilayah sumberdaya, ditentukan dalam kerangka spasial dan sementara, seperti misalnya, siapa yang dapat melakukan apa dan dimana. Hubungan status kepemilikan lahan yang ditetapkan dengan baik dan dapat diterima sangat penting bagi insentif untuk mendorong, melindungi dan menjamin komitmen antar generasi. Meratanya hak penggunaan sangat penting bagi kesejahteraan rakyat, sebagaimana ditekankan di Brazil. Hak peninggalan atau warisan dan diteruskannya hak tersebut untuk generasi berikutnya merupakan aspek kunci kelestarian. Bagian ini yang menyangkut kepemilikan secara individual berhubungan erat dengan bagian lainnya, termasuk status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan di tingkat masyarakat, dan distribusi isu dalam bagian yang menyangkut kesejahteraan. Konsep Kualitatif

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa

(14)

bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.

Menurut Strauss dan Corbin (1997), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara-cara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.

Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan

(15)

terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002).

Kondisi umum lokasi penelitian

Desa Matiti berada di Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Desa Matiti terletak pada ketinggian ±1350m diatas permukaan laut (dpl) dengan jarak ± 8km dari ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan. Dari jarak tersebut dapat diasumsikan bahwa desa ini sudah dapat menerima arus informasi dari luar daerah dengan cepat.

Secara administratif Desa Matiti memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Hutagurgur

Sebelah Selatan : Desa Sosor Tambok Sebelah Timur : Desa Hutabagasan Sebelah Barat : Desa Pakkat

Sebagian besar msyarakat bekerja dibidang pertanian dan perkebunan. Kemenyan merupakan salah satu komoditi unggulan dari Desa Matiti. Hasil lainnya yang terdapat di Desa Matiti adalah kopi, coklat, jeruk, dan hasil persawahan. Di Desa Matiti terdapat Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas yang mengelola hutan rakyat seluas 45 Ha. KSU Hutan Mas ini telah mendapat sertifikasi legalitas kayu dan beranggotakan 22 anggota.

Gambar

Tabel  1.  Kriteria  dan  indikator  standar    pada  Peraturan  Direktur  Jenderal  Bina  Usaha  Kehutanan  Nomor:  P.8/VI-BPPHH/2012  tentang  Standar  Verifikasi Legalitas Kayu Pada Hutan rakyat

Referensi

Dokumen terkait

Drop shot adalah pukulan yang mirip dengan smash yang dipukul dari belakang dengan arah shuttle cock jatuh di dekat net lawan. Drive adalah pukulan yang mendatar atau lurus dengan

Dari rumus di atas terlihat perbedaannya, jika Almanak Nautika menggunakan azimuth dan altitude Bulan dan Matahari untuk menghitung elongasi Bulan–Matahari,

a) Selama pembelajaran peserta didik mampu menumbukan kesadaran diri akan keagungan Tuhan YME dan kesadaran akan ketetapan yang terbaik untuk kehidupan umat manusia,

Selain langkah-langkah untuk penguatan dan langkah agar kinerja partai atau calon kandidat sesuai dengan citra yang telah dibangun, maka langkah lain yang

terutama apabila terkena luka, jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita, bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan

Meskipun teknik-teknik ini dapat diadaptasikan pada masalah-maslah prakiraan model area terbatas (regional).. Struktur vertikal model adalah penting dalam menemukan

Dari Gambar tersebut diketahui bahwa dengan bertambahnya waktu dan rasio kompos yang optimal akan mempengaruhi penurunan konsentrasi diazinon dimana semakin lama waktu remediasi

Aktivias operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi