• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE KEDELAI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE KEDELAI (Glycine max) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN BERBAGAI

JENIS BAHAN PENGISI (KULIT ARI KEDELAI, MILLET (Pennisetum spp.), DAN SORGUM

(Sorghum bicolor))

SKRIPSI

Oleh :

IHDA NURUL HIKMAH H1408504

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE KEDELAI (Glycine max) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAHAN PENGISI (KULIT ARI KEDELAI, MILLET (Pennisetum spp.), DAN

SORGUM (Sorghum bicolor))

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh :

IHDA NURUL HIKMAH H 1408504

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Kajian Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe Kedelai (Glycine max) dengan Variasi Penambahan Berbagai Jenis Bahan Pengisi (Kulit Ari Kedelai, Millet (Pennisetum spp.), dan Sorgum (Sorghum bicolor))” dengan baik. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Kawiji, M.P. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Ir. Sri Handajani, M.S., Ph.D. selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama yang telah memberi arahan selama menempuh kuliah serta memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang berharga selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

4. Edhi Nurhartadi, S.TP., M.P. selaku dosen pembimbing pendamping yang selalu sabar memberikan bimbingan, arahan, saran yang berharga, serta dukungan selama penyusunan skripsi ini.

5. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah.

7. Laboran dan staff administrasi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian terimakasih atas bantuannya selama penelitian ini berlangsung.

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

8. Ibu dan Bapak yang selalu menjadi tempatku bersandar dan berkeluh kesah. Terima kasih untuk setiap tetesan keringat, kelembutan kasih sayang, doa dan petuahmu.

9. Kakak-kakakku tercinta, Mb’pit, Mas Nung, Mb’sanah, terimakasih untuk semangat, doa, dukungan, dan inspirasi kalian.

10. Awan dan ponakan kecilku yang selalu bisa membuatku tersenyum.

11. Sahabat-sahabatku Suci Nugrahawati, Denok, Kunti, Bose, Dwi, Mb’ Nn, dan Ndut yang tak pernah lelah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

12. The Matrix, kawan-kawan seperjuanganku, Badrousa, mbak Ii, Fitri, Ratih, Taufik, dan Nugrahawati yang telah banyak membantu, memberi doa dan dukungan serta semangat selama menempuh kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi.

13. Teman-teman THP 2006 khususnya Mita dan Wuri, terimakasih untuk semangatnya.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa ‘‘kesempurnaan hanya milik Allah SWT’’. Namun penulis tetap berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, Mei 2011

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi RINGKASAN ... xii SUMMARY ... xiii I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Manfaat Penelitian ... 4

II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Tempe ... 5

2. Kedelai ... 9

3. Kulit Ari Kedelai ... 11

4. Millet ………… ... 11 5. Sorgum ... 14 6. Protein ... 16 7. Serat kasar ... 17 8. Antioksidan ... 18 9. Sifat Sensori ... 19 B. Kerangka Berpikir ... 21 C. Hipotesis ... 23

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 24

1. Bahan ... 24 2. Alat ... 24 C. Tahapan Penelitian ... 25 1. Rencana Penelitian ... 25 2. Metode Analisis ... 28 D. Rancangan Percobaan ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Karakteristik Kimia ... 29

1. Kadar Protein ... 29

2. Kadar Serat Kasar ... 30

3. Aktivitas Antioksidan ... 32 B. Karakteristik Sensori ... 34 1. Warna ... 34 2. Aroma ... 35 3. Rasa ... 37 4. Tekstur ... 38 5. Keseluruhan (Overall) ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional

Indonesia 01-3144-1992 ... 6

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tempe ... 8

Tabel 2.3. Kandungan Unsur Gizi dalam Kedelai per 100 gram Bahan ... 10

Tabel 2.4. Komposisi Gizi Beberapa Serealia per 100 g ... 13

Tabel 3.1. Metode Analisis ... 28

Tabel 3.2. Rancangan Percobaan ... 28

Tabel 4.1. Kadar Protein Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 29

Tabel 4.2. Kadar Serat Kasar Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 31

Tabel 4.3. Nilai Aktivitas Antioksidan Tempe Kedelai- Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai- Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum... 32

Tabel 4.4. Nilai Kesukaan terhadap Warna Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 34

Tabel 4.5. Nilai Kesukaan terhadap Aroma Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 36

Tabel 4.6. Nilai Kesukaan terhadap Rasa Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 37

Tabel 4.7. Nilai Kesukaan terhadap Tekstur Tempe Kedelai-Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 38

Tabel 4.8. Nilai Kesukaan terhadap Keseluruhan (overall) Tempe Kedelai- Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum ... 40

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Beberapa Jenis Millet ... 12 Gambar 2.2. Tanaman dan Biji Sorgum ... 14 Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian ... 22 Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Tempe kedelai dengan

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Analisis Kimia ... 47

1. Prosedur Analisis Protein Dengan Metode Kjeldahl-Mikro (Apriyantono dkk, 1989) ... 47

2. Prosedur Analisis Kadar Serat Kasar Dengan Metode Perlakuan Asam Dan Basa Panas (Anton Apriyantono dkk., 1989) ... 48

3. Prosedur Analisis Aktivitas Antioksidan ... 49

Lampiran 2. Analisis Sensori ... 50

Lampiran 3. Data Analisis Kadar Protein ... 51

Lampiran 4. Data Analisis Kadar Serat Kasar ... 52

Lampiran 5. Data Analisis Aktivitas Antioksidan ... 53

Lampiran 6. Data Hasil Analisis SPSS ... 54

1. Kadar Protein ... 54

2. Kadar Serat Kasar ... 54

3. Aktivitas Antioksidan ... 55

4. Sensori ... 55

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE KEDELAI (Glycine max) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAHAN PENGISI (KULIT ARI KEDELAI, MILLET (Pennisetum spp.), DAN

SORGUM (Sorghum bicolor)) IHDA NURUL HIKMAH

H 1408504

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

RINGKASAN

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi biji-bijian dengan menggunakan jamur Rhizopus oligosporus. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang umum dikenal adalah tempe yang dibuat dari kedelai. Produksi nasional kedelai masih rendah. Harga kedelai impor semakin lama semakin meningkat, sehingga dengan penggunaan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tempe diharapkan dapat mengurangi penggunaan kedelai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengisi terhadap karakteristik kimia (kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan) serta karakteristik sensori tempe yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi konsentrasi bahan pengisi (0%, 5%, 10%) dengan 3 kali ulangan analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat signifikansi α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kulit ari kedelai yang ditambahkan, kadar serat kasar tempe semakin meningkat, namun kadar protein dan aktivitas antioksidan mengalami penurunan. Sedangkan semakin besar konsentrasi millet dan sorgum yang ditambahkan, kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan tempe yang dihasilkan semakin menurun. Kadar protein tempe kedelai, tempe kedelai/kulit ari kedelai, tempe kedelai/millet, tempe kedelai/sorgum berturut-turut 48,58%; 45,79%; 46,72%; 47,16%. Kadar serat kasar berturut-turut 16,67%; 17,51%; 15,58%; 14,88%. Aktivitas antioksidan berturut-turut 41,97%; 38,52%; 39,64; 40,71%.

Dapat disimpulkan bahwa tempe kedelai murni adalah yang paling disukai dengan kadar protein, dan antioksidan tertinggi, masing-masing 48,58% dan 41,97%. Tempe dengan penambahan bahan pengisi yang paling disukai yaitu tempe kedelai/millet dengan konsentrasi kedelai/millet 95/5%, dengan kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan berturut-turut 46,72%, 15,58%, dan 39,64%.

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

STUDY OF CHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF SOYBEAN TEMPEH (Glycine max) WITH THE VARIATION OF VARIOUS

FILLERS (SOYBEAN HUSK, MILLET (Pennisetum spp.), AND SORGHUM (Sorghum bicolor))

IHDA NURUL HIKMAH H 1408504

Agriculture Product Technology Department Faculty of Agriculture Sebelas Maret University Surakarta

SUMMARY

Tempe is fermented food by using the fungus Rhizopus oligosporus. Tempe can be made from various materials, but are commonly known made from soybean. National soybean production is still low. The import soybean’s price increase progressively, so that with the use of soybean husk, millet, and sorghum as filler material in the production of tempe is expected to reduce the use of soybean.

This research aims to determine the effect of adding filler materials to the chemical characteristics (protein content, crude fiber, and antioxidant activity) and sensory characteristics of tempe produced. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one treatment factor, the variation of filler concentrations (0%, 5%, 10%) with 3 times replication analysis. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and (DMRT) level α = 0,05.

The result showed that the greater concentration of soybean husk added, soybean crude fiber content increased, but protein content and antioxidant activity decreased. While the greater concentration of millet and sorghum added, protein content, crude fiber, and antioxidant activity of tempeh produced decrease. Protein content of soybean, soybean tempeh/soybean husk, soybean tempeh/millet, and soybean tempeh/sorghum 48.58%, 45.79%, 46.72%, and 47.16% respectively. The crude fiber content of that were 16.67%, 17.51%, 15.58%, 14.88% respectively. The antioxidant activity were 41.97%, 38.52%, 39.64, 40.71% respectively.

It can be concluded that pure soybean tempe is the most preferred one with the highest protein content and antioxidant activity, were 48,58% and 41,97%. Tempe with the addition of the most preferred filler was soybean tempe/millet with the concentration of soybean/millet 95/5%, with protein content, crude fiber, and antioxidant activity were 46,72%, 15,58%, and 39,64% respectively.

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI TEMPE

KEDELAI (Glycine max) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAHAN PENGISI (KULIT ARI KEDELAI, MILLET (Pennisetum spp.), DAN SORGUM (Sorghum bicolor))

Ihda Nurul Hikmah 1)

Prof. Ir. Sri Handajani, MS., PhD2), Edhi Nurhartadi, S.TP, MP2) ABSTRAK

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi biji-bijian dengan menggunakan jamur Rhizopus oligosporus. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang umum dikenal adalah tempe yang dibuat dari kedelai. Produksi nasional kedelai masih rendah. Harga kedelai impor semakin lama semakin meningkat, sehingga dengan penggunaan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tempe diharapkan dapat mengurangi penggunaan kedelai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengisi terhadap karakteristik kimia (kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan) serta karakteristik sensori tempe yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi konsentrasi bahan pengisi (0%, 5%, 10%) dengan 3 kali ulangan analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat signifikansi α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kulit ari kedelai yang ditambahkan, kadar serat kasar tempe semakin meningkat, namun kadar protein dan aktivitas antioksidan mengalami penurunan. Sedangkan semakin besar konsentrasi millet dan sorgum yang ditambahkan, kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan tempe yang dihasilkan semakin menurun. Kadar protein tempe kedelai, tempe kedelai/kulit ari kedelai, tempe kedelai/millet, tempe kedelai/sorgum berturut-turut 48,58%; 45,79%; 46,72%; 47,16%. Kadar serat kasar berturut-turut 16,67%; 17,51%; 15,58%; 14,88%. Aktivitas antioksidan berturut-turut 41,97%; 38,52%; 39,64; 40,71%.

Dapat disimpulkan bahwa tempe kedelai murni adalah yang paling disukai dengan kadar protein, dan antioksidan tertinggi, masing-masing 48,58% dan 41,97%. Tempe dengan penambahan bahan pengisi yang paling disukai yaitu tempe kedelai/millet dengan konsentrasi kedelai/millet 95/5%, dengan kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan berturut-turut 46,72%, 15,58%, dan 39,64%.

Kata kunci: tempe, kedelai, millet, sorgum, aktivitas antioksidan.

1)

Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

2)

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

STUDY OF CHEMICAL AND SENSORY

CHARACTERISTICS OF SOYBEAN TEMPEH (Glycine max) WITH THE VARIATION OF VARIOUS FILLERS (SOYBEAN

HUSK, MILLET (Pennisetum spp.), AND SORGHUM (Sorghum bicolor))

Ihda Nurul Hikmah 1)

Prof. Ir. Sri Handajani, MS., PhD2), Edhi Nurhartadi, S.TP, MP2) ABSTRACT

Tempe is fermented food by using the fungus Rhizopus oligosporus. Tempe can be made from various materials, but are commonly known made from soybean. National soybean production is still low. The import soybean’s price increase progressively, so that with the use of soybean husk, millet, and sorghum as filler material in the production of tempe is expected to reduce the use of soybean.

This research aims to determine the effect of adding filler materials to the chemical characteristics (protein content, crude fiber, and antioxidant activity) and sensory characteristics of tempe produced. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one treatment factor, the variation of filler concentrations (0%, 5%, 10%) with 3 times replication analysis. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and (DMRT) level α = 0,05.

The result showed that the greater concentration of soybean husk added, soybean crude fiber content increased, but protein content and antioxidant activity decreased. While the greater concentration of millet and sorghum added, protein content, crude fiber, and antioxidant activity of tempeh produced decrease. Protein content of soybean, soybean tempeh/soybean husk, soybean tempeh/millet, and soybean tempeh/sorghum 48.58%, 45.79%, 46.72%, and 47.16% respectively. The crude fiber content of that were 16.67%, 17.51%, 15.58%, 14.88% respectively. The antioxidant activity were 41.97%, 38.52%, 39.64, 40.71% respectively.

It can be concluded that pure soybean tempe is the most preferred one with the highest protein content and antioxidant activity, were 48,58% and 41,97%. Tempe with the addition of the most preferred filler was soybean tempe/millet with the concentration of soybean/millet 95/5%, with protein content, crude fiber, and antioxidant activity were 46,72%, 15,58%, and 39,64% respectively.

Key words : tempe, soybeans, millet, sorghum, antioxidant activity.

1)

Student of Food Science and Technology

2)

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif sejak beberapa tahun yang lalu telah menjadi permasalahan yang cukup serius bagi banyak negara di seluruh dunia. Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, dan obesitas.

Menurut WHO, hingga akhir tahun 2005 penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir 17 juta orang di seluruh dunia. Jumlah ini menempatkan penyakit degeneratif menjadi penyakit pembunuh manusia terbesar. Di Indonesia, angka kematian akibat penyakit ini terus meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian paling tinggi di tahun 1992, 1995, dan 2001, padahal pada tahun 1972 baru menempati urutan ke-11. Kurangnya lapangan kerja, penghasilan yang tidak mencukupi, status perkawinan, pendidikan yang semakin mahal, dan kawasan tempat tinggal dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan emosional berupa sters psiko-sosial. Peningkatan kesejahteraan penduduk juga mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif. Kesadaran akan besarnya hubungan antara makanan dan kemungkinan timbulnya penyakit telah mengubah pandangan bahwa makanan bukan sekedar untuk mengenyangkan tetapi untuk kesehatan. Sehingga diperlukan makanan yang mengandung komponen bioaktif yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh misalnya tempe.

Tempe adalah makanan hasil fermentasi dengan menggunakan jamur Rhizopus oligosporus. Tempe merupakan makanan tradisional yang berpotensi sebagai makanan fungsional. Tempe mengandung protein nabati yang cukup

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya, juga mengandung asam lemak esensial, mengandung antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan, vitamin B12 yang tinggi, kaya akan serat makanan, mengandung fosfor yang berguna untuk berbagai reaksi metabolisme tubuh serta mengandung antibiotik alami yang dapat menghambat munculnya berbagai penyakit.

Dalam pembuatan tempe, kulit ari kedelai dibuang, padahal kulit kedelai mengandung protein 9-16,5 % dan serat 67 %. Karena kandungan tersebut, kulit kedelai dimanfaatkan untuk makanan ternak. Serat dalam kulit mengandung selulosa 47 %, dan hemiselulosa hampir 20 % (Siswaya,1998).

Di Indonesia, tempe yang sangat digemari masyarakat berasal dari kedelai. Akan tetapi, produksi nasional kedelai masih rendah. Menurut Widjang (2008), dari kebutuhan dalam negeri terhadap kedelai sebesar 2 juta ton/tahun, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari impor. Harga kedelai impor setiap tahun meningkat dari Rp 3.450/kg menjadi Rp 7.500/kg pada tahun 2008 dan pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi Rp 9.750/kg.

Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan komoditi lokal yang harganya murah dan diduga mengandung senyawa antioksidan. Salah satunya adalah millet. Pemanfaatan biji millet beberapa tahun lalu sangat terbatas hanya digunakan untuk pakan burung. Namun saat ini pemanfaatan millet dan sorgum mengalami perkembangan yang sangat signifikan, misalnya untuk produk setengah jadi seperti tepung maupun produk jadi seperti kue kering, roti tawar tawar, dan cake.

Menurut Bhuja (2009) dalam Sari (2010), millet menempati urutan ke-enam sebagai biji-bijian paling utama dan dikonsumsi sepertiga penduduk dunia. Salah satu sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B juga asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat berperan menghambat perkembangan sel kanker (anti kanker), juga menurunkan resiko mengidap penyakit jantung (artherosklerosis, serangan jantung, stroke dan hipertensi). Millet tumbuh subur di daerah bersuhu tinggi, terbatas

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

ketersediaan air, tanpa aplikasi pupuk dan masukan teknologi lainnya, dan di lahan kritis yang sulit ditanami biji-bijian lain seperti gandum serta padi.

Sumber komoditi lokal lain yang harganya murah dan diduga mengandung senyawa antioksidan adalah sorgum. Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah kering di Indonesia. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Sorgum mengandung tannin, senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Di banyak negara, biji sorgum digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri (Anonima, 2009).

Dari berbagai uraian di atas, maka diperlukan penelitian untuk modifikasi bahan baku dalam pembuatan tempe dengan menambahkan bahan pengisi pada pembuatan tempe sehingga dapat menghasilkan tempe inovasi yang memiliki karakteristik yang baik dan dapat diterima konsumen serta mengandung senyawa berkhasiat.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh penambahan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum terhadap kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan tempe yang dihasilkan?

2. Bagaimanakah pengaruh penambahan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum terhadap karakteristik sensori tempe yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall tempe yang dihasilkan?

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh penambahan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum terhadap karakteristik kimia tempe yang meliputi kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan.

2. Mengetahui pengaruh penambahan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum terhadap karakteristik sensori yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall tempe.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan pemanfaatan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tempe kedelai.

2. Memberikan informasi untuk pengembangan ilmu teknologi pangan mengenai karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi penambahan bahan pengisi kulit ari kedelai, millet, dan sorgum.

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama di Jawa (Kasmidjo,1990). Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh jamur Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih (Steinkraus, 1960 dalam Dwinaningsih, 2010). Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavour spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Sedangkan flavor yang spesifik disebabkan oleh terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai selama fermentasi (Kasmidjo, 1990).

Menurut Syarief (1999) dalam Driyani (2007), tempe merupakan produk pangan yang sangat populer di Indonesia, diolah dengan proses fermentasi kedelai dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus sp. Secara umum tempe mempunyai ciri berwarna putih karena pertumbuhan miselia-miselia jamur yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak.

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Adapun persyaratan standar mutu tempe kedelai ditunjukkan oleh Tabel 2.1.

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992

Kriteria uji Persyaratan

Keadaan · Bau · Warna · Rasa

normal (khas tempe) normal normal Air (% b/b) maks 65 Abu (% b/b) maks 1,5 Protein (% b/b) (Nx6,25) min 20 Cemaran mikroba · E coli · Salmonella maks 10 negatif Sumber : (SNI 01-3144-1992)

Berdasarkan Tabel 2.1. dapat diketahui bahwa persyaratan untuk bau, warna, dan rasa adalah normal. Besarnya kadar air, abu dan protein secara berturut-turut yaitu maksimal 65% (b/b), maksimal 1,5% (b/b), dan minimal 20% (b/b). Sedangkan untuk cemaran mikroba E.coli maksimal 10.

Proses pengolahan tempe pada umumnya meliputi tahap pencucian, perendaman bahan mentah, perebusan, pengulitan, pengukusan dan penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, kemudian fermentasi selama 2-3 hari. Perendaman mengakibatkan ukuran biji menjadi lebih besar dan struktur kulit mengalami perubahan sehingga lebih mudah dikupas. Perebusan dan pengukusan selain melunakkan biji dimaksudkan untuk membunuh bakteri kontaminan dan mengurangi zat anti gizi. Penirisan dan pendinginan bertujuan mengurangi kadar air dalam biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur (Purwadaksi, 2007).

Perendaman bertujuan untuk mencapai tingkat keasaman (pH) yang sesuai untuk pertumbuhan kapang pada keping kedelai. Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi 4,5-5,3. Bakteri yang tumbuh dan melakukan fermentasi selama perendaman akan menyebabkan terjadinya metabolisme senyawa gula. Menurut Mulyowidarso (1988)

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dalam Sri Retno (2008) dalam Fitriasari (2010), kadar sukrosa turun sebesar 84%, sedangkan stakhiosa, rafinosa, dan melibiosa turun sebesar 64%. Selama proses perendaman kedelai, ß-glukosidase akan aktif dan menghidrolisa isoflavon glukosida (daidzin, genistin, dan glisitin) menjadi bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan glisitein.

Perebusan dimaksudkan untuk memasak biji kedelai agar menjadi lunak sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang menyatukan biji kedelai yang terpisah menjadi kompak satu dengan yang lainnya. Perebusan juga berguna untuk memberikan air ke dalam biji kedelai sehingga biji kedelai menjadi besar dan mempermudah proses pengupasan. Pengukusan bertujuan untuk memasak biji kedelai dan memtikan bakteri kontaminan yang tumbuh selama proses perendaman.

Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan fisik, terutama tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak. Miselia jamur juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai. Miselia jamur akan mengeluarkan berbagai macam enzim ektraseluler dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat dkk, 2006).

Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah miselia jamur yang menyelubungi kedelai. Miselia ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai yang lainnya menjadi satu kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak miselia yang merapat dan kompak serta mengeluarkan bau yang enak.

Tempe kedelai mempunyai flavour yang lebih baik dari pada kedelai mentah, kandungan bahan padatan terlarutnya lebih tinggi karena selama fermentasi terjadi perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang sifatnya lebih mudah larut sehingga tempe lebih mudah dicerna. Tempe juga banyak mengandung vitamin B12, mineral seperti Ca dan Fe, tidak mengandung kolesterol dan relatif bebas racun kimia (Yanwar dan Saparsih, 1978 dalam Rokhmah, 2008). Adapun komposisi kimia tempe ditunjukkan oleh Tabel 2.2.

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tempe

Komposisi Jumlah Air (wb) Protein kasar (db) Minyak kasar (db) Karbohidrat (db) Abu (db) Serat kasar (db) Nitrogen (db) 61,2 % 41,5 % 22,2% 29,6 % 4,3 % 3,4% 7,5% Sumber : Cahyadi (2007).

Tabel 2.2. menunjukkan bahwa kadar protein pada tempe cukup tinggi yaitu 41,4% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20% (b/b). Tempe juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (atherosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Komposisi gizi kedelai baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kedelai. Namun, karena komponen-komponen dalam tempe telah terdegradasi, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lanjut usia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur (Anonimb, 2010).

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Kedelai

Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia, dan apabila ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang termurah sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai. Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan ternak. Makanan yang dibuat dari kedelai antara lain kedelai rebus, kedelai goreng, kecambah, tempe, soyghurt, tahu, susu kedelai, tauco, dan kecap (Cahyadi, 2007).

Menurut Rukmana (1996), kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae (Papilionaceae) Sub famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.)

Kedelai yang dapat diolah menjadi tempe adalah biji tanaman kedelai (Glycine max) yang kini telah dibudidayakan hampir di seluruh dunia. Tanaman kedelai berbentuk semak pendek setinggi 30-100 cm. Kedelai yang telah dibudidayakan tersebut diperkirakan berasal dari jenis liar Glycine soya alias Glycine usuriensis yang banyak terdapat di Cina, Jepang, Korea, dan Rusia.

Buah kedelai berbentuk polong dengan jumlah biji 1-4 butir per polong. Kulit polong berbulu. Warna polong kuning kecoklatan atau abu-abu. Dalam proses pemasakan, warna polong berubah menjadi tua. Polong yang semula berwarna hijau berubah menjadi kehitaman, keputihan, atau kecoklatan. Polong yang sudah kering mudah pecah dan melentingkan bijinya (Sarwono, 2000).

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Adapun kandungan gizi kedelai ditunjukkan pada Tabel 2.3. berikut ini.

Tabel 2.3. Kandungan Unsur Gizi dalam Kedelai per 100 gram Bahan

Komponen Jumlah Energi 442 kal Air 7,5 gr Protein 34,9 gr Lemak 18,1 gr Karbohidrat 34,8 gr Mineral 4,7 gr Kalsium 227 mg Fosfor 585 mg Zat Besi 8 mg Vitamin A 33 mg Vitamin B 1,07 mg Sumber : Suprapti, 2003

Dari Tabel 2.3. dapat diketahui bahwa kedelai mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu 34,9 gram dalam 100 gram kedelai. Menurut Cahyadi (2007), kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia, dan apabila ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang termurah sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai.

Dibandingkan dengan beras, jagung, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.

Apabila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai (Cahyadi, 2007).

Hampir 40% dari kalori yang terkandung pada kacang kedelai

merupakan protein sehingga kacang ini menjadi lebih tinggi dalam

kandungan protein dibanding jenis kacang-kacangan lainnya dan banyak sumber protein hewani lainnya. Kacang kedelai mengandung semua 3 makro nutrisi yang dibutuhkan, yaitu: protein yang lengkap, karbohidrat

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

dan lemak, termasuk vitamin, mineral, kalsium, fosfor, dan zat besi (Mancer, 2010).

3. Kulit Ari Kedelai

Menurut Koswara (1995) dalam Mayasari (2010), kulit ari biji kedelai pada umumnya memiliki serat kasar sebesar 1-3 %. Serat kasar yang tinggi bermanfaat untuk mengikat asam empedu pada saluran pencernaan. Asam empedu yang sudah terikat oleh serat kemudian dikeluarkan dari tubuh bersama serat dalam bentuk kotoran. Untuk menggantikan asam empedu yang hilang tersebut, kolesterol dalam tubuh akan dirombak sehingga makin banyak serat makin banyak asam empedu yang dibuang, berarti makin banyak kolesterol yang dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian kadar kolesterol dalam tubuh akan menurun. Lemak dan sterol-sterol lain juga akan lebih banyak dikeluarkan dari tubuh.

Kulit kedelai mengandung protein 9-16,5 % dan serat 67 %. Karena kandungan tersebut, kulit kedelai dimanfaatkan untuk makanan ternak. Serat dalam kulit mengandung selulosa 47 %, dan hemiselulosa hampir 20 % (Siswaya,1998).

Serat yang dikandung kulit kedelai dapat menghambat intensitas penyempitan pembuluh darah. Pada industri makanan, kulit kedelai ini digiling menjadi tepung, dan digunakan sebagai campuran dalam pembuatan roti (Anonimc,2010).

4. Millet

Millet adalah sejenis sereal berbiji kecil yang pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur dan Tenggara sebelum mereka bercocok tanam padi. Millet termasuk tanaman ekonomi minor namun memiliki nilai kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman millet sendiri adalah tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian. Masyarakat belum mengenal millet sebagai sumber pangan sehingga selama ini tanaman millet hanya dijadikan sebagai pakan burung.

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Padahal tanaman ini dapat diolah menjadi sumber makanan oleh masyarakat guna mendukung ketahanan pangan dan mengantisipasi masalah kelaparan (Marlin, 2009).

Menurut Baker (2003) ada beberapa jenis millet, namun jenis millet utama yang banyak di budidayakan ada empat, yaitu pearl millet (Pennisetum glaucum), foxtail millet (Setaria italica), proso millet (Panicum miliaceum), dan finger millet (Eleusine coracana). Kenampakan empat jenis millet yang umumnya dibudidayakan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

a. Pearl millet (Pennisetum glaucum) b. Proso millet (Panicum miliaceum)

c. Foxtail millet (Setaria italica ) d. Finger millet (Eleusine coracana) Gambar 2.1. Beberapa Jenis Millet

Sumber : Anonimd, 2010

Millet merupakan sumber karbohidrat dan dapat memberikan sumbangan energi yang tinggi. Millet dapat dikonsumsi dalam bentuk: - Butiran/biji

Biji millet dapat dijadikan sebagai bahan pangan pokok, seperti nasi yang dapat dihidangkan bersama sayur dan lauknya, dan bubur.

- Tepung

Seperti halnya tepung lainnya, tepung millet dapat dijadikan sebagai camilan (snack) dalam bentuk aneka olahan (Anonime, 2010).

Manfaat millet sangat luas, baik sebagai pakan binatang (burung) maupun makanan manusia. Jauh sebelum beras dan gandum, millet sudah

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menjadi makanan pokok yang sangat berarti bagi manusia. Tergesernya millet sebagai makanan pokok diakui banyak disebabkan oleh produktivitas beras dan gandum yang lebih tinggi (Andoko, 2001).

Millet berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras. Millet memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lain, seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk tanah kurang subur, tahan kekeringan, mudah dibudidayakan, umur panen pendek (Wahid, 2009).

Untuk meningkatkan ketahanan pangan dan diversifikasi pangan, Indonesia dapat memanfaatkan lahan kering yang cukup luas jumlahnya. Millet (Pennisetum spp.) memiliki potensi yang sangat baik sebagai tanaman pangan alternatif ditinjau dari aspek kandungan gizi, dan kemampuan tumbuhnya di daerah beriklim kering. Dilihat dari segi kandungan gizinya, millet berpotensi sebagai sumber energi, protein, kalsium, vitamin Bl, vitamin B2, sedangkan nutrisi lainnya setara dengan beras. Potensi hasil yang dapat dicapai di Indonesia adalah 4 ton per ha pada kondisi tanah yang kering, dimana pertumbuhan serealia lainnya kurang berhasil. Millet dipanen sebagai tanaman pangan semusim (Nurmala, 2010).

Kandungan gizi beberapa jenis serealia ditunjukkan pada Tabel 2.4. berikut ini.

Tabel 2.4. Komposisi Gizi Beberapa Serealia per 100 g

Nutrisi Sorgum1) Millet2) Gandum2) Jagung2) Beras2)

Karbohidrat(gr) 74,63 63 64 72 77 Protein (gr) 11,30 10,6 14 10 8,9 Lemak(gr) 3,30 1,9 2,0 5,0 2,0 Serat kasar (gr) 2,4 2,9 2,0 2,0 1,5 Kalsium (mg) 39,2 440 38 45 7 Besi (mg) - 7 4 3 9 Fospor (mg) 124,2 156 385 224 147 Natrium (mg) - 53 9 11 10 Kalium (mg) - 398 75 78 87 Sumber : 1) Mudjisihono, 1987 2) Andoko, 2001

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Dari Tabel 2.4. dapat diketahui bahwa millet mengandung kalsium dan kalium yang cukup tinggi, yaitu 440 mg kalsium dan 398 mg kalium dalam 100 gr millet. Kadar kalsium dan kalium dalam millet ini, lebih tinggi bila dibandingkan dengan sorgum, gandum, jagung, dan beras. Millet dapat dikonsumsi manusia karena kandungan gizi dan mineralnya yang tinggi. Menurut Andoko (2001), di luar negeri millet sudah diolah menjadi produk susu berkalsium tinggi, es krim, dan bubur susu.

5. Sorgum

Sorgum adalah salah satu makanan pokok dari jenis rumput-rumputan seperti padi, jagung dan gandum. Sekilas, tanaman sorgum mirip dengan tanaman jagung, namun tanaman ini bisa tumbuh lebih tinggi dari jagung. Sorgum juga cocok ditanam di tempat yang kering maupun berair, dan juga sorgum lebih tahan terhadap hama daripada tanaman sejenisnya.

Gambar 2.2. Tanaman dan Biji Sorgum Sumber : Anonimf, 2011

Sorgum merupakan salah satu tanaman bahan pangan penting di dunia. Di Amerika, sorgum menduduki urutan ketiga dari jumlah produksi serealia. Kebanyakan hasil produksinya digunakan sebagai bahan makanan, minuman, makanan ternak, dan kepentingan industri. Beberapa negara di Afrika seperti Kenya, Uganda, Tanzania, Sudan, dan Nigeria, sorgum digunakan sebagai makanan utama bagi penduduk di pedesaan. Sekitar 90% dari produksi sorgum di Asia dan Afrika dikonsumsi oleh manusia. Di India, tanaman sorgum dapat berkembang dengan baik terutama di daerah bertanah kering (Mudjisihono, 1987).

Di negara-negara beriklim kering, umumnya sorgum diusahakan sebagai tanaman pangan. Namun, di negara-negara maju yang persediaan

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

bahan pangannya berlimpah, sorgum ditanam sebagai bahan pakan karena kandungan gizinya cukup tinggi (setara dengan jagung) serta sebagai bahan baku industri.

Menurut Beti et al., (1990) dalam Sirappa (2003), sorgum merupakan komoditas sumber karbohidrat yang cukup potensial karena kandungan karbohidratnya cukup tinggi, sekitar 73 g/100 g bahan.

Penggunaan sorgum sangat beragam, tetapi secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sebagai bahan pangan, bahan pakan, dan bahan industri.

Sorgum dapat diproses menjadi tepung yang bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Di Thailand, misalnya, makanan berbasis tepung ini variasinya banyak sekali. Mulai dari kue basah hingga bubur bayi. Di Indonesia, sorgum bukanlah menu favorit dan kalah populer dibanding beras. Padahal, dari nilai gizinya sorgum jauh lebih unggul daripada beras. Kandungan protein satu gram sorgum ternyata 1,6 kali dari beras. Sorgum juga memiliki kandungan besi 5,5 kali dari beras, 2,05 kali fosfor, 3,1 kali vitamin B1, 4,7 kali lemak dan 4,6 kali kalsium (Siswono,2005).

Selain memiliki nilai gizi yang tinggi, biji sorgum pun memiliki kandungan antioksidan sehingga dari hasil uji coba menunjukkan bahwa biji sorgum dapat dijadikan sebagai sumber bahan pangan alternatif bagi penderita kanker dan diabetes (Suwargana, 2009).

Sorgum mengandung tanin. Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Dalam biji sorgum senyawa tanin ini terletak dalam lapisan kulit biji. Kadar tanin dalam biji sorgum berkisar 0,4-3,6%. Biasanya biji sorgum yang mengandung kadar tanin tinggi dapat dikaitkan dengan warna bijinya yang cokelat gelap atau cokelat kemerah-merahan (Mudjisihono, 1987).

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

6. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2002).

Bahan makanan yang banyak mengandung protein dapat kita golongkan ke dalam dua golongan, yaitu bahan makanan sumber protein hewani dan bahan makanan sumber protein nabati.

Pada umumnya protein yang berasal dari hewan lebih tinggi nilainya daripada protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi beberapa protein berasal dari tumbuhan ada juga yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Bahan makanan yang tergolong sumber protein yang umumnya berisi 16-33% protein, misalnya daging, kacang-kacangan, dan berbagai macam bijian. Kacang-kacangan, beras, dan berbagai biji-bijian adalah sumber protein nabati yang baik serta tinggi nilainya (Poerwo dan Sediaoetama, 1977)

Protein nabati khususnya dari golongan kacang-kacangan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Protein kedelai dapat menurunkan kadar kolesterol dalam plasma darah, dengan dosis 25 gram protein kedelai/hari. Banyak hipotesis yang diajukan menyangkut mekanisme penurunan kadar kolesterol dalam plasma darah oleh protein kedelai antara lain; a).menurunkan sintesis kolesterol dalam hati, b). meningkatkan sintesis asam empedu (dari kolesterol) dalam hati, c). meningkatkan ekskresi (pembuangan) asam empedu ke dalam feses, d). mengurangi penyerapan kembali asam empedu di usus. e). mengurangi penyerapan kolesterol dari makanan oleh usus (Muchtadi, 2009).

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

7. Serat Kasar

Serat kasar merupakan jaringan tanaman yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Serat ini terdiri atas komponen utama yaitu polisakarida bukan pati yang umumnya terdiri atas selulosa, pektin, getah serta lignin (Olson dkk dalam Rini (2008), dan Sudarmadji dkk (1996)).

Menurut Muchtadi (1992) karbohidrat dikelompokkan menjadi 2 ; (a) karbohidrat yang dapat dicerna seperti monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida penghasil energi; (b) karbohidrat yang tidak dapat dicerna yaitu polisakarida penguat tekstur. Polisakarida ini mengandung banyak serat yang dapat menstimulir enzim-enzim pencernaan. Menurut Deman (1997) dan Muchtadi dkk (1992) serat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : (a) serat kasar (crude fiber), yang tersusun dari selulosa dan lignin; (b) serat pangan (dietary fiber), yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, pektin, dan komponen lain dalam jumlah sedikit seperti gugus fenolik, asam fitat, dan khitin.

Menurut Tensiska (2008) dan Sudarmadji dkk. (2003), serat kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa 85%.

Efek fisiologis dan manfaat klinis serat kedelai pada manusia diantaranya ; (a) menurunkan kolesterol penderita hiperkolesterolamia, (b) memperbaiki toleransi terhadap glukosa, (c) meningkatkan volume tinja sehingga mempercepat waktu transit makanan (waktu yang diperlukan sejak dimakan sampai dikeluarkan berupa tinja), (d) tidak berakibat negatif terhadap penyerapan mineral (Koswara, 1995).

Menurut Jonathan dkk (1993) dalam Azizul (2010), serat mempunyai fungsi untuk menolong melewatkan sisa makanan dengan cara yang lebih cepat disebabkan daya serapnya yang besar terhadap cairan, sehingga memberikan sisa makanan dalam volume yang lebih besar.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

8. Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang dibutuhkan dalam konsentrasi yang sangat kecil untuk mencegah atau menghambat prooksidan. Prooksidan adalah substansi toksik yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap lemak, protein, dan asam nukleat sehingga mengakibatkan berbagai penyakit (Cao dan Prior, 2002).

Secara kimia, senyawa antioksidan diartikan sebagai senyawa pemberi elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2008).

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang memiliki fungsi utama tersebut adalah antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat pada radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil sedangkan turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida menjadi bentuk yang lebih stabil (Ardiansyah, 2007).

Isoflavon merupakan salah satu komponen antioksidan dalam tempe yang menarik diperhatikan karena memiliki efek antiinflamasi, antialergi, antikardiovaskular, antikanker, antiosteoporosis, dan penangkal berbagai penyakit degeneratif (Villares, et al., 2009). Isoflavon kedelai juga mampu menekan gejala menopause dengan cara memodulasi aktivitas estrogen endogen ketika senyawa tersebut berikatan dengan reseptor estrogen (Winarsi, 2008). Sedangkan mekanisme kerja isoflavon

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

(genistein, daidzein) sebagai antiatherosklerosis adalah dengan menurunkan tingkat kolesterol plasma, menghambat proliferasi sel dan menghambat oksidasi lipoprotein (Fuhrman dan Aviram dalam Widoyo, 2010).

Pada umumnya isoflavon terdapat pada tanaman kacang-kacangan, dengan kandungan yang cukup besar, yaitu sekitar 0,25 %. Dalam kedelai, isoflavon terdapat dalam bentuk glikosida, yang terdiri dari 64% genistein, 23% daidzein dan 13% glisitein. Bentuk glikosida dipertahankan oleh tanaman sebagai bentuk inaktif dan bersifat sebagai antioksidan (Anonimg, 2006).

9. Sifat Sensori

Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima panca indera manusia; indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran (Setyaningsih, 2008).

Pada prinsipnya terdapat tiga jenis metode analisis sensori, yaitu uji pembedaan, uji deskripsi, dan uji afeksi. Yang termasuk dalam uji afeksi yaitu uji kesukaan (uji hedonik), uji mutu hedonik, dan uji mutu skalar. Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih, panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji sebelumnya (Kartika, 1988).

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

b. Tekstur Tempe Kompak

Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia-miselia kapang yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya.

c. Aroma dan rasa khas tempe

Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

B. Kerangka Berpikir

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi kedelai yang sangat digemari masyarakat. Sebagian besar kebutuhan kedelai di Indonesia dipenuhi dari impor, dimana harga kedelai impor cenderung mengalami kenaikan setiap tahun. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan bahan pangan lokal dalam memproduksi makanan berbasis kedelai.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan komoditas lokal diantaranya millet dan sorgum. Millet dan sorgum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, tetapi pemanfaatan millet dan sorgum belum dilakukan secara optimal. Millet dan sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi pada pembuatan tempe. Pada pembuatan tempe, kulit ari kedelai tidak dimanfaatkan, padahal kulit ari kedelai masih mengandung serat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi pada pembuatan tempe terhadap karakteristik kimia (kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan) dan sensoris (warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan) tempe. Diagram alir kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.3. sebagai berikut:

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian

Millet dan sorgum

TEMPE Dalam pembuatan tempe, kulit ari kedelai

dibuang

Campuran Kedelai + Kulit ari kedelai, Kedelai + Millet, dan

Kedelai + Sorgum Pemanfaatan kulit ari kedelai terdapat komponen serat

Variasi Penambahan bahan pengisi

- Tempe kedelai-kulit ari kedelai - Tempe kedelai-millet

- Tempe kedelai-sorgum

Pengujian sifat kimia : Kadar protein Kadar serat kasar Aktivitas antioksidan Harga kedelai naik tiap

tahun

Perlu alternatif bahan campuran kedelai

Bahan baku utama tempe kedelai : kedelai

Indonesia kaya komoditas lokal

Belum dimanfaatkan secara optimal

Pengujian sifat sensori : Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan Penyakit degeneratif menjadi penyakit pembunuh manusia terbesar

Tempe kedelai berpotensi sebagai makanan fungsional, mencegah

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tempe akan mempengaruhi karakteristik kimia (kadar protein, serat kasar, dan aktivitas antioksidan) tempe yang dihasilkan. 2. Penggunaan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi

dalam pembuatan tempe akan mempengaruhi karakteristik sensori tempe yang dihasilkan.

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan tempe dilakukan di Banyudono, Boyolali. Sedangkan untuk penelitian dan analisis dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010- Januari 2011.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

a. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe ini adalah kedelai, kulit ari kedelai, millet, sorgum, ragi tempe, air, dan daun pisang. b. Bahan yang digunakan untuk analisis :

1). Analisis protein : aquadest, larutan H2SO4, campuran Na2S2O4-HgO

(20:1), larutan NaOH- Na2S2O3, larutan asam borat jenuh, indikator

(campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2 % dalam alkohol).

2). Analisis serat kasar : larutan H2SO4, larutan NaOH, larutan K2SO4

10 %, alkohol 95 %, aquadest.

3). Analisis antioksidan : metanol, aquadest, larutan DPPH (Diphenil picrylhydrazyl).

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Alat yang dibutuhkan untuk pembuatan tempe antara lain :

timbangan analitik, panci, kompor, tampah, saringan, sendok nasi, ember.

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

b. Alat yang dibutuhkan untuk analisis :

1) Analisis protein : pemanas kjeldahl, labu kjeldahl berukuran 30 ml/150 ml, alat destilasi lengkap erlenmeyer berpenampung berukuran 125 ml, buret 25 ml / 50 ml, dan neraca analitik.

2) Analisis serat kasar : penggiling, timbangan analitik, erlenmeyer 600 ml, pendingin balik, kertas saring, spatula, oven 110 oC, desikator, pompa vakum.

3) Analisis antioksidan : spektrofotometer thermo spectronic GENESYS 20, kuvet, mikro pipet, pipet volume 5 ml, pro pipet, vortex mixer, timbangan analitik, dan seperangkat alat gelas. 4) Analisis sensori : borang dan perlengkapan penyajian sampel.

C. Tahapan Penelitian

1. Rencana penelitian

Tahap-tahap dalam pembuatan tempe kedelai dalam penelitian ini mengacu pada referensi dari Cahyadi (2007) yang dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan, yaitu meliputi :

- Sortasi

Kedelai disortasi dari cemaran fisik kemudian ditimbang. - Pencucian

Kedelai dicuci menggunakan air bersih untuk membersihkan biji kedelai dari kotoran.

- Perendaman

Kedelai direndam selama 12 jam. Kedelai kemudian direbus dengan perbandingan air dan kedelai sebanyak 4 : 1 menggunakan air bersih.

- Perebusan

Perebusan kedelai dilakukan selama ± 30 menit. - Pengupasan kulit

Setelah dingin, dilakukan pengupasan kulit ari kedelai, kemudian dicuci hingga bersih.

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

- Pengukusan

Kedelai dikukus selama ± 30 menit, lalu ditiriskan dan didinginkan hingga air menetes habis.

- Inokulasi

Sebelum inokulasi, kedelai dicampur dengan bahan pengisi tertentu. Untuk bahan pengisi kulit ari kedelai, kulit ari kedelai hasil pengupasan dicuci hingga bersih kemudian dirajang dan dikukus selama 30 menit, lalu ditiriskan. Sedangkan millet dan sorgum sebagai bahan pengisi, millet dan sorgum dicuci bersih kemudian direbus selama 1 jam, ditiriskan dan didinginkan. Kedelai kemudian dicampur dengan bahan pengisi dan diberi ragi sebanyak 1% dari bahan dan diaduk rata menggunakan sendok.

- Pengemasan

Kedelai dengan bahan pengisi dikemas menggunakan daun pisang.

- Fermentasi

Fermentasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tumbuh kepada kapang. Kedelai dengan bahan pengisi difermentasi selama 36 jam pada suhu 25-37 oC.

Untuk lebih mengetahui proses pembuatan tempe kedelai dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. di bawah ini.

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Tempe kedelai dengan Bahan Pengisi

Sumber : Cahyadi (2007) yang dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan

Kulit ari kedelai

Penirisan dan pendinginan Millet, sorgum Sortasi Pencucian Perebusan (± 1 jam) Kedelai

Penirisan dan pendinginan Perebusan (20 – 30 menit) Pengukusan (20 – 30 menit) Perendaman (12 jam) Pencucian Pengukusan (30 menit) Sortasi Pencucian Pendinginan Pengupasan kulit Pencucian

Penirisan dan pendinginan

Tempe kedelai - Kulit ari kedelai, tempe kedelai- millet, tempe kedelai - sorgum Kedelai + Kulit ari kedelai,

Kedelai + Millet, Kedelai + Sorgum : 100/0 %; 95/5 %; 90/10% Ragi tempe 1% Daun pisang Pengemasan Inokulasi Fermentasi 36 jam

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

2. Metode Analisis

Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia dan sensori. Adapun jenis dan metode analisis yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Metode Analisis

D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi bahan pengisi dengan 3 kali ulangan analisis. Perlakuan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Rancangan Percobaan

Bahan Konsentrasi (K)

Kedelai 100% (F1) F1K

Kedelai/kulit ari kedelai (95/5%) (F2) F2K

Kedelai/kulit ari kedelai (90/10%) (F3) F3K

Kedelai/millet (95/5%) (F4) F4K

Kedelai/millet (90/10%) (F5) F5K

Kedelai/sorgum (95/5%) (F6) F6K

Kedelai/sorgum (90/10%) (F7) F7K

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan ANOVA dan apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikansi α = 0,05.

Macam Uji Metode

Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl

(Anton Apriyantono dkk., 1989)

Kadar Serat Kasar Metode Perlakuan Asam dan Basa Panas (Apriyantono dkk., 1989)

Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Osawa, 1981)

Sensori Metode Uji Kesukaan (scoring)

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Kimia 1. Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,2002). Kadar protein total tempe dengan variasi berbagai jenis bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Kadar Protein Tempe Kulit Ari Kedelai, Tempe

Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum

Bahan Kadar Protein (%)

Kedelai 100% 48.58f

Kedelai/kulit ari kedelai (95/5%) 45.79b

Kedelai/kulit ari kedelai (90/10%) 45.46a

Kedelai/millet (95/5%) 46.72d

Kedelai/millet (90/10%) 46.22c

Kedelai/sorgum (95/5%) 47.16e

Kedelai/sorgum (90/10%) 46.70d

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf signifikansi α = 5%

Berdasarkan Tabel 4.1. variasi perlakuan jenis bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi pada tempe memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap kandungan proteinnya yang dinyatakan sebagai N-total. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan protein tempe dengan variasi bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi berkisar 45,46% - 47,16%. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa penggunaan bahan pengisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein tempe kedelai, tempe/kulit ari kedelai, dan tempe kedelai/millet. Semua sampel menunjukkan saling berbeda nyata, kecuali pada tempe kedelai/millet (95/5%) tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai/sorgum (90/10%).

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa kadar protein yang tertinggi yaitu pada tempe kedelai tanpa penambahan bahan pengisi. Penambahan kulit

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

ari kedelai, millet, dan sorgum menyebabkan kadar protein dalam tempe menurun. Hal ini disebabkan karena perbedaan kadar protein awal yang terdapat di dalam kedelai, kulit ari kedelai, millet, dan sorgum dimana kandungan protein kedelai lebih tinggi daripada kulit ari kedelai, millet dan sorgum. Sedangkan kandungan protein sorgum lebih tinggi daripada kulit ari kedelai dan millet. Menurut Koswara (1992), kandungan protein pada kedelai sebesar 34,9%, dan menurut Sutomo (2008), kandungan protein pada kedelai sebesar 46,2%. Kandungan protein dalam sorgum sebesar 11,3% dan kandungan protein dalam millet sebesar 10,6 % (Andoko, 2001). Sedangkan kandungan protein pada kulit ari kedelai sebesar 8,8% (Susanto, 1994). Menurut Wolf (1977), kandungan protein di dalam kotiledon kedelai sebesar 43% dan kandungan protein dalam kulit biji sebesar 8,8%.

Konsentrasi bahan pengisi yang digunakan juga berpengaruh terhadap kadar protein tempe. Pengaruh konsentrasi bahan pengisi terhadap kadar protein yaitu semakin banyak konsentrasi kedelai yang digunakan maka kadar protein pada tempe yang dihasilkan juga semakin meningkat. Sedangkan semakin banyak konsentrasi bahan pengisi yang digunakan maka kandungan proteinnya semakin menurun (Tabel 4.1.). Hal ini terjadi karena kandungan protein pada kedelai lebih besar daripada kandungan protein pada kulit ari kedelai, millet, dan sorgum. Sehingga dengan penambahan kulit ari kedelai, millet, dan sorgum sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tempe menyebabkan penurunan kadar protein pada tempe.

2. Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau bahan pertanian yang terdiri dari selulosa dan lignin setelah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih (Apriyantono dkk., 1989). Serat kasar tidak memiliki nilai gizi bagi manusia karena manusia tidak memiliki enzim selulase untuk mencernanya (Fardiaz et al., 1997), namun serat kasar berperan menghindari terjadinya konstipasi (susah buang air besar),

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

mengencerkan zat-zat beracun dalam kolon dan mengabsorbsi zat karsinogenik dalam pencernaan yang kemudian akan terbuang dari dalam tubuh bersama feses (Silalahi, 2006). Hasil pengujian kadar serat kasar pada tempe dengan variasi bahan pengisi dan konsentrasi ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Kadar Serat Kasar Tempe Kulit Ari Kedelai, Tempe Kedelai-Millet, dan Tempe Kedelai-Sorgum

Bahan Kadar Serat Kasar (%)

Kedelai 100% 16.67d

Kedelai/kulit ari kedelai (95/5%) 17.51e

Kedelai/kulit ari kedelai (90/10%) 17.95f

Kedelai/millet (95/5%) 15.58c

Kedelai/millet (90/10%) 15.05b

Kedelai/sorgum (95/5%) 14.88b

Kedelai/sorgum (90/10%) 14.07a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf signifikansi α = 5%

Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa variasi jenis bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan serat kasar tempe kedelai, tempe kedelai/kulit ari kedelai, tempe kedelai/millet, dan tempe kedelai/sorgum. Semua sampel saling berbeda nyata. Akan tetapi, pada tempe kedelai/millet (90/10%) tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai/sorgum (95/5%). Dari hasil analisis diketahui bahwa kandungan serat kasar berkisar antara 14,07% - 17,95%. Data tersebut memperlihatkan bahwa variasi jenis bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi berpengaruh terhadap kadar serat kasar tempe.

Variasi jenis bahan pengisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar serat kasar tempe yang dihasilkan. Urutan kadar serat kasar tempe dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah tempe kedelai kedelai/sorgum (14,07% dan 14,88%), tempe kedelai/millet (15,05% dan 15,58%), tempe kedelai (16,67%), tempe kedelai/kulit ari kedelai (17,51% dan 17,95%). Perbedaan kadar serat kasar tempe dengan beberapa jenis bahan pengisi tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kadar serat kasar awal yang telah terdapat secara alami dalam kedelai, kulit ari

Gambar

Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional   Indonesia 01-3144-1992
Tabel  2.2.  menunjukkan  bahwa  kadar  protein  pada  tempe  cukup  tinggi  yaitu  41,4%  dan  telah  memenuhi  syarat  mutu  tempe  kedelai  yaitu  minimal  20%  (b/b)
Tabel 2.3. Kandungan Unsur Gizi dalam Kedelai per 100 gram Bahan
Tabel 2.4. Komposisi Gizi Beberapa Serealia per 100 g
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis (UKT) pada Olimpiade Sains Biologi

tanda tangan. Digital Signature menjadi sangat penting karena menjadi poin utama dalam hal cyber notary. Digital Signature menggantikan tanda tangan konvensional pada

menyusun karya tulis ilmiah dengan kaidah keilmuan yang benar, (2) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memadukan kalimat menjadi karangan Ilmiah yang

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan seluruh variabel independen yang terdiri dari 3 variabel (Kinerja Layanan, Kepercayaan, Kepuasan Pelanggan) untuk menjelaskan variasi

Dengan pengujian yang telah dilakukan ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis keempat (H4) yang menyatakan EDKZD ³.HSHPLOLNDQ ,QVWLWXVLRQDO berpengaruh

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung kunyit seanyak 0,5%, 1%, dan 2% ke dalam pakan itik tidak memberikan perbedaan

Ijtihad yang dilakukan oleh khalifah Umar menginisiasi Imam Malik dan pengikutnya untuk berpendapat berbeda dengan beberapa mazhab lain terkait jumlah batasan

Jadi, hasil analisis tindakan ini mendukung hipotesis tindakan yang diajukan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square (TPS) dapat meningkatkan