• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Aljabar Max-Plus pada Pemolan dan Penjadwalan Keberangkatan Bus Kota DAMRI (Studi Kasus di Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Aljabar Max-Plus pada Pemolan dan Penjadwalan Keberangkatan Bus Kota DAMRI (Studi Kasus di Surabaya)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Aljabar Max-Plus pada Pemolan dan Penjadwalan

Keberangkatan Bus Kota DAMRI (Studi Kasus di Surabaya)

Kresna Oktafianto, Subiono, Subchan

Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

subiono2008@matematika.its.ac.id, s.subchan@gmail.com

Abstrak -Kemacetan merupakan pemandangan yang umum bagi kota - kota besar di

Indone-sia, tak terkecuali kota Surabaya.

Kemac-etan yang terjadi di Surabaya disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan bermotor serta kurangnya peningkatan pelayanan transportasi umum khususnya bus kota. Pada Tugas Akhir ini dilakukan observasi trayek dan survei waktu per-jalanan rata-rata keberangkatan bus kota DAMRI di Surabaya yang akan dijadikan sebagai

su-atu model graf berarah. Setelah didapatkan

model graf berarah kemudian dianalisa pemod-elan dan penjadwalan untuk keberangkatan bus kota DAMRI dengan menggunakan aljabar

max-plus. Dengan menggunakan bantuan aplikasi

Scilab 5.3.3 dan Max-Plus Toolbox Algebra diper-oleh nilai eigen yaitu 6.0028571. Nilai eigen terse-but merepresentasikan periode keberangkatan bus kota DAMRI di masing-masing halte setiap 6 menit sekali.

Kata kunci: Aljabar Max-Plus, Kemacetan,

Model Graf, Nilai Eigen, Pemodelan, Penjad-walan, Periode Keberangkatan

1

Pendahuluan

Kemacetan lalu lintas merupakan pemandangan yang umum bagi kota - kota besar di Indonesia, tak terkecuali kota Surabaya. Namun, akhir-akhir ini waktu kemacetan terasa semakin lama, pada pagi hari kemacetan sudah mulai terjadi pada pukul 06.00 sampai 09.00 WIB sedan-gkan pada jam pulang kantor ditengarai mulai menginjak kemacetan pukul 15.00 sampai 19.00 WIB. Atau terjadi penambahan jam sibuk 3,5 jam [1].

Kemacetan yang terjadi di Surabaya disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan panjang jalan yang ada di Surabaya yaitu dengan perbandingan 1:5. Sesuai data dari Sat-lantas Polrestabes Surabaya hingga September 2010, jumlah kendaraan bermotor sudah mencapai 3.895.061 unit, jika semua kendaraan bermotor dijajar di jalan raya maka panjangnya bisa mencapai 10.923,5 padahal pan-jang jalan di Surabaya hanya mencapai 2.096,69 km[2].

Berbagai solusi untuk mengatasi masalah kemacetan mulai dari kebijakan menggeser jam berangkat sekolah

dan jam berangkat kerja, tetapi kebijakan ini tidak akan bertahan lama jika pertumbuhan kendaraan jauh lebih cepat. Sedangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya belum memiliki solusi konkret. Wacana pembangunan moda transportasi massal monorail dan trem baru masuk tahap kajian mendetail sedangkan realisasinya diperki-rakan mulai beroperasi tahun 2015 mendatang, yakni monorail untuk koridor timur-barat dan trem untuk koridor utara-selatan[1]. Solusi yang akan ditawarkan pada penelitian ini yaitu meningkatkan dan memperbaiki kenyamanan transportasi umum yaitu dari segi kepastian waktu (time table).

Salah satu transportasi umum di Surabaya yang masih dikelola oleh pemerintah yaitu bus kota DAMRI, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sistem penjadwalan masih tidak teratur karena belum memiliki time table yang tetap. Selain itu dari keluhan masyarakat yaitu mengenai ketidakpastian waktu tunggu dan kedatangan bus di halte-halte menyebabkan pengguna transportasi umum bus kota DAMRI berkurang.

Dalam rangka untuk mengurangi kemacetan lalu lintas peranan bus kota DAMRI sangat dibutuhkan dan dikem-bangkan karena memiliki ciri khas yaitu memiliki jalur tetap. Sehingga pada penelitian ini akan dikaji lebih lan-jut mengenai model jalur beserta halte yang telah ada dan penjadwalan keberangkatan bus kota DAMRI den-gan menggunakan aljabar max-plus.

2

Tinjauan Pustaka

2.1

Penelitian Penjadwalan Transportasi

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, referensi yang digunakan yaitu berdasarkan dari tesis yang dis-usun oleh Winarni dengan judul ”Penjadwalan jalur Bus dalam Kota dengan Aljabar Max-Plus”[6]. Dalam tesis tersebut merupakan studi kasus di Kota Jakarta dengan memodelkan serta menjadwalkan keberangkatan Bus TransJakarta menggunakan Aljabar Max-Plus serta dianalisa kesesuaian dengan kondisi real. Sedan-gkan bahan referensi yang lain yaitu dari tesis dari Nahlia dengan judul ”Analisis Pemodelan Dan Pen-jadwalan Busway Di Surabaya menggunakan Aljabar Max-Plus”[3]. Dalam tesis tersebut dituangkan gagasan penentuan jalur busway untuk kota Surabaya dengan menghubungkan Surabaya Selatan ke Utara, Surabaya

(2)

timur dan Surabaya barat serta jalur pusat kota ke-mudian dilakukan pemodelan serta penjadwalan dengan menggunakan aljabar max-plus untuk menentukan desain penjadwalannya.

2.2

Aljabar Max-Plus

Sebelum membahas mengenai aljabar max-plus lebih jauh, terlebih dahulu berikut ini diberikan definisi struk-tur aljabar max-plus.

Definisi 2.1. Definisi aljabar max-plus[4]

Diberikan Rε = R ∪ {ε} dengan R adalah himpunan

se-mua bilangan real dan ε = −∞. Pada Rε didefinisikan

operasi berikut: ∀x, y ∈ Rε,

x ⊕ y = max{x, y} dan x ⊗ y = x + y

Untuk selanjutnya operasi ⊕ dibaca o-plus dan operasi ⊗ dibaca o-times dan juga penulisan (Rε, ⊕, ⊗) ditulis

sebagai Rmax. Selain definisi diatas, dalam aljabar

max-plus juga diperkenalkan pangkat. Berikut definisi dari pangkat.

Definisi 2.2. Untuk setiap x ∈ Rmax dan untuk semua

α ∈ R, maka

x⊗α= α × x, untuk α ∈ R

2.2.1 Vektor dan Matriks dalam Aljabar Max-Plus

Himpunan matriks n × m dalam aljabar max-plus dinyatakan dalam Rn×m

max . Didefinisikan n = {1, 2, 3, ..., n}

untuk n ∈ N. Elemen dari matriks A ∈ Rn×m

max pada baris

ke-i kolom ke-j dinyatakan dengan ai,j, untuk i ∈ n dan

j ∈ m. Dalam hal ini matriks A dapat dituliskan sebagai

A =      a1,1 a1,2 . . . a1,m a2,1 a2,2 . . . a2,m .. . ... . .. ... an,1 an,2 . . . an,m     

ada kalanya elemen ai,j juga dinotasikan sebagai

[A]i,j, i ∈ n, j ∈ m

Untuk matriks A, B ∈ Rn×m

max penjumlahan matriks A⊕B

didefinisikan sebagai

[A ⊕ B]i,j = ai,j⊕ bi,j

= max{ai,j, bi,j}

untuk i ∈ n dan j ∈ m. Catatan bahwa, untuk A, B ∈ Rn×mmax berlaku bahwa A ⊕ B = B ⊕ A, sebab [A ⊕ B]i,j=

max{ai,j, bi,j} = max{bi,j, ai,j} = [B ⊕ A]i,j untuk i ∈ n

dan j ∈ m.

Untuk A ∈ Rn×m

max dan skalar α ∈ Rmax perkalian

dengan skalar didefinisikan sebagai

[α ⊗ A]i,j= α ⊗ ai,j, untuk i ∈ n dan j ∈ m.

Dan untuk matriks A ∈ Rn×p

max dan B ∈ Rp×mmax perkalian

matriks A ⊗ B didefinisikan sebagai [A ⊗ B]i,j = p M k=1 ai,k⊗ bk,j = max k∈p{ai,k+ bk,j},

untuk i ∈ n dan j ∈ m. Perkalian matriks ini serupa dalam perkalian matriks aljabar biasa dimana + diganti ⊕ dan × diganti ⊗.

2.2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Dalam Al-jabar Max-Plus

Sama halnya dalam aljabar linier biasa dalam aljabar max-plus juga dijumpai pengertian nilai eigen atau nilai karakteristik dan vektor eigen atau vektor kharakteristik dari matriks persegi A. Yaitu dalam aljabar max-plus vektor x ∈ Rnmax dengan x 6= (ε, ε, ..., ε)T dan λ ∈ R

di-namakan vektor eigen dan nilai eigen dari matriks persegi A jika memenuhi

A ⊗ x = λ ⊗ x.

Algoritma untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A ∈ Rn×n

max dilakukan secara berulang dari

bentuk persamaan linear

x(k + 1) = A ⊗ x(k), k = 0, 1, 2, 3, ... (1) Perilaku periodik dari persamaan (1) erat kaitan-nya dengan apa yang dinamakan vektor waktu sikel yang didefinisikan sebagai

lim

k→∞

x(k) k .

Limit ini ada untuk setiap keadaan awal x(0) 6= (ε, ε, ..., ε)T dan untuk matriks dalam Persamaan (1)

yang tereduksi selalu bisa dijadikan suatu bentuk blok matriks segitiga atas, yang diberikan oleh bentuk

     A1,1 A1,2 · · · A1,q ε A2,2 · · · A2,q ε ε . .. ... ε ε · · · Aq,q     

Dan untuk setiap i = 1, 2, 3, ..., q, Ai,i berukuran qi ×

qi adalah matriks tak tereduksi dengan nilai eigen λi.

Dalam hal yang demikian vektor waktu sikel diberikan oleh lim k→∞= x(k) k = λ1 λ2 · · · λq T ,

dengan tandaT menyatakan transpose dari matriks dan

λi= λi λi · · · λi

T

dan vektor λiberukuran qi×1. Keujudan nilai eigen dari

matriks persegi A diberikan dalam teorema berikut. Theorema 2.3. Bila untuk sebarang keadaan awal x(0) 6= ε sistem Persamaan (1) memenuhi x(p) = c⊗x(q) untuk beberapa bilangan bulat p dan q dengan p > q ≥ 0 dan beberapa bilangan real c, maka

lim

k→∞=

x(k)

k = λ λ · · · λ

T

dengan λ = p−qc . Selanjutnya λ adalah suatu nilai eigen dari matriks A dengan vektor eigen diberikan oleh

v = p−q M i=1  λ⊗(p−q−i)⊗ x(q + i − 1)

(3)

Berdasarkan Teorema 2.3, menginspirasi suatu algo-ritma untuk mendapatkan nilai eigen sekaligus vector eigen dari suatu matriks persegi yang dikenal dengan Al-goritma Power[4], yaitu sebagai berikut:

1. Mulai dari sebarang vektor awal x(0) 6= ε

2. Iterasi persamaan 1 sampai ada bilangan bulat p > q ≥ 0 dan bilangan real c sehingga suatu perilaku periodik terjadi, yaitu x(p) = c ⊗ x(q).

3. Hitung nilai eigen λ = p−qc 4. Hitung vektor eigen

v = p−q M i=1  λ⊗(p−q−i)⊗ x(q + i − 1)

Algoritma tersebut sudah diimplementasikan dengan Scilab dalam Max Plus Toolbox[5]. Selanjutnya dalam pembahasan Bab 4 untuk memudahkan dalam penghi-tungan nilai eigen dan vektor eigen akan digunakan Scilab dan Max-Plus Toolbox tersebut.

3

Analisis Dan Pembahasan

Dalam penelitian ini untuk mempermudah penghitungan digunakan aplikasi Scilab 5.3.3 dan Maxplus Toolbox Al-gebra.

3.1

Penentuan Graf dari Jalur Bus Kota

DAMRI di Surabaya

Jalur bus kota DAMRI di Surabaya pada penelitian ini berdasarkan ketentuan/data yang bersumber dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya serta peneliti melakukan pengecekan dan survey lapangan terkait data yang telah diberikan, yaitu:

a. Jalur 1 (Terminal Purabaya - Darmo - Perak) • Berangkat

Purabaya - A. Yani- Wonokromo - Raya Darmo - Urip Sumoharjo - Basuki Rahmat - Embong Malang - Blauran - Bubutan - Pahlawan - In-drapura - Rajawali - Perak Barat - Tanjung Perak.

• Kembali

Tanjung Perak - Perak Timur - Rajawali - Vet-eran - Pahlawan - Kramat Gantung - Gem-blongan - Tunjungan - Pemuda - Panglima Sudirman Urip Sumoharjo Raya Darmo -Wonokromo - A. Yani - Purabaya.

b. Jalur 2 (Terminal Purabaya Tol Waru Demak -JMP)

• Berangkat

Purabaya - Tol Waru - Pasar Loak - Dupak Masjid - Tugu Pahlawan - Indrapura - Jem-batan Merah Plasa.

• Kembali

Jembatan Merah Plasa - Rajawali - Tugu Pahlawan - Dupak Masjid - Pasar Loak - To Waru - Purabaya.

Gambar 1: Gambar Graf Jalur Bus Kota DAMRI di Kota Surabaya

Dari kedua jalur bus kota DAMRI tersebut ter-dapat beberapa titik pertemuan yang memungkinkan penumpang untuk berpindah jalur lain. Yaitu di halte Tugu Pahlawan, Jln Rajawali, halte JMP, dan terminal Purabaya yang bisa berpindah dari Jalur 1 ke jalur 2 dan sebaliknya. Sedangkan halte - halte yang lain pada jalur 1 dan 2 merupakan titik pertemuan yang memungkinkan penumpang berpindah dari jalur yang sama.

Adapun halte - halte yang dimaksudkan di atas berjumlah 15 halte yaitu 12 halte sebagai titik perpin-dahan penumpang (seperti yang dijelaskan diatas) dan 3 halte sebagai tujuan akhir (terminal Purabaya, Perak dan JMP). Halte dan terminal tersebut selanjutnya akan di-jadikan vertex dalam graf yang ditunjukkan pada gambar 1 yaitu (Terminal Perak (PRK), Terminal JMP (JMP), Halte Pasar Loak (LOK), Halte Pasar Turi (TRI), Halte Jln Gresik (GRS),Halte Tugu Pahlawan (PLW), Halte Jln Rajawali (RJW), Halte Blauran (BLR), Halte Tunjungan Plasa (TP), Halte Pasar Urip Sumoharjo (PUS), Halte Darmo (DRM), Halte Wonokromo (WNK), Halte RSI (RSI), Halte Petra (PTR), Terminal Purabaya (PRB).

Dalam menyusun graf berarah ini diperlukan data mengenai waktu tempuh antar vertex atau halte. Data mengenai waktu tempuh diperoleh penulis melalui sur-vey lapangan selama lima hari. Sehingga waktu tempuh antar vertex merupakan waktu tempuh rata - rata dari waktu tempuh yang diambil pada peak hour serta off peak hour di kota Surabaya. Sedangkan data mengenai alokasi jumlah bus kota DAMRI di Surabaya diperoleh dari data kedatangan/keberangkatan bus dan penumpang angku-tan dalam kota di terminal Purabaya pada bulan Oktober 2012.

(4)

Tabel 1: Pendefinisian Variabel Waktu Keberangkatan pada Saat ke k

No. Variabel Dari Ke Waktu Jumlah Bus

1 x1(k) PRB PTR 10.97 2 2 x2(k) PTR RSI 10.43 2 3 x3(k) RSI WNK 4.42 1 4 x4(k) WNK DRM 6.19 1 5 x5(k) DRM PUS 5.88 1 6 x6(k) PUS TP 5.95 1 7 x7(k) TP BLR 4.07 1 8 x8(k) BLR PLW 5.78 1 9 x9(k) PLW RJW 4.00 1 10 x10(k) RJW GRS 1.55 1 11 x11(k) GRS PRK 13.38 2 12 x12(k) PRK GRS 17.11 2 13 x13(k) GRS RJW 1.26 1 14 x14(k) RJW JMP 2.50 1 15 x15(k) JMP PLW 3.82 1 16 x16(k) PLW TP 5.80 1 17 x17(k) TP PUS 4.65 1 18 x18(k) PUS DRM 4.53 1 19 x19(k) DRM WNK 4.65 1 20 x20(k) WNK RSI 4.22 1 21 x21(k) RSI PTR 11.87 2 22 x22(k) PTR PRB 18.09 2 23 x23(k) PRB LOK 23.72 3 24 x24(k) LOK TRI 3.76 1 25 x25(k) TRI PLW 2.75 1 26 x26(k) PLW RJW 4.38 1 27 x27(k) RJW JMP 2.00 1 28 x28(k) JMP PLW 3.42 1 29 x29(k) PLW TRI 3.18 1 30 x30(k) TRI LOK 7.38 2 31 x31(k) LOK PRB 23.73 3

Secara lengkap data waktu tempuh dan alokasi jumlah bus kota DAMRI dapat dilihat pada tabel1.

3.2

Aturan

Sinkronisasi

Dan

Penyusunan Model

Sebelum melakukan penyusunan model koridor/jalur bus kota DAMRI terlebih dahulu ditentukan aturan sinkro-nisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin penumpang dapat berpindah bus dari suatu koridor/jalur ke kori-dor/jalur yang lain dengan sesegera mungkin. Berikut aturan sinkronisasi yang mungkin bisa dilakukan : Koridor I (Dengan rute perjalanan Purabaya Perak -Purabaya)

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRB menuju PTR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari PTR menuju PRB dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k − 2) dari LOK menuju PRB.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari TP menuju BLR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PUS menuju TP dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju TP.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari BLR menuju PLW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TP menuju BLR.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW, menunggu ke-kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW, menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TRI menuju PLW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju GRS

menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari GRS menuju PRK

menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju GRS.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRK menuju GRS menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari GRS menuju PRK.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari GRS menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari PRK menuju GRS.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju JMP menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari GRS menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari JMP menuju PLW

menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju JMP.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju TP menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW, menunggu ke-kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TRI menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari TP menuju PUS menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju TP.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PUS menuju DRM menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TP menuju PUS.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari DRM menuju WNK menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PUS menuju DRM.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari WNK menuju RSI menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari DRM menuju WNK.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari RSI menuju PTR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari WNK menuju RSI.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PTR menuju PRB menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari RSI menuju PTR.

(5)

Koridor II (Purabaya - JMP - Purabaya)

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRB menuju LOK menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −2) dari LOK menuju PRB dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k − 1) dari PTR menuju PRB.

• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TRI menuju PLW dan menunggu ke-kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju JMP

menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari GRS menuju PLW.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari JMP menuju PLW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju JMP dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju JMP. • Keberangkatan bus ke-(k +1) dari PLW menuju TRI

menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW.

• Keberangkatan bus ke-(k +1) dari TRI menuju LOK menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju TRI.

• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari LOK menuju PRB menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari TRI menuju LOK.

Berdasarkan aturan sinkronisasi yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat disusun model aljabar max-plus se-bagai berikut : x1(k + 1) = [18.09 ⊗ x22(k − 1)] ⊕ [23.73 ⊗ x31(k − 2)] x2(k + 1) = [10.97 ⊗ x1(k − 1)] x3(k + 1) = [10.43 ⊗ x2(k − 1)] x4(k + 1) = [4.42 ⊗ x3(k)] x5(k + 1) = [6.19 ⊗ x4(k)] x6(k + 1) = [5.88 ⊗ x5(k)] x7(k + 1) = [5.95 ⊗ x6(k)] ⊕ [5.80 ⊗ x16(k)] x8(k + 1) = [4.07 ⊗ x7(k)] x9(k + 1) = [5.78 ⊗ x8(k)] ⊕ [3.82 ⊗ x15(k)] ⊕ = [3.42 ⊗ x28(k)] ⊕ [2.75 ⊗ x25(k)] x10(k + 1) = [4.00 ⊗ x9(k)] ⊕ [4.38 ⊗ x26(k)] x11(k + 1) = [1.55 ⊗ x10(k)] x12(k + 1) = [13.38 ⊗ x11(k − 1)] x13(k + 1) = [17.11 ⊗ x12(k − 1)] x14(k + 1) = [1.26 ⊗ x13(k)] ⊕ [4.00 ⊗ x9(k)] x15(k + 1) = [2.50 ⊗ x14(k)] x16(k + 1) = [3.82 ⊗ x15(k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8(k)]⊕ = [2.75 ⊗ x25(k)] x17(k + 1) = [5.80 ⊗ x16(k)] x18(k + 1) = [4.65 ⊗ x17(k)] x19(k + 1) = [4.53 ⊗ x18(k)] x20(k + 1) = [4.65 ⊗ x19(k)] x21(k + 1) = [4.22 ⊗ x20(k)] x22(k + 1) = [11.87 ⊗ x21(k − 1)] x23(k + 1) = [18.09 ⊗ x22(k − 1)] ⊕ [23.73 ⊗ x31(k − 2)] x24(k + 1) = [23.72 ⊗ x23(k − 2)] x25(k + 1) = [3.76 ⊗ x24(k)] x26(k + 1) = [2.75 ⊗ x25(k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8(k)] x27(k + 1) = [4.38 ⊗ x26(k)] ⊕ [4.00 ⊗ x9(k)] ⊕ = [1.26 ⊗ x13(k)] x28(k + 1) = [2.00 ⊗ x27(k)] ⊕ [2.50 ⊗ x14(k)] x29(k + 1) = [3.42 ⊗ x28(k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8(k)] x30(k + 1) = [3.18 ⊗ x29(k)] x31(k + 1) = [7.38 ⊗ x30(k − 1)] (2)

Selanjutnya, model 2 dapat dinyatakan dalam bentuk umum model aljabar max-plus yaitu sebagai berikut:

x(k + 1) =

M

M

p=1

(Ap⊗ x(k + 1 − p)) (3)

dengan Ap adalah matriks berukuran n × n dan n

adalah jumlah variabel waktu keberangkatan. Matriks Ap adalah matriks yang berkaitan dengan x(k + 1 − p),

sedangkan M merupakan jumlah bus maksimum diantara semua koridor/jalur I dan II bus kota DAMRI.

Sehingga didapatkan jumlah bus maksimum adalah 3 yaitu pada koridor II atau M = 3, sedangkan banyaknya variabel yang didefinisikan ada 31 variabel atau p = 31. Sehingga ada 3 buah matriks yaitu A1, A2, dan A3yang

masing-masing berukuran 31 × 31.

Dalam hal ini, model pada 2 dapat dinyatakan dalam bentuk :

x(k + 1) = A1x(k) ⊕ A2x(k − 1) ⊕ A3x(k − 2) (4)

Sehingga dari model 4 dapat dinyatakan pula dalam ben-tuk umum model aljabar max-plus yaitu:

˜

x(k + 1) = ˜A ⊗ ˜x(k) (5)

dengan ˜x(k) merupakan vektor yang berukuran 93 × 1, sedangkan matriks ˜A berukuran 93×93 yang didefinisikan sebagai : ˜ x(k) =                        x1(k) . . . x31(k) x1(k − 1) . . . x31(k − 1) x1(k − 2) . . . x31(k − 2)                        (6) ˜ A =   A1 A2 A3 E(31, 31) ε(31, 31) ε(31, 31) ε(31, 31) E(31, 31) ε(31, 31)   (7)

Dengan matriks A1bersesuaian dengan keberangkatan

bus yang ke-k, A2 bersesuaian dengan keberangkatan

bus yang ke-(k − 1), dan A3 bersesuaian dengan

(6)

3.3

Desain Penjadwalan

Dalam desain penjadwalan bus kota DAMRI terlebih dahulu akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks ˜A pada persamaan 7. Nilai eigen dan vektor eigen dapat ditentukan dengan menggunakan Teorema 2.3. Dalam penelitian ini digunakan bantuan aplikasi Scilab dan fungsi-fungsi yang terdapat pada Maxplus Toolbox Algebra [5] untuk membantu menentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks ˜A.

Dengan menggunakan Scilab dan Maxplus Toolbox Al-gebra diperoleh bahwa nilai karakteristik matriks ˜A terse-but adalah 6.0028571 atau λ( ˜A) = 6.0028571 dan vektor eigen matriks ˜A.

Sehingga vektor keberangkatan awal yang diperoleh dari vektor eigen matriks ˜A adalah

v =                                                          9.59143 0. 6.9800014 5.3971443 0. 5.46143 0. 7.67143 9.8071443 0. 3.73143 0. 10.210001 0. 4.30143 9.8071443 0. 8.25143 6.7785729 0. 3.6428586 3.5071443 9.59143 0. 13.060001 9.8071443 0. 4.30143 7.4485729 0. 0.                                                          λ( ˜A) = 6.0028571

Jika vektor v dijadikan sebagai waktu keberangkatan awal penjadwalan maka dapat disusun jadwal periodik keberangkatan bus kota DAMRI di setiap titik perte-muan dengan periode antar keberangkatan bus kota DAMRI adalah 6.0028571 menit atau 6 menit.

Berdasarkan hasil diatas terlihat bahwa [v]2,1 =

[0], [v]5,1 = [0], [v]7,1 = [0], [v]10,1 = [0], [v]12,1 =

[0], [v]14,1 = [0], [v]17,1 = [0], [v]20,1 = [0], [v]24,1 =

[0], [v]27,1 = [0], [v]30,1 = [0], [v]31,1 = [0] sehingga

el-emen vektor eigen tersebut yang tidak lain merupakan variabel keberangkatan untuk koridor I yaitu dari Petra ke RSI, Darmo ke Urip Sumohardjo, Tunjungan Plasa ke Blauran, Jln Rajawali ke Jln Gresik, Perak ke Jln Gresik, Jln Rajawali ke JMP, Tunjungan Plasa ke Urip Sumohardjo dan Wonokromo ke RSI. Sedangkan untuk koridor II yaitu dari Pasar Loak ke Pasar Turi, Jln Ra-jawali ke JMP, Pasar Turi ke Pasar Loak dan Pasar Loak ke Purabaya. Keduabelas variabel keberangkatan tersebut akan dijadikan sebagai titik acuan penjadwalan. Sedangkan dalam kondisi real di lapangan bahwa awal keberangkatan rata-rata bus kota DAMRI di terminal Purabaya mulai berangkat pukul 06.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB.

Sehingga dalam penelitian ini untuk jadwal ke-berangkatan dimulai pukul 06.00 sampai dengan pukul 08.00 mengingat jadwal keberangkatan selanjutnya ting-gal menyesuaikan periode keberangkatannya. Karena [v]1,1 = [9.59143] dan [v]23,1= [9.59143] maka titik acuan

untuk keberangkatan awal untuk koridor I yaitu dari Petra ke RSI, Darmo ke Urip Sumohardjo, Tunjungan Plasa ke Blauran, Jln Rajawali ke Jln Gresik, Perak ke Jln Gresik, Jln Rajawali ke JMP, Tunjungan Plasa ke Urip Sumohardjo, Wonokromo ke RSI dan untuk kori-dor II yaitu dari Pasar Loak ke Pasar Turi, Jln Rajawali ke JMP, Pasar Turi ke Pasar Loak dan Pasar Loak ke Purabaya adalah pukul 5:50:25. Dari penentuan titik acuan yaitu pukul 5:50:25 maka dapat disusun penjad-walan keberangkatan bus kota DAMRI di Surabaya.

4

Kesimpulan

Berdasarkan batasan masalah dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, maka disimpulkan bahwa:

a. Dalam penelitian ini diperoleh model jalur bus kota DAMRI di Surabaya menggunakan aljabar max-plus yang dinyatakan dalam bentuk umum ˜x(k + 1) =

˜

A ⊗ ˜x(k) dimana matriks ˜A berukuran 93 × 93. b. Penjadwalan bus kota DAMRI disusun berdasarkan

nilai eigen λ( ˜A) = 6.0028571 dan vektor eigen. Ni-lai eigen ini menunjukkan bahwa setiap 6.0028571 menit sekali atau 6 menit terjadi pemberangkatan bus di tiap-tiap halte atau dengan kata lain periode keberangkatan bus adalah 6 menit. Sedangkan vek-tor eigen digunakan sebagai waktu keberangkatan awal. Jadwal yang telah disusun dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu jumlah armada yang beroperasi, banyaknya jalur/koridor yang digunakan, aturan sinkronisasi, serta waktu tempuh (bobot).

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kompas, 22 Oktober 2012, Jam Sibuk Tambah 3,5 Jam

[2] Kompas, 23 Juli 2011, Surabaya Oh Surabaya yang macet

[3] Rakhmawati, N., (2012), Analisis Pemodelan Dan Penjadwalan Busway Di Surabaya dengan Aljabar Max-Plus, Tesis Magister,ITS,Surabaya

[4] Subiono, (2012), Aljabar Maxplus dan Terapannya, Buku Ajar Kuliah Pilihan Pasca Sarjana Matem-atika, ITS, Surabaya

[5] Subiono, dan Adzkiya, D., (2012), Max-Plus Alge-bra Toolbox ver. 1.0.2, Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[6] Winarni, (2009), Penjadwalan jalur Bus dalam Kota dengan Aljabar Max - Plus, Tesis Magister, ITS, Surabaya

Gambar

Gambar 1: Gambar Graf Jalur Bus Kota DAMRI di Kota Surabaya
Tabel 1: Pendefinisian Variabel Waktu Keberangkatan pada Saat ke k

Referensi

Dokumen terkait

• Budaya dalam tamadun India banyak mengajar nilai-nilai dalam kehidupan melalui latihan dan pengalaman serta bertoleransi dengan orang lain. • Beberapa kitab yang menjadi

Sedangkan Asumsi dala m penelitian ini adalah bahwa dengan siswa me miliki pemaha man mengenai ecopreneur dapat me mbentuk sikap wirausaha berbasis ramah

Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis paragraf deskriptif dengan menggunakan metode pembelajaran di luar ruang kelas (Outdoor Study)

(1) Dalam hal seorang calon doktor tidak dapat memenuhi ketentuan pasal 24, maka masa studi calon doktor tersebut dapat diusulkan untuk diperpanjang oleh Direktur untuk

Vanajanselällä, Vesijärvellä ja Pääjärvellä tutkittiin kuhan kalastuksen ohjauksen vaikutuksia kuhakantaan, kuhan saaliskalakantoihin ja muiden petokalojen runsauteen vuosina

Beberapa hobiis menganggap pakan pasta lebih baik karena bisa dibentuk sesuai dengan ukuran mulut ikan yang dipelihara.. Proses pembuatan di pabrik yang tidak menggunakan

To the point saja, dalam rangka mengetahui siapa mereka sebenarnya dan simbol-simbol apa saja yang melitari kaum freemason itu, mari kita membaca lebih dalam di

tindakan. 7 Segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam keluarga merupakan simbol yang akan dimaknai oleh remaja sebagai bentuk disharmoni